Inspirasi desainer dalam menciptakan koleksi setiap musimnya, tidak lepas dari
kontribusi sejarah terdahulu. Berikut kami merangkum perjalanan era mode terbaik dari
periode pertengahan abad ke-18 hingga awal abad 19.
Periode Victorian I (1850 – 1870)
Merupakan awal mula istilah Haute-Couture yang diperkenalkan oleh Charles Frederick
Worth. Pria kebangsaan Inggris ini hijrah ke Paris untuk bekerja sebagai
seorang salesman di toko yang menjual kain dan shawl.
Kemudian ia memiliki ide membuat busana dan mengenakannya pada seorang model
sebagai display mannequin untuk diperlihatkan kepada klien. Pada tahun 1858, ia
membuka fashion house pertama untuk merancang busana klien aristokrat seperti
Empress Eugene, Queen Victoria, dan kaum borjuis lainnya.
Disebut juga sebagai era Crinoline. Crinoline yang diambil dari bahasa Prancis,
merupakan istilah untuk kerangka bagian dalam rok yang terbuat dari loop metal dan
buntut kuda yang dijahitkan ke petticoat. Struktur yang ringan dan lebar memberikan
ruang gerak bagi wanita pemakainya.
Penemuan mesin jahit oleh Issac Singer pada tahun 1851
Penemuan bahan pewarna organik dari daun teh, bunga, dan rumput laut
Pertama kali digelar ekshibisi seni di Crystal Palace, London tahun 1851.
Tahun 1867 merupakan tahun lahirnya publikasi mode pertama yaitu Harper’s
Bazaar sebagai surat kabar mingguan yang membahas mode untuk wanita kelas
menengah hingga atas.
Periode Victorian II (1870-1890)
Merupakan era reformasi busana yang ditandai dengan perubahan siluet busana dari
periode sebelumnya. Kini crinoline tidak lagi berbentuk satu lingkaran penuh.
Crinoline dengan ukuran yang lebih kecil digunakan sebagai penyangga atau paddingdi
bagian belakang gaun, sehingga muncul istilah baru yaitu bustle. Siluet yang lebih
ramping kini menjadikan panjang gaun menjadi lebih bervariasi.
Dilengkapi aksesori topi besar.
Siluet A-line panjang dengan pinggang ramping, aksen lengan bervolume dan kerah
Beranjak memasuki awal abad ke-19, busana wanita di Paris maupun Amerika mulai
mengalami perkembangan baru seiring pengaruh kebudayaan yang datang dari luar.
Munculnya perang dunia pertama ternyata memberikan kontribusi terbesar akan
lahirnya istilah busana siap pakai yang kita kenal saat ini.
Periode Pre-War dan World War I (1910 – 1919)
Berkat pengaruh Ballets Russe yang berasal dari Rusia, korset tidak lagi dipakai dalam
elemen busana wanita.
Siluet rok menyempit di bagian bawah sehingga memunculkan istilah baru yaitu hobble
skirt. Wanita yang mengenakannya hanya bisa berjalan dengan langkah-langkah kecil
supaya rok tidak sobek. Sebaliknya, siluet aksesori topi justru semakin lebar. Sehingga
tampilan terlihat seperti segitiga terbalik. Salah satu desainer topi atau millinery yang
terkenal adalah Coco Chanel.
Salah satu ikon di tahun 1910 adalah Isadora Duncan. Penari asal Amerika ini
mengenakan gaun ala Grecian style rancangan Madeleine Vionnet.
Ilustrasi gaun rancangan Paul Poiret tahun 1908
'Delphos' dress rancangan Mariano Fortuny yang menginspirasi gaun lipit Issey Miyake.
Lahirnya perancang busana yang berpengaruh, yaitu Paul Poiret dan Mariano Fortuny
Y Madrazo. Poiret dikenal melalui rancangannya yang menggabungkan unsur Art
Nouveau dan modern dengan inspirasi busana Jepang hingga Eropa Timur.
Ia juga memperkenalkan Directoire Line, yaitu gaun dengan siluet lurus dari garis
pinggang ke bawah hingga 5 cm di atas permukaan tanah. Sedangkan Fortuny, dikenal
melalui inovasi teknik lipit yang kemudian diadaptasi oleh desainer Issey Miyake untuk
label Pleats Please.
Wanita mulai mengenakan pakaian dalam dan celana dari bahan linen dan renda
sebelum mengenakan busana luar. Fungsinya untuk menggantikan korset dan rok,
sekaligus alasan higienis.
Pekerja pabrik di UK tahun 1910
Salah satu model rambut yang terkenal adalah pompadour hairstyle dengan rambut
yang dipelintir ke belakang.
Menjelang Perang Dunia I, terjadi pergeseran budaya busana secara drastis. Wanita
tidak lagi merasa perlu untuk berdandan yang berlebihan. Gaya menjadi lebih maskulin,
topi semakin kecil, bersamaan dengan berkurangnya ornamen dekoratif.
Akibat wanita yang harus bekerja ketika masa perang, lahirlah busana seragam
atau utility garment.
Periode Twenties (1920 – 1929)
Dikenal sebagai era Jazz Age atau The Flappers.
Masih terpengaruh dari tahun sebelumnya, siluet longgar kini semakin bervariasi
panjangnya. Flapper dress yaitu dress lurus dengan panjang medium di bawah lutut,
dikenakan dengan coat, kimono, atau selendang bulu, dan dipercantik dengan
perhiasan kalung mutiara dan pita. Style ini lebih populer di Amerika dan Inggris.
Sedangkan di Prancis, siluet bebas yang menggambarkan spirit bebas wanita, merujuk
pada istilah baru yaitu La Garconne. Dimana wanita tampil lebih maskulin dengan
gaya androgynous. Wanita kerap mengenakan busana pria dengan lipstik dan pensil
alis.
Meskipun siluet bertambah sederhana, material kain yang digunakan justru semakin
dekoratif. Terinspirasi dari Russian Folk Art, desain textile tampil semakin ‘kaya’ dengan
ornamen fringe, bordiran, aksen hand painted, dan sulaman beadings.
Salah satu ciri khas 20’s adalah potongan rambut bob pendek yang diaplikasikan oleh
hampir sebagian besar wanita.
Lahirnya one piece swimwear dan tanning oil di tahun 1924.
Puncak kesuksesan bagi desainer wanita dengan label busana dan bisnis mereka. Tiga
nama besar diantaranya adalah Gabrielle Coco Chanel, Jeanne Lanvin, dan Jean
Patou.
Periode Thirties (1930 – 1939)
Di awal tahun 30-an, gaun malam semakin panjang dan elegan. Dengan tambahan
aksen trail ringan di belakang rok, siluet pinggang kembali normal, garis bahu lebih
lebar daripada panggul, dan lengan dibuat lebih panjang.
Terdapat tiga kategori busana wanita. Untuk keseharian biasanya panjang gaun 10
inches dari tanah, celana pendek untuk gaya sporty, dan malam hari gaun panjang
menutupi jari kaki.
Memasuki masa The Great Depression, menimbulkan dampak pada mode yaitu
pergeseran kualitas material. Akibat krisis, desainer mulai memperbanyak produksi
lini ready to wear. Penggunaan ornamen dekoratif mahal mulai dikesampingkan.
Akibatnya, perbedaan busana antara kelas atas dan menengah mulai melebur.
Terutama dengan ditemukannya material sintetik yaitu Nylon, Rayon, dan latex, untuk
mengurangi cost dasar produksi baju.