Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

GANGGUAN KOGNITIF DEMENSIA

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kepereawatan

Gerontik

Dosen pengampu : Rika Mayasari S.Kep,Ns. M.Kes

Disusun oleh:

Kelompok 3 /3B

1. Della Chorininda (17613041) 6. Inggar Maharani (176130)

2. Devita Putri H.N (17613082) 7. Kiki Cahya (176130)

3. Umi Nurul Badriyah (17613087) 8. Nunung Agestin (176130)

4. Zesi Armila N (176130) 9. Prihandoyo Setiawan (176130)

5. Muhammad Henry D S (176130)

PROGRAM STUDI D3-KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PONOROGO


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul “Asuhan

Keperawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif Demensia”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Keperawatan Gerontik. Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan

terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Sulton M,Si selaku rektor Unversitas Muhammadiyah

Ponorogo yang telah mendukug pembutan makalah ini.

2. Bapak Sulistyo Andarmoyo, S.Kep,Ns. M.Kep. Selaku dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Unversitas Muhammadiyah Ponorogo.

3. Ibu Rika Mayasari, S.Kep,Ns. M.Kes Selaku dosen pembimbing mata kuliah

Keperawatan Gerontik dan Kaprodi DIII Keperawatan.

4. Ibu Ririn Nasriati, M.Kep selaku dosen wali DIII Keperawatan 3B

5. Kedua Orang Tua kami yang senantiasa mendukung kami. Serta rekan-rekan

kelas D3 Keperawatan 3B yang telah membantu kegiatan tersebut.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari penulisan makalah ini.

Oleh karena itu penulis mengharapkan banyak kritik maupun saran yang

membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

untuk siapapun yang membaca makalah ini dan mempelajarinya.

Ponorogo, 22 November 2019

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis

atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,

termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,

kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan

fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,oleh

kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.

Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan

dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand

dan Barlow, 2006).

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang

barusajaterjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan,

kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi

perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata

yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak

mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan

tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan.

Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia

lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia

kurangdari 50 tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah

1
penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia

dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin

(Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak

dini disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S.

&Rossor, M. N, 2003).

Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan

masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara

atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius,

sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa

masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau

akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena

umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ

dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi

yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis

Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

2.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dasar Gangguan Kognitif Demensia?

2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Kognitif

Demensia?

2.3 Tujuan

1. Mengetahui Konsep Dasar Gangguan Kognitif Demensia?

2
2. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Gangguan Kognitif Demensia?

2.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa di jurusan

keperawatan mendapat informasi tentang konsep dasar gangguan kognitif

demensia dan landasan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

kognitif demensia.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

1. Definisi

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat

kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang

lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman,

perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak

terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-

kadang didahului,oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku

sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di

penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder

yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori

yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia

seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada

tingkahlaku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)

ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C.,

Mahoney, E.1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia

bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang

disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi

perubahan kepribadian dan tingkah laku.

4
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang

mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk

menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan,

pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia.

Penyakit ini dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang

pendidikan maupun kebudayaan.

2. Etiologi

a. Penyakit alzheimer

Penyebab utama penyakit demensia adalah penyakit alzheimer.

Demensia 50% di sebabkan oleh penyakit alzheimer, 20%

disebabkan gangguan pembulu otak, dan sekitar 20% gabungan

keduannya serta sekitar 10% disebabkan faktor lain. Penyebab

alzheimer tidak diketahui pasti penyebabnya, tetapi diduga

berhubungan dengan faktor genetik, penyakit alzheimer ini

ditemukan dalam beberapa keluarga gen tententu.

b. Serangan Stroke

Penyebab kedua demensia adalah serangan stoke yang terjadi

secara ulang. Stroke ringan dapat mengakibatkan kelemahan dan

secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak

akibat tersumbatkan aliran darah (infark). Demensia multiinfark

serasal dari beberapa stoke ringan, sebagian besar penderita stoke

memliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yang menyebabkan

kerusakan pembulu darah pada otak.

5
c. Serangan lainnya

Serangan lainnya dari demensia adalah demensia yang terjadi

akibat pencederaan pada otak (cardiac arrest), penyakit parkison,

AIDS, dan hidrocefalus.

3. Manifestasi klinis

a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif

b. Awalnya gangguan ingatan jangka pendek

c. Gangguan kepribadian dan perilaku ( mood swing)

d. Deficit neurologi dan fokal

e. Mudah tersinggung, agitasi, bermusuhan dan kejang

f. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, paranoid

g. Keterbatasan dalam ADL

h. Kesulitan mengatur keuangan

i. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian

j. Lupa meletakkan barang penting

k. Sulit mandi, berpakaian, makan dan toileting

l. Mudah terjatuh dan kesimbangan buruk

m. Tidak dapat makan dan minum

n. Inkontinensia urine

o. Adanya perubahan perilaku

4. Klasifikasi

a. Demensia tipe alzheimer

Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat

degerasi otak yang sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia

6
alzheimer, biasanya diderita oleh pasien usia lanjut dan merupakan

penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya pikir dan kemampuan

aktivitas penderita, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga

yang merawatnya. Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis

seseorang yang mengalami kemunduran fungsi intelektual dan

emosional secara progresif sehingga mengganggu kegiatan sosial

sehari-hari. Gejalanya dimulai dengan gangguan memori yang

mempengaruhi keterampilan pekerjaan, sulit berfikir abstrak, salah

meletakkan barang, perubahan inisiatif, tingkah laku, dan

kepribadian.

b. Demensia vaskuler

Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua

setelah demensia Alzheimer. Angka kejadian pada demensia

vaskuler tidak beda jauh dengan kejadian demensia alzheimer sekitar

47% dari populasi demensia keseluruhan. Demensia alzheimer 48%

dan demensia oleh penyebab lain 5%. Kejadian vaskuler pada

populasi usia <65 tahun sekitar 1,2-4,2%, dan pada kelompok usia

>65 tahun menunjukkan angkat kejadian 0,7%, dan 8,1% pada

kelompok usia diatas 90 tahun.

5. Tingkatan Demnsia

a. Stadium demensia:

1) Stadium I (stadium amnestik)

Berlangsung selama 2-4 tahun dengan gejala yang timbul

antara lain gangguan pada memori, berhitung, dan aktivitas

7
spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu bisa

menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami, kondisi seperti

ini tidak mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga.

2) Stadium II( stadium Demensia)

Berlansung selama 2-10 tahun dengan gejala yang dialami

seperti disorintasi, gangguan bahasa, mudah bingung, dan

penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita pada

stadium ini tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai,

mengalami gangguan visuospasial, tidak mengenali anggota

keluarganya, tidak ingat sudah melakukan tindakan sehingga

mengulanginya lagi, mengalami depresi berat sekitar 15-20%.

3) Stadium III

Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan

gejala yang ditimbulkan penderita menjadi vegetatif, kegiatan

sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain, membisu, daya

ingat intelektual srta memori memburuk sehingga tidak

mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang

air besar maupun kecil. Menyebabkan trauma kematian atau

akibat infeksi.

b. Tingkatan Demensia

1) Demensia Buruk

Demensia yang dikatakan buruk yang memiliki skor

pemeriksaan MMSE dibawah 17 seperti disorintasi, gangguan

bahasa, mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih

8
berat sehingga penderita pada kondisi ini tidak dapat melakukan

kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan visuospasial,

tidak mengenali anggota keluarganya (Gluhm et all,2013).

2) Demensia Sedang

Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang

memiliki skor MMSE 18- 23 yang artinya fungsi memori yang

terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami

(Gluhm et all,2013).

3) Demensia dengan kondisi Baik

Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang

memiliki skor MMSE lebih 34 yang artinya lansia dalam kondisi

ini masih mempunyai daya ingat yang tinggi (Gluhm et

all,2013).

6. Patofisiologi

Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun, gejala yang mucul

yaitu perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi

aktivitas sehari – hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan

gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada

umumnya mengalami proses penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan

awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat dan

sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-

nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada

usia mereka.

9
Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat

yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap

penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga

merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat.

Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik

penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka. Gejala

demensiab erikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia.

Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi

seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya

akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia

menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah

keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit, dimana

demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali

demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.

Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat

mengkaji dan mengenali gejala demensia

7. Tahapan Demensia

a. EarlyStage

Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap

sehingga akan sulit mengenali persis kapan gejala dimulai. Beberapa

perubahan yang sering dialami sebagai bagian dari proses penuaan

yang normal. Dalam tahap ini penderita mengalami kehilangan

memori jangka pendek, menjadi depresi dan sering agresif, menjadi

disorientasi pada waktu, menjadi kehilangan keakraban dengan

10
sekitarnya, menunjukan kesulitan dalam berbahasa, kurangnya

inisiatif dan motivasi, hilangnya minat dan hobi serta aktifitas.

b. Middle Stage

Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan

mengganggu pekerjaan, sosialisasi serta kegiatan sehari-hari adalah

menjadi sangan pelupa terutama kejadian baru yang dialami,

kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga, kesulitan menemukan

kata yang tepat untuk diungkapkan, mudah berpergian dan tidak

dapat kembali ketmpat asal, mendengar dan melihat sesuatu yang

tidak ada, tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan bergantung pada

orang lain.

c. Late Stage

Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta

lebih ketergantungan pada orang lain seprtisusah untuk makan, sulit

untuk berbicara, tidak dapat mengenali orang atau obyek, berada di

kursi roda ataupun tempat tidur, kesulitan berjalan, memiliki

inkontenesia bowel dan urinary, kesulitan mengerti dan

mengiterpretasikan kejadian.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis

klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi

demensia khususnya pada demensia reversibel, walaupun 50%

penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil

11
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya

dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan: pemeriksaan

darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,

fungsi hati, hormon tiroid, kadar asam folat.

b. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam

pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

c. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)

Pada pemeriksaan EEG tidak memberkan gambaran spesifik

dan pada sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium

lanjut dapat member gambaran perlambatan difus dan kompleks

periodic.

d. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan

demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai

rangsangan meningen dan panas, tessifilis (+), penyengatan

meningeal pada CT scan.

e. Pemeriksaan neuropsikologi

Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari/

fungsional dan aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis

penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama

pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi,

memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem

12
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada

kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau

proses depresi(Nugroho, 2013).

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara

antara lain sebagai berikut (Turana, 2013) :

a. Farmakoterapi

1) Untuk mengobati demensia Alzheimer digunakan obat-obatan

anti koliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,

Memantine.

2) Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet

seperti Aspirin, Ticlopidine Clopidogrel untuk melancarkan

aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,

tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan

dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing

manis yang berhubungan dengan stroke.

4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat

anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.

5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak,

yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan

obat anti-psikotik (misalnya Haloperidol, Quetiapine dan

Risperidone).

13
b. Dukungan atau Peran Keluarga

Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu

penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang

terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar

(Harrisons,2014).

c. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi yang

bersifat simtomatik, terapi tersebut meliputi:

1) Diet

2) Latihan fisik yang sesuai

3) Terapi rekreasional dan aktifitas

4) Penanganan terhadap masalah-masalah

d. Pencegahan dan perawatan demensia

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko

terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya

ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsiotak, seperti

(Harrisons,2014) :

1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak

seperti alcohol dan zat adiktif yang berlebihan.

2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir

hendaknya dilakukan setiap hari.

3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan

aktif seperti kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama.

14
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman

yang memiliki persamaan minat atau hobi.

5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap

relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita

tetap sehat.

10. Pathway

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Identitas klien yang biasa dikaji pada klien dengan demensia adalah

usia (tempat/ tanggal lahir) karena banyak klien lansia yang mengalami

demensia. Identitas lainnya yang perlu ditanyakan adalah nama

lengkap, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,

pendidikan terakhir, diagnosis medis (bila ada), alamat.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah

kognitif demensia adalah klien kehilangan ingatan.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat

ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai dilakukan

pengkajian.

15
d. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat adanya masalah kognitif

sebelumnya dan bagaimana penanganannya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami

gangguan kognitif seperti yang dialami oleh klien, atau adanya

penyakit genetik yang mempengaruhi psikososial.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah kognitif

demensia biasanya lemah.

2) Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis.

3) Tanda-tanda vital

TD kadang meningkat atau menurun, pernafasan biasanya

mengalami normal atau meningkat

g. Pola kesehatan sehari-hari

Yang perlu dikaji adalah aktivtias apa saja yang biasa dilakukan

sehubungan dengan adanya masalah kognitif demensia.

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan

dalam memelihara dan menangani masalah kesehatan.

16
2) Pola nutrisi

Klien dapat mengalami makan berlebih/ kurang karena kadang

lupa.

3) Pola eliminasi

Tidak ada masalah terkait pola eliminasi

4) Pola tidur dan istirahat

Klien mengalami insomnia

5) Pola aktivitas dan istirahat

Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari

karena penurunan minat.

6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

7) Pola sensori dan kognitif

Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,

kehilangan minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam

melaksanakan tugas, cepat marah, disorientasi.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan persepsi,

tidak mengalami gangguan konsep diri.

9) Pola seksual dan reproduksi

Klien mengalami penurunan minat.

17
10) Pola mekanisme/ penanggulangan stress dan koping

Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam

menangani stress yang dialaminya

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

2. Diagnosa keperawatan

a. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan penganiayaan atau

pengabaian anak; depresi; demensia; disfungsi sistem keluarga

b. Gangguan memori b.d proses penuaan, efek agen farmakologis,

ketidakadekuatan stimulasi intelektual ditandai dengan melaporkan

pernah mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari

ketrampilan baru, tidak mempu mengingat informasi faktual, tidak

mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan, tidak

mampu mengingat peristiwa, tidak mampu melakukan kemampuan

yang dipelajari sebelumnya, merasa mudah lupa

c. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan demensia,

hambatan kognitif, keterampilan motorik halus/ kasar

d. Defisit perawatan diri b.d demensia, kelemahan, gangguan psikologis/

psikotik, penurunan motivasi atau minat ditandai dengan tidak mampu

mandi atau mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara

mandiri, minat melakukan perawatan diri berkurang.

e. Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada dewasa dan ≤2 tahun pada anak,

riwayat jatuh, perubahan fungsi kognitif, demensia.

18
3. Intervensi keperawatan

a. Gangguan memori b.d proses penuaan, efek agen farmakologis,

ketidakadekuatan stimulasi intelektual ditandai dengan melaporkan

pernah mengalami pengalaman lupa,

Definisi : kemampuan mengingat bebrapa informasi/perilaku

Kondisi klinis terkait :

1) Stroke

2) Cedera kepala

3) Kejang

4) Penyakit Alzheimer

5) Depresi

6) Intoksikasi alcohol

7) Penyalahgunaan zat

NOC:

1) Memori

2) Orientasi kognitif

3) Status kognitif

NIC:

1) Stimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran klien yang

terakhir diekspresikan dengan cara yang tepat

2) Kenangkan kembali mengenai pengalaman klien yang disenangi

klien

19
3) Beri latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai informasi

pribadi dan tanggal

4) Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi misalnya bermain

kartu, menirukan gerakan yaitu brain gym

20
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat

kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang

lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman,

perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak

terganggu. Demensia dimulai secara bertahap sehingga akan sulit

mengenali persis kapan gejala dimulai. Tahapan dalam demensia mulai

dari EarlyStage , Middle Stage , sampai Late Stage. Penatalaksanaan yang

bisa dilakukan yaitu Farmakoterapi, dukungan atau peran keluarga terapi

simtomatik, Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak

seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan, membaca buku yang

merangsang otak, melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita

sehat dan aktif, berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman,

serta mengurangi stress dan berusaha untuk relaks.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis memohon maaf jika terdapat

kekurangan pada penulisan makalah dan sangat mengharapkan kritik dan

saran dari para pembaca. Semoga bermanfaat serta kita sebagai mahasiswa

keperawatan dapat mengetahui konsep dasar kebutuhan spiritual dan

asuhan keperawatan pada lansia dengan kebutuhan spiritual.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.umm.ac.id/41475/3/BAB%20II.pdf diakses pada 22 November 2019

pukul 14.30.00 WIB

https://www.academia.edu/37372386/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PAS

IEN_DEMENSIA_DENGAN_GANGGUAN_POLA_TIDUR_DI_GRIYA

_ASIH_LAWANG diakses pada 22 November 2019 pukul 15.00 WIB

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1366/4/4.%20Chapter%202.pdf diakses pada 22

November 2019 pukul 13.27 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai