Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

WORKPLACE VIOLENCE ( KEKERASAN DI TEMPAT KERJA )

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

NAMA : - RURI SUKMAWATI DEWI (N1A117025)


- FAJAR RISKI MAYDANI (N1A117072)
- SATRIA DANURWENDA (N1A117101)
- ANANDA AJENG HAPSARI (N1A117119)
- MUSLIMAH PARADIBA (N1A117143)
- STEFANI PRATIWI (N1A117152)
- RIZKI AQSYARI D (N1A117163)
- LUTVIYAH NURFATH (N1A117173)
- REZKY IRAWATI (N1A117228)
- NANDA DWI MULYO (N1A117181)
- TRY LESTARI (N1A117191)
- AMANATHAN FARHAN S (N1A117202)
- MUTIARA QASIAPANI (N1A117230)
- PUTRA SATYA HAPRADINATA (N1A117221)
KELAS : 6K

DOSEN PENGAMPU: BUDI ASWIN, SKM., M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
2020
A. PENGERTIAN KEKERASAN DI TEMPAT KERJA
Kekerasan di tempat kerja menjadi fenomena mengejutkan di seluruh
dunia. Cedera dan kematian terkait dengan kekerasan di tempat kerja tidak dapat
ditoleransi lagi. Terkait insiden dapat diprediksi, sebagian besar dapat
dicegah. Dan seperti bahaya di tempat kerja lain, itu adalah yang bertanggung
jawab untuk mengambil langkah-langkah yang pantas untuk dipindahkan
kekerasan di tempat kerja.
Kekerasan didefinisikan sebagai sesuatu yang merusak terhadap orang
lain. Bentuknya bisa dalam serangan fisik, pembunuhan, pelecehan verbal,
intimidasi, pelecehan dan ancaman seksual. Kekerasan di tempat kerja sering
dianggap hanya refleksi dari kekerasan fenomena kekerasan yang lebih umum
dan meningkat di banyak bidang kehidupan sosial yang harus ditangani di
tingkat Indonesia seluruh masyarakat. Namun prevalensinya telah meningkat di
tempat kerja, secara tradisional dipandang sebagai bebas kekerasan lingkungan
Hidup. Pengusaha dan pekerja sama-sama tertarik dalam pencegahan kekerasan
di tempat kerja. Masyarakat luas memiliki kepentingan dalam mencegah
kekerasan menyebar ke kehidupan kerja dan mengenali potensi tempat kerja
dengan menghapus hambatan terhadap produktivitas, pembangunan dan
perdamaian. Sementara kekerasan di tempat kerja tidak dapat disangkal
merupakan masalah global, berbagai perbedaan budaya antar negara harus
dipertimbangkan pertimbangan untuk memahami secara akurat konsep
kekerasan pada tingkat universal.
Sebagai pengurus serikat pekerja kadang – kadang kita mendapat laporan
atau bahkan menyaksikan sendiri bagaimana seorang atasan yang bicara kasar
pada bawahannya, atau bisa juga sebaliknya misalnya bicaranya teriak-teriak
atau marah-marah, mengeluarkan kata-kata kasar, melemparkan sesuatu yang
bukan pada tempatnya sehingga pekerja atau pekerja di sekelilingnya menjadi
takut. Kita juga kadang mendengar cerita pekerja atau buruh perempuan nangis-
nangis gara-gara atasan atau rekan kerjanya yang berlainan jenis memegang
bagian tubuhnya yang vital, atau melakukan tindakan yang tidak senonoh yang
merendahkan martabat pekerja/buruh perempuan.
Pada bagian lain ketika kita pulang kerja dan melewati beberapa pabrik di
sekitar Cibadak dan Cicurug buruhnya pada pulang malam, tapi ketika
ditanya sebagian diantara mereka ternyata mereka tidak dibayar upah
lemburnya oleh perusahaan karena alasan tidak tercapai target. Padahal norma
kerja sangat jelas, jam kerja itu hanya 7 jam sehari 40 jam seminggu bagi
perusahaan yang menggunakan 6 hari kerja dalam seminggu dan 8 jam sehari 40
jam seminggu bagi perusahaan yang menggunakan 5 hari kerja dalam seminggu,
selebihnya harus dihitung sebagai kerja lembur dan harus dibayar upah
lemburnya.
Pada situasi tertentu ada juga kejadian seorang buruh dibiarkan atau di-
cuekin alias diasingkan oleh atasan, hingga buruh tersebut merasa malu atau
risih dan akhirnya mengundurkan diri. Ada juga cerita yang lumayan serem
(mudah-mudahan cuma cerita fiksi), atasan yang sering mengajak kencan
bawahannya dan imbalannya upahnya naik atau jabatannya naik.
Hal yang paling mudah untuk mengklasifikasikan tindaakan diskriminasi,
intimidasi, kekerasan dan pelecehan di tempat kerja tersebut bisa dikenali
dengan tanda-tanda atau tindakan sebagai berikut :
 Tindakannya bersifat menyerang, mengintimidasi bentuk komunikasi lain
berupa bahasa, suara, bahasa tubuh yang bersifat seksual
 Kontak atau tindakan seksual yang tidak diinginkan
 Menunjukkan gambar yang menyinggung, termasuk pornografi dan
gambar lainnya yang tidak sopan
 Memukul, meninju, atau bentuk serangan lainnya
 Lelucon yang menyinggung
 Membentak, mempermalukan ataupun meng-kritik seseorang dengan tidak
adil
 Memberikan beban kerja yang berlebihan dan tidak pantas (misalnya
bekerja dari pagi sampai jam 12 malam – walaupun lemburnya dibayar tapi
tetap saja bisa diklasifikasi sebagai tindakan kekerasan)
 Pemaksaan dan penyuapan (misalnya untuk promosi jabatan tertentu harus
mengeluarkan sejumlah uang)
 Pengabaikan atau mengasingkan seseorang
 dan beberapa tindakan lain yang bisa dikualifikasi sebagai tindakan
diskriminasi, intimidasi, kekerasan dan pelecehan.

Tindakan intimidasi atau kekerasan, diskriminasi dan pelecehan itu bukan


hanya merugikan bagi buruh yang menjadi korban tapi juga bisa merugikan dan
berdampak buruk bagi perusahaan karena dapat mengarah pada memburuknya
kinerja yang pada gilirannya menekan tingkat produktivitas, membuat citra
perusahaan menjadi buruk, tingkat keluar masuk karyawan (turn over) yang
semakin tinggi dan produktivitas menjadi turun atau rendah, sehingga pada
gilirannya berpengaruh pada menurunnya daya saing bagi perusahaan tersebut.

Begitu juga bagi pelaku tindakan diskriminasi, intimasi atau kekerasan dan
pelecehan di tempat kerja bukan hanya bisa berdampak pada diputusnya
hubungan kerja oleh perusahaan karena melakukan kesalahan berat
(sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
ketentuan hukum lain seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP,
Perjanjian Kerja Bersama/PKB dan ketentuan hukum lainnya, tapi di era
keterbukaan seperti ini bisa juga di proses melalui proses hukum yang ada, dan
bahkan bisa menimbulkan sentiment negative yang bisa mengundang pihak
diluar perusahaan yang pada ujungnya kondisi perusahaan menjadi tidak
kondusif.

B. PENYEBAB KEKERASAN DI TEMPAT KERJA


Ada beberapa faktor penyebab kekerasan di tempat kerja, antara lain :
1. Faktor social
Saat ini, sebagian besar negara dunia dan juga beberapa negara maju,
kekerasan telah menjadi lazim elemen di media, yang mengarah pada
persetujuan tersirat dari kekerasan tertentu. Film, serial TV, koran, kartun
dll semua menunjukkan cara-cara kekerasan dan beberapa dari mereka
bahkan menunjukkan kekerasan sebagai berani atau lebih unggul yang lain
memunculkan populasi anak muda yang bekerja untuk melakukan
kekerasan di tempat kerja. Senjata semakin tersedia, dan ada daya tarik
yang berkembang dengan senjata sebagai alat kekuasaan. Perilaku sosial
ini memunculkan dan menjadi penyebab meningkatkan agresi dan
kekerasan di tempat kerja.
2. Faktor ekonomi
Iklim ekonomi saat ini semakin terkikis, dengan gaji kecil dan lebih
sedikit tunjangan yang tidak cukup bagi karyawan bertahan hidup, telah
menjadi alasan banyak individu yang bekerja untuk pergi ke keadaan tidak
puas, tidak bahagia dan ketidakpuasan. Bahkan perusahaan yang stabil
menjadi korban perampingan, rekayasa ulang dan peningkatan penggunaan
sub-kontraktor daripada karyawan penuh waktu. Seringkali ada kurangnya
kesempatan masuk kembali bagi karyawan yang diberhentikan. Faktor-
faktor ini memberi meningkat menjadi kekerasan di tempat kerja.
3. Faktor terkait manajemen
Ketika perusahaan dan organisasi menggunakan metode yang
ketinggalan zaman dan impersonal untuk menangani keluhan karyawan,
kekecewaan dan kurangnya kepercayaan terhadap manajemen dapat
berkembang. Kasus debit yang salah dapat merentang selama bertahun-
tahun, membiarkan kemarahan untuk membangun. Ini bisa berfungsi
sebagai racun lambat yang dapat memperburuk emosi yang kemudian
menghasilkan tempat kerja kekerasan.

C. EFEK KEKERASAN DI TEMPAT KERJA


Selain dari kerusakan fisik, insiden kekerasan, tantangan di tempat kerja
yang sering terjadi merusak psikologis yang serius dan melumpuhkan. Korban
Kekerasan di tempat kerja juga ada Peningkatan risiko gangguan stres
pascatrauma (PTSD), Trauma psikologis adalah hasil umum dari insiden
pertahanan, tetapi yang belum diterima perhatian atau belajar hampir
cukup. Masalah emosional yang dihasilkan dari insiden emosional termasuk
keraguan diri, depresi, kesulitan, sindrom stres pasca trauma, kurang tidur, lekas
marah, terganggu hubungan dengan keluarga, teman dan rekan kerja, penurunan
kemampuan untuk mengerjakan tempat kerja, dan Peningkatan absensi. Pekerja
sering menyalahkan diri sendiri manajemen sering mendorong kesalahan diri
ini. Jarang masalah ini diluncurkan pada efektif jangka pendek. Namun ada
peningkatan Bukti tentang korban dan fakta yang diperlukan perlu perawatan
jangka panjang untuk sepenuhnya Atasi masalah ini.

D. BENTUK DAN DAMPAK KEKERASAN DI TEMPAT KERJA


(WORKPLACE BULLYING)
Dalam penggunaannya saat ini, seorang yang melakukan bullying yakni
seseorang yang mempunyai kebiasaan berperilaku kejam dan mendominasi,
terutama terhadap orang yang lebih kecil atau orang yang lebih lemah. Istilah
“Bullying” dipergunakan karena dianggap lebih mewakili dan lebih lengkap
dibandingkan istilah-istilah lain yang sejenis untuk menggambarkan fenomena
yang sama. Sering pula bullying disinonimkan dengan “harassment”.
Harassment sendiri berasal dari kata “to harass” yang berakar dari kata dalam
Bahasa Perancis kuno „harer‟ yang artinya melakukan upaya penyerangan, dan
juga memiliki akar kata dalam Bahasa Inggris kuno „hergian‟ yang artinya „to
ravage‟ atau „despoil‟ (mengganggu, mengusik, merusak).
Kekerasan di tempat kerja (workplace bullying) diartikan sebagai tindakan
negatif yang dilakukan di tempat kerja secara berulang-ulang oleh pihak-pihak
tertentu yang melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan, dan mewujud dalam
bentuk: pelecehan, kekerasan, dan perbuatan yang tidak menyenangkan yang
mengakibatkan korban bullying merasa inferior dan tidak mampu membela diri
mereka (Hidayati & Rahayuningsih, 2014).
Bentuk bullying berubah sejalan dengan usia: bullying di taman bermain
(playground bullying), kekerasan seksual, penyerangan secara berkelompok,
dating violence, marital violence, child abuse, kekerasan di tempat kerja
(workplace bullying), dan berbagai jenis kekerasan lain. Bullying termasuk
bullying secara fisik (misalnya: memukul, menendang), bullying verbal
(misalnya: olokolok, ancaman), manuver psikologis (misalnya: rumor,
pengucilan), segala jenis perilaku yang membahayakan atau mengganggu, di
mana perilaku tersebut berulang dalam waktu yang berbeda, dan terdapat
kekuatan yang tidak seimbang (orang atau kelompok yang lebih berkuasa
menyerang orang/kelompok yang kurang memiliki kekuasaan).
Banyak di antara korban bullying bersikap pasif atau mendiamkan saja
bullying yang terjadi padanya. Hal semacam ini sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa cukup banyak subjek bullying yang bersikap pasif atau
bahkan mengabaikan bullying yang terjadi. Hal ini berpotensi terus menjadikan
mereka sebagai korban dan terkadang membuat sebagian korban mengarah pada
keputusan berhenti dari pekerjaan mereka (Gunawan, dkk, 2009 dalam Hidayati
& Rahayuningsih, 2014). Bullying tidak dapat dibiarkan dan didiamkan begitu
saja mengingat dampaknya yang sangat negatif.
Terdapat bebagai bentuk kekerasan di tempat kerja yang terungkap dari
penelitian ini di mana kebanyakan dari kekerasan yakni bullying verbal dan
psikologis. Bullying fisik juga terjadi namun relatif jarang, sedangkan bullying
social tidaklah terjadi. Terdapat subjek yang tidak mengalami bullying di tempat
kerjanya. Dampak bullying itu sendiri bervariasi. Dalam penelitian ini bullying
menimbulkan dampak ketidaknyamanan di tempat kerja, rasa jengkel, rasa
kecewa, rasa tertekan, hingga keputusan untuk berhenti dari tempat kerja.

E. TINDAKAN PENCEGAHAN KEKERASAN DI TEMPAT KERJA


Ada dan sejumlah cara kekerasan di tempat kerja dapat dicegah. Beberapa
tindakan utama yang dapat mencegah kekerasan di tempat kerja sebagai berikut:
1) Membentuk Tim Manajemen Krisis
2) Memobilisasi Penasihat Profesional
3) Buat Rencana Manajemen Krisis
4) Menetapkan Kebijakan Perlindungan Kekerasan
5) Ketahui Hukum Ketenagakerjaan Anda
6) Gunakan Teknik Pemilihan Karyawan yang Tepat
7) Kenali Tanda-Tanda Masalah
8) Memberikan Coaching atau Konseling
9) Ambil Tindakan Disiplin

Menerapkan tindakan di atas akan memungkinkan organisasi dan


manajernya untuk:
1) Dapatkan pemahaman dan perspektif karyawan yang lebih baik.
2) Identifikasi area masalah potensial yang dapat menyebabkan tindakan
kekerasan dari karyawan.
3) Secara efektif menyelesaikan situasi yang memerlukan perhatian sebelum
insiden serius terjadi.
4) Komunikasikan kepada karyawan sikap tegas dan jelas dari manajemen
senior tentang kekerasan dalam tempat kerja.
5) Mendidik karyawan tentang kekerasan di tempat kerja dan sifat serta
ketersediaan program perusahaan di area ini.
6) Mencari informasi sejarah kriminal.
7) Melakukan survei sikap karyawan untuk mengungkap potensi masalah
atau risiko, dan kemudian mengatasi masalah tersebut.
8) Mengembangkan proses rahasia bagi karyawan untuk melaporkan kondisi
atau keadaan yang mengancam kepada manajemen.
9) Identifikasi opsi & jalan tindakan proaktif sebelum terjadinya masalah.
Mengembangkan memorandum di seluruh perusahaan dan memperbarui
kebijakan perusahaan dan buku pegangan karyawan serta sebuah komite
harus dibuat untuk menangani masalah ini.

Persoalannya sekarang bagaimana cara anda sebagai pekerja/buruh apabila


ada melihat atau menyaksikan atau bahkan mungkin anda menjadi korban
tindakan kekerasan dan pelecehan. Ada beberapa cara atau tips yang bisa anda
lakukan ketika menghadapi situasi tersebut diantaranya :
1. Rekam Kejadian

Anda bisa merekam tindakan atau kejadian kekerasan dan pelecehan


yang anda alami atau teman anda alami, misalnya dengan recorder atau
video di telepon genggam anda. Rekaman kejadian itu akan menjadi bukti
yang kuat bila Anda atau teman anda melaporkan kejadian tersebut kepada
yang berwajib atau atasan. Selain itu rekaman kejadian akan membuat si
pelaku kapok melakukan pecehan kembali terhadap Anda karena kartu As-
nya sudah anda pegang.

2. Tegur Langsung
Bagi anda yang punya cukup nyali atau punya keberanian, anda bisa
hadapi pelaku dengan berani. Ini adalah salah satu cara untuk membuat si
pelaku tak berani melakukan hal yang sama pada anda atau teman kerja
anda. Kalau dia masih bertindak nekad, anda bisa meminta tolong atau
bantuan rekan kerja anda, sehingga pelaku akan merasa malu dan tidak
berani mengulanginya lagi.

3. Lapor ke atasan atasan atau serikat pekerja yang ada di perusahaan


anda

Pastikan perusahaan tempat Anda bekerja mempunyai peraturan


mengenai larangan melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan (dan bisa
dipastikan semua perusahaan di Kabupaten Sukabumi yang di
perusahaannya ada PUK SP TSK SPSI sudah mempunyai aturan
itu),  sehingga anda bisa membawa kasus tersebut ke atasan atau
manajemen perusahaan atau serikat pekerja untuk diproses lebih lanjut.

Biasanya perusahaan yang profesional sangat peduli dengan isu ini


dan akan melakukan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikannya
dengan segera. Atau bagi anda yang tidak punya cukup keberanian untuk
melapor langsung ke atasan, anda bisa memanfaatkan sarana atau media
pengaduan yang  disediakan oleh manajemen perusahaan atau serikat
pekerja yang ada di perusahaan.

4. Berani Bilang : TIDAK

Untuk beberapa kasus tindakan pelecehan seksual, terjadinya


tindakan pelecehan yang terus berulang karena biasanya si korban
membiarkan karena alasan merasa tidak enak atau kagok saat si pelaku
melakukan tindakan yang tidak senonoh atau melecehkan tersebut. Khusus
untuk mengantisipasi tindakan pelecehan seksual di tempat kerja, langkah
yang paling efektif adalah sikap atau tindakan dari si korban itu sendiri
untuk berani BERKATA TIDAK ATAU MENOLAK DENGAN TEGAS
ketika ada orang yang mau melakukan tindakan pelecehan seksual
tersebut.

5. Program Edukasi dan Pelatihan Yang Berkelanjutan

Seseorang melakukan tindakana kejahatan disamping karena nekad,


tapi juga bisa disebabkan karena ketidak tahuan. Disamping itu juga
terjadinya sebuah tindakan kejahatan dan penindasan, karena korban atau
calon korbannya atau yang rentan menjadi korban relative kurang berdaya,
dianggap lemah dan tidak punyak cukup nyali.

Langkah efektif untuk jangka panjang untuk menghindari tindakan


kekerasan dan pelecehan di tempat kerja adalah dengan cara mendidik,
melatih dan memberdayakan manajemen dan pekerja itu sendiri,
mensosialisasikan aturan-atuaran mengenai larangan tindakan kekerasan
dan pelecehan kepada pekerja dan segenap manajemen termasuk pekerja
asing dan pimpinan perusahaan, sehingga mereka memahami mengenai
tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan tindakan-tindakan yang
dilarang dan dampaknya baik bagi dirinya, maupun orang lain dan
perusahaan.

Maka pernyataan yang paling efektif untuk menghindari agar diri


anda tidak menjadi korban atau agar tidak terjadi tindakan kekerasan,
intimidasi, diskriminasi dan pelecehan di tempat kerja adalah dengan
memastikan bahwa ada peraturan atau PKB yang mengatur soal itu berikut
sanksinya yang tegas.

Dan yang paling penting lagi adalah dengan cara memberdayakan


diri sendiri. Semakin berdaya seseorang, maka akan semakin berpikir
berpuluh kali bagi orang lain atau pelaku tindakan kekerasan dan
pelecehan untuk melecehkan dan menindas kita. Karena setiap pelaku
penindasan dan pelecehan juga tidak akan sembarangan mencari korban
atau mangsa untuk tindas, pasti dia akan mencari mangsa yang layak
dijajah dan ditindas.
F.
DAFTAR PUSTAKA

Martino, VD (2002). Kekerasan di tempat kerja di sektor kesehatan. Studi kasus negara


Brazil, Bulgaria, Lebanon, Portugal, Afrika Selatan, Thailand dan studi tambahan
Australia. Di Tempat Kerja kekerasan di sektor kesehatan. Studi kasus negara
Brazil, Bulgaria, Lebanon, Portugal, Afrika Selatan, Thailand dan studi tambahan
Australia.
Broeck, AD, Baillien, E., & Witte, HD (2011). Penindasan di tempat kerja: Perspektif
dari Job Demand-Resources model. SA Journal of Industrial Psychology, 37 (2),
40-51.
Einarsen, S., Matthiesen, SB, & Hauge, LJ (2009). Penindasan dan pelecehan di tempat
kerja. Buku pegangan Oxford psikologi personel, 464-495.
Hauge, LJ, Skogstad, A., & Einarsen, S. (2009). Prediktor individual dan situasional
dari intimidasi di tempat kerja: mengapa demikian pelaku terlibat dalam
intimidasi orang lain? Work & Stress, 23 (4), 349-358.
Hidayati & Rahayuningsih. (2014). Bentuk dan Dampak Kekerasan di Tempat Kerja
(Workplace Bullying) Pada Buruh Pabrik di Gresik. Jurnal Psikosains, 9 (2), hal.
125-139.
Johan Hauge, L., Skogstad, A., & Einarsen, S. (2007). Hubungan antara lingkungan
kerja yang penuh tekanan dan intimidasi: Hasil penelitian representatif
besar. Work & Stress, 21 (3), 220-242.
Notelaers, G., De Witte, H., & Einarsen, S. (2010). Pendekatan karakteristik pekerjaan
untuk menjelaskan intimidasi di tempat kerja. Jurnal Eropa Pekerjaan dan
Psikologi Organisasi, 19 (4), 487-504.
Bowling, NA, & Beehr, TA (2006). Pelecehan di tempat kerja dari sudut pandang
korban: model teoretis dan meta-analisis. Jurnal Psikologi Terapan, 91 (5), 998.

Anda mungkin juga menyukai