Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TENTANG

KEKERINGAN

Disusun Oleh :

MAWAR HARIANTO

11514A0005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam

karena nikmat dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan

makalah ini berjudul “ KEKERINGAN”.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami

buat kurang tepat baik dari segi isi maupun bahasanya. Makalah ini masih jauh dari

sempurna, Oleh karena itu kami dengan senang hati dapat menerima dan

mengharapkan saran dan kritik dari dosen dan temen-temen mahasiswa. yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul

"KEKERINGAN", yang menurut penulis dapat memberikan manfaat yang besar baik

bagi penulis sendiri maupun temen-temen mahasiswa.

Kayangan KLU 16 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2

C. Tujuan.................................................................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................................ 3

A. Pengertian Kekeringan.......................................................................................... 3

B. Jenis-Jenis Kekeringan.......................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................. 8

A. Kekeringan............................................................................................................ 8

B. Tanda-Tanda Umum Kekeringan.......................................................................... 8

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekeringan................................................................... 9

D. Dampak Kekeringan.............................................................................................. 11

E. Politik.................................................................................................................... 13

BAB VI PENUTUP............................................................................................................ 21

A. Simpulan ................................................................................................................ 21

B. Saran....................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non

alam (manusia) sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007). Bencana merupakan

pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang di

picu oleh suatu kejadian.

Posisi geografis menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim

monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation

(ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan

laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino).

Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam

masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian

ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah

rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan

air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain

oleh manusia.

Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu

wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem

yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses

1
sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian,

suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang

signifikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan rumusan masalah berikut

dalam penyusunan makalah ini adalah:

1 Apa yang dimaksud dengan kekeringan?

2 Apa saja tanda-tanda kekeringan?

3 Apa saja faktor penyebab kekeringan?

4 Bagaimana dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik?

5 Bagaimana usaha untuk mitigasi untuk menangani bencana kekeringan baik pra

bencana saat bencana dan pasca bencana?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan tujuan dalam

penyususnan makalah ini yaitu:

1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kekeringan.

2 Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya kekeringan.

3 Untuk mengetahui faktor penyebab kekeringan.

4 Untuk mengetahui dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik.

5 Untuk mengetahui usaha mitigasi untuk menangani bencana kekeringan baik pra

bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Defenisi Kekeringan

Kekeringan sulit untuk dapat didefinisikan secara tepat, secara umum kekeringan

merupakan suatu kondisi dimana terjadi kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan

(Bayong, 2004). Adapun definisi lain kekeringan merupakan suatu fenomena yang

normal, biasanya terjadi secara berulang sesuai dengan iklimnya. Mendefinisikan

kekeringan merupakan hal yang sulit karena sangat bergantung pada perbedaan wilayah,

kebutuhan, sudut pandang disiplin ilmu. Secara garis besar, kekeringan terjadi akibat

kurangnya curah hujan yang turun selama beberapa kurun waktu tertentu dan

mengakibatkan kekurangan air untuk beberapa kegiatan, kelompok, di beberapa wilayah

(The National Drought Mitigation Center, 2014).

Kekeringan merupakan salah satu masalah serius yang sering muncul ketika

musim kemarau tiba. Banyak tempat di Indonesia mengalami masalah kekurangan air

atau defisit air atau kekeringan. Dari perspektif kebencanaan kekeringan didefinisikan

sebagai kekurangan curah hujan dalam periode waktu tertentu (umum-nya dalam satu

musim atau lebih) yang menyebabkan kekurangan air untuk berbagai kebutuhan (UN-

ISDR, 2009). Kekurangan air tersebut berpengaruh terhadap besarnya aliran permukaan

pada suatu DAS. Pada umumnya bencana kekeringan tidak dapat diketahui mulainya,

namun dapat dikatakan bahwa kekeringan terjadi saat air yang ada sudah tidak lagi

mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Kerusakan lahan dan dampak kerugian yang diakibatkan oleh kejadian

kekeringan sangat luas dan nilai ekonomi kerugian cukup besar. Secara umum kejadian

kekeringan dapat ditinjau dari aspek: hidro- meteorologi, pertanian, dan hidrologi

3
(Wilhite, 2010). Dari aspek hidro- meteorologi kekeringan timbul dan disebabkan oleh

berkurangnya curah hujan selama periode tertentu. Dari aspek pertanian dinyatakan

kekeringan jika lengas tanah berkurang sehingga tanaman kekurangan air. Lengas tanah

(soil moisture) merupakan parameter yang menentukan potensi produksi tanaman.

Ketersediaan lengas tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah. Secara

hidrologi kekeringan ditandai dengan berkurang-nya air pada sungai, waduk dan danau

(Nalbantis et al., 2008).

Kekeringan berkaitan dengan kondisi rata-rata jangka panjang kesetimbangan

antara presipitasi dan evapotranspirasi (yaitu evaporasi+transpirasi) di daerah tertentu

pada kondisi yang sering dianggap “normal”.Kekeringan juga berkaitan dengan waktu

(adanya penundaan pada awal musim penghujan, sehingga periode musim kemarau lebih

panjang) dan tingkat keefektifitasan hujan (yaitu intensitas curah hujan, jumlah kejadian

hujan).Faktor iklim lainnya seperti temperatur yang tinggi, angin kencang dan

kelembapan relatif yang rendah sering dikaitkan sebagai faktor-faktor yang

memperparah kekeringan di banyak daerah di dunia. Fenomena IOD (Indian Ocean

Dipole) dan El Nino mempunyai dampak terhadap curah hujan di Indonesia (Bayong,

2008). Fenomena IOD disebabkan oleh interaksi atmosfer – laut di Samudera Hindia

Ekuatorial, dimana terjadi perbedaan beda temperatur permukaan laut antara Samudera

Hindia tropis bagian barat atau pantai Afrika Timur dan Samudera Hindia Tropis bagian

timur atau Pantai Barat Sumatera (Yamagata et al., 2000).

Periode kekeringan di Indonesia sendiri dipengaruhi oleh peristiwa El Nino di

Samudera Pasifik ekuator dan pantai barat Amerika Selatan El Nino mempengaruhi

aktivitas curah hujan terutama di bagian timur dari pada bagian barat Kontinen Maritim

Indonesia (Bayong, 2002). El Nino menyebabkan variasi iklim tahunan.Ketika tahun El

Nino, sirkulasi zonal di atas Indonesia divergen, sehingga terjadi subsidensi udara atas.

4
Divergensi massa udara mengakibatkan penyimpangan awan-awan yang terbentuk

bergeser ke Pasifik tengah dan timur (Bayong, 2003). Fenomena El Nino dapat

menimbulkan bencana kekeringan, banjir, dan bencana lain yang dapat mengacaukan dan

merusak pertanian, perikanan, lingkungan, kesehatan, kebutuhan energy, kualitas udara

dan sebagainya (Bayong, 2008).

Dampak dari kekeringan muncul sebagai akibat dari kurangnya air, atau

perbedaan antara permintaan dan persediaan air. Kekeringan paling sering dihubungkan

dengan curah hujan yang rendah atau iklim semi kering, sementara kekeringan juga

terjadi pada daerah-daerah dengan jumlah curah hujan yang biasanya besar. Manusia

cenderung mematok aktivitas-aktivitas mereka di sekitar keadaan kelembaban yang

sudah biasa. Dengan demikian, setelah bertahun-tahun hidup dengan curah hujan di atas

rata-rata, manusia bisa menganggap tahun pertama sewaktu curah hujan rata-rata kering

terjadi kekeringan. Lebih jauh lagi,tingkat curah hujan yang bisa memenuhi kebutuhan

seorang peladang mungkin merupakan kekeringan yang serius bagi seorang petani yang

menanam jagung. Untuk mendefinisikan kekeringan di suatu daerah, perlu dipahami

dengan baik karakteristik meteorologi dan juga persepsi manusia tentang kondisi-kondisi

kekeringan.

B. Jenis-Jenis Kekeringan

Kekeringan hampir terjadi dimanapun, walaupun kejadiannya bervariasi dari

wilayah yang satu dengan wilayah lainnya. Kekeringan dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu:

a) Kekeringan Meteorologis (Meteorological Drought)

Kekeringan ini berkaitan dengan besaran curah hujan yang terjadi berada

dibawah kondisi normalnya pada suatu musim.Perhitungan tingkat kekeringan

meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan. Menurut

5
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Intensitas kekeringan

berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut; 1. Kering : apabila curah

hujan antara 70% -85% dari kondisi normal (curah hujan dibawah normal) 2. Sangat

kering : apabila curah hujan antara 50% - 70% dari kondisi normal (curah hujan jauh

dibawah normal) 3. Amat sangat kering : apabila curah hujan < 50% dari kondisi

normal (curah hujan amat jauh dibawah normal) Menurut (The National Drought

Mitigation Center, 2014), Meteorological drought di definisikan berdasarkan tingkat

kekeringan (perbandingan antara jumlah “normal” atau rata-rata) dengan lamanya

masa kering. Definisi Meteorological Drought harus dianggap sebagai wilayah

khusus karena kondisi atmosfer yang mengakibatkan kekurangan curah hujan sangat

bervariasi dari wilayah satu dengan wilayah lainnya.Beberapa contoh dari

meteorological drought mengidentifikasi kekeringan berdasarkan jumlah hari dengan

curah hujan kurang dari threshold yang telah ditetapkan.Langkah ini hanya cocok

untuk ambang pintu daerah yang karakteristik dengan curah hujan yang turun

sepanjang tahun seperti wilayah hutan hujan tropis, beriklim lembab subtropics, atau

beriklim lembab di lintang menengah.

b) Kekeringan Pertanian

Menurut (The National Drought Mitigation Center, 2014) kekeringan pertanian

atau Agricultural Drought berhubungan erat dengan karakteristik kekeringan

meteorologi (Meteorological Drought) maupun kekeringan hidrologi (Hydrological

Drought) yang berpengaruh pada pertanian dengan fokus pada kekurangan curah

hujan, perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan aktual, deficit air tanah,

berkurangnya air tanah atau tingkat reservoir, dsb. Kebutuhan air untuk tanaman

bergantung pada kondisi cuaca, karakteristik biologis dari tanaman tertentu, tahap

pertumbuhan, dan sifat-sifat fisis dan biologis tanah. Definisi yang baik mengenai

6
agricultural drought harus dapat menjelaskan variabel kerentanan tanaman selama

tahap-tahap pertumbuhan tanaman sejak awal masa pertumbuhan.

c) Kekeringan Hidrologis

Menurut BNPB pada tahun 2014, kekeringan ini terjadi berhubungan dengan

berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah.Kekeringan hidrologis diukur

dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara

berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau

dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awaln

terjadinya kekeringan.

Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:

1 Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah periode

5 tahunan.

2 Sangat Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh

dibawah periode 25 tahunan.

3 Amat Sangat Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran

amat jauh dibawah periode 50 tahunan.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kekeringan

Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam

masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian

ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah

rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena

cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi),transpirasi, ataupun

penggunaan lain oleh manusia.

B. Tanda-Tanda Umum Kekeringan

Gejala terjadinya kekeringan adalah sebagai berikut:

1 Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan dibawah normal

dalam satu musim. Pengukuran kekeringan Meteorologis merupakan indikasi

pertama adanya bencana kekeringan.

2 Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air

permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air

sungai, waduk, danau dan air tanah. Kekeringan Hidrologis bukan merupakan

indikasi awal adanya kekeringan.

3 Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah

(kandungan air di dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas yang

menyebabkan tanaman menjadi kering dan mengering.

8
C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekeringan

Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:

1 Lapisan tanah tipis

Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah tidak

akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat mengalami

penguapan oleh panas matahari. Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di

daerah pegunungan kars, karena di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.

2 Air tanah dalam

Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke

dalam lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air dengan

intensitas yang terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan air dengan jangka

waktu yang lebih lama.Hal ini menyebabkan aliran-aliran air di bawah tanah (sungai

bawah tanah) yang dalam, sehingga tanaman tidak mampu menyerap air  pada saat

musim kemarau, karena akar yang dimiliki tidak mampu menjangkaunya. Air tanah

yang dalam menyebabkan sumber-sumber mata air mengalami kekeringan di musim

kemarau, karena air yang terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak mampu

naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang tidak mengalami kekeringan pada

musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.

3 Tekstur tanah kasar

Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu

yang lama. Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam, karena

tanah tidak mampu menahan laju air. Di lain sisi, air yang terkandung dalam tanah

yang memiliki tekstur yang kasar akan mengalami penguapan relatif lebih

9
cepat, karena rongga-rongga tanah jelas lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya

proses penguapan.

4 Iklim

Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan. Keadaan

alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang

terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim. Misalnya: Akibat perubahan

kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama daripada musim

penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama tentunya akan memungkinkan

terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di musim

kemarau.

5 Vegetasi

Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis

vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan intensitas

yang lebih banyak,daripada tanaman lain, tentunya akan sangat menguras kandungan

air dalam tanah. Dan lebih parahnya, penanaman ketela pohon banyak terjadi di

daerah pegunungan karst yang rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang

dapat memicu kekeringan adalah tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang

sangat rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu

itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan

demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk menyimpan air tidak ada atau

terbatas jumlahnya.

10
6 Topografi

Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap

kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki

kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini

disebabkan karena air hujan yang diserap oleh tanah akan mengalir dari tempat yang

tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu air akan lebih banyak terserap oleh

tanah di dataran yang lebih rendah. Dengan kata lain.di dataran tinggi kemungkinan

terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di dataran rendah. Karena dataran

tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.

D. Dampak Kekeringan

a. Fisik

1. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.

2. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.

3. Kerusakan spesies tanaman.

4. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).

5. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya daya

pandang).

6. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga

sulit untuk dijadikan lahan pertanian.

7. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau

menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu udara

sangat dingin. Perbedaan suhu udara yang berganti secara cepat antara siang dan

malam menyebabkan terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.

11
b. Non Fisik

1. Ekonomi

a. Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan

perikanan.

b. Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

c. Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.

d. Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.

e. Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energi.

f. Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.

g. Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.

h. Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan

kekeringan.

i. Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan pada

lembaga-lembaga keuangan.

2. Sosial Budaya

a. Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu

mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga

menimbulkan banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan.

Banyak orang yang akan sakit flu dan batuk.

b. Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).

c. Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi

yang terkait dengan kekeringan.

d. Konflik di antara penggunan air.

e. Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.

12
f. Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan

bantuan pemulihan.

g. Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.

h. Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.

i. Kekacauan sosial, perselisihan sipil.

j. Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata 

pencaharian.

k. Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan

pemulihan,banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang memilih keluar

negeri.

E. Politik

Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan

bencana kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk, seperti

yang sudah dibentuk di Indonesia yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan

Bencana).

a. Mitigasi Dampak Kekeringan

Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana

1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data

iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.

2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan

memperhatikan historical right dan azas keadilan

3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.

4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan

pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.

13
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan

kekeringan.

Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai berikut:

1. Pra bencana

a) Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.

b) Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air

baku untuk air bersih.

c) Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan

yang ada di lingkungan tinggal kita.

d)  Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.

e) Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan

plester semen atau ubin keramik.

f) Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air

g) Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.

h) Panen dan konservasi air

Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air

aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah

hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air

yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan

contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi

air.

Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan

kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut

dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang

berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim

14
kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air

tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau

serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.

a. Rorak

Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50cm dengan

kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran

permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan

secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air

akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk daerah

dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau infiltrasinya renda dan

curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.

b. Saluran buntu

Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter

(sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan

rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena

dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya

berbagai penyakit pada akar.

c. Lubang penampungan air (catch pit)

Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan

dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air,

sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi.

Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan

menyebabkan kematian tanaman.

15
d. Embung

Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran

permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran

sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran

permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan

mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram

tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.

Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya

peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti

tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi

plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.

e. Bendungan Kecil (cek dam)

Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama

musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan

sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim

hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan

pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air

untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.

f. Panen air hujan dari atap rumah

Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk

dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram

tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal

musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.

16
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan

strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.

a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):

1. Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.

2. Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.

3. Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang

mempunyai waduk.

4. Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.

5. Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.

6. Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.

7. Persiapan tindak darurat.

8. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.

9. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.

10. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

11. Penyediaan pompa air.

b. Perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:

1. Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan

di hulu.

2. Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).

3. Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah

sungai.

4. Penggunaan air secara hemat.

5. Penciptaan alat sanitasi hemat air.

6. Pembangunan prasarana daur ulang air.

7. Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

17
c. Saat terjadi Bencana

Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan

dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air

dapat dilakukan melalui:

Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air :

(1) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.

(2) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

(3) Penyediaan pompa air.

(4) Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).

Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait

antara lain dengan upaya:   

a) Dampak Sosial:

(1) Penyelesaian konflik antar pengguna air.

(2) Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami

kekeringan.

b) Dampak Ekonomi:

(1) Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru,

optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air,

penghentian perusakan hutan, dll.

(2) Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur ulang

pemakaian air.

(3) Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/

hutan melalui diversifikasi usaha.

18
(4) Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui

perbaikan sistem pemasaran.

c) Dampak Keamanan:

(1) Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.

(2) Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan

api.

d) Dampak Lingkungan:

(a) Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).

(b) Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.

(c) Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim

kemarau.

(d) Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan

pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi

menimbulkan kebakaran yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.

(e) Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan

dengan cara tanpa pembakaran.

2. Pasca Bencana

Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka

panjang akibat bencana kekeringan antara lain:

a) Bantuan sarana produksi pertanian.

b) Bantuan modal kerja.

c) Bantuan pangan dan pelayanan medis.

d) Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran

pembawa, dll.

e) Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.

19
f) Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik dan

sistem lingkungan, sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu tanggung jawab

sosial,yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan

mengurangi/meminimalkan dampak.

20
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Kekeringan merupakan suatu peristiwa atau suatu rangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh aktivitas alam tetapi aktivitas alam ini sangat menggangu dan

merugikan banyak aspek seperti aspek fisik dan non fisik (sosial budaya, ekonomi,

politit). kerugian fisik yang di timbulkan misalnya terutama rusaknya tanaman petani

yang menggakibatkan gagal panen dan kelaparan, selain itu kerugian fisik selalu

menggarah pada manusia karena kekeringan menyebabkan kekurangan air bersih yang

memaksa orang untuk mengkonsumsi air yang tidak sehat, bahkan banyak hewan,

tanaman dan manusia mati karena kekurang air yang sangat di butuhkan untuk bertahan

hidup. Kerugian non fisik yaitu terjadi kerugian terhadap pemasukan negara dan

ekonomi.

Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana kekeringan sebelum terjadi

dilakukan dengan cara mengadakan sosialisasi di masyarakat akan bahaya kekeringan

yang tejadi apabila masyarakat menggunakan air berlebihan diluar batas kebutuhan.

B. Saran

Bagi masyatrakat hendaknya menggunakan air dengan baik, jangan terlalu

berlebihan dalam menggunakan air kerena bisa meyebabkan kekuranagan air.

Gunakanlah air secukupnya atau sesuai kebutuhan. Menurut keagamaan kekeringan itu

di sebabkan oleh tingkah laku manusia sendiri yang terlalu serakah serta faktor

kemaksiatan yang merajalela.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

ISDR. 2009. UNISDR Terminology on Disaster Risk Reduction. Switzerland: Jeneva.

Nalbantis, I. 2008. Assesment of Hydrological Drought Revisited. Water Resources

Management 23 (5) (July 22): 881-887.

Tjastono, Bayong. 2003. Geosains. Bandung: ITB.

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.

Tjasyono, Bayong. 2008. Meteorogi Terapan. Bandung: ITB Press.

Wilhite, D. A. 2010. Quantification of agriculture drought mitigation, in agriculture drought

indices, Proceedings of an Expert Meeting 2-4 June. Murcia, Spain, WMO, Geneva.

National Drought Mitigation Center. 2004. Type of Drought,

http://drought.unl.edu/DroughtBasics/TypesofDrought.aspx, diakses pada tanggal 22

September 2017.

Content://com.sec.android.app.sbrowser/readilist/0920181710631.mhtml, diakses pada

tanggal 22 September 2017.

http://sulfiani87.blogspt.co.id/2016/04/contoh-makalah-kekeringan.html?m=1, di akses pada

tanggal 22 September 2017.

22

Anda mungkin juga menyukai