Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN.

C DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BRONKITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA BERSIHAN JALAN
NAPAS TIDAK EFEKTIF DI RUANG ASTER RSUD PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pendidikan Profesi Ners


Praktek Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
KRISDA NELA DAMAYANA
NIM : 2022030059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang
menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang lingkungannya
banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan
bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan bakar
kayu (Marni, 2014).
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah suatu
keadaan Ketika individu mengalami suatu ancama nyata atau potensial pada status
pernafasan karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif.. Diagnosis ini
ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk batuk atau
kurangnya batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan napas.
B. Etiologi
Bronkitis oleh virus seperti Rinivirus, RSV, virus influenza, virus
parainfluenza, Adenovirus, Virus rubeola, dan Paramyxovirus. Menerut laporan
penyebab lainnya dapat terjadi melalui zat iritan asam lambung, seperti asam
lambung, atau polusi lingkungan dan dapat ditemukan dan setelah pejanan yang berat,
seperti saat aspirasi setelah muntah, atau pejanan dalam jumlah besar yang disesaskan
zat kimia dan menjadikan bronchitis kronis.
Bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia
yang dapat menyebabkan bronkitis akut dan biasanya terjadi pada anak usia diatas 5
tahun atau remaja, bordetella pertussis dan Corynebacterium diphtheria biasa terjadi
pada anak yang tidak diimunisasi dan dihubungkan dengan kejadian trakeobronkitis,
yang selama stadium kataral pertussis, gejala-gejala infeksi respiratori lebih dominan.
Gejala khas berupa batuk kuat berturut-turut dala satu ekspirasi yang diikuti dengan
usaha keras dan mendadak untuk inspirasi, sehingga menimbulkan whoop. Batuk
biasanya menghasilkan mucus yang kental dan lengket (Rahajoe, 2012).
Menurut Marni (2014), penyakit ini bisa disebabkan oleh virus dan bakteri.
Virus yang sering menyebabkan penyakit Respiratorik Syncytial Virus. Penyebab lain
yang sering terjadi pada bronkhitis ini adalah asap rokok, baik perokok aktif maupun
perokok pasif, atau sering menghirup udara yang mengandung zat iritan.
C. Batasan Karakteristik
1. Penyebab
a. Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hyperplasia dinding jalan napas
8) Infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
b. Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan polutan
2. Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif (tidak tersedia)
b. Objektif
1) Batuk tidak efektif
2) Tidak mampu batuk
3) Sputum berlebih
4) Mengi, wheezing atau ronkhi kering
5) Meconium dijalan napas (pada neonatus)
3. Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
b. Objektif
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
D. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien
Penderita berjenis kelamin laki-laki, usia antara 50-60 tahun, biasanya pasien
menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik bekerja di pabrik atau merokok.
2. Keluhan utama Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Keluhan utama yang sering pada klien Penyakit Paru Obstruksi Krinis yaitu:
sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, ditemukan suara nafas wheezing.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh
klien mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah
sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat lain selain rumah sakit
umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya
dan data yang didapatkan saat pengkajian.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya misalnya bronkitis
kronik, riwayat penggunaan obat-obatan (antitrypsin)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit paru-paru
lainnya
6. Pemeriksaan Fisik head totoe
a. Keadaan umum
Tampak lemah, sakit berat
b. Tanda – tanda vital
TD menurun, nafas seak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis.
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit
Inspeksi : biasanya tampak pucat dan sianosis
Palpasi : biasanya turgor kulit jelek
e. Rambut
Inspeksi : lihat distribusi rambut merata atau tidak, bersih atau bercabang,
halus dan kasar.
Palpasi : mudah rontok atau tidak
f. Kuku
Inspeksi : lihat kondisi kukunpucat atau tidak, ada sianosis atau tidak
Palpasi : CRT <2 detik
g. Kepala
Inspeksi : lihat kesimetrisan, biasanya kliean mengeluh sakit kepala
Palpasi : periksa adanya benjolan atau nyeri
h. Mata
Inspeksi : biasanya konjungtiva dan sclera berwarna normal, lihat reflek
kedip baik atau tidak, terdapat radang atau tidak dan pupil isokor.
i. Hidung
Inspeksi : biasanya terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat secret
berlebih dan terpasang 02.
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
j. Mulut dan faring
Pucat sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering dan pucat
k. Telinga
Inspeksi : adanya kotoran atau cairan dan bagaimana bentuk tulang rawannya
Palpasi : adanya respon nyeri pada daun telinga
l. Thorax
Inspeksi : biasanya dada simetris, tidak kembung
Auskultasi : adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya
m. Abdomen
Inspeksi : lihat kesimetrisan dan adanya pembesaran abdomen
Palpasi : adanya nyeri tekan dan abdomen
n. Genetalia
Inspeksi : adanya kelainan genetalia, adanya pembesaran skrotum atau
adanya lesi pada genetalia
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
o. Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedem, tanda sianosis dan sulit bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek hummer

E. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Kowalak (2011) Bronchitis terjadi karena Respiratory Syncytial
Virus (RSV),Virus Influenza, Virus Para Influenza, Asap Rokok, Polusi Udara yang
terhirup selama masa inkubasi virus kurang lebih 5 sampai 8 hari. Unsur-unsur iritan
ini menimbulkan inflamasi pada precabangan trakeobronkial, yang menyebabkan
peningkatan produksi sekret dan penyempitan atau penyumbatan jalan napas. Seiring
berlanjutnya proses inflamasi perubahan pada sel-sel yang membentuk dinding traktus
respiratorius akan mengakibatkan resistensi jalan napas yang kecil dan ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi yang beratsehinggamenimbulkan penurunan oksigenasi
daerah arteri..Efek tambahan lainnya meliputi inflamasi yang menyebar luas,
penyempitan jalan napas dan penumpukan mucus di dalam jalan napas. Dinding
bronkus mengalami inflamasi dan penebalan akibat edema serta penumpukan sel-sel
inflamasi.
Selanjutnya efek bronkospasme otot polos akan mempersempit lumen
bronkus. Pada awalnya hanya bronkus besar yang terlibat inflamasi ini, tetapi
kemudian semua saluran napas turut terkena. Jalan napas menjadi tersumbat dan
terjadi penutupan, khususnya pada saat ekspirasi. Dengan demikian, udara napas akan
terperangkap di bagian distal paru. Pada keadaan ini akanterjadi hipoventilasi yang
menyebabkan ketidakcocokan dan akibatnya.timpul hipoksemia. Hipoksemia dan
hiperkapnia terjadi sekunder karena hipoventilasi. Resistensi vaskuler paru meningkat
ketika vasokonstriksi yang terjadikarena inflamasi dan konpensasi pada daerah-daerah
yang mengalami hipoventilasi membuat arteri pulmonalis menyempit. Inflamasi
alveolus menyebabkan sesak napas.
Pathway
Faktor predisposisi:
Infeksi Virus Invluenza a/b,
Polusi udara
Infeksi bakteri mycoplasma Asap Tungku
pneumoniae Perokok pasif

Iritasi saluran
Pernafasan

Proses infeksi

Alergen

Iritasi mukosa Menyebarkan bakteri


bronkus atau virus keseluruh
Peningkatan tubuh
pelepasan histamin

Malaise
Demam
Edema mukosa – sel memproduksi mukus

Malas Makan
Hipertermia
Peningkatan akumulasi
sekret
Defisit Nutrisi

Batuk produktif
Menurunya kemampuan
batuk efektif

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif
F. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan lain yang kemungkinan muncul selain pola napas tidak efektif
yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

G. Pemeriksaan penunjang
H. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI RASIONAL

Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Managemen jalan 1. Memantau


napas tidak keperawatan selama 2x8 napas (I.01011) keadaan klien
efektif (D.0001) jam masalah bersihan jalan 1. Monitor TTV 2. Untuk
berhubungan tidak efektif teratasi 2. Posisikan memaksimalkan
dengan dengan kriteria hasil : semifowler ventilasi
hipersekresi 3. Monitor 3. Untuk
Bersihan jalan napas
jalan napas frekuensi dan menentukan status
(L.01001) :
kedalaman napas pernapasan
1. Batuk efektif
4. Monitor bunyi 4. Untuk mengurangi
meningkat
napas tambahan suara napas
2. Produksi sputum
(wheezing) tambahan
menurun
5. Ajarkan teknik 5. Untuk
3. Gelisah menurun
fisioterapi mengeluarkan
4. Suara tambahan
dada/batuk secret yang
menurun
efektif (jika menyumbat
5. Kemampuan
terdapat jalannya nafas dan
mengeluarkan
secret/dahak) untuk
sputum meningkat
6. Kolaborasi memperingan
6. Pola napas normal
pemberian keluhan saat
bronkodilator terjadi sesak nafas
6. Mengurangi rasa
sesak napas dan
mengurangi
secret/sputum
7777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777
7777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777
7777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777
7777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777
777777777777
BAB III

PEMBAHASAN

Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang


menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang lingkungannya
banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan
bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan bakar
kayu (Marni, 2014).
Masalah keperawatan pada kasus bronchitis tersebut adalah bersihan jalan
napas tidak efektif, ditandai dengan pasien tampak batur disertaidahak, terdengan
suara grok-grok saat batuk, rr 30x/menit, nadi 110 x/menit, spo2 9%, suhu 37,4 c.
Tindakan keperawatan pada masalah bersihan jalan napas yaitu manajemen jalan
napas seperti memonitor sputum, memposisikan semi fowler atau fowler, memberikan
minum hangat.
Sedangkan untuk masalah keperawatan selanjutnya ada hipertermia yang
ditandai dengan pasien yang mengalami demam naik turun, suhu tubuh 37,4 c, tubuh
pasien teraba hangat. Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi,
selama 2X24 jam dilakukan tindakan keperawatan berupa memonitor status suhu
tubuh, memberikan kompres dingin di area kepala dan lipat ketiak, menghitung dan
ukur balance cairan, berkolaborasi pemberian obat penurun panas.
Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam di harapkan tidak ada
peningkatan suhu tubuh yang signifikan di tandai dengan Suhu tubuh normal 36,5C-
37,5C klien mengatakan mengerti tentang hipertermi dan tanda-tandanya, klien
memahami informasi tentang hipertermi, klien mampu melakukan tindakan untuk
menurunkan suhu tubuh, akral hangat, mukosa bibir lembab.
Intervensi keperawatan pada hipertermia bisa dengan menganjurkan keluarga
pasien untuk melakukan kompres hangat dengan benar untuk membantu menurunkan
panas, menurut penulis dalam melakukan kompres hangat dengan benar dapat
menurunkan panas secara cepat. Sesuaikan lingkungan dengan kebutuhan pasien
(anjurkan memakai baju tipis dan penyerap keringat) dengan rasional untuk
mengurangi penguapan, menurut penulis tindakan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan pasien (menganjurkan memakai baju tipis dan menyerap keringat) dapat
menurunkan panas karena apabila tubuh memakai baju tipis akan terjadi pertukaran
suhu lingkungan dengan suhu tubuh. Dapat dibuktikan oleh Djuwariyah, dkk (2010),
bahwa pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh pada saat suhu
meningkat melebihi ambang kritis (370 C) dan dirangsang oleh impuls diarea peroptik
anterior hipotalamus melalui saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian
menyebabkan rangsang pada saraf kolinergik kelenjar keringat. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi adekuat dengan menganjurkan ibu pasien untuk menjaga pola
makan anaknya terutama pada pemenuhan cairan selama dirawat di rumah sakit untuk
mencegah peningkatan suhu, menurut penulis apabila suhu tubuh mengalami
kenaikan akan beresiko terjadi dehidrasi, karena dalam keadaan panas, tubuh akan
lebih banyak membutuhkan cairan untuk menyeimbangkan suhu tubuh, sehingga
tujuan dari tindakan ini untuk mencegah terjadinya dehidrasi, apabila tindakan ini
tidak dilakukan pasien akan beresiko tinggi terjadi dehidrasi. Hal ini didukung oleh
Abdul (2012), status hidrasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh
perawat untuk memantau kondisi pasien khususnya pada pasien dengan hipertermi.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti piretik dan anti biotik.
Menurut penulis pemberian obat antibiotik dan anti piretik dapat membantu proses
penyembuhan. Menurut Athailah (2012), obat antipiretik bekerja sebagai pengatur
kembali pusat pengatur panas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, A. (2012). Keseimbanagn cairan (Hidrasi). http://staffnew.uny. ac.id/upload/


132319843/penelitian/Hidr asi+bagi+Atlet.pdf. Diakses pada Tanggal 3 Mei 2019.

Afif, B. D. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberkulosis Dengan Masalah


Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang Melati Rsud Bangil Pasuruan (Doctoral
dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).

Andreanto, A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tb Paru Di Ruang Seruni Rsud
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Athailah, D. (2012). Buku Saku Kefarmasian. Yogyakarta: Nuha Medika.

Djuwariyah, Sodikin & Yulistiani, M. (2012). Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Dengan
Menggunakan Kompres Air Hangat dan kompres plester pada anak dengan demam di
Ruang Kanthil RSUD Banyumas. http://www.jurnalkesehata n samodrailmu/. Diakses
pada 10 Mei 2019.

Haryani Savitri, S. R. I. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Gangguan Sistem Pernafasan Efusi Pleura
Sebelum Pemasangan Wsd Di Bangsal Dahlia Rs Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto (Doctoral Dissertation, Stikes Muhammadiyah Gombong).

Hendrasti, R. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan


Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang (Doctoral Dissertation, Stikes Panti Waluya Malang).

Hidayati, A., & Darni, Z. (2018). Penerapan Pendidikan Kesehatan Perawatan TB


Paru. JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi), 2(2), 10-25.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta :DPP PPNI
Santoso, B. A. Asuhan Keperawatan Pasien Tuberkulosis Paru Pada Ny. J Dan Tn. G
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Ruang
Melati Rsud Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.

Siahaineinia, H. E., & Sinaga, S. N. (2020). Pengaruh Pengetahuan Tentang Tuberkulosis


(Tb) Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Tb Paru Di Rumah Sakit Tria Dipa
Jakarta Tahun 2019. Excellent Midwifery Journal, 3(1), 26-34.

Sinurat, M. (2019). Asuhan keperawatan keluarga dengan bersihan jalan nafas tidak


efektif pada kasus Tuberculosis terhadap individu Ny. F diwilayah kerja Puskesmas
Kotabumi II Lampung Utara Tanggal 13-15 Mei 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Tanjungkarang).

Anda mungkin juga menyukai