Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN STRATEGIK
EVALUASI DAN PENGENDALIAN STRATEGI

OLEH :
ASEP AMIR HAMZAH
181100025

Dosen Pengampu :
Dr. Agus Fauzi, S.E., M.Si.

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanna Wa Ta’alla, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, serta nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan Makalah Manajemen Strategik ini dengan tepat waktunya. Disusun sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kelompok matakuliah Manajemen Strategik

program pascasarjana (S2) Universitas Satya Negara Indonesia (USNI).

Dalam penyelesaian makalah Manajemen Strategik yang berjudul “EVALUASI DAN

PENGENDALIAN STRATEGI”. Oleh karena itu kami mengucapkan terima akasih kepada:

Bapak Dr. Agus Fauzi, S.E., M.Si. selaku Dosen matakuliah Manajemen Strategik

Universitas Satya Negara Indonesia yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

untuk memberikan pengarahan dan motivasi dalam memberikan materi kuliah Manajemen

Strategik dan masukannya dalam penyusunan makalah ini, dengan sabar dan bijksana.

Kami menyadari akan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam

menyusun makalah Manajemen Strategik ini, maka dari itu sebelumnya kami mohon maaf jika

terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan makalah Manajemen Strategik ini.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca makalah

Manajemen Strategik ini.

Semoga makalah Manajemen strategik ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam

pengamalan ilmu Manajemen Strategik yang sukses dan diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Evaluasi Strategi ....................................................................................................... 2


B. Balance Scorecard .................................................................................................... 7
C. Empat Perspektif Balanced Scorecard ..................................................................... 9
D. Implementasi Balanced Scorecard ......................................................................... 12
E. Pengendalian Strategi ............................................................................................. 13
1. Pengertian Pengendalian Strategi ..................................................................... 13
2. Tujuan Pengendalian Strategi ........................................................................... 14
3. Langkah-langkah dalam Proses Pengendalian .................................................. 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 16
B. Saran ......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu strategi dipilih dari sekian banyak alternative yang telah dianalisis dan

dipertimbangkan dengan teliti dan matang serta dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

Maksudnya adalah agar suatu organisasi berada pada kondisi dan posisi yang efektif dalam

upaya mencapai tujuan dan berbagai sasarannya dalam lingkungan eksternal yang sering

berubah pada tingkat dan intensitas yang ada kalanya tidak mungkin diperhitungkan

sepenuhnya sebelumnya.

Suatu strategi perdefinisi berorientasi pada masa depan. Karena orientasi demikian,

pemilihan strategi tertentu pada umumnya didasarkan pada berbagai asumsi dasar yang

digunakan para perumus dan penentu strategi itu dengan sepenuhnya menyadari bahwa tidak

semua peristiwa dan faktor yang berpengaruh pada implementasi strategi dapat diperkirakan

dan diperhitungkan dengan tepat

Telah ditekankan dimuka bahwa efektif tidaknya suatu strategi sebagai istrumen untuk

mencapai tujuan dan berbagai sasaran suatu organisasi, tidak terlihat pada proses perumusan

dan penentuannya sebagai akibat analisis strategi yang dilakukan terhadap berbagai alternative

yang layak dipertimbangkan, melainkan pada implementasinya.

Namun disisi lain perlu pula digaris bawahi bahwa evaluasi strategi yang telah kita

jalankan perlu dilakukan hal tersebut dikarenakan agar kita dapat mengetahui apakah strategi

yang kita jalankan behasil dan dapat berjalan optimal. Selain evaluasi strategi ada juga hal yang

harus kita laukukan setelah kita menerapkan strategi selama beberapa periode yaitu

pengendalian strategi dimana hal ini dimaksudkan agar strategi yang dijalankan dapat

terkendali dan terwujud dengan baik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Evaluasi strategi

Strategi yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi. Evaluasi diperlukan untuk


mempelajari strategi tersebut berhasil atau gagal. Proses evaluasi juga bisa dijadikan
pembelajaran untuk proses perumusan strategi selanjutnya. Perusahaan biasanya melihat
keberhasilan strategi dari beberapa faktor seperti peningkatan penjualan, pendapatan
perusahaan atau posisi perusahaan setelah strategi dilaksankan.

Richard Rumelt memberikan 4 (empat) kriteria dalam mengevaluasi strategi. Keempat


kriteria tersebut diantaranya :

1. Konsistensi

Sebuah strategi harusnya konsisten pada kebijakan dan juga tujuan strategi itu sendiri.
Permasalahan dalam organisasi kadang dapat menyebabkan terjadinya inkonsistesi. Ada 3
tanda permasalahan organisasi dapat menyebabkan strategi yang tidak konsisten. Ketiga tanda
tersebut yaitu :

a. Jika permasalahn manajerial berlanjutkan dengan berubahnya personil dan jika


mereka bergantung pada dasar isu yang ada bukan pada orangnya.
b. Jika sukses dari satu organisasi berarti kegagalan dari organisasi lainnya.
c. Jika permasalahan kebijakan dan isu berlanjut pada resolusi tingkat atas.

2. Kecocokan

Faktor internal dan eksternal perusahaan harus dicocokkan. Sebuah strategi harus dapat
merepresentasikan respon adaptif pada lingkungan eksternal serta perubahan yang terjadi.

3. Kemungkinan

Sebuah strategi jangan sampai membuat permasalahan baru yang sulit untuk
diselesaikan. Pada evaluasi strategi, penting untuk mengetahui apakah organisasi mempunyai
kemampuan, kompetensi, keterampilan, dan bakat yang diperlukan untuk strategi yang
diberikan.

2
4. Keuntungan

Sebuah strategi harus dapat menyediakan pembuatan atau pengaturan dari keunggulan
kompetitif. Keunggulan kompetitif normalnya merupakan hasil dari 3 hal yaitu sumber daya,
skill, dan posisi.

Serupa dengan keempat kriteria tersebut, ada pula 4 (empat) tes yang bisa dilakukan
untuk mengetahui apakah yang ada dapat diterima. Keempat tes tersebut di antaranya :

1) Tes Konsistensi Tujuan

2) Tes Kerangka

3) Tes Kompetensi

4) Tes Kemungkinan Dilaksanakan

Evaluasi strategi juga dapat dilaksanakan dengan memperhatikan matrik IFE dan EFE.
Faktor internal dan eksternal perusahaan dapat dianalisis kembali setelah proses pelaksanaan
strategi. Misalnya jika posisi internal perusahaan tidak eksternal perusahaan sama sekali tidak
berubah lebih baik dan tujuan juga tidak tercapai, maka perlu adanya perbaikan strategi. Namun
jika posisi perusahaan tidak berubah dan tujuan tercapai maka strategi dapat dilanjutkan.

Menurut Poppy Rufaidah (2014:303), perusahaan dapat melakukan evaluasi strategi


dengan menggunkan pengukuran kinerja secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kinerja
secara kuantitatif terdiri atas penetapan indikator kinerja:

1. Keuangan

Indikator kinerja keuangan adalah melalui tingkat likuiditas, leverage, aktivitas,


profitabilitas, dan pertumbuhan.

 Tingkat likuiditas sebuah perusahaan menjadi sebuah tolok ukur mengenai


kemampuan perusahaan tersebut dalam membayar utang lancarnya.
Semakin likuid maka semakin kecil kemungkinan perusahaan tersebut
mengalami gagal bayar. Mengenai ukuran atau nilai ideal dari tingkat
likuiditas ini harus dilihat dari pola tingkat likuiditas dari industri itu sendiri.
Likuiditas yang terlalu tinggi juga bisa mengindikasikan bahwa perusahaan
tidak efisien dana yang menumpuk dalam cash dan setara cash diasumsikan
idle.

3
 Semakin tinggi tingkat leverage bisa mengindikasikan 2 hal. Pertama
artinya porsi pendanaan yang berasal dan utang tinggi berarti ada
penghematan pajak, tapi komposisi pendanaan yang tinggi dari utang juga
cukup berbahaya karena tingkat risiko Juga tinggi, akibat meningkatnya
peluang gagal bayar.

 Tingkat aktivitas menjadi indikator perusahaan untuk mengukur tingkat


perputaran inventori, aset, atau ekuitas. Seberapa cepat dan efisien ketiga
sistem tersebut melakukan perputaran di setiap periode waktu tertentu.

 Tingkat profitabilitas menjadi indikator bagi perusahaan untuk mengukur


tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Ukurannya bisa
berupa profit margin, nilai perolehan dari per lembar saham, atau bisa juga
return terhadap aset.

2. Pemasaran

Kinerja pemasaran merupakan konstruk yang umum digunakan untuk


mengukur dampak penerapan strategi perusahaan. Namun demikian, masalah
pengukuran kinerja menjadi permasalahan dan perdebatan klasik karena sebagai
sebuah konstruk, kinerja pemasaran bersifat multidimensional yang mana di
dalamnya memuat beragam tujuan dan tipe organisasi. Oleh karena itu kinerja
sebaiknya diukur dengan menggunakan berbagai kriteria pengukuran sekaligus
(multiple measurements), jika menggunakan pengukuran dengan kriteria tunggal
(single measurement) maka tidak akan mampu memberikan pemahaman yang
komprehensif tentang bagaimana kinerja suatu perusahaan itu sesungguhnya
(Clark, 2001; dan Gao, 2010).

Kinerja pemasaran biasanya diukur dengan menggunakan marketing metrics.


Metrics adalah sejumlah ukuran kinerja kuantitatif yang digunakan untuk menilai
suatu operasi atau aktivitas suatu unit/perusahaan. Marketing metrics adalah ukuran
kinerja kuantitatif yang digunakan untuk mengukur aktivitas pemasaran. (Popy
Rufaidah, 2014:304) Pada tabel dibawah ini ditampilkan indikator marketing
metrics.

4
Metrik Penjualan Metrik Pelanggan Metriks Distribusi Metriks
Komunikasi

Pertumbuhan Keluhan pelanggan Jumlah gerai Tingkat Brand


penjualan awareness

Pangsa pasar Kepuasan pelanggan Keuntungan tiap Tingkat top of mind


gerai

Penjualan produk Biaya memperoleh Rata-rata volume Jangkauan iklan


baru pelaggan

nilai pengadaan

Metriks Kesiapan Keuntungan dari Pengadaan tersedia. Frekuensi iklan


setiap pelanggan setiap harinya
Pelanggan
baru

Awareness Biaya kehilangan Frekuensi out of Gross rating point


pelanggan stock

Preferensi Pelanggan yang Rata-rata penjualan Tingkat respon pasar


pindah per titik penjualan

Niat pembelian Tingkat pembelian Biaya penanganan


ulang gerai

Tingkat percobaan Nilai pelanggan Komposisi jumlah


seumur hidup rak gerai

Tingkat pembelian Ekuitas Pelanggan


ulang Profitabilitas
pelanggan

3. SDM

Kinerja SDM dapat diukur dengan menggunakan HR Metrics. HR Metric adalah


ukuran kinerja kuantitatif yang digunakan untuk mengukur aktivitas SDM dan
pengelolanya. Misalnya indikator HR Metrics adalah absence rate, cost per hire,
HR expense factor, time to fill dan turnover rate. Selain itu, indikator untuk

5
mengukur kinerja SDM dapat dilakukan berdasarkan fungsi-fungsi manajemen
SDM, seperti rasio antara biaya pengadaan dan jumlah SDM, biaya rata-rata
variabel per rekruitment, rata-rata jumlah hari untuk memenuhi lowongan, rata-rata
jumlah hari pelatihan per pegawai per tahun, rata-rata hari absen karyawan per
tahun. Selain itu, dapat diukur kinerja SDM berdasarkan karakteristiknya misalnya
tingkat produktivitas karyawan berdasarkan umur, gender, dan status tenaga
kontrak dan bukan kontrak.

4. operasi.

Kinerja operasi dapat diukur dengan operations metrics yaitu ukuran efisiensi
dan Kefetivitas suatu operasi atau proses. Selain itu, indikator kinerja operasi dapat
diukur melalui tingkat ketepatan pelayanan, tingkat mutu pelayanan adalah
indikator bagi perusahaan untuk mengontrol kualitas jasa yang dihasilkan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Indikator lainnya, misalnya jumlah produk
cacat adalah indikator yang menunjukkan jumlah produk cacat yang dihasilkan
dalam produksi. Semakin rendahjur-nlah yang dihasilkan semakin baik.
Pengendalian mutu adalah indikator untuk mengukur mutu produk yang dihasilkan
perusahaan. Indikator kinerja operasi lainnya, adalah tingkat ketepatan pelayanan,
tingkat mutu pelayanan, jumlah produk cacat, biaya penyimpanan di gudang, biaya
pemesanan barang, biaya untuk saluran distribusi, biaya pemasangan, biaya
maintanance, inventory turn over, productivity rate.

Sedangkan pengukuran kinerja secara kualitatif terdiri atas aktivitas perusahaan


melakukan survey kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan dan survey lainnya yang
mendukung kinerja perusahaan. Tahap selanjutnya dalam evaluasi dan pengendalian strategi
adalah melakukan pengukuran persepsi pada para pemangku kepentingan perusahaan terhadap
perusahaan. Misalnya, survey kepuasan pelanggan, survey kepuasan karyawan dan survey
pemasok. Survey kepuasan pelanggan berisi atas harapan dan kinerja yang dirasakan pelanggan
atas produk/jasa dan pelayanan perusahaan. Selain itu, mengukur atas kinerja produk, harga,
distribusi dan promosi berdasarkan penilaian mereka. Hasil pengukuran tersebut dij adikan
dasar perusahaan untuk melakukan perbaikan di masa yang akan datang.

Survey kepuasan karyawan merupakan satu alat ukur penting dalam perusahaan.
Survey ini mengukur tingkat kepuasan karyawan atas pemenuhan kebutuhan dan keinginannya
di tempat kerja berdasarkan kepuasannya terhadap pekerjaannya (job content), lingkungan

6
kerja (lingkungan fisik dan tata ruangan ataupun lingkungan non-fisik seperti hubungan dengan
tim kerja atau suasana kerja), kebijakan perusahaan dalam memberikan remunerasi dan
manfaat pada pegawainya, kebijakan pengembangan karir dan kualitas kepemimpinan atasan
secara umum.

B. BALANCE SCORE CARD

Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan Robert Kaplan


tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance
measurement) yang mengukur perusahaan. Robert Kaplan mempertajam konsep pengukuran
kinerja dengan menentukan suatu pendekatan efektif yang seimbang (balanced) dalam
mengukur kinerja strategi perusahaan. Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif
yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Keempat perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan
jangka panjang, hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu kinerja (performance drivers)
dari hasil tersebut, dan tolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini dikemukakan
pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di antaranya: Amin Widjaja Tunggal,
(2002:1) “Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan
prestasi keuangannya.”

Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced
Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan yang
ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan
strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan
pengukuran yang lebih nyata”.

Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat
dinamakan“Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan
strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan
tersebut. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasinya. Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard.
Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk
merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang. Sedangkan balanced artinya
berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur secara

7
berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).

Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran


kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek
keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan
kinerja keuangan dan kecendrungan mengabaikan kinerja non keuangan. Pada tahun 1990,
Nolan Norton Institute, bagian riset Kantor akuntan publik KPMG, mensponsori studi tentang
“Mengukur Kinerja Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada
waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur
kinerja eksekutif tidak lagi memadai.

Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif


ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang.
Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan,
diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut
dengan balanced scorecard.

Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain sebagai
berikut :

1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing – masing


perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut
(performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat
(cause and effect relationship).
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas,
pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus
berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.

Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru.


Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa
jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain :

8
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan
dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan
di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi,
perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi
perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik,
tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran
pencapaiannya.

2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced


scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang
saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang
baik.

3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana


bisnis.
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan rencana
keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber
daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis


Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan.
Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan
melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka
pendek.

C. Empat Perspektif Balanced Scorecard

Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari empat
perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis internal,
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep balanced scorecard ini pada dasarnya

9
merupakan penerjemahaan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam
jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitoring secara berkelanjutan.

Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat perspektif,
antara lain :

1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)

Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih dan
ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam
organisasi yang mencari keuntungan atau provit. Tolok ukur keuangan memberikan bahasa
umum untuk menganalisis perusahaan. Orang-orang yang menyediakan dana untuk
perusahaan, seperti lembaga keuangan dan pemegang saham, sangat mengandalkan tolok ukur
kinerja keuangan dalam memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.

Tolok ukur keuangan yang di design dengan baik dapat memberikan gambaran yang
akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan adalah penting, akan tetapi
tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam menciptakan nilai (value). Tolok ukur non
keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah (bottom line). Balanced
scorecard mencari suatu keseimbangan dan tolok ukur kinerja yang multiple-baik keuangan
maupun non keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.

2. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)

Perspektif Pelanggan berfokus pada bagaimana organsasi memperhatikan bagaimana


pelanggannya agar berhasil. Mengetahui palanggan dan harapan mereka tidaklah cukup, suatu
organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan karyawan yang dapat
memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan “Take care of you employee and they
take care of your customer”. Perhatikan karyawan anda dan mereka akan memperhatikan
pelanggan anda. Perusahaan antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu
mempertimbangkan perspektif pelanggan yaitu :

· Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

· Retensi pelanggan (customer retention)

· Pangsa pasar (market share)

· Pelanggan yang profitable

10
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)

Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan


dengan perspektif bisnis internal dan proses produksi. Karyawan yang melakukan pekerjaan
merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan
pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan
manufacturing.

Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya,
dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi. Perusahaan dapat berhenti
berproduksi apabila terjadi problema dengan pemasok. Pelanggan menilai barang dan jasa yang
diterima dapat diandalkan dan tepat pada waktunya. Pemasok dapat memuaskan pelanggan
apabila mereka memegang jumlah persediaan yang banyak untuk meyakinkan pelanggan
bahwa barang –barang yang diminati tersedia ditangan.

Akan tetapi biaya penanganan dan penyimpanan persediaan menjadi tinggi, dan
kemungkinan mengalami keusangan persediaan. Untuk menghindari persediaan yang
berlebihan, alternatif yang mungkin adalah membuat pemasok mengurangi throughput time.
Throughput time adalah total waktu dari waktu pesanan diterima oleh perusahaan sampai
dengan pelanggan menerima produk. Memperpendek throughput time dapat berguna apabila
pelanggan menginginkan barang dan jasa segera mungkin.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learn and Growth / Infrastucture Perspective)

Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada


kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan
karyawan. Tolok ukur konci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan, retensi
karyawan, dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan
adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan
terhadap situasi. Manajer dapat mengukur kepuasan dengan mengirim survei, mewawancara
karyawan, mengamati karyawan pada saat bekerja.

Kepuasan karyawan mengakui bahwa karyawan yang mengembangkan modal


intelektual khusus organisasi adalah merupakan aktiva non keuangan yang bernilai bagi
perusahaan. Lagi pula adalah sangat mahal menemukan dan menerima orang yang berbakat
untuk menggantikan orang yang meninggalkan perusahaan. Perputaran karyawan diukur
dengan persentase orang yang keluar setiap tahun, hal ini merupakan tolok ukur umum untuk
retensi.

11
Produktivitas karyawan mengakui pentingnya pengeluaran setiap karyawan,
pengeluaran dapat diukur dalam arti tolok ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau
dalam tolok ukur keuangan seperti pendapatan setiap karyawan, laba setiap karyawan. Suatu
sitem insentif yang baik akan mendorong manajer meningkatkan kepuasan karyawan yang
tinggi, perputaran karyawan yang rendah dan produktivitas karyawan yang tinggi.

D. Implementasi Balanced Scorecard

Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai satu set
ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua
bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal
sebagai pengukuran kinerja. Balanced scorecard sekarang banyak digunakan sebagai
pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan
operasional.

Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam
seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami,
dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu,
indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan dan Norton,
1996). Balanced scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis
manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat perspektif Balanced
scorecard.

Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard


lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang
bertujuan mencari laba (Profit-seeking Organisations). Jarang sekali ada
pembahasan mengenai penerapan balanced scorecard pada organisasi nirlaba (not-for profit
organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi yang ditandai
relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta dimana
mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasi-
organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian
misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.

Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang


menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti :

· Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai

· Database dan teknologi informasi


12
· Proses operasi yang efisien dan responsif

· Inovasi dalam produk dan jasa

· Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta

· Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat (Kaplan dan
Norton, 2000).

Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur


bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard
memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber
daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang
sama dapat di nilai pula apa yang telah dibina dalamintangible assets seperti merk dan loyalitas
pelanggan.

E. Pengendalian Strategi

1. Pengertian pengendalian strategi

Pengendalian (control) adalah pengaturan aktivitas-aktivitas organisasi agar elemen-


elemen kinerja yang menjadi target tetap berada pada batas-batas yang dapat diterima. Tanpa
pengaturan ini, organisasi tidak memiliki petunjuk tentang seberapa baik kinerja mereka dalam
kaitanya dengan tujuan-tujuan yang telah ditetepkan.

Kontrol dapat dikembangkan dengan memfokuskan diri pada output behavior, atau
input. Hasil atau output adalah performa perusahaan pada saat strategi telah dilaksanakan.
Behavior merupakan aktivitas yang menghasilkan performa. Sedangkan input merupakan
sumber daya yang digunakan dalam perushaan.

Ada beberapa panduan yang bisa diikuti untuk mengembangkan pengendalian dalam
sebuah organisasi. Panduan tersebut diantaranya ;

a. Pengendalian sebaiknya melibatkan sedikit informasi yang diperlukan untuk


memberikan gambaran yang dipercaya.
b. Pengendalian sebaiknya mengawasi hanya aktivitas dan hasil yang berarti.
c. Pengendalian sebaiknya tepat pada waktunya.
d. Pengendalian sebaiknya dapat digunakan dalam jangka waktu lama dan jangka pendek.
e. Pengendalian sebaiknya menunjukkan sesuatu dengan tepat tanpa kecuali.
13
f. Pengendalian sebaiknya menggunakan penghargaan daripada hukuman.

2. Tujuan Pengendalian

Tujuan dari pengendalian adalah menyediakan berbagai cara bagi organisasi bagi
organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan, untuk membatasi
akumulasi kesalahan, untuk mengatasi kompleksitas organisasi, dan untuk meminimalisi biaya.
Keempat fungsi pengendalian ini penting untuk dibahas secara lebih mendetail.

a. Beradaptasi dengan perubahan lingkungan

Dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan bergejolak dewasa ini, organisasi harus
berhadapan dengan perubahan. seandainya manajer dapat menetapkan tujuan dan meraihnya
secara instan, pengendalian tidak akan diperlukan. Tetapi antara saat tujuan dibentuk dengan
saat tujuan diraih, banyak kejadiian dalam organisasi dan lingkungannya yang dapat
menyimpangkan pergerakan kearah tujuan atau bahkan mengubah tujuan itu sendiri. System
pengendalian yang terancang baik dapat membantu manajer mengantisipasi, memantau, dan
merespon perubahan.

b. Membatasi akumulasi kesalahan

Kesalahan dan kecerobohan kecil biasanya tidak menimbulkan kerusakan serius


terhadap kerusakan serius terhadap kesehatan keuangan sebuah organisasi. Namun dari waktu
kewaktu kesalahan-kesalahan bisa terakumulasi dan menjadi sangat serius.

c. Mengatasi kompleksitas organisasi

Jika perusahaan hanya membeli satu bahan baku, membuat satu produk, memiliki
desain organisasi yang sederhana, dan menikmati permintaan yang konstan atas produk-
produknya, para manajernya dapat menegakkan pengendalian dengan system yang minim dan
sederhana. Tetapi sebuah perusahaan yang memproduksi banyak produk dengan memakai
banyak bahan baku dan memiliki area pasar yang luas, desai organisasi yang rumit, serta
memiliki banyak pesaing memerlukan system yang canggih untuk menegakkan pengendalian
yang memadai.

d. Meminimalisasi biaya

Jika dipraktekan secara efektif, pengendalian juga bisa membantu pengendalian biaya
dan meningkatkan output.

14
3. Langkah-langkah dalam proses pengendalian

1. Menetapkan standar

Langkah pertama dalam proses pengendalian adalah penetapan standar. Standar


pengendalian (control standard) adalah target yang akan menjadi acuan perbandingan untuk
kinerja dikemudian hari.

2. Mengukur kinerja

Langkah kedua dalam proses pengendalian adalah mengukur kinerja. Pengukuran


kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian besar organisasi. Agar pengendalian
efektif, ukuran-ukuran kinerja harus valid. Angka-angka penjualan harian, mingguan, bulanan
mengukur kinerja penjualan, dan kinerja produksi dapat diekspresikan dari segia biaya perunit,
kualitas produk, atau volume produksi, kinerja karyawan biasanya diukur beerbasis kuantitas
dan kualitas output tetapi bagi banyak pekerjaan, mengukur kinerja tidak sesederhana itu.

3. Membandingkan kinerja dengan standar

Langkah ketiga dalam proses pengendalian adalah membandingkan kinerja actual


dengan standar. Kinerja bisa lebih dari, kurang dari atau sama dengan standar. Dalam sejumlah
kasus, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah. Tujuan dari setiap manajer produksi
adalah membuat produk mereka menjadi nomor satu atau nomor dua (berbasis penjualan total)
dipasarnya. Karena standar ini jelas dan penjualan total dapat dihitung, relative mudah untuk
menentukan apakah standar ini telah tercapai atau belum.

4. Menentukan kebutuhan akan tindakan korektif

Langkah terakhir dalam proses pengendalian adalah menentukan kebutuhan akan


tindakan korektif. Berbagai keputusan yang menyangkut tindakan korektif sangat bergantung
pada keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja actual
dengan standar-standar pengendalian, manajer dapat memilih salah satu dari tindakan
mempertahankan (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah
standar. Memperthankan tepat saat kinerja actual sesuai dengan standar, tapi seringnya suatu
tindakan harus diambil untuk mengoreksi penyimpangan dari standar.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Strategi yang dilaksanakan haruslah dievaluasi hasilnya, evaluasi dilakukan untuk


mempelajari strategi tersebut berhasil atau tidak. Proses evaluasi juga bisa dijadikan
pembelajaran untuk proses perumusan strategi yang akan digunakan selanjutnya. Perusahaan
biasanya melihat keberhasilan strategi dari beberapa factor diantaranya peningkatan penjualan,
pendapatan perusahaan, atau posisi perusahaan setelah strategi dilaksanakan.

Sedangkan pengendalian strategi dilaksanakan karena dapat mengkontrol dan dapat


dikembangkan dengan mengfokuskan diri pada output, behavior atau input. Hasil atau output
adalah performa perusahaan pada saat strategi telah dilaksanakan. Behavior merupakan
aktivitas yang menghasilkan performa. Sedangkan input merupakan sumberdaya yang
digunakan perusahaan untuk menghasilkan sebuah output.

Pengendalian strategi diperlukan untuk menghasilkan umpan balik yang diperlukan. Ada
tiga elemen yang perlu diawasi dan kontrol dalam pengendalian strategi. Ketiga elemen
tersebut meliputi lingkungan makro, lingkungan industry, dan operasional perusahaan.

B. Saran

Demi terciptanya makalah yang lebih baik dikemudian hari, maka kami selaku penulis
sekaligus penyusun, mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Griffin, 2002, Manajemen, Boston America: Houghton Mifflin Company (diterjemahkan


dalam bahasa Indonesia 2003, Jakarta: Erlangga).

Hasibuan, Malayu S.P, 1996, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: PT Toko
Gunung Agung.

Kuncoro, Mudrajat, 2006, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta:


Erlangga.

Nilasari, Senja, 2014, Manajemen Strategi itu Gampang, Jakarta: Dunia Cerdas.

Rufaidah, Popy, 2014, Manajemen Strategik, Bandung: Humaniora

Siagian, Sondang P, 2005, Manajemen Stratejik, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Solihin, Ismail, Pengantar Manajemen, Jakarta: Erlangga.

Umar, Husein, 2001, Strategic Management in Action, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

17

Anda mungkin juga menyukai