Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASAL-USUL KELOMPOK HEWAN

Dosen Pengampuh Mata Kuliah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Evolusi

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Irna Kurniaty 1714042040

Siti Rahmawati 1714042043

Mir Atul Ginaya 1714042052

Ade Utari Jasri 1714042016

Nurul Fadhila Ridwan 1714042046

Indah Pratiwi Makmur 1714042049

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makala ini yang
berjudul “Asal Usul Kelompok Hewan” dengan baik dan tepat. Penulis
menyadari bahwa sesungguhnya, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Penulis sadar bahwa
tulisan ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, terutama dosen dan
teman – teman yang telah meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan
karya tulis ini.
Di akhir kata, semoga melalui makalah ini, penulis berharap agar dapat
mengingatkan diri pribadi dan mengajak pembaca untuk tetap memiliki sifat
kritis, idealis, inovatif, progratif, dinamis dan tanpa meninggalkan akar budaya
bangsa Indonesia yang tercermin dalam “ Bhineka Tunggal Ika”. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Makassar, 5 Mei 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Evolusi dapat diartikan sebagi perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu
populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-
perubahan ini dapat disebabkan oleh kombinasi dari tiga proses utama yaitu
variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar bagi evolusi
dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan
menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi,
keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru yang merupakan
penggabungan dari sifat kedua induknya. Sifat baru dapat juga diperoleh dari
perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies.
Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum
atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan
hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat
terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme
menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan
menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang
menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak
individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan
ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil
sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.
Sementara itu, hanyutan genetic (Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas
yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan
genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika
suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil,
perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial
pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies
yang baru. Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan
organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal
dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara
perlahan.
Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup
telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies
berubah dari waktu ke waktu. Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini
tetap tidak jelas sampai pada tahun 1859, dimana Charles Darwin dalam bukunya
yang berjudul On the Origin of Species menjelaskan dengan detail teori evolusi
melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori
evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin
digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi
modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi
(seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang
secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi
prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih
menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi. Evolusi diketahui juga
terjadi pada kelompok hewan sehingga dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai asal-usul kelompok hewan yang meliputi kelompok hewan invertebrate
dan hewan vertebrata berdasarkan pandangan evolusi.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah asal-usul kelompok hewan invertebrate ?
2. Bagaimanakah asal-usul kelompok hewan vertebrata?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asal-usul kelompok hewan invertebrate
2. Untuk mengetahui asal-usul kelompok hewan vertebrata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah hewan membentang lebih dari setengah miliar tahun. Berbagai


penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman yang luar biasa berasal dari
perubahan-perubahan evolusioner yang terjadi selama miliar tahun terakhir.
Era Neoproterozoikum (1 miliar-542 juta tahun lalu)
Meskipun data monokuler mengindikasikan asal-usul hewan yang lebih
awal, fosil hewan makroskopik pertama yang banyak diterimaberkisar dari 565
hingga 550 juta tahun. Fosil-fosil ini merupakan anggota sebuah kelompok
eukariota multiseluler awal yang secara kolektif dikenal sebagai biota ediakara.
Organisme-organisme yang bertubuh lunak ini dinamai sesuai bukit ediakara di
Australia, teempat mereka pertama kali ditemukan.
Selain fosil-fosil makroskopik ini, bebatuan neoproterozoikum juga
menghasilkan apa yang mungkin menjadi tanda-tanda mikroskopik hewan awal.
Mikrofosil berumur 575 juta tahun yang ditemukan di cina tampaknya
menunjukkan organisasi structural dasar embrio hewan masa kini. Akan tetapi,
masih terus berlanjut debat mengenai apakah fosil embrio tersebut adalah hewan
atau anggota dari kelompok-kelompok yang telah punah yang berkerabat dekat
dengan hewan (namun bukan benar-benar hewan). Walaupun fosil-fosil hewan
yang lebih tua mungkin ditemukan dimasa depan, catatan fosil seperti yang
diketahui saat ini sangat mendukung pernyataan bahwa akhir era
neoproterozoikum adalah masa peningkatan keanekaragaman hewan.
Era Paleozoikum (542 – 251 juta tahun lalu)
Diversivikasi hewan tampaknya meningkat pesat dari 535 hingga 525 juta
tahun lalu, selama periode kambrium pada era paleozoikum–fenomena yang
sering disebut ladakan kambrium (Cambrian explosion). Sebelum ledakan
kambrium, hanya segelintir filum hewan yang dapat dikenali. Namun 535 sampai
525 juta tahun, ahli paleontology telah menemukan fosil-fosil tertua dari sekitar
setengah dari semua filum yang masih ada, termasuk arthropoda, kordata, dan
ekinodermata pertama. Banyak fosil-fosil khas ini yang mencakup heewan-hewan
pertama dengan rangka terminekalisasi yang keras, terlihat cukup berbeda dari
kebanyakan hewan yang masih ada.
Era Mesozoikum
Tidak ada kelompok hewan baru yang secara fundamental muncul selama
Era Mesozoikum. Namun filum-filum hewan yang telah berevolusi selama
Paleozoikum kini mulai menyebar ke habitat-habitat ekologis yang baru. Di
samudera, terumbu karang pertama terbentuk, menyediakan habitat laut yang baru
bagi hewan-hewan lain. Beberapa repttil kembali ke air dan berhasil menjadi
predator akuatik besar. Di darat, penurunan dengan modifikasi pada beberapa
tetrapoda menyebabkan kemunculan sayap dan perlengkapan penerbangan yang
lain pada pterosaurus dan burung. Dinosaurus yang besar maupun kecil
bermunculan, baik sebagai predator maupun herbivore. Pada waktu yang sama,
mamalia pertama-pemakan serangga nocturnal yang berukuran mungil-juga
menampakkan diri.
Era Kenozoikum (65,5 juta tahun lalu sampai sekarang)
Kepunahan massal yang menimpa hewan darat maupun hewan laut
membuka jalan bagi era baru, Kenozoikum. Kelompok-kelompok spesies yang
lenyap antara lain adaalah dinosaurus yang tidak terbang dan berukuran besar dan
reptile-reptil laut. Catatan fosil Kenozoikum awal mendokumentasikan
peningkatan jumlah mamalia herbivore dan predator yang berukuran besar
sewaktu mamalia mulai mengeksploitasi relung-relung ekologis yang kosong.
Iklim global perlahan-lahan mendingin selama Kenozoikum, memicu perubahan-
perubahan penting pada banyak garis keturunan hewan. Misalnya diantara
primate, beberapa spesies di Afrika beradaptasi dengan wilayah hutan terbuka dan
sabana yang menggantikan hutan-hutan lebat sebelumnya.
A. Asal-Usul Kelompok Hewan Invertebrata
Sebagian besar ahli sistematika setuju bahwa kingdom hewan adalah
monofiletik yaitu jika kita dapat melacak semua garis keturunan hewan kembali
ke asal mulanya, hewan akan menyatu pada suatu nenek moyang bersama, nenek
moyang kemungkinan adalah suatu protista berflagella pembentuk koloni yang
hidup pada masa prakambrium yang berkerabat dengan koanoflagelata.
Dalam sistematika awal, hewan mencakup banyak organisme bersel
tunggal yang dikelompokkan sebagai Protozoa karena sifat heterotrof dan
bergerak aktif (motil). Pengelompokan ini terus dianut hingga pertengahan abad
ke-20 dan hingga sekarang masih dipakai untuk kepentingan praktis. Ketika orang
mulai menganggap bahwa organisme bersel satu tidak memiliki organisasi
jaringan, dibentuklah kelompok protista yang menghimpun semua organisme
sederhana yang berperilaku mirip binatang (bergerak, heterotrof).
Perkembangan biologi sejak separuh akhir abad ke-20 telah menunjukkan
bahwa banyak organisme bersel satu tidak dapat lagi dipertahankan sebagai
binatang. Ke dalam "binatang" dimasukkan semua organisme bersel banyak yang
sel spermanya memiliki kesamaan struktur dengan koanosit, suatu sel generatif
primitif. Selain itu, penerapan konsep evolusi dan kladistik telah mengubah
banyak organisasi sistematika hewan. Proses reklasifikasi ini sampai sekarang
masih terus berjalan.
Dari bentuk awal yang menyerupai flagelata kemudian timbul flagelata yang
menyerupai flagelata yang ada sekarang. Hal ini sesuai dengan teori George
Cuvier yang membuktikan adanya persamaan antara organism yang dulu dengan
yang sekarang. Organisme inilah yang kemudian mewakili kelompok protozoa,
yang kemudian dari radiasi yang bersifat adaptatif timbullah protozoa-protozoa
yang lain, yaitu kelompok ameboid, kelompok yang bersilia, dan protozoa yang
bersifat parasit. Hewan ciliata cenderung untuk mempertahankan bentuknya dari
masa ke masa, sedangkan hewan protozoa mempunyai bentuk adaptasi antara lain
yang hidup di air tawar dan yang hidup di daratan.
Dari hewan bersel satu, terjadi perubahan yang berupa hewan bersel banyak.
Diduga bahwa hewan bersel banyak mula – mula berbentuk bola yang berongga,
terdiri dari sel-sel yang hanya satu lapis saja. Berdasarkan hipotesis, hewan
tersebut disebut blastea. Nama ini diambil dari satu bentuk esensial yang selalu
dilalui oleh setiap makhluk hidup bersel banyak dalam perkembangan
embriologinya. Alga dan protozoa sekarang ini merupakan hasil radiasi yang
pertama, sedangkan blastea tidak lagi dijumpai, kecuali dalam bentuk blastula
dalam perkembangan embrio makhluk hidup bersel banyak. Bentuk blastea
merupakan bentuk yang memungkinkan untuk berkembang lebih jauh yaitu pada
radiasi kedua dan ketiga.
a. Radiasi yang kedua
Secara hipotesis perkembangan hewan dari bentuk blastea adalah sebagai
berikut :
1. Dari tingkat blastula, embrio hewan berkembang ke arah tingkat gastrula,
sehingga terjadi 2 lapisan, yaitu lapisan dalam (endoderma) dan lapisan luar
(ektoderma). Dalam tingkat gastrula hewan tersebut berkembang menjadi
dewasa. Contoh hewan diploblastik yang kita jumpai sekarang adalah Porifera
dan Coelenterata.
2. Kemungkinan lain adalah bahwa setelah melalui tingkat blastula dan gastrula,
maka embrionya tidak berkembang menjadi hewan dewasa, tetapi antara
lapisan endoderma dan lapisan ektoderma, terbentuklah lapisan mesoderma.
Setelah terbentuk lapisan mesoderma baru-lah berkembang menjadi hewan
dewasa. Hewan ini tidak lagi dijumpai, namun keturunannya yang terbentuk
sebagai hasil evolutif (radiasi ketiga), dijumpai dalam berbagai bentuk.
b. Radiasi yang ketiga
Tipe-tipe triploblas dapat digolongkan dalam 4 kelompok besar hewan
hewan berikut ini karena meskipun mempunyai mesoderma tetapi berbeda asalnya
(dari bagian mana) dan perkembangannya menjadi embrio. Radiasi ketiga ini
terbagi menjadi 4 kelompok berikut ini :
1. Kelompok I
Pada kelompok I ini bagian di kanan dan kiri dari mesoderma
membentuk benjolan yang kemudian meluas sehingga mengisi ruangan di
antara ektoderma dan endoderma. Ruang yang terbentuk disebut coelom.
Karena coelom bentuk asalnya dari endoderma maka disebut enterocoelmata.
Contohnya: Echinodermata dan Chordata. 
2. Kelompok ll
Pada kelompok II mesoderma berasal dari ektoderma. Ektoderma
melepaskan keiompok-kelompok sel dalam ruangan di antara endoderma dan
ektoderma, sehingga mesodermanya kompak dan tidak dijumpai coelom.
Hewan yang tidak memiliki coelom termasuk dalam acoelomata. Contohnva:
cacing pipih dan cacing pita.
3. Kelompok III
Pada kelompok III ini mesoderma terbentuk dari endoderma maupun
ektoderma, hanya saja setelah mesoderma terbentuk maka terjadi celah yang
kemudian berkembang menjadi coelom. Coelom tersebut dinamakan
schizocoel, hewan yang memiliki schizocoel disebut schizocoelomata.
Contohnya, Annelida, Mollusca, dan Arthropoda (Crustacea, Insekta, labah-
labah). 
4. Kelompok IV
Pada kelompok IV, mesoderma dibentuk oleh ektoderma, hanya saja
mesoderma tak memenuhi ruangan seluruhnya, sehingga dengan demikian
ruangan tidak dibatasi oleh mesoderma tetapi oleh ektoderma. Oleh karena itu,
coelom tersebut dinamakan pseudocoel. Hewan yang memiliki pseudocoel
termasuk dalam pseudocoelomata. Contohnya: Rotifera dan cacing gilik atau
nematoda. Pada masa embrio, Annelida yang hidup di laut dan Mollusca sangat
serupa, sehingga sulit sekali untuk dibedakan. Demikian juga antara insekta
dan cacing tanah bentuk embrionya sulit sekali dibedakan meskipun bentuk
dewasa mereka berbeda sama sekali. Hewan-hewan triploblastik pada dasarnya
adalah simetri bilateral. Ada anggapan bahwa pada waktu terjadi perubahan
bentuk dari diploblastik ke triploblastik terjadi juga perubahan bentuk
simetrinya, yaitu dari Simetri radial ke simetri bilateral. 

Teori Evolusi pada Kelompok Modern


Evolusi invertebrata yang terdiri dari 30 filum dimulai dari nenek moyang
berupa protista yang hidup di laut. Protista bercabang tiga, dimulai dari filum
Porifera, filum Cnidaria, dan filum Plathyhelminthes.
Filum Plathyhelminthes bercabang menjadi tiga. Cabang pertama bercabang
lagi menjadi tiga dimulai dari filum Mollusca, filum Annelida, dan filum
Arthropoda. Cabang kedua menjadi filum Nematoda. Sedang cabang ketiga
menjadi dua, yaitu filum Echinodermata dan filum Chordata. Dari evolusi
invertebrata dapat kita ketahui bahwa evolusi vertebrata berasal dari nenek
moyang berupa Echinodermata.
Echinodermata akan berkembang menjadi Echinodermata modern
contohnya bintang laut, dan bulu babi, Hemichordata, Chordata primitif yang
terdiri dari Tunicata dan Lancelets, vertebrata modern yang terdiri dari tujuh kelas
yaitu: Agnata, Chondrichtyes, Osteichthyes, Ampibia, Reptilia, Aves, dan
Mammalia.

B. Asal-Usul Kelompok Hewan Vertebrata


Menurut teori evolusi kehidupan berawal daridan berevolusi dilaut.
Scenario evolusi ini juga menyatakan bahwa amfibi kemudian berevolusi menjadi
reptile, mahluk yang hanya hidup didarat.
Amphibian, reptilian, burung dan mamalia termasuk dalam kelompok
hewan vertebrata yang diberi nama umum Quadrupeda (atau tetrapoda).
Anggapan teori evolusi berkenan dengan tetrapoda adalah bahwa mahluk ini
berevolusi dari ikan yang hidup dilaut. Akan tetapi, pernyataan ini mengandung
pertentangan. Menurut yang tidak sependapat dengan teori evolusi bahwa dari
segi baik dalam fisiologi maupun anatomi sangat keliru. Seekor ikan harus
mengalami perubahan besar untuk bisa beradaptasi di darat. Sistem pernafasan,
pengeluaran dan rangka, semuanya harus berubah. Insang harus berubah menjadi
paru-paru sirip harus mendapatkan ciri-ciri kaki sehingga mereka bisa menopang
berat tubuh, ginjal dan semua sistem pengeluaran harus dirubah agar berfungsi di
lingkungan darat, dan kulit akan memerlukan tambahan tekstur baru untuk
mencegah khilangan air.
Evolusionis mengacu pada coelacanth (dan yang berkerabat dekat,
Rhipidistians yang telah punah) sebagai nenek moyang yang paling mungkin bagi
Crossopterygian. Evolusionis mencurahkan segala harapan mereka pada mahluk
ini karena sirip-sirip mereka memiliki struktur yang sedikit “berotot”. Ikan yang
berada dalam family coelacanth pernah diterima sebagai bukti kuat bagi bentuk
peralihan. Banyak terbitan ilmiah mengemukakan fakta ini, lengkap dengan
gambar yang menunjukan bagaiman coelacanth beralih dari air ke darat. Semua
ini bersandar pada anggapan bahwa coelacanth adalah spesies yang telah punah.
Akan tetapi pada 22 desember 1983, sebuah penemuan yang sangat menarik
terjadi dilautan hindia. Seekor anggota family coelacanth, yang sebelumnya
digambarkan sebagai bentuk peralihan yang telah punah 70 juta tahun yang lalu.
Dalam buku harun yahya (2005) dijelaskan bahwa, alasan mendasar
mengapa evolusionis membayangkan Coelacanth dan ikan yang serupa adalah
“moyang hewan darat” adalah karena ikan-ikan ini memiliki sirip bertulang.
Mereka membayangkan bahwa sirip-sirip ini secara bertahap menjadi kaki. Akan
tetapi, ada perbedaan mendasar antara tulang dan sirip ikan dan tulang kaki hewan
darat seperti Ichthyosteg. Tulang sirip Coelacanth tak menyambung ke tulang
balakan, sedangkan pada Ichthyostega terjadi sebaliknya, karena alasan ini,
pernyataan bahwa sirip berkembang bertahap menjadi kaki sangat tidak beralasan.
Lebih jauh, struktuktur tulang sirip Coelacanth sangat berbeda dengan tulang kaki
Ichthyostega.

Gambar perbedaan mendasar antara sirip dan kaki pada Coelacanth


1. Pisces
a. Ikan Tak Berahang (Kelas Agnatha)
Vertebrata pertama yang ditemukan sebagai fosil adalah ikan tak
berahang, ostrakodermi. Beberapa terdapat dalam batu-batuan
Ordovisium, meskipun pada zaman. Silur mereka terdapat dalam jumlah
lebih banyak yaitu ikan pipih (15 sampai 30 cm). Hidup dengan dengan
menghisap zat-zat organik dari dasar sungai. Pertukaran gas terjadi pada
pasangan-pasangan insang interna, dengan tiap insang ditunjang satu
lengkung tulang. Air masuk melalui mulut, melalui insang dan keluar
melalui serangkaian kantung insang yang bermuara di permukaan. Tidak
memiliki sirip dan ikan tersebut bergerak dengan gerakan undulasi. Satu-
satunya ikan tak berahang yang sekarang masih hidup adalah Lamprey dan
ikan hag (Hagfish). Hewan-hewan ini masih merupakan ikan primitif.
Disamping tidak memiliki rahang dan tidak memiliki sirip berpasangan.
Notokord dipertahankan selama hidupnya dan tidak pernah diganti secara
sempurna dengan kerangka yang terdiri atas tulang rawan. Pada tubuhnya
tidak terdapat sisik.
b. Plakodermi
Plakodermi berbeda dengan moyang agnathanya dalam 2 hal yang
mendasar, yaitu mempunyai rahang dan sirip yang berpasangan. Yang
pertama membantu dalam memangsa hewan yang lebih kecil secara aktif.
Kedua membantu lokomosi dengan menstabilkan ikan tersebut di dalam
air. Catatan fosil menggambarkan adanya radiasi adaptif yang ekstensif
dari ikan ini pada zaman Devon. Sebagian besar dari ikan-ikan ini
kemudian punah, tetapi beberapa diantaranya menghasilkan garis
keturunan yang mengembangkan dua kelas besar ikan masa kini yaitu,
ikan tulang rawan) dan ikan tulang sejati (Osteichthyes). Zaman Devon
ditandai dengan periode-periode ketika banyak danau dan sungai menjadi
kering atau menjadi jauh lebih kecil dan lebih hangat. Perubahan
lingkungan ini menyebabkan tekanan seleksi yang hebat pada ikan
air tawar Zaman Devon.
c. Ikan Bertulang Rawan (Kelas Chondrichthyes)
Ikan bertulang rawan yang paling awal adalah hiu yang tidak jauh
berbeda dengan hiu masa kini, memperoleh namanya dari fakta bahwa
kerangkanya terdiri atas tulang rawan dan bukan tulang keras. Ikan hiu
mempunyai rahang yang berkembang dari kedua pasang pertama lengkung
insang. Dalam hal ini, sepasang celah insang tidak diperlukan lagi. Akan
tetapi, lubang ini masih terdapat pada beberapa ikan masa kini dan disebut
spirakel. Di samping hiu, ikan pari, dan belut merupakan anggota kelas
ini.
d. Ikan Bertulang Sejati (Kelas Osteichthyes)
Ikan bertulang sejati menempuh cara mengatasi masalah
kekeringan yan terjadi secara berkala dengan mengembangkan sepasang
kantung hasil perkembangan faring yang berfungsi sebagai paru-paru
primitif. Ikan-ikan ini dengan cepat (masih dalam zaman Devon tepecah
menjadi 3 kelompok berbeda yaitu paleoniskoida, ikan paru-paru dan
krosopterigia. Zaman Devon dikatakan sebagai “Zaman Ikan” karena
selama zaman ini terjadi radiasi adaptif yang luar biasa dari kelompok ini.
Baik air tawar maupn air laut dihuni oleh mereka. Akan tetapi menjelang
akhir zaman Devon timbullah kelompok vertebrata baru. kelompok ini
adalah kelompok amfibia, vertebrata berkaki empat atau tetrapoda yang
pertama.
2. Amfibia (Kelas Amphibia)
Amfibia merupakan perintis verebrata daratan. Paru-paru dan tulang
anggota tubuh yang mereka warisi dari moyang krosopterigia, memberikan
sarana untuk lokomosi dan bernapas di udara. Atrium kedua dalam jantung
memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung kembali ke
dalamnya untuk dipompa kembali ke seluruh badan dengan tekanan yang
penuh. Sementara pencampuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang
miskin oksigen terjadi dalam dalam ventrikel tunggal, jantung yang beruang 3
memberikan peningkatan yang berarti dalam efisiensi peredaran dan dengan
demikian meningkatkan kemampuan untuk mengatasi lingkungan daratan
yang keras dan lebih banyak berubah-ubah.
Amfibia telah mengembangkan telinga sederhana dari struktur yang
diwarisinya dari moyang mereka. Spirakel tertutup dengan membran yang
berfungsi sebagai gendang telinga dan tulang rahang yan tidak terpakai lagi
(berasal dari lengkung insang agnatha) berguna untuk meneruskan getaran
dari membran ini ke telinga dalam. Amfibia yang paling awal adalah
Diplovertebron, panjangnya ±60 cm. Beberapa contoh fosil berukuran ±2,5
cm. Amfibia ini hanya berjaya selama zaman Karbon. Bumi ditutupi oleh
rawa yang luas, kehidupan tumbuhan yang berlimpah, dan terdapat banyak
insekta untuk di makan oleh amfibia. Zaman ini sering disebut zaman
Amphiba. Zaman ini diikuti oleh suatu periode (Permian) ketika bumi menjadi
lebih dingin dan lebih kering. Penurunan kejayaan amfibi terjadi yang
berlangsung terus sampai sekarang. Pada waktu ini hanya tertinggal tiga ordo
ialah :
a. katak dan bangkong (ordo Anura),
b. Salamander dan kadal air (newt) (ordo Urodela),
c. Sesilia (ordo Apoda), yang merupakan hewan seperti cacing dan tanpa
kaki. Karena tidak mempunyai kulit dan telur yang kedap air, maka tak
ada satu amfibia pun yang dapat menyesuaikan sepenuhnya dengan
keadaan daratan.
3. Reptilia

Gambar garis evolusi pada reptilian


Reptilia adalah hewan pertama yang benar-benar hewan daratan. Reptilia
berkembang dari amfibia pada zaman Karbon. Kelebihan reptilia yang paling awal
“Kotiloaurus” terhadap amfibi adalah
a) Perkembangan telur yang bercangkang dan berisi kuning telur (yolk) yang
dapat diletakkan di tanah tanpa kemungkinan menjadi kering.
b) Cangkang kedap air dan kedap terhadap sperma, sehingga perkembangan telur
yang bercangkang terjadi bersamaan dengan perkembangan fertilisasi internal.
c) Embrio dilindungi oleh cairan yang terdapat dalam amnion, mendapat
makanan dari kantong kuning telur (yolk), bernapas melalui korion dan
alantois, dan menyimpan limbah metabolisme di dalam kantong yang
dibentuk oleh alantois.

Gambar Perbandingan alat gerak pada Ikan, Amphibia dan Reptil


Reptilia paling awal, yang kakinya pendek menjulur ke samping tubuh,
menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam air dan hanya bertelur di
darat sehingga mudah disembunyikan dari mangsa. Seiring semakin
keringnya zaman Permian, modifikasi lain untuk hidup di daratan kering
berevolusi. Perkembangan kulit kering memungkinkan mereka untuk
meninggalkan air dengan aman. Tetapi kulit kering tidak dapat digunakan
untuk respirasi. Penyempurnaan paru-paru dikembangkan dengan pembesaran
rongga rusuk. Sekat ventrikel mengurangi pencampuran darah yang
mengandung oksigen dengan darah yang kurang oksigen sehingga
memungkinkan efisiensi peredaran darah. Kotilosaurus mengalami radiasi
adaptif dan menghasilkan lima garis keturunan yang utama, yaitu
a) Pelikosaurus, menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam air dengan
kaki yang berada di bawah sehingga memungkinkan untuk berlari lebih
cepat dan lebih ringan di darat. Dari pelicosaurus inilah berevolusi
sekelompok reptil di darat yaitu terapsida. Pada awal zaman Mesozoikum
terapsida merupakan reptilia yang paling banyak jumlahnya, tapi mereka
segera dilampaui oleh kelompok lain. Namun, hal tersebut hanya bersifat
sementara (± 100 juta tahun), karena keturunan terapsida yaitu mamalia,
pada akhirnya menguasai bumi ini.
b) Penyu (Ordo Chelonia), dari asal-usulnya dalam era Mesozoikum awal
sampai sekarang, sebagian besar penyu hidup di air tawar atau di lautan.
Meskipun habitatnya demikian, mereka tidak meninggalkan warisan
adaptasi darat mereka. Mereka bernapas dengan paru-paru dan meletakkan
telur bercangkangnya di darat. Penyu air tawar merayap ke darat untuk
membuat lubang dalam pasir atau tanah untuk bertelur. Meskipun tidak
punah, penyu merupakan kelompok yang paling menonjol, karena masih
ada setelah berada di bumi selama 200 juta tahun, dimana sebagian besar
reptilia sezamannya telah punah.
c) Plesisaurus dan Iktiosaurus, merupakan anggota kedua garis keturunan
reptilia laut yang berkembang dalam periode Jura tetapi punah pada akhir
zaman Mesozoikum. Mereka pemakan ikan, hal ini sesuai dengan
kehidupan di laut. Namun kenyataanya, anggota tubuh yang menyelip di
sirip sangat sesuai untuk lokomosi di darat sehingga iktiosaurus
mempertahankan telur di dalam tubuh induk dan tidak bertelur di darat.
Anak yang dilahirkan hidup dan aktif, seperti halnya ikan hiu berenang.
d) Diapsida, merupakan garis keturunan kelima dari iktiosaurus. Disebut
diapsida karena mempunyai struktur tulang lengkung ganda yang khas di
daerah temporal tengkorak. Diapsida mempunyai adaptasi fisiologis yang
penting untuk hidup di darat yang tidak terdapat pada kelompok lain, yaitu
kemampuan untuk mengubah limbah nitrogen menjadi asam urat yang
hampir tidak dapat larut. Asam urat keluar sebagai pasta putih bersama
feses. Kemampuan kelompok ini dan keturunannya mengekresikan limbah
nitrogen sehingga membebaskan mereka hampir seluruhnya dari
ketergantungan pada air minum. Evolusi kelompok reptilia ini diikuti
beberapa cabang yang menghasilkan
e) kadal dan ular (Ordo Squamata) dan sekelompok reptilia mirip kadal
yang keturunannya masih ada (tetapi langkah) yaitu di Selandia Baru.
Kadal masa kini pertama kali timbul di periode Jura, merupakan penghuni
penting gurun pasir dan hutan daerah panas. Satu kelompok kadal periode
Kreta menjadi hewan meliang. Kaki-kaki hewan ini akhirnya lenyap dan
dengan demikian terjadilah ular (sisa kaki belakang masih dapat
ditemukan pada Boa dan Piton. Meskipun ular dapat bertahan hidup di
daerah iklim sedang (temperate) dengan cara hibernasi selama musim
dingin, tetapi mereka juga berhasil di daerah tropis dan subtropis.
f) Tekodon, merupakan cabang kedua dari reptilia darat yang
mengeksresikan asam urat. Hewan ini dapat berlari cepat di daratan dan
menggunakan ekor yang panjang untuk keseimbangan. Fosil dari tekodon
tingkat tinggi menunjukkan adanya penutup insulasi tubuh dan suatu
histologi tulang yang menandakan bahwa hewan-hewan ini dapat
mempertahankan suhu tubuh yang relatif tinggi dan teratur baik. Hal ini
digabung dengankecepatan dan toleransi terhadap keadaan gersang. Lima
ordo reptilia telah berevolusi dari tekodon. Anggota dari radiasi adaptif
yang luar biasa ini sering disebut reptilia yang berkuasa karena mereka
mendominasi seluruh tanah dan udara selama sisa era Mesozoikum.
g) Buaya dan aligator (ordo Crocodilia) meninggalkan lokomosi dengan
dua kaki dari moyang tekodonnya tetapi mempertahankan kaki belakang
yang besar. Hewan ini dapat bergerak cepat dengan mengangkat seluruh
badannya di atas tanah. Hewan ini merupakan satu-satunya keturunan
reptilia tekodon yang tidak pernah punah. Pada akhir periode Trias,
muncul 2 ordo dari dinosaurus yang masing-masing mengalami radiasi
adaptif yang luar biasa. Selama sisa era Mesozoikum bumi dihuni oleh
dinosaurus dari berbagai gambaran, ukuran dan bentuk. Penemuan dan
pemasangan fosil dinosaurus merupakan cabang paleontologi yang palin
aktif selama bertahun-tahun. Bila kita melihat kerangka yang elah
direkontruksi dari hewan seperti Tyrannosaurus (panjang 14,5 m dan
tinggi 5,8 m) dan Brachiosaurus (bobot mendekati 90 ton).
Meskipun yang mewakili hanya 2 dari 15 ordo reptilia yang ada
pada waktu itu, dinosaurus saja sudah membuktikan bahwa era
Mesozoikum sebagai “Zaman Reptilia”. Dua kelompok Mesozoikum
tersebut menjadi reptilia terbang. Cara berjalan dengan
dua kaki dari tekodon telah membebaskan kaki depan untuk digunakan
sebagai sayap. Mulanya sayap ini digunakan untuk meluncur tetapi
kemudian digunakan untuk terbang lama. Salah satu dari kelompok ini
yaitu Pterosaurus, yang menguasai selama sebagian besar era
Mesozoikum. Pteranodon dengan rentangan sayap 8,2 m diduga
merupakan anggota terbesar dari ordo tersebut. Kemudian pada awal tahun
1970, fosil dari seekor pterosaurus dengan rentangan sayap 15,5 m
ditemukan di Big Bend National Park di Texas. Kelompok kedua reptilia
terbang merupakan moyang burung-burung sekarang.
4. Aves
Kelompok reptilia kedua yang mengudara mengembangkan suatu
modifikasi yang tidak terdapat pada pterosaurus yaitu bulu. Pertumbuhan bulu ini
memberi permukaan bagi sayap yang luas, ringan tetapi kuat. Bulu ini juga
memberikan insulasi (penutup hangat) bagi tubuh, sehingga membuatnya lebih
kecil namun dapat mempertahankan suhu tubuh yang relatif tinggi dan tetap
meskipun di daratan beriklim dingin. Bulu menjadi penciri utama munculnya
burung pertama.

Gambar.Fosil Archeopteryx
Penemuan fosil Archeopteryx dalam batuan zaman Jura merupakan salah
satu contoh yang terbaik dari “mata rantai yang hilang”. Hewan ini mempunyai
bulu, dengan demikian kita menyebutnya burung. Tetapi hubungannya dengan
reptilia jelas. Sayap yang agak rudimeter mempunyai cakar, dalam mulut terdapat
gigi dan mempunyai ekor yang panjang. Ciri-ciri reptilia ini tidak ditemui lagi
pada burung-burung yang masih hidup. Meskipun hewan ini pada akhir zaman
Mesozoikum sudah mantap, tetapi pada zaman Cenozoikum burung-burung ini
mengalami radiasi adaptif yang luas. Jumlah spesies yang besar dan distribusinya
yang luas membuktikan keberhasilan mereka.
Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan untuk penerbangan yang
efisien, yaitu Sayap menjadi paling utama, memungkinkan burung terbang jarak
jauh untuk mencari makanan yang cocok dan berlimpah dan meloloskan diri dari
pemangsa. yang efisien harus ringan dan kuat. Keringanan tubuh burung diperoleh
dari bulu, tulang-tulang yang berongga dan gonad tunggal (pada betina) yang
membesar dan aktif hanya selama musim kawin. Hilangnya gigi mengurangi berat
kepala. Fungsi gigi ini dilaksanakan oleh empedal. Kekuatan dicapai dengan otot
dada besar yang terpaut pada tulang dada yang sangat membesar. Mempunyai
jantung beruang 4 dan efisiensinya memungkinkan perkembangan suhu tubuh
yang tetap (homeotermi). Homeotermi juga memungkinkan laju metabolisme
yang tinggi pada semua suhu lingkungan. Burung dapat tetap aktif dalam
cuaca dingin. Laju metabolisme yang tinggi mencerminkan pelepasan energi yang
cepat untuk terbang.
5. Mamalia
Mamalia pertama timbul pada akhir zaman Trias dari moyang terapsida.
Mereka merupakan hewan kecil yang sangat aktif yang makanannya terutama
terdiri atas insekta. Kemampuan yang aktif ini berhubungan dengan
kemampuannya untuk memelihara suhu tubuh yang tetap (homeotermi). Hal ini
berkaitan dengan perkembangan jantung beruang 4 dan pemisahan sempurna dari
peredaran darah oksigen dan sistemik. Konservasi panas tubuh dimungkinkan
dengan perkembangan rambut. Sementara mamalia yang paling awal bertelur
seperti moyang reptilia, anaknya setelah menetas diberi makan dengan susu yang
disekresikan oleh kelenjar dalam kulit induknya.
Berlawanan dengan moyang reptilia, gigi mamalia mengalami spesialisasi
untuk memotong (gigi seri), menyobek (gigi taring), dan menggiling (geraham)
makanannya. Bahan kelabu serebrum, yang ditutupi oleh bahan puti pada reptilia,
tumbuh keluar diatas permukaan otak. Modifikasi ini mempunyai akibat yang
jauh. Evolusi mamalia yang paling awal berlangsung mulai beberapa jalur yang
berbeda. Dari kelompok tersebut hanya tiga yang sampai sekarang masih hidup,
yaitu:
1) Monotremata, mamalia bertelur (Subkelas Prototheria)
2) Marsupialia, mamalia berkantung (Subkelas Metatheria)
3) Mamalia berplasenta (Subkelas Eutheria)
Masing–masing dibedakan dari cara merawat anak selama masa
perkembangan embrio. Monotremata tetap bertelur seperti moyang terapsidanya.
Platipus paruh bebek dan pemakan semut berduri (ekidna) merupakan satu-
satunya monotremata yang ada di bumi sekarang. Pada marsupialia anak ditahan
untuk jangka waktu yang pendek di dalam saluran reproduksi induk. Selama
waktu yang pendek ini, makanan diperoleh dari kantung kuning telur yang
tumbuh di dalam uterus. Tetapi anak itu dilahirkan pada tahap perkembangan
yang sangat awal. Kemudian merayap ke dalam kantung yang terdapat di perut
induknya dan melekatkan diri pada puting yang mengeluarkan air susu. Di sini
perkembangan diselesaikan. Marsupialia yang paling awal mungkin mirip dengan
oposum. Pada bulan maret 1982 ditemukan sisa-sisa fosil marsupialia Polydolops
sebesar 25 cm di pulau Seymouz (ujung utara Tanjung Antartika).

Gambar perbedaan mamalia marsupialia dan mammalia etheria


Mamalia berplasenta mempertahankan anaknya di dalam uterus induk
sampai berkembang dengan baik. Kuning telur hanya sedikit di dalam telur, tetapi
membran extra embrionik itu membentuk tal pusar dan plasenta sehingga anak
yang sedang bertumbuh mendapat makanannya langsung dari induknya.Selama
kira-kira 70 juta tahun dalam era Mesozoikum mamalia berplasenta hanya
diwakili oleh satu ordo. Akan tetapi, pada akhir epoh kedua, Eosin, dari era
Cenozoikum, mamalia ini telah beradiasi menjadi paling sedikit 14 ordo yang
berbeda
DAFTA PUSTAKA

Burhanudin, Andi Iqbal. 2018. Vertebrata Laut. Yogyakarta: Deepublish

Kimbal, John W. 1999. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Mader, S. S., 2009, 29 Vertebrate Evolution Biology, 10th edition, McGraw Hill,


New York, NY.

Raven et al., 2011, 35 Vertebrates, Biology, 9th edition, McGraw-Hill, NewYork,


NY.

Reece et al., 2014, 34 The Origin and Evolution of Vertebrates, Campbell


Biology, 10th edition, Pearson Education, Inc., U.S.

Anda mungkin juga menyukai