DI BIMBING OLEH :
YENI SETYO PRASTIWI,SST
A. Defenisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot uterus.
Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar Michaelis . Nyeri
dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus. Nyeri haid
yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah dismenorea biasa dipakai
untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati sendiri dengan analgesik atau
sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita
untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk beberapa jam
atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi akhir-
akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan dismenore
kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan
dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram
yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan
dan letih, dimana beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan
aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada
sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang
menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk tidak menderita kram
menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang baru saja mulai menstruasi atau mereka
yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi sering merubah gejala-gejala menstruasi seorang
wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya untuk beberapa
jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea
primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut Sunaryo (1989) adalah
sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada
jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang kedua
dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya disebabkan karena adanya kelainan
pada daerah pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus
atau adanya IUD.
Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir
semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea primer disebabkan karena gangguan
keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea
sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja
B. Klasifikasi Dismenore
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
a. Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6
sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia 25thn atau
setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi
gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat ovulasi disupresi.
Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya, prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi.
Pelepasan PGF2α yang berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan
menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen
bawah yang bersifak siklik. Respon sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung ,
kelemahan, mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan
gejala system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk)
(Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan belum diketahui.
2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah
tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit
pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum
termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic
pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine
device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam
patogenesis dismenorea sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
E. Gambaran Klinis
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
1. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
2. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
3. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
4. Merokok (smoking)
5. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
A. Dismenore Primer
1. Deskripsi perjalanan penyakit
a. Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat
spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam.
b. Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun nyeri yang
paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua.
c. Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
Muntah
Diare
Sakit kepala
Sinkop
Nyeri kaki
2. Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
a. Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b. Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27 tahun, lalu
mulai mereda.
c. Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun signifikasi
setelah kelahiran anak.
d. Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e. Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f. Jarang terjadi pada atlet.
g. Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
h. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
B. Dismenore sekunder
1. Indikasi
a. Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b. Nyeri berdifat unilateral.
2. Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a. PRP
Awitan akut
Dispraurenia
Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
Massa adneksia yang dapat teraba
b. Endometriosis
Dispsreunia siklik
Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi sebelum
menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam, seperti pada kasus dismenore
primer).
Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi lesi.
Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.
c. Fibriliomioma dan polip uterus
Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari npada dismenore
primer.
Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
Nyeri kram
Fibroleimioma yang dapat teraba
Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
d. Prolaps uterus
Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif dari pada
dismenore primer.
Lebih umum terjadi pada pasian multipara.
Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap sepanjang
menstruasi.
Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan posisi
terlentang, atau lutut-dada.
Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.
Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :
Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area
lumbrosacral.
Sering disertai nausea, muntah
Diare
Kelelahan
Nyeri kepala
Emosi labil
Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :
1. Dismenore Primer
usia lebih muda
timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
sering pada nulipara
nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat bersamaan hari
pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid
sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan terhadap
pengobatan medika dakan operatif mentosa
sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri kepala
2. Dismenore Sekunder
usia lebih tua
tidak tentu
tidak berhubungan dengan paritas
nyeri terus-menerus
nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan keluarnya
darah haid.
F. Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan
pemeriksaan fisik.
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
Awitan menarke
Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
Frekuensi dan keteraturan siklus
Lama dan jumlah aliran menstruasi
Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
Rasa kram spasmodic atau menetap
Lokasi menyeluruh atau spesifik
Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
Gejala ekstragenetalia
Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang
penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul,
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif
rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium
H. Penatalaksanaan
A. Dismenore primer
1. Latihan
a. Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b. Latihan menggoyangkan panggul
c. Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau miring.
2. Panas
a. Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau abdomen
bagian bawah
b. Mandi air hangat atau sauna
3. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan : hubungan seksual tanpa
orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
4. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
5. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
6. Istirahat
7. Obat-obatan
a. Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
b. Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
c. Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12 jam,
tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
d. Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6 jam.
8. Terapi Komplementer
a. Biofeedback
b. Akupuntur
c. Meditasi
d. Black cohos
B. Dismenore sekunder
1. PRP
a. PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis panggul.
b. Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria Gonnorrhoea dan C.
thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan
mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar.
c. Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di tegakkan untuk
mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center for disease
control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut : · Minum 400 mg oflaksasin per oral 2
kali/hari selama 14 hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari. · Berikan
250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid peroral di tambah 100 mg
doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14 hari. · Untuk kasus yang serius konsultasikan
dengan dokter spesialis mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan
antibiotic pe IV.
d. Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi masih belum di
ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
2. Endometriosis
a. Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b. Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai anjuran
dokter.
3. Fibroid dan polip uterus
a. Polip serviks harus di angkat
b. Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk ke dokter.
4. Prolaps uterus
a. Terapi definitive termasuk histerektomi
b. Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di ringankan
dengan beberapa cara berikut :
Latihan kegel
Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung kemih.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DISMENORE
A. Pengkajian
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
Awitan menarke
Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
Frekuensi dan keteraturan siklus
Lama dan jumlah aliran menstruasi
Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
Rasa kram spasmodic atau menetap
Lokasi menyeluruh atau spesifik
Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
Gejala ekstragenetalia
Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.
B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
2. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
4. Kurang pengetahuan tentang proses terjadinya dismenore b/d kurang informasi.
C. Intervensi
9. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon 7.Mengurangi resiko retensi cairan.
motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta 8.Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
1 - 2 hari. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
10. Kolaborasi dengan dokter, pemberian
analgetik. Kolaborasi pemberian obat seperti 9.Pengkajian yang optimal akan memberikan
penghambat sintesa prostaglandin ( PGSI), perawat data yang obyektif untuk mencegah
ibuprofen ( Motrin), naproxen sodium ( Anaprox) kemungkinan komplikasi dan melakukan
dan ibuprofen setidaknya 48 jam sebelum terjadi intervensi yang tepat
menstruasi. 10.Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
nyeri akan berkurang. Kontrasepsi oral dapat
diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi
sebagai pembebasan nyeri.OC's mencegah
ovulasi, menurunkan jumlah darah haid, yang
mengurangi jumlah prostaglandin dan
dysmenorrhea.
2. Intoleransi aktifitas Setelah diberikan askep 1.Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak 1. Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress
b/d nyeri selama 1x24 jam diharapkan penting yang dapat membuat lelah, berikan istirahat dan meningkatkan kenyamanan.
dismenore. Ps menunjukan perbaikan yang cukup
toleransi aktifitas dengan 2. istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan
kriteria hasil Ps dapat 2. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap
melakukan aktifitas malam infeksi
3. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik 3. Pengkajian yang optimal akan memberikan
klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik perawat data yang obyektif untuk mencegah
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. yang tepat.
3. 1.Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan 1. Informasi memperkecil rasa takut dan
sering ketidaktauan
5. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, 5. pengalihan perhatian selama episode asma
imajinasi terbimbing dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan
6. Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan 6. menurunkan rasa takut dan kehilangan control
akan dirinya
7. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk
kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih 7. Membantu klien mengalami efek fisiologi
lambat dan dalam. hipoksia, yang dapat dimanifestasikansebagai
ketakutan/ansietas.
8. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
dismenore. 8. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap
9. Kolaborasi dengan psikiatri rencana teraupetik. membantu mengatasi masalah
pada pasien yang kronis dan koping maladaftif
10. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan. 9. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.