Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

Fasilitator:
Wesiana Heris Santy, S.Kep.Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

Lina Ekawati 1130016114

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 BRONKOPNEUMONIA
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang
sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi
ada juga sejumlah penyebab non infreksi yang perlu diperimbangkan.
Bronkopneumonialebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap
berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan
orang dewasa (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh
eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak tanggapan di
lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan daya
tahan tubuh (Nurarif & Kusuma, 2015).
Bronkopneumonia merupakan inflamasi paru yang terfokus
pada inflamasi paru pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat
mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi saluran respiratori
berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus
yang berdekatan (Marcdante et al., 2014).
2. Epidemiologi Bronkopneumonia
Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017,
didapatkan penemuan insiden bronkopneumonia (per 1000 balita) di
Indonesia sebesar 20,54 (Kemenkes RI, 2018). Di Indonesia, cakupan
penemuan kasus bronkopneumonia pada balita dari tahun 2015-2018
mengalami peningkatan dari 94,12% menjadi 97,30%(Kemenkes RI,
2018). Prevalensi Bronkopneumonia terbanyak terjadi pada anak usia

1
1-4 tahun (Kementrian RI, 2015). Pada tahun 2013-2014 terjadi
peningkatan penemuan penderita pneumonia atau bronkopenumonia
yaitu 2,82% di Jawa Timur dan perlu kerja keras serta komitmen untuk
meningkatkan capaian penemuan dan tatalaksana penderita secara
cepat dan tepat (Dinkes Jatim, 2014). Cakupan penemuan
bronkopneuonia tahun 2017 sebesar 52,67% (Kemenkes RI, 2018).
Penyakit bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30%
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang
tinggi (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh ( Jalil A, 2014 ) di dapatkan data bahwa mayoritas
responden dengan keluhan sesak napas (78,4%), batuk (77,3%), dahak
(53,6%), demam (55,7%), nyeri dada (21,6%), suara napas ronkhi
(47,4%), mual (74,2%), muntah (44,3%), lemas (43,3%), dan nyeri perut
(27,8%) ( Jalil A, 2014 ). Pneumonia merupakan penyebab utama
kematian balita di dunia. Penyakit ini menyumbang 16% dari seluruh
kematian anak di bawah 5 tahun, yang menyebabkan kematian pada
920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per hari, atau di perkirakan 2 anak
Balita meninggal setiap menit pada tahun 2015 ((WHO, 2017) dalam
(Kemenkes RI, 2018).
3. Etiologi Bronkopneumonia
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah ( Bradley et.al.,
2011) :
1) Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokkus group B, respiratory Sincytial Virus
(RSV).
b. Pada bayi :
1. Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus.
2. Organisme atipikal : Chamidia trachomatis, Pneumocytis.
3. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus infkuenza,
Mycobaterium tuberculosa, Bordetella partusis
c. Pada anak-anak :

2
1. Virus : Parainfluensa, Infuensa Virus, Adenovirus, RSV.
2. Organisme atipikal : Pneumokokus, Bordetella pertusis, M.
Tuberculosis.
2) Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan mentah atau
sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah
dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menagis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak
yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang megandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan.
3) Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik
4) Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal

3
4. Pathway Bronkopneumonia
Virus, bakteri, jamur, dan benda asing

Invasi saluran pernafasan

Kuman Kuman Infeksi Dirawat


berlebih di terbawa saluran dirumah
bronkus kesaluran cerna nafas sakit

Proses Infeksi Dilatasi Dilakukan


peradangan saluran pembuluh prosedur
pencernaan darah pengobatan

Akumulasi Peningkatan Eksudat Terpisah


secret flora normal masuk ke dari
dibronkus di usus orang Keterbatasan
alveoli
tua gerak

Cemas
Gangguan
Bersihan Mucus Peningkatan tumbuh
Gangguan
jalan nafas dibronkus peristaltic kembang
difusi gas
tidak efektif usus

Bau mulut Malabsorpsi


Gangguan
tidak sedap Suplai 0²
pertukaran gas
Diare menurun
anoreksia
Resiko ketidak Hipoksia
Intake seimbangan
kurang elektrolit Fatique

Ketidak seimbangan Intoleransi


nutrisi kurang dari aktivitas
kebutuhan tubuh

5. Patofisiologi Bronkopneumonia
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi

4
ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini
tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin
sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus
lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu
sistem pertukaran gas di paru. Tidak hanya menginfeksi saluran nafas,
bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh
darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen
patogen sehingga timbul masalah GI. Dalam keadaan sehat, pada paru
tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. keadaan ini
disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. terdapatnya bakteri
didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi
langsung dari udara, aspirasi dari bahan- bahan yang ada dinasofaring
dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain,
penyebaran secara hematogen ( Nurarif dan Kusuma, 2015)
6. Tanda Dan Gejala Bronkopneumonia
Pneumonia khususnya Bronkopneumonia biasanya didahului
oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.
a. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39°-49°C.
b. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
d. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013)
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1) Pada inspeksi : terdapat retraksi ototepigastrik, interkostal,
suprsaternal, dan pernafasan cuping hidung.

5
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernafasan
adalah:
a) Retraksi dinding dada
b) Penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung
c) Orthopnea
d) Pergerakan pernafasan yang berlawanan
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-
bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan
ikat inter dan sub kostal, dfan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi
lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih mudah dibandingkan anak yang lebih
tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus
danpergerekan fossae supraklavikula selama inspirasi merupakan
tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan
nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “ head bobbing”,
yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan
kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak
ada tanda distres pernafasan yang lain pada “ head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif
akan adanya distres pernafasan dan dapat terjadi apabila inspirasi
memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).
Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan nafas atas dan keseluruhan. Selain itu
dapat juga menstabilkan jelas nafas atas dengan mencegah tekanan
negatif faring selama inspirasi.

6
2) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terken atidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan nafas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolpas paru/atelektasis)
maka transmisi energi vibrasi akan bekembang.
3) Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-
2000Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung san amplitudo osilasi) yang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan nafas kecil yang tiba-
tiba terbuka.
7. Klasifikasi Bronkopneumonia
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan
etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebbih
relawan (Bradley et.al, 2011).
1) Berdasarkan lokasi lesi paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2) Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang dapat didapat dari masyarakat (community
acquired pneumonia = CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rimah sakit (hospital-based
pneumonia = CAP)
3) Berdasrkan mikroorganisme penyebab

7
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4) Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5) Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
8. Manifestasi Klinis Bronkopneumonia
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita
bronkopneumonia menurut Wijayaningsih (2013), ialah :
1) Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas.
2) Demam (39°-40°C) kadang-kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
3) Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-
tusuk, yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4) Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
5) Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6) Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
8) Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbsi.
9. Pemeriksanan Diagnostik Bronkopneumonia
Pemeriksaan foto toraks pada bronkopneumonia terdapat
bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus (Ngastiyah, 2014).

8
a. Pemeriksaan laboratorium, gambaran darah tepi menunjukkan
leukositosis, dapat mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran
ke kiri. Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat
albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit toral hialin,
analisa gas darah arteri dapat menunjukkan asidosis metabolik.
Oksimetri nadi : saturasi oksigen dapat menurun drastis atau dalam
rentang normal.
b. Pemeriksaan mikrobiologik, dapat dibiak dari specimen usap
tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum,
darah,aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru (Mansjoer,
2000) dalam (Ridha, 2014).
10. Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah:
1) Menjaga kelancaran pernafasan
2) Kebutuhan istirahat
3) Kebutuhan nutrisidan cairan
4) Mengontrol suhu tubuh
5) Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
sementara.
Penatalaksaan medis yang dapat diberikan adalah:
Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
a. Jika sesak tidak terllau hebat, dapat dimulai makan eksternal
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
b. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis transpor muskusiler.
c. Koreksi genggam keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief
Mansjoer, 2000)
Penatalaksaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus
(IDAI, 2012) dalam (Bradley et.al., 2011).
1) Penatalaksaan Umum

9
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas
hilang atau paO² pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
c. Asidosis diatas dengan pemberian bikarbonat intravena.
2) Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan
suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikoorganisme penyebab
dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksilin 10-
25mg/kgBB/dosis (diwilayah dengan angka resistensi
penisilin tinggi dosis dapat dinaikan menjadi 80-90
mg/kg/BB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a) Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis, dan
epidemiologis
b) Berat ringan penyakit
c) Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d) Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik penanganan pneumonia pada anak
harus dipertimbangkan berdasarkan pengalaman empiris, yaitu
bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-
72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1) Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan):
a. Ampicilin + aminoglikosid
b. Amoksisilin – asam klavulanat
c. Amkosisilin + aminoglikosid
d. Sefalosporin generasi ke-3
2) Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan - 5 tahun)
a. Beta laktam amoksisilin

10
b. Amoksisilin – asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
d. Kotrimosazol
e. Makrolid (eritromisin)
3) Anak usia sekolah (> 5 tahun)
a. Amoksisilin/makroid (eritmisin, klaritmisin, azitromisin).
b. Tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Dasar antibiotik awal diatas adalah coba-coba (trial and
eror) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat,
minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit
bertambah berat atau tidak menunjukan perbaikan yang nyata
dalam 24-27 jam, ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat
sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu
diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses
paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
11. Pencegahan Bronkopneumonia
1) Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah
orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya
pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan
khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor
risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat
dilakukan anatara lain :
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan),
Campak satu kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11 bulan), Polio
sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B
sebanyak 3 kali (0-9 bulan).

11
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI
pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang
bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam
ruangan dan polusi di luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2) Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia
untuk mencegah orang telah sakit agar sembuh, menghambat
progesifitas penyakit menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya
penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara
lain :
a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen,
beri antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri
perawatan suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati
mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat
dilakukan anatara lain :
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian
makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang
menganggu proses pemberian makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang
aman.

12
f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas
menjadi sulit, pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat
minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-tanda
seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan (IDAI,
2012) dalam (Bradley et.al., 2011).
1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia
A. Pengkaijian
1. Identitas
a) Identitas, meliputi data identifikasi pasien meliputi nama,
umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku/bangsa, hubungan
dengan klien, tanggal MRS, diagnosa medis dan identitas
penanggung jawab atau oran tua.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan Utama
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
taktus respiratoris bagian atas selama beberapa hari. Suhu
dapat naik mendadak sampai 39-40ºC dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-
kadang disertai muntah dan diare. Batuk selama beberapa hari
yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif (Riyadi
& Sukarmin, 2009) dalam (Agadhafi, 2018).
b) Riwayat penyakit sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama
beberapa hari, kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit
kepala/dada (anak besar) kadang-kadang pada anak kecil dan
bayi timbul kejang, distensi abdomen dan kaku kuduk. Timbul
batuk, sesak, nafsu makan menurun (Bilotta, 2012).
c) Riwayat penyakit dahulu
1) Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan

13
2) Prediksi penyakit saluran pernapasan lain seperti ISPA,
influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari
sebelum diketahui adanya penyakit bronkopneumonia.
3) Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis klien (Riyadi & Sukarmin,
2009) dalam (Agadhafi, 2018).
d) Riwayat kesehatan keluarga
Tempat tinggal : lingkungan dengan sanitasi buruk berisiko
lebih besar.
e) Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi jenis IPD (Invasive Pneumoccocal Disease)
dan HIB (Haemophilus Influenza type B).
f) Riwayat tumbuh kembang
1) Prenatal : riwayat Ante Natal Care
2) Natal : Riwayat Ketuban Pecah Dini, Aspirasi mekonium,
Asfiksia
3) Post Natal : Riwayat terkena ISPA (Bilotta, 2012).
3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a) Pola kesehatan fungsional
b) Pola persepsi sehat penatalaksaan sehat
c) Pola metabolik nutrisi
d) Pola eliminasi
e) Pola tidur sehat
f) Pola aktivitas latihan
g) Pola kognitif persepsi
h) Pola persepsi diri konsep diri
i) Pola peran hubungan
j) Pola toleransi stres koping
k) Pola nilai keyakinan
4. Pemeriksaan Fisik
a) Status penampilan : lemah

14
b) Tingkat kesadaran : kesadaran normal, letargi, strupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit
c) Tanda-tanda vital :
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi
2) Frekuensi penafasan : dispnea progresif, takipnea,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu nafas,
pelebaran nasal
3) Suhu tubuh : hipertermi akibat penyebaran toksik
mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus
4) Berat badan dan tinggi badan : kecenderungan berat badan
anak akan mengalami penurunan
5. Data fokus pada paru
a) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal,
pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada
burung), barrel chest
b) Auskultasi : suara bronkovesikuler atau bronchial pada daerah
yang terkena, suraa pernafasan tambahan ronkhi inspiratoir
pada sepertiga akhir inspirasi
c) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonansi
d) Palpasi adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal fremitus
pada daerah yang terkena (Riyadi & Sukarmin, 2009)
(Agadhafi, 2018).
B. Diagnosa Keperawatan
No DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas.
2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.
3 Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan, faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
4 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen, kelemahan.

15
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien. Adapun
rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit Bronkopneumonia
sebagai berikut :
NO Diagnosa SLKI SIKI Rasional Paraf
Keperawatan
1 Bersihan Setelah Manajemen Jalan 1. Untuk
jalan nafas dilakukan Nafas mengetah
tidak tindakan Asuhan (1.01011) ui nafas
efektif Keperawatan 1. Observasi pasien
(D.0149) selama 3x24 jam - Monitor pola
diharapkan nafas
bersihan (frekuensi,
jalan nafas tidak kedalaman,
efektif membaik usaha napas)
dengan kriteria - Monitor
hasil : bunyi napas
1. Sianosis dari tambahan
skala 2 (mis,
(cukup gurgling,
memburuk) mengi, 2. Agar
menjadi wheezing, pasien
skala 4 ronkhi kering) merasa
(cukup 2. Terapeutik nyaman
membaik) - Pertahankan
2. Gelisah dari kepatenan
skala 2 jalan napas
(cukup dengan head-
memburuk) tilt dan chin-
menjadi lift (jaw-
skala 4 thrust jika
(cukup curiga trauma
membaik) servikal)
- Posisikan 3. Untuk
semi-Fowler tetap
atau Fowler menjaga
3. Edukasi keseimba
- Anjurkan ngan
asupan cairan asupan
2000ml/hari cairan
jika tidak pasien
kontrakindikas
i

16
- Anjurkan 4. Agar
teknik batuk menguran
efektif gi
4. Kolaborasi kegelisaha
- Kolaborasi n pada
pemberian pasien
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.

2 Gangguan Setelah Latihan batuk efektif 1. Untuk


pertukaran gas dilakukan (1.0101004) tetap
(D.0003) tindakan Asuhan 1. Observasi terjaga
Keperawatan - Monitor tanda cairan
selama 3x24 jam dan gejala dalam
diharapkan infeksi saluran tubuh
gangguan napas
pertukaran gas - Monitor input
membaik dan output
dengan kriteria cairan (mis.
hasil : Jumlah dan
1. Nafasan karakteristik
cuping hidung 2. Terapeutik
dari skala 2 - Atur posisi 2. Untuk
(cukup semi-Fowler memberik
meningkat) atau Fowler an posisii
menjadi skala - Pasang perlak nyaman
4 (Cukup dan bengkok pada
menurun) dipangkuan pasien
pasien
3. Edukasi
- Anjurkan tarik
napas dalam
3. Untuk
melalui hidung
tetap
selama 4 detik,
menjaga
ditahan selama
kestabilan
2 detik,
dalam
kemudian
bernafas
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan tarik
napas dalam
hinggal 3 kali
4. Kolaborasi

17
- Kolaborasi
pemberian
mukolik atau 4. Agar
ekspresi, jika dahak
perlu lebih
mudah di
keluarkan.
3 Defisit nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi 1. Untuk
(D.0019) dilakukan (1.03.119) mengetah
tindakan Asuhan 1. Observasi ui asupan
Keperawatan - Identifikasi nutrisi
selama 3x24 jam status nutrisi 2. Untuk
diharapkan - Identifikasi memeliha
defisit nutrisi makanan yang ra dan
membaik disukai meningkat
dengan kriteria - Monitor kan
hasil : asupan kekebalan
1. Diare dari makanan pada
skala 2 (cukup - Monitor berat tubuh
meningkat) badan pasien
menjadi skala2. Terapeutik 3. Agar
4 (cukup - Sajikan pasien
menurun) makanan merasa
2. Nafsu makan secara menarik nayaman
dari skala 2 dan suhu yang saat
(cukup sesuai makan/mi
memburuk) - Berikan num
menjadi skala makanan tinggi 4. Agar
4 (ckup serat untuk asupan
membaik) mencegah makanan
3. Berat badan kondtipasi sesuai
dari skala 2 - Berikan dengan
(cukup makanan kebuthan
memburuk) tinggin kalori pasien
menjadi skala dan tinggi
4 (cukup protein
membaik) 3. Edukasi
- Anjurkan
posisi duduk,
jika mampu
4. Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan ahli
gizi
4 Intoleransi Setelah Manajemen Energi 1. Agar
aktifitas dilakukan (1.05.178) aktivitas
(D.0056) tindakan Asuhan 1. Observasi pasien

18
Keperawatan - Identifikasi sesuai
selama 3x24 jam gangguan dengan
diharapkan fungsi tubuh keadaan
intoleransi yang tubuh
aktifitas mengakibatkan
membaik kelelahan
dengan kriteria - Monitor lokasi
hasil : dan
1. Mengeluh ketidaknyaman
lelah dari an selama
skala 2 melakukan
(cukup aktivitas
meningkat) 2. Terapeutik 2. Agar
menjadi - Sediakan pasien
skala 4 lingkungan merasa
(cukup nyaman dan nyaman
menurun) rendah dalam
2. Dispnea saat stimulus (mis, melakuka
aktivitas dari cahaya,suara, n aktivitas
skala 2 kunjungan)
(cukup - Fasilitasi
meningkat) duduk di sisi
menjadi tempat tidur,
skala 4 jika tidak dapat
(cukup pindah atau
menurun) berjalan 3. Unutk
3. Sianosis dari 3. Edukasi menguran
skal 2 (cukup - Anjurkan gi
meningkat) aktivitas secara kelelahan
menjadi bertahap
skala 4 - Anjurkan
(cukup strategi koping
menurun) untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi 4. Agar
- Kolaborasi asupan
dengan ahli makanan
gizi tentang sesuai
cara dengan
meningkatkan kebutuhan
asupan pasien
makanan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agahafi Amirul. 2018. Asuhan Keperawatan Bronkhopneumonia Pada An. I


Dengan Masalah Keperawatan Ketidak Efektifan Bersihan Jalan Napas
Diruang BOUGENVILLE RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG. Laporan
Tugas Akhir. Fakultas Keperawatan, Universitas Jember.

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.


Http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. Diakses pada
tanggal 25 April 2020 pukul 08.23 WIB

Bilotta, K. A. (2012). Nurse’s Quick Check : Disease 2nd Ed. USA: Springgouse
Corporation.

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, Kaplan and
Children Older Than Month of Age:Clinical Practice Guidelines by the
Pedatric Infectious Disiase Society and the Infectious Diseas Society of
America. Clin Infect Dis. 2011; 53 (7):17-630.

Jalil A. (2014). Profil Pasien Pneumonia Di Rumah Sakit Umum Cengkareng


Tahun 2013-2014. Jurnal Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif
Hiyatulloh. Jakarta Volume 2. Hal 24

Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. 2014. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. Jakarta :EGC.

Ngastiyah. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI

Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Trans Info
Media.

20
21

Anda mungkin juga menyukai