58748634

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

Contoh kasus pelanggaran etika profesi akuntan:

1. Kasus KAP Andersen dan Enron

Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron


mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001.
Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang
menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah
yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen
mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi
laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron,
dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan
keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih
sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian
sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.

Komentar :
Contoh kasus yang terjadi pada KAP Andersen dan Enron adalah sebuah
pelanggaran etika profesi akuntansi dan prinsip etika profesi, yaitu berupa
pelanggaran tanggung jawab –yang salah satunya adalah memelihara
kepercayaan masyarakat terhadap jasa profesional seorang akuntan.
Pelanggaran prinsip kedua yaitu kepentingan publik,pada kasus KAP Andersen
dan Enron tersebut kurang dipegang teguhnya kepercayaan masyarakat, dan
tanggung jawab yang tidak semata-mata hanya untuk kepentingan kliennya
tetapi juga menitikberatkan pada kepentingan public. Jadi seharusnya KAP
Andersen dalam melakukan tugasnya sebagai akuntan harus melakukan
tindakan berdasarkan etika profesi akuntansi dan prinsip etika profesi.

2. Kasus KPMG-Siddharta & Harsono

September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus


menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat
pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu
untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman
Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New
York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari
semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap
Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang
menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan
memecat eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange
Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang
anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja
Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker
mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun
terselamatan.
Komentar :
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab
prolesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional
yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
setiap kegiatan yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar
prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara
menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya
tidak melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.

3. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya

Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak


kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan
kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga
akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-
bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999.
Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S,
SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi
etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank
yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu,
ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan
memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau
kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi
kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi
dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen
Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP
telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif
untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak
ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya
mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat
bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan
administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan
publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari
kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya
yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Komentar :
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab
prolesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional
yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
setiap kegiatan yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar
prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara
menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya
tidak melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya, dan melanggar prinsip kedelapan yaitu
standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Kasus Audit Kas/Teller
Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit TapungRaya

Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari
2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar
yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ
Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam
dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka
dijeratpasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No.
7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi
dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta
keterangan ahli.

PENYELESAIAN MASALAH
yaitu :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian
kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada
perusahaan. Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan
perkembangan teknologi yang berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda jadi attitude ini
harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik
sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
2 Prosedur Otoritas Yang Wajar
a) Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
b) Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
c) Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari nasabah untuk
melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
d) Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik nasabah.
3.Dokumen dan catatan yang cukup

a) Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/ penarikan. Setiap bukti
setoran/ penarikan harus diberi cap identifikasiteller yang memproses.
b) Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan buktipendukung seperti Daftar Mutasi
Kas,
Cash Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing pecahan)
4.Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan
a)Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh teller.
b)Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller yangbersangkutan cuti atau
seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
c)Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan pemimpincabang, diinvestigasi dan
dikoreksi.
d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkanberita acara selisih kas.
e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas ataupejabat yang berwenang,
tidak diperbolehkan masuk.
f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counterarea.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a) Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasaldari unit kas.
b) Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c) Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan.

Contoh Kasus Audit Etika Profesi


Contoh Kasus Etika Profesional
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja
diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan
pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama
seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International
sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan
klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine
International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan”
yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank
menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine
International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa
metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat.
Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC
membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat
keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan
untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam
kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan
Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi
hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia
mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan
hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan
seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka.
Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

Solusi :
pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk
menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode
yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun
sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah
pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini
ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka
ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk
mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan
merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini
sebagai manajer senior.
- Konsekuensi dari setiap alternatif :
Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya
kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul
permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA),
rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama
pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat


Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan
masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung
akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan
rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien
tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat
rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia
peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap
menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank
dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko
yang cukup besar pada hasil auditnya nanti.

AUDIT ASSET TETAP

Sebuah Kasus Audit Asset Tetap

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri
Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT.
GDC, sebuah perusahaan swasta.

Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp.
121,628 miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus

Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.

Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu
juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.

Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh
oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal
pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.

KASUS AUDIT UMUM PT KAI


Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan
Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang
efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita
dihadapkan pada situasi yang sama.
bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang
jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses
tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan
Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami
dan diterapkan sepenuhnya.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam
suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan
penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan
keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk
dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai
dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI
adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Perbedaan pandangan antara manajemen dan
komisaris tersebut bersumber pada perbedaan mengenai:
1. Masalah piutang PPN.
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi
tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang
merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut
Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari
satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses
akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi
beban tahun 2005.
4. Masalah uang muka gaji.
Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005
diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan
pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan
Penyertaan Modal Negara (PMN).
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan
audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite
Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT.
KAI Indonesia:
1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor
Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat
proses audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan
komite audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga
ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak
berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam
perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat
dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa
yang akan datang.
Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk
mengganti direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-
milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk
mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi
yang salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite
Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun
budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.
PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA
INTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah daerah untuk
berinvestasi mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 ha. Data-data
pendukung areal belum tersedia, seperti :
- Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain)
belum diketahui.
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut tindakan dan
strategi apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal yang ditawarkan oleh pemda itu
layak atau tidak layak dibuka ?.
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data
pendukung sebagai berikut :
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih dalam wacana
pemda untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi kawasan budidaya non
kehutanan (KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi hasil produksi, sehingga
jalur transportasi harus melalui darat. Jarak 100 km.lokasi dengan ibukota/pelabuhan
terdekat
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang ragu-ragu dan ada
yang kontra. Masyarakat yang berminat kemitraan dengan perusahaan menginginkan porsi
50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
Berdasarkan data-data diatas, apa yang harus direkomendasikan kepada PT. MAKIN, setuju
berinvestasi atau tidak setuju berinvestasi ?
Keterangan : *) belum memperhitungkan potensial biaya dalam pengurusan perizinan areal
dan potential loss akibat permasalahan sosial dan overlapping areal).

Anda mungkin juga menyukai