PBAK
DAMPAK KORUPSI
Disusun oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Dampak
Korupsi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bandar Lampung, 19 Juli 2019
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”. Pengertian
lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan
sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah
sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam
kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selanjutnya
Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam
berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan
manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil
dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are
often labeled corrupt”.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam
rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau
keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang
pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak
ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga
dapat dianggap sebagai korupsi.
BAB III
PEMBAHASAN
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin
di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja
Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat
menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah
sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan semakin mahal, dan
pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para
koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan
retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak
diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat.
Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali
“menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi
rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang
rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin
3.3 Dampak Korupsi Teradap Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling rawan
terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan,
yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency International,
lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara sederhana mendefinisikan
korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis, yaitu
korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai
dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan,
serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan
pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang
pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa uang
pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi yang kedua,
muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu lintas, agar si
pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan, muncul
akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata
serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer yang
seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego
mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan
bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi
nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang
sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki
sumber dana lain di luar APBN.
Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha
keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan
rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu,
demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan
jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka
yang ada di lapangan.
Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semanagat
profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat
dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal
kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa
Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi
pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan
kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi,
tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional
dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi. Negara-negara
demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam demokrasi prosedural.
Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan
korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan
umum yang justru membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.
3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri
hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga
hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan
negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.
4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat profesionalisme
militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama
angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI,
khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan
pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai
masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil,
perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi,
akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara
perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.
4.1 Kesimpulan
Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap kepercayaan
atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan keuntungan
material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang mencangkup
penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran
terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara dan
publik.
4.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih
manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita tidak
terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang intelektual
hususnya dalam mata kuliah anti korupsi”.
DAFTAR PUSTAKA