Anda di halaman 1dari 41

Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)

Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK
EMPIRIK

2.1. Kajian Teoritis


2.1.1. Peran manusia pada lingkungan hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
mahluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Lingkungan hidup
juga merupakan sebuah sistem yang utuh, kolektivitas dari serangkaian subsistem
yang saling berhubungan, saling bergantung dan fungsional satu sama lain,
sehingga membentuk suatu ekosistem yang utuh.

Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya karena ia mempengaruhi dan


dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan
harus bersifat holistik, yaitu memandang keseluruhannya sebagai suatu kesatuan
(Soemarwoto, 1983) . Peranan manusia dalam masalah lingkungan lebih diperjelas
lagi oleh Nissihira dkk. (1997) yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
masalah lingkungan adalah setiap kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat
dari hasil kegiatan manusia.

Peran manusia dan perilakunya sangat mempengaruhi bagaimana kulaitas suatu


lingkungan. Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas
lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang

Hal II- 1
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi


perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial
budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible.
Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya.

Di sisi lainnya, manusia merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam
suatu lingkungan hidup (biosfir) memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan
untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan dan seluruh
kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya. Akan tetapi proses interaksi
manusia dan lingkungannya ini tidak selalu mendapat untuk, kadang-kadang
merugikan dan mengakibatkan timbulnya perusakan lingkungan sesuai dengan
prilakunya.

Pada kenyataannya, aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia seperti mandi,


mencuci, dan berbagai aktivitas lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan
sisa buangan, ternyata dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan. Dari
sekian banyak aktivitas manusia ternyata yang paling berbahaya adalah limbah
rumah tangga. Limbah rumah tangga yang dirasa sangat berbahaya bagi
lingkungan antara lain limbah bahan kimia baik dari MCK, emisi gas CO 2 maupun
aktivitas lain dan sampah plastik. aktivitas manusia yang kemudian menciptakan
limbah (sampah) pemukiman atau limbah rumah tangga (limbah domestik).

Bambang Purwanto (2004) menyebutkan bahwa volume limbah cair yang


dihasilkan oleh setiap orang mulai dari mandi, cuci dan lain-lain mencapai 100 liter
per hari. Volume limbah domestik sangat bervariasi dan umumnya sangat berkaitan
erat dengan standar hidup masyarakat (Djajaningrat dan Harsono, 1991). Lebih
rinci lagi Metcalf dan Eddy dalam Sugiharto (2005 : 11) menyebutkan rata-rata air
limbah dari daerah permukiman sebagaimana tercermin dalam Tabel 2.1. berikut
ini.
Tabel 2.1. Rata-rata Aliran Air Limbah dari Daerah Permukiman
Jumlah limbah per Rata-rata
No. Sumber
orang per hari (liter (ltr/org/hari)
1 Apartemen 200 -300 260
2 Hotel, penghuni tetap 150 – 220 190
3 Tempat tinggal keluarga :

Hal II- 2
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

a. Rumah pada umumnya 190 – 350 280


b. Rumah yang lebih baik 250 – 400 310
c. Rumah mewah 300 – 550 380
d. Rumah pondok 120 – 200 150
Sumber : Metcalf dan Eddy dalam Sugiharto (2005 : 11).

Pencemaran lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan manusia,


karena itu selama dua abad terakhir ini telah terjadi momentum peningkatan
kerusakan lingkungan secara keseluruhan di permukaan bumi ini sebagai hasil dari
kegiatan manusia. hal ini diperparah lagi oleh kondisi jumlah populasi manusia dari
masa ke masa selalu bertambah dengan pesat, sedangkan hasil teknologi
pengolahan limbah tidak menentu sehingga terjadi korelasi positif antara kecepatan
peningkatan populasi manusia dengan kenaikan kuantitas limbah di bumi ini.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan pembangunan telah juga
meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Pembangunan
selalu menyebabkan perubahan terhadap struktur kehidupan, termasuk didalamnya
adalah lingkungan dan efek sampingnya. Fenomena pemanfaatan Iptek dalam
pembangunan tersebut mengandung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan sebagai akibat pemakaian produk berbasis kimia yang meningkatkan
produksi air limbah bahan berbahaya dan beracun.

Kurangnya pengatahuan masyarakat tentang cara pengolalaan air limbah


menyebabkan jumlah air limbah tiap hari terus meningkat dan tidak tertangani dan
kemudian terjadilah pencemaran. Selain kekurangtahuan masyarakat, beberapa
faktor sosial ekonomi pun turut mempengaruhi baik buruknya lingkungan, antara
lain pendidikan dan kemiskinan masyarakat. Soemarwoto (1997) menyebutkan
bahwa kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan air limbah
yang dihasilkan penduduk tidak dapat ditangani dengan secara baik.
Air limbah seharusnya dikelola dan diolah dengan baik sebelum dibuang ke
lingkungan. Namun karena kurangnnya pengetahuan, tanggungjawab, dan
pengawasan, seringkali air limbah dibuang begitu saja ke lingkungan. Akibatnya,
manusia dan lingkungan terkena dampak buruk dari limbah tersebut. Kesehatan
manusia menadi terganggu, begitu pula dengan keseimbangan lingkungan. Kondisi

Hal II- 3
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

ini dapat mengakibatkan kualitas lingkungan hidup semakin menurun yang pada
akhirnya menjadi beban sosial seluruh masyarakat.

2.1.2. Dampak air limbah bagi kesehatan


Air limbah jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Air limbah dapat menjadi media penularan penyakit maupun menjadi tempat
berbagai jenis bakteri penyebab penyakit. Dalam air limbah sendiri dapat menjadi
tempat hidup bagi bakteri patogen penyebab penyakit. Bakteri-bakteri tersebut,
diantaranya:

Tabel 2.2. Bakteri Patogen Penyebab Penyakit yang Hidup


di dalam Air Limbah
No. Nama Bakteri Menyebabkan Penyakit
1 Virus Polio dan Hepatitis
2 Vibrio kolera Kolera asiatika
3 Salmonela Typhosa a dan Salmonela Thipus abdominalis dan Para tiphus
Typhosa b
4 Salmonela Spp Keracunan makanan
5 Shigella Spp Disentri bacsillair
6 Basillus Anthraksis Anthrak
7 Brussella Spp Brusellosis
8 Mikrobaterium Tuberkulosa Tuberkolosis
9 Leptospira Weil
10 Entamuba Histolitika Amuba disentri
11 Skhistosoma Spp Skhistosomiasis
12 Taenia Spp Cacing pita
13 Askaris Spp, Enterobius Spp Cacingan

2.1.3. Dampak air limbah bagi lingkungan


Lingkungan yang terkena air limbah dapat mengalami berbagai kerusakan.
Kerusakan tersebut dapat berupa penurunan kualutas air, ganggungan terhadap
kehidupan biotik dan gangguan terhadap estetika/keindahan.

a. Penurunan kualitas air


Air limbah secara langsung dapat menurunkan kualitas air. Kualitas air dapat
diukur dengan menggunakan indikator fisik dan kimia. Secara fisik, air yang
baik adalah air yang tidak berwarna, berbau dan berasa. Secara kimia, air yang

Hal II- 4
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

baik adalah air yang tidak mengandung Komponen-komponen kimia yang


membahayakan kehidupan manusia dan mahluk lainnya. Wilayah perairan yang
dialiri air limbah, secara fisik akan terlihat dari warna yang berubah. Selain itu,
timbul bau dan rasa pada air tersebut. Secara kimia, air yang terkena limbah
akan berubah komposisi kimianya.

b. Gangguan terhadap kehidupan biotik


Air limbah akan masuk ke wilayah perairan, baik sungai, danau, maupun laut.
Sebelum masuknya limbah, wilayah perairan tersebut menjadi habitat bagi
banyak spesies ikan dan biota lainnya yang berperan penting dalam ekosistem
dan memberi manfaat ekonomi bagi manusia.

Masuknya limbah ke lingkungan perairan mengakibatkan turunnya kadar


oksigen yang terlarut dalam air. Padahal ikan dan biota lainnya membutuhkan
air yang memiliki kandungan oksigen di dalamnya. Akibatnya, biota yang hidup
dalam lingkungan perairan menjadi kekurangan oksigen, sehingga lama
kelamaan mereka akan mati. Selain ikan dan tumbuhan, bakteri yang hidup
dalam lingkungan perairan juga akan mati. Akibatnya, air limbah akan sulit
diuraikan, sehingga menghambat kemampuan air yang sudah terkena limbah
untuk memurnikan dirinya kembali (self purification).

Disamping komposisi kimianya yang berbahaya, secara fisik limbah juga


berbahaya. Warnanya yang kotor atau keruh menghalangi masuknya sinar
matahari ke dasar perairan dan menghambat berkembangnya kehidupan di
dalamnya. Air limbah yang dibuang juga seringkali dalam kondisi bersuhu
tinggi, sehingga kehidupan dalam air juga terganggu.

c. Gangguan terhadap keindahan


Air limbah dapat menimbulkan bau yang sangat menyengat. Sebagai contoh,
pabrik tahun yang membuang ampasnya ke lingkungan perairan dapat
menimbulkan bau karena terjadinya pembusukan oleh zat organik yang ada di
dalamnya. Selain itu, tentu saja lingkungan perairan menjadi kotor, sehingga
mengurangi keindahan.

d. Gangguan terhadap kerusakan benda

Hal II- 5
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Air limbah dapat menimbulkan kerusakan pada benda yang dilaluinya.


Apabilalimbah tersebut mengandung Karbondioksida aktif, maka akan
mempercepat proses pengkaratan. Demikian pula jika air limbah tersebut
memiliki pH yang rendah atau bersifat asam dan pH yang tinggi atau bersifat
basa, keduanya akan menimbulkan kerusakan pada benda-benda yang
dilaluinya. Jika air limbah mengandung lemak, maka lemak akan menempel
pada benda-benda yang dilaluinya dan dapat menimbulkan kerusakan.

Gambar 2.1. Alur Pikir Kebutuhan Regulasi Pengelolaan Air Limbah Domestik
Berdasarkan Aspek Interaksi Manusia dan Lingkungan Hidup

Dampak dari Iptek, pembangunan dan pertambahan penduduksaat ini dan di masa
mendatang efek samping dan dampaknya akan dialami oleh Kabupaten Bangka.
Dilihat dari kondisi eksisting di beberapa lingkungan permukiman yang diobservasi
bahwa air limbah rumah tangga (black water dan grey water) dan sampah belum
dikelola secara baik. Demikian juga limbah industri skala rumah tangga, limbah
rumah makan/restoran, serta limbah pasar masih dilepas ke lahan terbuka, seluran
air/drainase dan dibuang ke sungai, hal ini lama kelamaan akan mengakibatkan
pencemaran dan penyumbatan saluran yang mengakibatkan terjadinya genangan
air pada wilayah-wilayah tertentu. Genangan air limbah pada dirainase dan
tercemar air sungai akan menjadi media berkembangnya barbagai penyakit.

Hal II- 6
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.1.4. Klasifikasi Air Limbah Domestik


Air limbah rumah tangga masih dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan
yaitu:Black Water dan Grey Water:
a) Black Water, yaitu air limbah rumah tangga yang berasal kakus yang
bercampur dengan limbah cair dari tubuh manusia yang berupa tinja atau
kemih. Apabila kadungan organik dalam black water mengalami pembusukan
maka warnanya akan terlihat hitam (black) dan inilah yang menjadi dasar
penamaannya .
b) Grey Water, yaitu air limbah rumah tangga yang berasal dari kegiatan cuci-
mencuci di rumah tangga yang berupa mencuci badan (mandi), mencuci
perabot dapur dan pakaian. Apabila kadungan organik dalam grey water
mengalami pembusukan maka warnanya kelihatan agak kelabu (grey) sehingga
dinamai grey water.

Black Water mempunyai perbedaan karekteristik dengan Grey Water sebagai mana
yang dikemukakan pada Tabel 2.3. berikut ini.

Tabel 2.3. Perbedaan Antara Black Water dan Grey Water


BLACK WATER GREY WATER
 Kandungan bahan organik lebih tingggi  Kandungan bahan organik pada umumnya
 Ketika terjadi pembusukan, gas yang lebih rendah
dihasilkan lebih banyak dan baunya lebih  Ketika terjadi pembusukan, gas yang
menyengat dihasilkan lebih sedikit dan baunya tidak
setajam yang dihasilkan Black Water

Resiko penularan penyait dari Black Resiko penularan penyait dari Grey Water
Water lebih besar jika dibandingkan lebih kecil.
dengan dari Grey Water.
Volume Black Water lebih kecil dari volume Volume Grey Water lebih besar dari
Grey Water, sekitar 1: 6 volume Black Water, sekitar 6 :1

Hal II- 7
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.1.5. Sistem Pengelolaan Air Limbah


Sistim pengolahan air limbah rumah tangga yang umum digunakan yaitu : sistim
sanitasisetempat (on-site sanitation system) dan sistim sanitasi terpusat
(off-site sanitation system). Antara kedua sistim ini terdapat perbedaan
dipandang dari berbagai aspek terutama teknologi yang diterapkan dan biaya
operasi dan pemeliharaan. Kedua sistim ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Oleh karena itu dalam menyusun master plan sebuah kawasan, apakah itu bagian
dari kota atau kabupaten, harus dipilih secara hati-hati sistim mana yang akan
digunakan.

2.1.6. Sistem Sanitasi Setempat


Pada sistim ini air limbah rumah tanggadiolah pada unit pengolah yang
ditempatkan pada persil tanah atau sedikit diluar persil tanah dimana limbah
dihasilkan. Karena letak unit pengolah sangat dekat dengan sumber air limbah
rumah tangga,maka sitim penanganan ini disebut sistim pengolahan setempat.

Gambar 2.2. Sistem Sanitasi Setempat (On-Site)

Sistim ini dibagi menjadi 2 jenis dimana pembagian didasarkan pada jumlah orang
yang dilayani, yatu sitim individual dan sistim komunal. Pada sistim individual unit
pengolah air limbah rumah tangga ( misal: Tangki Septik) yang digunakan
berukuran relatif kecil dan melayani sedikit orang atau satu keluarga. namun pada
beberapa kasus melayani lebih dari satu keluarga. Tidak ada ketentuan berapa
orang atau berapa rumah tangga maksimal yang boleh dilayani.

2.1.7. Alternatif Teknologi Sanitasi Sistem On-Site

Hal II- 8
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Pada sistem on-site ada dua jenis sarana yang dapat diterapkan yakni sistem
individual dankomunal. Pada skala individual sarana yang digunakan adalah tangki
septik dengan varian pada pengolahan lanjutan untuk efluennya yakni:
1) Dengan bidang resapan
2) Dialirkan pada small bore sewer
3) Dengan evapotranspirasi
4) Menggunakan filter

Sedangkan tinja dari septik tank akan diangkut menggunakan truk penyedot tinja
dan diolah di IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja).

Gambar 2.3. Aliran Air Limbah Rumah Tangga

Pada sistim komunalunit pengolah air limbah rumah tanggadapat melayani


sejumlah keluarga. Sebagaimana pada sistim indivdual keluarga yang dapat
dilayaninya tidak ada ketentuan berapa batasannya namun dipandang dari
beberapa aspek antara lain kepadatan penduduk dan penyediaan tanah serta biaya
operasi & pemeliharaan, unit pengolah yang dapat melayani ± 50 keluarga (± 300
jiwa) dikembangkan pada beberapa tempat di Indonesia. Pada tempat-tempat yang
jarang penduduknya unit pengolah yang dapat melayani 50 keluarga akan sulit
diterima karena jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain cukup jauh

Hal II- 9
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

sehingga membutuhkan pipa penyalur tinja yang cukup panjang serta menuntut
kemiringan ( perbedaan tinggi) yang cukup besar.

2.1.8. Sistem Sanitasi Terpusat


Pada sistim ini, air limbah rumah tangga dialirkan melalui suatu jaringan perpipaan
kesuatu unit pengolah yang berada relatif jauh dari sumber air limbah rumah
tangga. Karena pengolahan dipusatkan disana maka sistim ini disebut sitim
terpusat. Sistim ini disebut juga sistim perpipaan karena untuk mengalirkan air
limbah rumah tangga yang akan diolah ke instalasi yang dibangun khusus untuk
tujuan tersebut digunakan jaringan perpipaan. Pada sistim sanitasi setempat juga
menggunakan pipa namun jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan
sistim perpipaan. Sistem sanitasi terpusat (off-site) ditunjukkan pada Gambar
berikut ini.

Gambar 2.4. Sistem Sanitasi Terpusat (Off-Site)

Pengolahan sanitasi sistem terpusat terutama bertujuan untuk menurunkan kadar


pencemar di dalam air buangan. Ada beberapa tingkat pengolahan yang umumnya
dilakukan untuk mengolah air buangan agar tidak berbahaya bagi lingkungan
yaitu :
a. Pengolahan fisik seperti: penyaringan sampah dari aliran, pengendapan
pasir,pengendapan partikel discrete.
b. Pengolahan biologis yang dapat terdiri dari proses anaerobik dan/atau proses
aerobik, serta pengendapan flok hasil proses sintesa oleh bakteri
c. Pengolahan secara kimia dengan pembubuhan disinfektan untuk mengontrol
bakterifekal dari effluent hasil pegolahan sebelumnya.
d. Di bagian bawah dari pengolahan air limbah adalah sisa lumpur yang terbentuk
danharus dikendalikan serta diolah sehingga aman terhadap lingkungan

Hal II- 10
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.1.9. Analisis Sistem Sanitasi


Pada sistem setempat maupun sistem terpusat masing-masing ada kelebihan dan
keuntungannya seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4. berikut ini.

Tabel 2.4. Keuntungan dan Kerugian pada Sistem Setempat dan Sistem Terpusat
SISTIM SETEMPAT SISTIM TERPUSAT
KEUNTUNGAN
 Biaya pembuatan relatif rendah jika  Pegolahan dapat tuntas
hanya mengolah Black Water
 Teknologinya sederhana  Cocok untuk daerah perkotaan dengan
kepadatan menengah keatas
 Dapat dilaksanakan secara pribadi  Mengolah Black and Grey Water sehingga
maupun dengan melibatkan pihak swasta pencemaran bau terhadap lingkungan dapat
dihindari
 Pelaksanaannya cepat sehingga dapat  Dapat diterapkan pada kawasan yang
segera dimanfaatkan. mempunyai perkolasi tanah yang tidak
 memenuhi syarat
KERUGIAN
 Tidak cocok untuk kawasan yang  Biaya pembangunan tinggi dan memerlukan
kepadatan penduduknya tinggi, muka air sosialisasi yang intensif serta memerlukan
tanah tinggi, dan daya resap tanahnya tenaga-tenaga terdidik untuk operasi &
terlalu rendah atau terlalu tinggi. pemeliharannya.
 Memerlukan bidang peresapan yang  Apabila kawasan yang dilayani telah
relatif luas untuk mengolah air luapannya terbangun banyak tantangan yang harus
( effluent) . Apabila kurang , effluent dihadapi terutama menyangkut pemebasan
tersebut akan mencemari saluran tanah dan ganti rugi bangunan yang tergusur
drainase dan badan-badan air lainnya .
 Memerlukan unit pengolah yang relatif  Keuntungan hanya bisa dicapai sepenuhnya
besar (mahal) jika harus mengolah Black setelah selesai seluruhnya dan digunakanoleh
Water dan Grey Water. seluruh penduduk didaerahtersebudan.
Apabila pelanggan kurang, biaya operasi dan
pemeliharaan sulit didapat sehingga
berpotensi menghabiskan.
 anggaran untuk subsidi.
 Perlu dikontrol secara periodik . Apabila -
tidak berpotensi mencemari air tanah dan
sumur dangkal.

Hal II- 11
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

SISTIM SETEMPAT SISTIM TERPUSAT


 Pengolahan belum tuntas ditempat masih -
memerlukan truck tinja dan IPLT

Oleh karena adanya keuntungan dan kerugian tersebut maka diperlukan


pertimbangan dalam memilih sistim yang akan digunakan.

2.1.10. Persyaratan Pemilihan Sistem


Dalam pemilihan sistem harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:
Sistem on- site diterapkan pada:
1) Kepadatan < 100 org/ha
2) Kepadatan > 100 org/ha, sarana on-site dilengkapi pengolahan tambahan
sepertikontakmedia dengan atau tanpa aerasi
3) Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m
4) Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban >
50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya.

Sistem off- site diterapkan pada kawasan


1) Kepadatan > 100 org/ha
2) Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank
komunal (decentralized water treatment ) dan pengaliran dengan konsep
perpipaan shallow sewer. Dapat juga melalui sistem kota/modular bila ada
subsidi tarif.
3) Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah
disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3
unit pengolahan limbah yang paralel.

2.1.11. Kriteria Kawasan


Penentuan sistem pengelolaan air limbah domestik dapat dilayani dengan IPAL,
sistem setempat atau sistem terpusat. Tabel 2.5. di bawah ini menunjukkan sistem
yang digunakan dengan kriteria kawasan.

Hal II- 12
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Tabel 2.5. Sistem Pengolahan dan Kriteria Kawasan yang Menggunakan


SISTEM KRITERIA KAWASAN YANG MENGGUNAKAN KETERANGAN
IPAL Kawasanperkotaan Industri rumah Industri IPAL membutuhkan
yang berpenduduk tangga tertentu yang biaya operasi dan
padat dan mampu disekitar sistem buangannya pemeliharaan yang
terpusat ( yg dapat diolah relatip besar
mudah jenis IPAL yang
dijangkau akan dibangun
sistem tsb)
Setempat Kawasan kumuh di Penduduk Biaya konstruksi
Komunal perkotaan yang seluruh dan O&M relatip
berpenduduk padat kabupaten murah
maupun yang tidak yang
memenuhi
kriteria
Setempat Semua kawasan  Biaya konstruksi
Individual yang sulit dan O&M relatif
dijangkau dengan murah
sistem terpusat  Pada kawasan
maupun sistem yang sulit
setempat komunal. dijangkau
dibangun
sistem kembar

2.2. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan


norma
Sebelum kepada Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan
norma perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal tentang Peraturan Daerah.

2.2.1. Kedudukan Peraturan Daerah


Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, menegaskan keberadaan Peraturan Daerah
(Perda) sebagai upaya memperkuat kebijakan otonomi daerah. Demikian halnya
Undang-undang No. 12 Tahun 2011, kembali menegaskan keberadaan Peraturan
Daerah (Perda) ini dalam kerangka pembentukan hukum nasional merupakan salah
satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem
hukum nasional. Pada saat ini Perda mempunyai kedudukan yang sangat strategis

Hal II- 13
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

karena memiliki landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) atau tepatnya sebagaimana diatur di dalam
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, menggariskan


bahwa pembentukan Perda dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, wewenang,
kewajiban, dan tanggung jawab serta atas dasar melaksanakan perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kebijakan daerah yang
tertuang dalam Perda maupun Keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum
serta Perda lainnya.

2.2.2. Fungsi Peraturan Daerah


Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu:
1) Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU No. 23
Tahun 2014.
2) Merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Perda tunduk pada ketentuan hierarki Peraturan
Perundang-undangan. Dengan demikian Perda tidak boleh bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
3) Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur
aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam
koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945.
4) Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

2.2.3. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan


Hierarki Perda dalam sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, pada
saat ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Hal II- 14
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;


d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014,


Peraturan Daerah mencakup Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.

2.2.4. Prinsip Dasar Proses Penyusunan Peraturan Daerah


Transparansi/keterbukaan. Proses yang transparan memberikan kepada
masyarakat: (1) informasi tentang akan ditetapkannya suatu kebijakan, dan (2)
peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan melakukan pengawasan
terhadap pemerintah. Hal penting dalam proses pengambilan keputusan adalah
bahwa kegiatan ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk dapat
memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah secara langsung.
Proses yang transparan haruslah mampu meniadakan batas antara pemerintah dan
non pemerintah.

Partisipasi. Partisipasi mendorong: (1) terciptanya komunikasi publik untuk


meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan
pemerintah, dan (2) keterbukaan informasi pemerintah yang lebih baik untuk
kemudian menyediakan gagasan baru dalam memperluas pemahaman
komprehensif terhadap suatu isu. Partisipasi mengurangi kemungkinan terjadinya
konflik dalam menerapkan suatu keputusan dan mendukung penerapan
akuntabilitas, serta mendorong publik untuk mengamati apa yang dilakukan oleh
pemerintah. Partisipasi publik tercermin dalam: (1) kesempatan untuk melakukan
kajian terhadap rancangan keputusan; (2) kesempatan untuk memberikan
masukan; dan (3) tanggapan terhadap masukan publik dari pengambil keputusan,
dalam hal ini pemerintah.

Hal II- 15
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Koordinasi dan Keterpaduan . Koordinasi dan keterpaduan/integrasi berkaitan


dengan hubungan antara pemerintah dan organisasi dalam pemerintah -
menyediakan mekanisme yang melibatkan instansi lain dalam pengambilan
keputusan secara utuh. Keterpaduan memerlukan kombinasi yang harmonis antara
wawasan dan aksi koordinasi, menekan konflik, membatasi ketidakefektivan, dan
yang terpenting membatasi jumlah produk hukum.

2.2.5. Prinsip Dasar Perumusan Substansi


Akurasi Ilmiah dan Pertimbangan Sosial-Ekonomi. Setiap peraturan
hendaknya disusun berdasarkan kajian keilmuan di dalamnya. Suatu peraturan
tidak bersifat normatif semata, melainkan juga harus mencerminkan isu dan
permasalahan sebenarnya, berikut strategi pemecahan yang dibutuhkan
masyarakat. Untuk dapat memastikan kebutuhan yang sebenarnya dari para
pemangku kepentingan, suatu kajian akademis terhadap peraturan yang tengah
dirancang atau ditetapkan perlu dilakukan, dengan menekankan pertimbangan
ilmiah, sosial, dan ekonomi di dalamnya.

Pendanaan Berkelanjutan. Pendanaan berkelanjutan mengacu pada pendanaan


yang cukup untuk mengimplementasikan suatu peraturan. Pada sebagian besar
wilayah, pendanaan digunakan untuk keperluan administrasi dan operasional, dan
hanya sebagian kecil yang digunakan untuk pelaksanaan program dan
pembangunan, kecuali apabila ada alokasi khusus. Keterbatasan kemampuan
dalam mendukung pendanaan merupakan salah satu alasan utama lemahnya
penegakan hukum di Indonesia.

Kejelasan. Peraturan dapat diterima untuk kemudian dilaksanakan dengan baik


hanya apabila memiliki kejelasan dan dapat dicerna oleh masyarakat. Kejelasan
mengacu pada bagaimana suatu peraturan dirumuskan dan masyarakat mengerti
akan kandungan yang terdapat di dalamnya.

2.2.6. Prinsip dalam Penerapan Hukum


Akuntabilitas. Akuntabilitas merupakan landasan dalam melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang baik, yang dapat mendorong perilaku pemerintah, baik secara

Hal II- 16
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

ndividu maupun secara kelembagaan, untuk melaksanakan tanggung jawab kepada


publik dan menegakkan hukum. Akuntabilitas penting dilakukan untuk mengatasi
inefisiensi dan mendorong pengambilan keputusan secara lebih dewasa.

Kepastian Hukum. Kepastian hukum adalah jantung dari aturan hukum dan tata
kelola pemerintahan yang baik. Kepastian hukum sangat penting untuk sistem
pemerintahan yang baik dan efisien. Kepastian hukum juga akan memberikan
jaminan keamanan terhadap investasi. Kepastian hukum akan memberikan
persamaan secara sosial dan mencegah timbulnya konflik dalam masyarakat.
Dengan demikian, kepastian hukum tidak saja penting bagi pemerintah, melainkan
juga bagi dunia usaha dan masyarakat.

Keleluasaan Administratif. Keleluasaan administratif telah lama digunakan


dalam penyusunan perundangan. Tak satupun peraturan yang dapat secara efektif
memprediksi semua kegiatan, fakta, dan situasi yang dibutuhkan. Keleluasaan
dapat dituangkan secara eksplisit dan implisit dalam suatu peraturan.
Keadilan. Pemenuhan tingkat keadilan seringkali dipandang semu, sulit diukur,
dan berbeda antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Namun
demikian, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum
dan berhak mendapatkan keadilan. Prinsip keadilan sesungguhnya memiliki
keterkaitan erat dengan supremasi hukum. Supremasi hukumlah yang menentukan
arah dan menjamin kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia.

Hukum ditegakkan bukan atas dasar kepentingan kekuasaan ataupun golongan


kepentingan tertentu, melainkan demi nama keadilan. Keadilan tidak semata
ditegakkan hanya demi mewujudkan aturan hukum secara adil. Keadilan harus
didukung oleh keberadaan institusi hukum dan aparat penegak hukum yang jujur,
profesional dan tidak terpengaruh oleh golongan manapun.

2.2.7. Materi Muatan Peraturan Daerah


Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, materi muatan Peraturan Daerah
sebagaimana diatur dengan jelas dalam Pasal 14 yang berbunyi sebagai berikut:
“Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Hal II- 17
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Menurut Pasal 4 Permendagri No. 80 Tahun 2014,
selain materi muatan perda dapat memuat materi muatan lokal/kearifan lokal
sesuai ketentuan peraturan-perundang undangan.

Di era otonomi daerah atau desentralisasi, DPRD dan Pemda mempunyai


kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan Pemda. Dalam praktek, tidak
jarang terjadi kewenangan tersebut dilaksanakan tidak selaras bahkan
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (vertikal)
atau dengan Peraturan Perundang-undangan yang sama (horizontal). Oleh karena
itu, DPRD dan Kepala Daerah dalam membentuk Perda harus selalu memperhatikan
asas pembentukan dan asas materi muatan Peraturan Perundang- undangan.

Materi Perda perlu memperhatikan asas materi muatan yang meliputi:


a. Pengayoman
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.”
b. Kemanusiaan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.”
c. Kebangsaan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat
dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
d. Kekeluargaan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalm setiap pengambilan keputusan.”
e. Kenusantaraan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan

Hal II- 18
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari


sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.”
f. Bhinneka Tunggal Ika
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan
budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
g. Keadilan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.”
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal
yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.” i. Ketertiban dan kepastian
hukum: “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.”
i. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
“bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
mayarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.”
2.2.8. Aspek Keterbukaan
Dalam setiap pembentukan Perda diperlukan adanya keterbukaan yaitu pemberian
kesempatan kepada masyarakat baik dari unsur akademisi, praktisi, maupun dari
unsur masyarakat terkait lainnya untuk berpartisipasi, baik dalam proses
perencanaan, persiapan, penyusunan dan/atau dalam pembahasan Raperda
dengan cara memberikan kesempatan untuk memberikan masukan atau saran
pertimbangan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Hal II- 19
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.2.9. Aspek Pengawasan


Dalam pembentukan Perda dilakukan pengawasan, baik berupa pengawasan
preventif terhadap Raperda maupun pengawasan represif terhadap Perda.

Pengawasan preventif dilakukan dalam bentuk evaluasi secara berjenjang terhadap


Raperda tentang APBD, Raperda tentang Pajak Daerah, Raperda tentang Retribusi
Daerah, dan Raperda tentang Penataan Ruang. Terkait dengan pengawasan
preventif, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
903/2429/SJ Tanggal 21 September 2005 tentang Evaluasi Rancangan Perda
tentang APBD/Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD/Perubahan APBD Tahun 2006.

Sedangkan mengenai evaluasi dilakukan dengan pertimbangan antara lain untuk


melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan materi
Peraturan Daerah dengan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
Peraturan Daerah lainnya.

2.2.10. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah


Dalam Pembentukan Perda paling sedikit harus memuat 3 (tiga) landasan yaitu:
1) Landasan filosofis, adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau
ideologi Negara;
2) Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan dengan kondisi atau
kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan
atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan
masyarakat; dan
3) Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk
membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau
prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

Mengingat Perda adalah merupakan produk politis maka kebijakan daerah yang
bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi Perda. Oleh karena itu, perlu

Hal II- 20
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

dipertimbangkan kebijakan politis tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam


masyarakat.

2.2.11. Asas-asas Pembentukan Peraturan Daerah


Dalam pembentukan Perda selain didasarkan pada Pancasila yang merupakan
sumber dari segala sumber hukum negara dan UUD1945 yang merupakan hukum
dasar dalam peraturan perundang-undangan, juga didasarkan pada asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5
UU 12 Tahun 2014 juncto Pasal 137 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
meliputi asas:
 kejelasan tujuan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai”.
 kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi
hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.”

 kesesuaian antara jenis dan materi muatan.


“bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-
undangannya.”
 dapat dilaksanakan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.”
 kedayagunaan dan kehasilgunaan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
 kejelasan rumusan.

Hal II- 21
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi


persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah
dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.”
 keterbukaan.
“bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Peraturan Perundang-undangan.”

2.2.12. Pengertian dan Peranan Asas Hukum.


Dalam ilmu hukum yang dimaksud dengan asas adalah pikiran dasar yang umum
dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat di
dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim, yang merupakan hukum positif dan
dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan konkrit tersebut.

Lebih lanjut, beberapa pakar memberikan pengertian asas hukumsebagai berikut:

Paul Scholten:
“Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang
sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-
undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya dimana
ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai
penjabarannya”.

Satjipto Rahardjo :
Mengartikan asas hukum sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum
yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-
asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam

Hal II- 22
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

hukum. Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk


menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial
masyarakatnya. Asas-asas hukum berfungsi untuk menafsirkan aturan-aturan
hukum dan juga memberikan pedoman bagi suatu perilaku. Asas hukum pun
menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum, dimana di dalamnya
terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.

Smits:
Memberikan pandangannya bahwa asas hukum memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu :
Pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari aturan-aturan hukum
yang tersebar; Kedua, asas-asas hukum dapat difungsikan untuk mencari
pemecahan atas masalah-masalah baru yang muncul dan membuka bidang-bidang
liputan masalah baru. Dari kedua fungsi tersebut, diturunkan fungsi ketiga, bahwa
asas-asas dalam hal-hal demikian dapat dipergunakan untuk “menulis ulang”
bahan-bahan ajaran hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga dapat
dimunculkan solusi terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang.

Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum bertujuan
untuk memberikan arahan yang layak/pantas menurut hukum (rechtmatig) dalam
hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum. Asas hukum berfungsi
sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan mana hukum dapat
dijalankan. Asas-asas hukum tersebut tidak saja akan berguna sebagai pedoman
ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga dalam hal menerapkan aturan.

2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta


Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat
Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan
yang dihadapi masyarakat didasarkan kepada hasil kajian Buku Putih Sanitasi
Kabupaten Bangka. Adapun hasil kajian Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bangka,
sebgai berikut:

Hal II- 23
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.3.1. Kesehatan Lingkungan


Komponen Kesehatan lingkungan mencakup beberapa parameter antara lain
jumlah kepemilikan dan kondisi jamban, akses sumber air tanah, dan rumah sehat.
a) Jumlah dan Kepemilikan Jamban
Kabupaten Bangka memiliki sebanyak 90.388 KK. Diantara itu yaitu sebanyak
71.904 (79,55%) memiliki akses jamban. Kecamatan Sungailiat memiliki 28.796
KK dan merupakan kecamatan dengan jumlah KK tertinggi selain itu Kecamatan
Sungailiat merupakan wilayah kecamatan yang KK nya memiliki akses jamban
tertinggi. Dari yaitu 28.796 KK, sebanyak 26.228 KK atau sekitar 91,08%
memiliki akses jamban. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.6.
dibawah ini.

Tabel 2.6. JumlahKepala Keluarga (KK) yang Memiliki Akses Jamban


Akses Jamban
No Kecamatan Jumlah KK
KK %
1 Sungailiat 28.796 26.228 91,08
2 Belinyu 17.663 13.958 79,02
3 Merawang 7.236 5.731 79,20
4 Mendo Barat 11.431 7.836 68,55
5 Pemali 7.373 6.594 89,43
6 Bakam 4.810 3.140 65,28
7 Riau Silip 7.934 4.959 62,50
8 Puding Besar 5.145 3.458 67,21
Jumlah 90.388 71.904 79,55
Keterangan: KK = Kepala Keluarga

b) Akses Pada Sumber air tanah


Masyarakat di Kabupaten Bangka sebagian besar menggunakan sarana air bersih
yang berasal dari berbagai sumber, yaitu sumber air non perpipaan dan perpipaan.
Sumber air non perpipaan seperti: sumur gali(60,23%), sumur bor (3%), mata air
(1,1%), dan penampunganair hujan (0,52%). Sumber air perpipaan/ledeng
perpipaan sebanyak 4%. Walaupun Kecamatan Riau Silip jumlah KK hanya
sebanyak 5.464 KK atau lebih kecil disbanding jumlah KK pada Kecamatan Belinyu
dan Kecamatan Mendo Barat, namun masyarakatKecamatan Riau Silip sebagian
besar atau sekitar 80,36% menggunakan sumur gali. Penggunaan air dari sumber
air perpipaan/ledeng perpipaan terbanyak di Kecamatan Belinyu dan Sungailiat

Hal II- 24
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

masing-masing sebesar 6,64% dan 5,89%.Berikut rincian Akses Masyarakat pada


Sumber Air di Kabupaten Bangka.

Tabel 2.7. Akses Masyarakat pada Sumber Air


Non Perpipaan Perpipaan
N Jumlah Jumlah Penam
Kecamatan Sumur Sumur Bor Mata
o Rumah KK Pungan Ledeng %
Gali(%) (%) Air (%)
Air Hujan (%)
5,8
1 Sungailiat 20.486 20.482 51,82 1,02 0,10 0,083 1207
9
1,1
2 Pemali 7.153 7.153 55,42 2,98 0,25 0,083 80
2
4,3
3 Bakam 4.762 4.815 53,91 16,01 1,74 0,95 211
8
Puding 0,0
4 4.287 4.266 70,16 2,81 2,41 3,09 0
Besar 0
0,0
5 Riau Silip 5.464 5.464 80,36 0,37 3,77 0,11 4
7
6,6
6 Belinyu 9.966 9.966 69,09 0,98 1,80 0,24 662
4
1,5
7 Baturusa 5.056 6.855 43,94 4,25 0,50 0,015 105
3
Mendo 4,9
8 8.722 9.272 71,90 3,48 1,14 1,33 459
Barat 5
4,0
TOTAL 65.896 68.273 60,23 3,00 1,10 0,52 2728
0
Keterangan: KK = Kepala Keluarga
Sumber : Data Registrasi Jamkesmas, 2010
c) Data Rumah Sehat
Rumah merupakan kebutuhan utama bagi setiap manusia disamping sandang dan
pangan, rumah dikatakan sehat apabila rumah tersebut memenuhi empat kriteria
dasar sanitasi yang baik, yaitu memiliki jamban yang sehat, akses air bersih,
sampah dan sarana pembuangan air limbah. Di Kabupaten Bangka persentase
rumah sehat telah mencapai 60,85%, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.8. di
bawah ini.

Tabel 2.8. Data Rumah Sehat di Kabupaten Bangka

Jumlah Rumah Diperiksa Rumah Sehat


No Kecamatan
Rumah JUMLAH % JUMLAH %
1 Sungailiat 27.283 18.486 67,76 6.694 36,21
2 Pemali 6.063 3.300 54,43 2.755 83,48
3 Bakam 3.327 1.694 50,92 868 51,24
4 Belinyu 12.754 8.934 70,05 7.399 82,82
5 Riau Silip 4.976 1.553 31,21 962 61,94
6 Merawang 6.055 6.008 99,22 3.955 65,83
7 Pdng.Besar 3.375 70 2,07 45 64,29
8 Mendo Barat 8.722 3.756 43,06 2.010 53,51
JUMLAH 85.309 52.735 61,82 32.087 60,85

Hal II- 25
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Bangka, 2010

2.3.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat


Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat tercermin dari tingkat
kesehatan masyarakat yang merupakan salah satu indikator pembangunan
manusia, adalah umur harapan hidup. Umur harapan hidup (UHH) adalah salah satu
indikator yang mncerminkan perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola morbilitas menurut umur.

Kondisi lingkungan yang terus mengalami degradasi secara kualitas maupun


kuantitas diperburuk oleh pola perilaku hidup bersih dari masyarakat yang rendah,
terutama lingkungan di sekitar rumah permukiman sehingga vektor-vektor penyakit
dapat hidup dalam kondisi yang baik di lingkungan perumahan tersebut.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka terdapat beberapa jenis
penyakit yang paling sering diderita oleh penduduk akibat sanitasi buruk yaitu : diare
sebanyak 4853 orang diikuti dengan penyakit malaria sebanyak 3554 orang, dan
terbanyak terjadi di Kecamatan Sungai Liat sebanyak 1340 orang. Uraian Jenis
Penyakit Menular Akibat Sanitasi Burukdapat dilihat pada Tabel 2.9. di bawah ini.

Tabel 2.9. Jenis PenyakitMenular Akibat Sanitasi Buruk


Kecamatan Total
Mendo Barat

BesarPuding
Sungai .Liat

Merawang

SilipRiau

Belinyu
Bakam
Pemali

No Jenis Penyakit

1. Kolera 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Diare 1.340 436 523 869 429 567 176 513 4.853
3. Diare Berdarah 0 0 0 9 33 0 0 1 43
4. Tifus perut klinis 109 51 28 0 31 0 0 2 221
5. TBC Paru BTA + 81 7 19 45 26 18 0 17 213
6. Ters. TBC Paru 628 73 183 6 2 117 0 143 1.152
7. Kusta PB 2 0 0 0 1 0 0 2 5
8. Kusta MB 0 0 1 0 0 1 0 0 2
9. Campak 15 0 0 0 1 0 0 1 17
10 Difteri 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Batuk Rejan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Tetanus 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Hepatitis Klinis 7 0 0 0 0 0 79 86

Hal II- 26
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Kecamatan Total

Mendo Barat

BesarPuding
Sungai .Liat

Merawang

SilipRiau

Belinyu
Bakam
Pemali
No Jenis Penyakit

14 Malaria Klinis 1.231 18 914 0 8 0 530 853 3.554


15 Malaria Vivax 89 9 149 6 11 8 423 9 704
16 Malaria Falsifarum 56 8 30 18 1 31 28 26 198
17 Malaria Mix 6 0 6 3 0 1 31 8 55
18 DBD 6 0 3 4 0 0 0 1 14
19 Demam Dengue 6 3 5 0 0 2 0 2 18
20 Pnemonia 232 42 179 340 90 161 64 293 1.401
21 Frambusia 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Filariasis 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Influenza 755 219 0 752 366 282 315 765 3.454
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Bangka, 2010

2.3.3. Hasil Akhir Penentuan Area Beresiko


Area beresiko diperoleh dari analisis tiga komponen utama yaitu Persepsi SKPD
dengan bobot 10%, hasil study EHRA 20 % dan Data Sekunder sebesar 70 %
adapun bobot tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan Pokja AMPL Kabupaten
Bangka. Ketiga komponen tersebut diselaraskan dengan ketersediaan data setiap
tingkat wilayah administrasi yang ada. Hasil analisis menunjukkan area berisiko
pada tingkat kecamatan menunjukkan bahwa 2 (dua) Kecamatan dengan area
beresiko sangat rendah atau area biru yaitu Kecamatan Pemali dan Kecamatan
Merawang dengan. Sedangkan 4 (empat) Kecamatan dengan resiko rendah atau
area hijau yaitu Kecamatan Sungailiat, Belinyu,Mendo Barat dan Bakam dan
Kecamatan Puding Besar memiliki kriteria area beresiko sedang atau area kuning,
sedangkan untuk Kecamatan Riau Silip sendiri memiliki area beresiko sangat tinggi,
ini dijelaskan dengan area berwarna merah. Uraian tentang area beresiko sanitasi
Kabupaten Bangka seperti pada tabel dan gambar di bawah ini.

Tabel 2.10. Penentuan Area Beresiko Sanitasi Kabupaten Bangka

Skor Akhir Hasil yang Disepakati


SekundeData

Persepsi

No Kecamatan
Study
EHRA

SKPD

Akhir
Skor
r

Hal II- 27
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Skor yang disepakati


70% 20 % 10%

1 Sungailiat 1,51 0,64 0,2 2,35 2


2 Pemali 1,54 0,48 0,2 2,22 1
3 Belinyu 1,75 0,52 0,2 2,47 2
4 Mendo Barat 1,82 0,40 0,2 2,42 2
5 Puding Besar 1,79 0,56 0,2 2,55 3
6 Bakam 1,61 0,64 0,2 2,45 2
7 Riau Silip 2,10 0,60 0,2 2,90 4
8 Merawang 1,44 0,48 0,2 2,12 1
Sumber : hasil Analisis, 2010

Hal II- 28
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Gambar 2.5. Peta Wilayah Beresiko Berdasarakan SKPD Data Sekunder & Studi EHRA Tahun 2010
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.3.4. Permasalahan Utama di Area beresiko sanitasi di Kabupaten


Bangka
Permasalahan utama dan potensi dampak yang ditimbulkan di area beresiko
sanitasi di Kabupaten Bangka ditinjau dari sector air minum, kepadatan
penduduk, dan cakupan jamban dengan tangki septik secara lengkap tersaji
pada Tabel 2.11 berikut ini.

Tabel 2.11. Permasalahan Utama di Area Beresiko Sanitasi


di Kabupaten Bangka
Potensi Dampak yang
No Kecamatan Permasalahan
Ditimbulkan
1 Sungailiat 1. Air Minum 1. Pengurangan proporsi
2. Kepadatan Penduduk masyarakat yang
3. Cakupan Jamban dengan mendapatkan akses air
Tangki Septik minum menjadi tidak akan
tercapai.
2. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih
3. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan

2 Pemali 1. Air Minum 1. Pengurangan proporsi


2. Kepadatan Penduduk masyarakat yang
3. Cakupan Jamban dengan mendapatkan akses air
Tangki Septik minum menjadi tidak akan
tercapai.
2. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih
3. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan
3 Bakam 1. KK miskin 1. Pencemaran lingkungan dan
2. Cakupan Jamban dengan tingkat kesehatan yang
Tangki Septik rendah, diakibatkan karena
lingkungan yang kurang
mendukung karena dampak
dari kemiskinan.
2. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Potensi Dampak yang


No Kecamatan Permasalahan
Ditimbulkan
4 Belinyu 1. KK miskin 1. Pencemaran lingkungan dan
2. Cakupan Jamban dengan tingkat kesehatan yang
Tangki Septik rendah, diakibatkan karena
lingkungan yang kurang
mendukung karena dampak
dari kemiskinan.
2. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan

5 Riau Silip 1. Air Minum 1. Pengurangan proporsi


2. Kepadatan Penduduk masyarakat yang
3. Cakupan Jamban dengan mendapatkan akses air
Tangki Septik minum menjadi tidak akan
tercapai.
2. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih
3. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan
6 Merawang 1. Air Minum 1. Pengurangan proporsi
2. Kepadatan Penduduk masyarakat yang
3. Cakupan Jamban dengan mendapatkan akses air
Tangki Septik minum menjadi tidak akan
tercapai.
2. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih
3. Akan semakin meluasnya
penyakit yang akan
ditimbulkan
7 Puding Besar 1. Jamban 1. Akan semakin meluasnya
2. KK miskin penyakit yang akan
3. Kepadatan Penduduk ditimbulkan
4. Cakupan Jamban dengan 2. Pencemaran lingkungan dan
tangki septik tingkat kesehatan yang
rendah, diakibatkan karena
lingkungan yang kurang
mendukung karena dampak
dari kemiskinan.
3. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih

8 Mendo Barat 1. Jamban 1. Akan semakin meluasnya


2. KK miskin penyakit yang akan
3. Kepadatan Penduduk ditimbulkan
4. Cakupan Jamban dengan 2. Pencemaran lingkungan dan
tangki septik tingkat kesehatan yang
rendah, diakibatkan karena
lingkungan yang kurang
mendukung karena dampak
dari kemiskinan.
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Potensi Dampak yang


No Kecamatan Permasalahan
Ditimbulkan
3. Kepadatan penduduk yang
ditimbulkan akan menjadi
masalah berkurangnya
ketersediaan air bersih

Pada tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa w alaupun masalah utama yang
dihadapi setiap kecamatan sedikit berbeda namun terdapat satu indikator yang
menjadi masalah di setiap kecamatan tersebut yaitu mengenai cakupan jamban
dengan tangkiseptik. Untuk diketahui bahwa di Kabupaten Bangka masyarakatnya
belum familiar terhadap pembuatan lobang pembuangan kotoran dengan jenis
tangkiseptik namun yang biasa dibuat masyarakat adalah cubluk. Kita ketahui pula
bahwa lobang pembuangan dengan jenis cubluk masih menjadi kontaminan pada
sumber air minum masyarakat.

2.3.5. Limbah Cair Rumah Tangga


a) Pengelolaan Limbah Tinja (Black Water)
Rumah tangga di Kabupaten Bangka sebagian besar (67,48%) menggunakan
jamban siram dan membangun cubluk sebagai tempat pembuangan akhir tinja dan
hanya 12,07% yang membangun septik tank. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah masih terdapatnya rumah tangga yang menjadikan kebun dan sungai
sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Rumah tangga yang menjadikan kebun
sebagai tempat pembuangan akhir tinja terbanyak berada di Kecamatan Belinyu
(17,06%), sedangkan rumah tangga yang menjadikan sungai sebagai tempat
pembuangan akhir tinja terbanyak berada di KecamatanPuding Besar (1,63%).

Pembuangan tinja langsung ke sungai dan kebun merupakan pemandangan biasa


di wilayah yang memiliki sungai yang melintasi kotanya. Padahal tinja memiliki
potensi dampak dari kandungannya, misalnya mikroba, sebagian diantaranya
tergolong sebagai mikroba patogen, bakteri salmonela typhi penyebab tifus, bakteri
vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab
polio. Tinja mengandung puluhan miliar mikroba termasuk bakteri koli-tinja dan
telur cacing, seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung
telur-telur cacing (satu gram tinja berisi ribuan telur cacing). Beragam cacing dapat
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

dijumpai di perut seseorang, sebut saja cacing keremi, cacing cambuk, cacing
tambang, serta cacing gelang.

Tabel 2.12. Tipe Jamban yang Digunakan Masyarakat Tempat Pembuangan


Akhir Tinjadi Kabupaten Bangka
MDG's% Non MDG's%

Kolam/Sawah

Sungai/Irigasi
MCK umum

Septik tank

Lainnya
No Kecamatan Jml KK

Cubluk

Kebun
1 Sungailiat 28.796 0,08 13,70 77,38 0,01 1,48 4,49 1,92
2 Belinyu 17.663 0,06 25,31 53,72 0,01 0,83 17,06 1,70
3 Merawang 7.236 0,00 11,79 67,41 0,00 0,00 0,93 2,65
4 Mendo Barat 11.431 0,00 4,94 63,61 0,00 0,00 0,56 3,28
5 Pemali 7.373 0,00 5,70 83,74 0,00 0,00 1,14 1,56
6 Bakam 4.810 0,00 3,26 62,02 0,00 0,00 1,29 2,58
7 Riau Silip 7.934 0,62 4,94 57,56 0,00 1,00 0,73 1,07
8 Puding Besar 5.145 0,54 2,00 65,21 0,19 1,63 1,27 0,66
Jumlah 90.388 0,13 12,07 67,48 0,02 0,81 16,08 1,97
Keterangan: KK = Kepala Keluarga
Sumber : Registrasi Jamkesmas Dinas Kesehatan Kab. Bangka, 2011.

b) Pembuangan Limbah Cair Grey Water


Cara pembuangan limbah cair Grey Water di Kabupaten Bangka yaitu di 1) SPAL,
2) Saluran Terbuka/Got, 3) Sungai, 4) Kolam/Empang, 5) Kebun/Lahan Terbuka, 6)
Danau/Kolong, dan 7) Lainnya. Diantara itu yang terbanyak adalah cara
pembuangan limbah cair Grey Water ke Kebun/Lahan Terbuka (24,17%). Kasus
pembuangan limbah cair Grey Water ke Kebun/Lahan Terbuka banyak terjadi di
Kecamatan Riau Silip (58,31), Puding Besar (66,55%), dan Belinyu (35,18%. Selain
itu masih banyak rumah tangga di beberapa kecamatan yang membuang limbah
cair Grey Water ke Saluran Terbuka/Got, misalnya di Kecamatan Sungai Liat
terdapat 18,10% rumah tangga yang membuang limbah cair Grey Water ke
Saluran Terbuka/Got, disusul di Kecamatan Puding Besar dan Kecamatan Belinyu,
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

masing-masing sebanyak 12,15% dan 12,29%. Kejadian tersebut bilamana tidak


diatasi akan menyebabkan semakin meluasnya kejadian pencemaran air dan tanah.

Banyaknya penggunaan bahan kimia dalam rumah tangga, salah satu diantaranya
adalah Deterjenumumnya yang digunakan oleh setiap rumah tangga untuk
keperluan mencuci pakaian sehari-hari telah menyebabkan menurunnya kualitas air
baik air sungai maupun air tanah dangkal. Penggunaan deterjen oleh setiap rumah
tangga dilakukan secara terus menerus dan berbanding lurus dengan pertambahan
jumlah penduduk. Bahan baku deterjen adalah bahan kimia sintetik, meliputi
surfaktan, bahan pembangun dan bahan tambahan. Menurut struktur kimianya,
molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai bercabang ( alkyl bensen
sulfonat atau ABS) dan rantai lurus (linier alkyl sulfonat atau ALS).

Deterjen ABS mempunyai sifat yang tidak mudah diuraikan oleh bahan-bahan alami
seperti mikroorganisme, matahari, dan air. Banyaknya percabangan ABS ini
menyebabkan kadar residu ABS sebagai penyebab terjadinya pencemaran air.
Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis surfaktan yang lebih mudah
diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan berbusa maksimal
rata-rata 10-30% bahan organik aktif. LAS juga menghasilkan busa yang dapat
hilang secara berangsur-angsur sehingga tidak mengganggu lingkungan. Akan
tetapi bahan polifospat dalam deterjen ini akan terhidrolisis menghasilkan limbah
yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan eutrofikasi.

Secara umum pengaruh deterjen ABS akan menyebabkan pencemaran terhadap


lingkungan perairan yang menunjukkan beberapa gejala antara lain: (1)
menurunkan tegangan permukaan, (2) pertumbuhan ganggang, (3) terjadinya
pegemulsian minyak dan lemak, (4) meningkatkan kekeruhan air, (5) pendangkalan
perairan dan (6) kematian mikro organisme perairan. Kematian biota perairan
akibat deterjen akan berdampak pada menurunnya oksigen terlarut dalam air (DO).

Tabel 2.13. Cara Pembuangan Limbah Cair Rumah Tangga (Grey Water)
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Terbuka/GotSaluran

TerbukaKebun/Lahan
EmpangKolam/

Danau/Kolong

Lainnya
Sungai
SPAL
Jml Ket.
No Kecamatan
KK 

% % % % % % %
28.36
1 Sungailiat 4 2,04 18,10 1,83 0,51 26,42 0,06 0,18
2 Merawang 7.236 0 0 0 0 0 0 0 tidak ada
11.43 data
3 Mendo Barat 1 0 0 0 0 0 0 0
4 Pemali 7.373 0 0 0 0 0 0 0
5 Bakam 4.810 0 0 0 0 0 0 0
6 Riau Silip 7.901 2,19 5,7 0,09 1,43 58,31 0,82 0,62
7 Puding Besar 5.145 0,74 12,15 1,09 1,17 66,55 0,19 0
17.65
8 Belinyu 1 0,42 12,29 0,56 0,20 35,18 0,22 0,91
89.91
Jumlah 1 0,96 9,32 0,76 0,39 24,17 0,15 0,29
Keterangan: KK = Kepala Keluarga
Sumber : Registrasi Jamkesmas Dinas Kesehatan Kab. Bangka, 2011.

Cakupan kepemilikan sarana pembuangan air limbah di Kabupaten Bangka adalah


sebanyak 41389 SPAL. Sesua dengan besaran jumlah KK, maka pemilikan SPAL
terbanyak berada di Kecamatan Sungai Liat (13.243 SPAL) dan dari sebanyak
27679 SPAL yang diperiksa 20083 (72,56%) SPAL dinyatakan memenuhi syarat.

Tabel 2.14. Cakupan Kepemilikan Sarana Pembuangan Air Limbah yang


Memenuhi Syarat

Jumlah Jumlah % SPAL SPAL Memenuhi Syarat


No Kecamatan
KK SPAL Diperiksa
Jumlah %
1. Sungailiat 20482 13243 64,66 10542 7767 73,68
2. Pemali 7153 4975 69,55 3300 2683 81,30
3. Bakam 4815 2288 47,52 733 631 86,08
4. Puding Besar 4266 3644 85,42 70 70 100,00
5. Riau Silip 5464 2829 51,78 1545 924 59,81
6. Belinyu 9966 3974 39,88 3806 1662 43,67
7. Merawang 6855 4193 61,17 3927 3058 77,87
8 Mendo Barat 9272 6243 67,33 3756 3288 87,54
TOTAL 68273 41389 60,62 27679 20083 72,56
Keterangan: KK = Kepala Keluarga
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Bangka, 2010
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

2.3.6. Aspek Kelembagaan


Kewenangan sektor pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Bangka berada
pada Badan Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup. Instansi ini mempunyai
tugas pokok melaksanakan kewenangan daerah di bidang pengelolaan kebersihan
sesuai dengan kebijakan Kepala Daerah. Berikut uraian tugas terkait dengan
pengelolaan air limbah :
1. Pengelolaan kualitas air skala Daerah;
2. Penetapan kelas air pada sumber air skala Daerah;
3. Pemantauan kualitas air pada sumber air skala Daerah;
4. Pengendalian pencemaran air pada sumber air skala Daerah;
5. Pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin
pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
6. Penerapan paksaan pemerintahan atau uang paksa terhadap pelaksanaan
penanggulangan pencemaran air skala Daerah pada keadaan darurat
dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya;
7. Pengaturan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air skala
Daerah;
8. Perizinan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
9. Perizinan pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah;
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

Gambar 2.5. Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bangka

2.3.7. Permasalahan
a. Aspek pelayanan
Pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Bangka belum dapat ditangani
secara maksimal, hal ini dikarenakan prasarana dan sarana yang dimiliki
pemerintah daerah masih sangat terbatas salah satunya berupa fasilitas
pengolahan air limbah domestik secara komunal yang dibutuhkan untuk melayani
pengolahan air limbah domestik yang dihasilkan oleh penduduk. Walaupun
demikian pihak swasta berupa perusahaan swasta besar sudah melaksanakan
pengolahan air limbah yang dihasilkan dari pabrik mereka sendiri. Jasa pelayanan
swasta pengelolaan limbah khususnya untuk pelayanan pengelolaan air limbah
rumah tangga sampai saat ini belum ttersedia.
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

b. Aspek Teknis dan Operasional


Sistem pengolahan air limbah domestik yang digunakan kebanykan masyarakat di
Kabupaten Bangka yaitu dengan sistem pengolahan secara individu di masing-
masing rumah atau sering disebut on-site system. Di samping itu, masih banyak
masyarakat yang mempergunakan cubluk atau tangki septik yang secara konstruksi
tidak memenuhi persyaratan desain yang ditentukan.

e. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair


Kondisi umum penanganan air limbah domestik di Kabupaten Bangka melalui peran
serta masyarakat dan jender belum terdata secara baik. Hingga saat ini air limbah
domestic dikelola sendiri secara swadaya oleh masyarakat di rumahnya masing-
masing dengan menggunakan septic tank tambahan atau membuat lubang galian
untuk menampung limbah cair rumah tangga yang dihasilkan.

Informasi lainnya terkait permasalahan yang saat ini timbul dalam usaha
menangani masalah air limbah domestik di Kabupaten Bangka seperti pada Tabel
2.15. berikut ini.

Tabel 2.15. Permasalahan pada Pengelolaan Limbah Cair


di Kabupaten Bangka

No. ASPEK URAIAN PERMASALAHAN


1. Perundang-undangan  Belum adanya peraturan yang di buat oleh
Pemerintah Daerah terkait dengan
pengelolaan air limbah domestik baik skala
rumah tangga maupun industri

2. Kelembagaan  -.

3. Aspek Teknis dan Operasional  tidak adanya saluran yang memadai dan
keterbatasan inovasi teknologi yang tepat
untuk penanganan air limbah domestik
terutama untuk mengatasi baunya air
limbah.
 kurangnya perawatan pada saluran air
limbah sehingga banyak dipenuhi sedimen
dan air tidak mengalir secara baik.
4. Peran Masyarakat dan Swasta  kurangnya respon masyarakat maupun
swasta terhadap penyuluhan-penyuluhan
mengenai sanitasi. Walaupun ada respon
masyarakat yang baik terkait dengan
masalah pembuatan sarana sanitasi
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

No. ASPEK URAIAN PERMASALAHAN


dilingkungannya masih ada kendala-kendala
yang ditemui seperti tidak adanya lahan
untuk dibangun sarana sanitasi.
 Belum adanya keterlibatan pihak swasta
dalam pengelolaan air limbah domestik.

5. Perilaku masyarakat  belum adanya kesadaran yang tinggi dari


masyarakat untuk lebih serius mengatasi
dampak negatif air limbah domestic yang
dibuang tanpa melalui proses pengolahan
 sebagian masyarakat urban yang tinggal
disepanjang bantaran sungai kebanyakan
membuang air limbah domestic mereka ke
sungai. Prilaku ini karena adanya
permasalahan ekonomi maupun tidak
tersedianya lahan untuk menyediakan sarana
air limbah domesik mereka.

2.4. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur
Dalam Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat
dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara.
Kondisi pengelolaan air limbah yang buruk telah menyebabkan pencemaran
terhadap yang sebagian besar sungai-sungai di Indonesia sebagai sumber air
minum dimanfaatkan PDAM setempat telah menyumbang dampak kerugian
ekonomi yang tidak sedikit kepada produksi air bersih di Indonesia. Jika melihat
hasil analisa Japan International Corporation Association (JICA) pada tahun 2006
terhadap 32 sungai yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa BOD pada sungai
yang menjadi sumber air baku berkisar antara 0,8 mg/liter hingga 32,5 mg/ liter.
Dampak ekonomis dari tingkat BOD pada sungai-sungai tersebut terhadap biaya
produksi air minum adalah sebesar Rp 8 - Rp 325 per m3 atau sebesar 2% - 82 %
dari tarif air rata-rata saat itu (Rp 400 per m3). Kondisi diatas sangat logis, karena
semakin tinggi polutan dalam air sungai tersebut, maka proses pengolahan air
menjadi air bersih menjadi lebih mahal.

Dampak kesehatan yang paling tinggi karena imbas tercemarnya sungai-sungai


tersebut, telah menyebabkan kerugian negara hampir Rp 30 triliun per tahun, dari
kondisi tersebut telah menimbulkan sedikitnya kasus 90 juta kejadian diare di
Indonesia tiap tahunnya dam secara langsung telah menyumbang 30 ribu kematian
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

anak tiap tahun. Sedangkan sumbangan yang tidak langsung, misalnya malnutrisi,
infeksi, dan lain-lain mencapai 50 ribu orang per tahun. Pada skala dunia, tiap 15
detik satu orang anak mati karena diare atau 5.760 anak meninggal per harinya.
Penelitian mencatat, sekitar 90 persen penyebab diare adalah makanan dan
minuman yang tercemar tinja.

Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia


melalui  barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan
industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Buangan air
limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang  dapat
merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti
berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun
berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Pencemaran sungai dapat
terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, di
samping itu juga ditentukan oleb debit air limbah yang dihasilkan. Indikator
pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia juga dapat secara biologis, seperti
kehidupan plankton. Plankton merupakan salah satu indikator terhadap kualitas air
akibat pencemaran (Tanjung, 1993). Berdasarkan definisinya pencemaran air yang
diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat baku mutu air yang
ditetapkan yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.

Latar belakang yang menyebabkan terjadinya permasalahan pencemaran tersebut


dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Upaya  pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk mencegah dan atau
memperkecil dampak negatif yang dapat timbul dari kegiatan produksi dan jasa
di berbagai sektor industri belum berjalan secara terencana.
2) Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal  dan  dana
pembangunan, pemeliharaan fasilitas bangunan air limbah yang terbatas.
3) Tingkat pencemaran baik kualitas maupun kuantitas semakin meningkat, akibat
perkembangan penduduk dan ekonomi, termasuk industri di sepanjang sungai
yang tidak melakukan pengelolaan air limbah industrinya secara optimal.
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Bangka

4) Perilaku sosial masyarakat dalam hubungan dengan industri memandang


bahwa sumber pencemaran di sungai adalah berasal dari buangan industri,
akibatnya isu lingkungan sering dijadikan  sumber konflik untuk melakukan
tuntutan kepada industri berupa perbaikan lingkungan, pengendalian
pencemaran, pengadaan sarana dan prasarana yang rusak akibat kegiatan
industri.
5) Adanya Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian  pencemaran air Nomor: 82 Tahun 2001, meliputi standar
lingkungan, ambang batas pencemaran yang diperbolehkan, izin pembuangan
limbah cair, penetapan sanksi administrasi maupun pidana belum dapat
menggugah industri untuk melakukan pengelolaan air limbah.

Anda mungkin juga menyukai