Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang
bersifat non reversibel atau reversibel parsial.1
Menurut definisinya, PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan
adanya keterbatasan aliran pernapasan yang persisten, bersifat progresif dan berhubungan
dengan peningkatan respon inflamasi kronis di saluran pernapasan dan paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya. 1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.2
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK.
PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita
PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan
produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas,
infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat,
penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. I. F
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Br. Selat Peken
Tanggal Masuk MRS : 6 Desember 2016
No RM : 23.78.20
II. Keluhan Utama
Sesak nafas
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang diderita sejak ± 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat dan meningkat,
sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan minuman, biasanya sesak akan sedikit
berkurang bila pasien beristirahat. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dan
berdahak yang kadang sulit dikeluarkan, dan dahak keluar kadang berwarna putih
dan kadang sedikit hijau, dahak berdarah (-). Batuk dirasakan pasien sudah lama
± 1 tahun lalu, batuk dirasakan semakin sering, pasien mengalami demam yang
naik turun sejak ± 3 hari yang lalu, riwayat mual (-), muntah (-), nyeri disekitar
perut (-), BAK dan BAB normal.
Pasien belum pernah mengalami sesak seperti ini sebelumnya, dan belum
pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mempunyai riwayat merokok (+).

2
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat minum OAT (obat TB) : disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal

VI. Keadaan Sosial Ekonomi


Cucu pasien mengaku untuk memasak dirumah masih menggunakan alat
memasak tungku api, kadang juga menggunakan kompor. Pasien berobat dengan
menggunakan JKBM.

I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Sakit sedang, Compos mentis
B. GCS : E4V5M6
C. Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit, ireguler, kuat angkat (+)
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 37° C axilla
BB : 38 Kg
TB : 150 cm
IMT : 16,8 kg/m²
CRT : < 2 detik

3
D. Kepala : normochepali, simetris.
E. Mata : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
F. Hidung : darah (-), secret (-).
G. Telinga : darah (-), secret (-).
H. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-).
I. Leher : JVP 2 cmH2O, limfonodi tidak membesar.
J. Thorax : retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
Batas Atas : linea para sternalis sinistra ICS 2
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS 5
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung I-II tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : hipersonor/hipersonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan Ronki Basah (+/+)
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani

4
Palpasi : massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak
teraba, Ginjal : Nyeri ketok (-)
L. Ekstremitas
Akral hangat +/+, edema -/-

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 6 desember 2016 pukul 21.00 wita)
WBC : 9,5
LYM : 1,2
LYM % : 12,7 ↓
MID : 0,6
MID % : 5,6
GRA : 7,7
GRA % : 81,7↑
HGB : 14,5
MCH : 33,8
MCHC : 34,7
RBC : 4,30
MCV : 97,2
MCT : 41,8
RDWa : 64,7
RDW : 12,9
PLT : 182
MPV : 7,4 ↓
PDW : 9,9
PCT : 0,13
PCR : 10.0
GDS : 142 mg/dl ↑
Kreatinin : 0,80 mg/dl
Urea : 26 mg/dl
Cek Albumin tanggal 7 desember 2016 di ruangan
5
Albumin : 2,91 mg/dl ↓

A. Foto Rontgen Thorax AP (6 Desember 2016)

- Volume paru kesan bertambah dengan bercak infiltrat yang tersebar


- Tidak tampak fibrosis, cavitas, kalsifikasi pada apeks kedua paru
- Cor kesan normal, aorta tidak dilatasi, kalsifikasi pada Knob
- Kedua sinus tampak lancip dan diafragma tampak rendah dan mendatar
- Tulang rongga dada yang tampak intak
Kesan :
Gambaran Emphysema Pulmunom dan infeksi sekunder
6
Atherosclorosisa Aortae

B. EKG Tanggal (06 Desember 2016)

Kesan
Sinus Arhythmia

C. Laboratorium Mikrobiologi (7 Desember 2016)


Bahan : Sputum

7
Hasil Pemeriksaan : Belum keluar hasil

III.ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut

IV. INTIAL PLANNING


Rencana Kerja : DL, BUN+SC, GDS, EKG, Rontgen Thoraks,Sputum BTA

V. PENATALAKSANAAN
1. Diet tinggi kalori tinggi protein
2. O2 2L/mnt
3. Infus RL 16 tpm
4. Ceftriaxon 3 x 1 gr IV
5. Metil Prednisolon 2 x 62,5 mg IV
6. Omeprazol 2x 40 mg IV
7. Asam traneksamat 500 mg IV
8. N Acetylcysteine 3 x 1 200 mg tab P.O
9. Paracetamol 3 x 500 mg P.O
10. Nebulizer Combivent @tiap 6 jam
11. Nebolizaer Pulmicort @tiap 6 jam

VI. Follow Up
Tanggal S O A P

8
7/12/2016 Sesak TD : 130/80 PPOK Diet TKTP
nafas (+), RR : 24xmenit eksaserbasi O2 2lpm
Batuk HR : 89xmenit akut Infus RL 16 tpm
berdahak Suhu : 37,2C Ceftriaxon
(+) Thoraks : 3x1gr IV
I : simetris, barrel Metil
chest (+) Prednisolon
P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV
simetris kanan = kiri Omeprazol
P: 2x40mg IV
hipersonor/hipersono NAcetylcysteine
r 3 x 1 200 mg
A: Bronchovesikuler, tab P.O
suara tambahan : Sanmol flash
ronkhi (+) , wheezing 3x1 gr jika suhu
(+) ≥ 38C
Nebulizer
Combivent dan
Nebulizer
pulmicort @8
jam
8/12/2016 Sesak TD : 120/80 PPOK Diet TKTP
nafas (+), RR : 22xmenit eksaserbasi O2 2 lpm
Batuk HR : 88xmenit akut Infus RL 16 tpm
berdahak Suhu : 36C Ceftriaxon
(+), nyeri Thoraks : 3x1gr IV
kencing I : simetris, barrel Metil
(+) chest (+) Prednisolon
P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV
simetris kanan = kiri Omeprazol
P: sonor/sonor 2x40mg IV
9
A: Bronchovesikuler, Vectrin syr
suara tambahan : 3x10 cc
ronkhi (+) , wheezing Sanmol flash
(-) jika suhu ≥ 38C
Nebulizer
Combivent dan
Nebulizer
pulmicort @8
jam
Cek DL,UL
9/12/2016 Sesak TD : 130/80 PPOK Diet TKTP
nafas (+), RR : 22xmenit eksaserbasi O2 2lpm
Batuk HR : 88xmenit Akut Infus RL 16 tpm
berdahak Suhu : 36C Ceftriaxon
(+) jarang, Thoraks : 3x1gr IV
nyeri I : simetris, barrel Metil
kencing chest (+) Prednisolon
(+) P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV
simetris kanan = kiri Omeprazol
P: sonor/sonor 2x40mg IV
A: Bronchovesikuler, Vectrin syr
suara tambahan : 3x10 cc
ronkhi (+) , wheezing Sanmol flash
(-) jika suhu ≥ 38C
DL : Nebulizer
WBC : 15,1 Combivent dan
LYM : 5,2 % Nebulizer
GRA : 13,9 pulmicort @8
GRA : 92% jam
UL :
Urine : kuning
10
BD : 1020
PH : 6
Leukosit : neg
Nitrit : neg
Protein : post (+)
Reduksi : neg
Keton : neg
Urunilinogen : neg
Bilirubin : neg
Blood : post (++)
Sediment :
- Eritrosit : 5 –
10
- Lekosit : 2 – 3
- Epitel Cel :
Neg
- Kristal : Neg
- Silinder : Neg
- Bakteri : Post
(+)
10/12/16 Sesak TD : 150/90 PPOK Diet TKTP
nafas (+), RR : 20xmenit eksaserbasi O2 2lpm
Batuk HR : 82xmenit akut Infus RL 16 tpm
berkurang Suhu : 36’C Ceftriaxon
tapi Thoraks : 3x1gr IV
berdahak I : simetris, barrel Metil
(+) , nyeri chest (+) Prednisolon
kencing P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV
(+), Mual simetris kanan = kiri Omeprazol
(-), P: Sonor 2x40mg IV
Muntah A: Vectrin syr
11
(-) bronchovesikuler 3x10 cc
,wheezing (-) Sanmol flash
jika suhu ≥ 38C
Nebulizer
Combivent dan
Nebulizer
pulmicort @8
jam
Cek DL ulang
11/12/16 Sesak TD : 160/100 PPOK Diet TKTP
nafas (+), RR : 20xmenit eksaserbasi O2 2lpm
Batuk HR : 80xmenit akut Infus RL 16 tpm
berdahak Suhu : 36,2’C Ceftriaxon
(+) jarang Thoraks : 3x1gr IV
dan I : simetris, barrel Metil
berkurang, chest (+) Prednisolon
nyeri P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV
kencing simetris kanan = kiri Omeprazol
(+) P: Sonor 2x40mg IV
A: Bronchovesikuler, Vectrin syr
suara tambahan : 3x10 cc
ronkhi (-), wheezing Nebulizer
(-) Combivent dan
DL : Nebulizer
WBC : 14,2 pulmicort @12
LYM : 10,4 % jam
GRA : 11,4
GRA : 80,4 %
MPV : 7,7
12/12/201 Sesak TD : 150/90 PPOK Diet TKTP
6 nafas (+) RR : 20xmenit eksaserbasi O2 2lpm

12
berkurang, HR : 82xmenit akut Infus RL 16 tpm
Batuk Suhu : 36’C Ceftriaxon
berdahak Thoraks : 3x1gr IV
(+) jarang I : simetris, Metil
P: Vokal Fremitus Prednisolon
simetris kanan = kiri 2x62,5 mg IV
P: Sonor Omeprazol
A: Bronchovesikuler, 2x40mg IV
suara tambahan : Vectrin syr
ronkhi (-), wheezing 3x10 cc
(-) Nebulizer
Combivent dan
Nebulizer
pulmicort STOP
13/12/201 Sesak TD : 150/90 PPOK Vectrin Syr 3 x
6 nafas (+) RR : 20xmenit eksaserbasi 10 cc
berkurang, HR : 82xmenit akut Salbutamol 3 x
Batuk Suhu : 36’C 2 mg P.O
berdahak Thoraks : Cefixime 2 x
(+) I : simetris, 400 mg P.O
berkurang P: Vokal Fremitus Metil
simetris kanan = kiri Prednisolon 2x
P: Sonor 4 mg
A: Bronchovesikuler, Boleh Pulang,
suara tambahan : Kontrol Poli
ronkhi (-), wheezing Interna
(-)

13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.4
3.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena
PPOK pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada tahun itu.
Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara berkembang. Penyebab utama
PPOK adalah paparan asap tembakau (baik merokok aktif atau perokok pasif.
Faktor risiko lain termasuk paparan polusi udara dalam ruangan dan luar ruangan
dan debu dan asap kerja (WHO,2015). Prevalens PPOK diperkirakan akan
meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia.
Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat ini merupakan penyebab kematian ke-4
di seluruh dunia diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian
ke-3 di seluruh dunia.5
3.3 Faktor Resiko

14
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 5
3.4 Patofisiologi
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran napas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
penebalan pada saluran napas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid
dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas mengakibatkan restriksi
pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil berkurang akibat penebalan
mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. 2
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel
tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti
interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte
chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). 2
Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat peristiwa
yang berkaitan : (1) Paparan kronis dari merokok akan menyebabkan rekruitmen
sel inflamasi ke dalam ruang udara terminal di paru. (2) Sel-sel inflamasi ini
melepaskan elastonic proteinases yang merusak matriks ekstraseluler di paru. (3)
Kematian sel secara struktural dihasilkan dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan
matriks sel. (4) Perbaikan elastin dan komponen matriks ekstraseluler yang tidak

15
efektif menghasilkan pembesaran ruang udara yang didefinisikan sebagai
emfisema pulmonal.2
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar,
saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di saluran
pernapasan besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di saluran
pernapasan kecil dan alveoli bertanggung jawab terhadap perubahan fisiologis. 2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan
sedatif.4

Konsep patogenesis PPOK

Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Edisi Juli 2011

16
(Dikutip dari: Spurzem JR, Rennard SI, Pathogenesis of COPD, 2005,26(2):142-53)
Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri
Klasifik
PPOK Ringan -Dengan atau tanpa -VEP1 ≥ 80% prediksi asi
batuk (nilai normal PPOK
spirometri) (Gold,
-Dengan atau tanpa
2009)
produksi sputum -VEP1/KVP < 70%
-Sesak napas derajat
sesak 1 sampai derajat
sesak 2
PPOK Sedang -Dengan atau tanpa -VEP1/KVP < 70%
batuk
-50% ≤ VEP1 < 80%
-Dengan atau tanpa prediksi
produksi sputum
-Sesak napas derajat 3
PPOK Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP < 70%
sesak 4 dan 5
-30% ≤ VEP1 < 50%
-Eksaserbasi lebih prediksi
sering terjadi
PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP <70%
sesak 4 dan 5 dengan
-VEP1 < 30% prediksi,
gagal napas kronik
atau
-Eksaserbasi lebih
-VEP1 < 50% dengan
sering terjadi
gagal napas kronik
-Disertai komplikasi
17 kor
pulmonale atau gagal
jantung kanan
3.5 DIAGNOSIS 4
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Lingkungan asap rokok dan polusi udaraTerdapat faktor predisposisi
pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksaekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh

18
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
2. Darah rutin (lengkap)
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- HiperlusenRuang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
3. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan

19
5. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
3.6 Diagnosa Banding 4
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)

Asma PPOK SOPT


Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

3.7 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut 4

20
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
-Sesak bertambah
-Produksi sputum meningkat
-Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a.Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b.Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c.Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa

3. Pemberian obat-obatan yang maksimal


21
a. Bronkodilator
Golongan β– 2 agonis
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan bronkus,
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat
pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin
mononosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk
proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel
menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan
mediator oleh sel mast.
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ).
Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan
antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab
reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan
berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor
muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas
saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Budesonide
inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif (namun lebih mahal)
dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi eksaserbasi..
Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki efek
anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal mungkin.
Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid antara lain

22
BeclometasonemDipropionate(BDP),Budesonide(BUD), Triamcinolone
Acetonite (TA), Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6
Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan
reseptor glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target.
Selanjutnya kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan berikatan
dengan elemen respon glukokortikoid yang spesifik (“specific glucocorticoid
response element”) untuk dapat mengatur transkripsi gen. Jadi kortikosteroid
mengendalikan inflamasi melalui proses transkripsi gen , suatu proses yang
rumit, memerlukan waktu 6 - 12 jam. Mekanisme utama steroid diduga
melalui inhibisi pembentukan sitokin tertentu. Seperti IL1, TNFα, GM-CSF,
IL-3, IL- 4, IL-5, IL-6, dan IL-8. Steroid juga mempercepat regenerasi sel
epitel, dan jangka panjang juga mengurangi jumlah sel mas.6
Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping
sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan.

Beberapa terapi inhalasi yang tersedia : 7


Generic name Beclomethasone Budesonide Flunisolide Fluticasone Fluticasone Triamcinolone
Dipropionate Propionate Propionate Acetonide
23
Brand name Beclovent (Glaxo Pulmicort Aerobid and Flovent Flovent Azmacort
(manufacturer welcome) Turbuhaler Aerobid-M (Glaxo Rotadisk (Rhone-
) Vanceril and (Astra (Forest) welcome) (Glaxo Paulenc
Vanceril DS Zeneca) welcome) Rorer)
(Schering Plough)
Dosage form MDI, 42µg/puff DPI MDI MDI 44,10, DPI 50, 100, MDI with
ex-actuator 200µg/dose 250µg/puff or 220 or 250 builtin
(84µg/puff for ex-actuator µg/puff µg/dose spacer, 100
the double- exactuator µg/puff
strength exspacer
product)
Recommended 252-840µg , 400-1,600µg 1,0002,000µg 176-1,760µg 200-2,000µg 600-1,6000µg,
adult daily 2 puffs tid-10 1 dose bid-4 , 2 puffs bid 2 doses bid 2 puffs tid-8
dose puffs bid (half th doses bid 2 puffs bid- (44)-4 puffs (50)-4 doses puffs bid
enumber of puffs (stable 4 puffs bid bid (220) bid (250)
for the patient can
doublestrength be
product) maintained
in 1 dose of
200
µg/doses

Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak diteliti.


Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi, terdeposisi 25%-30% di
jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan sempurna di hepar, bentuk
metabolitnya diekskresi melalui urin dan feses dan hanya memiliki potensi
seperseratus dari Budesonid. Budesonid mempunyai kemampuan berikatan
(afinitas) dengan reseptor glukokortikoid 7 kali lebih besar dibanding
deksametason.
Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah dilaporkan
adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi karena miopati
pada otot laring, namun efek samping ini bersifat reversibel. Kandidiasis oral
dapat dicegah dengan cara berkumur atau cuci mulut setelah pemakaian steroid
inhalasi.
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist (LABA)
adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Kedua obat ini dapat digunakan secara tunggal
(monoterapi) atau kombinasi.8
24
Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat digunakan sebagai
monoterapi atau kombinasi. Tetapi penggunaan secara kombinasi lebih efektif
untuk memperbaiki fungsi paru, status kesehatan dan mengurangi eksaserbasi
pada PPOK sedang sampai berat.8
c. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah
sakit sebaiknya intravena.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitis hidup, digunakan
N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik. Mengurangi eksaserbasi
pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
4. Nutrisi adekuat
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan
mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.

3.7 Komplikasi 5
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang

25
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat
disertai gagal jantung kanan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014. Geneva: WHO Press; 2014.
2. Harrison S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Longo DL,
Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-18. Amerika Serikat: McGraw-Hill;
2012. hlm. 1547-54
3. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Akut. Diakses tanggal 16 desember 2016 di
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-isi2.html
4. PDPI. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Penyakit Paru Obstrukstif
Kronik. 2003.
5. WHO. 2015. COPD diakses pada tanggal 16 desember 2016, available at
http://www.who.int/topics/chronic_obstructive_pulmonary_disease/en/
6. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of COPD – 2016 available
at http://goldcopd.org/global-strategy-diagnosis-management-prevention-copd-2016/
7. Colice Gl. Comparing Inhaled Corticosteroids. Respiratory Care 2000;7:846- 53.
8. Nannini LJ, Poole P, Milan SJ, Kesterton A. Combined corticosteroid and
long-acting beta2-agonist in one inhaler versus inhaled corticosteroids alone
for chronic obstructive pulmonary disease

27

Anda mungkin juga menyukai