Operkulektomi
Operkulektomi
Perikoronitis Akut
Tutor :
drg. Maulina Triani
disusun oleh :
Asa Aolada Akhira
G1B016035
2020
SKENARIO
CS 4 MEDICAL EMERGENCY
2019/2020
Seorang mamah muda umur 25 tahun datang ke RSGMP karena merasa nyeri pada
gigi paling belakang bawah kiri sejak seminggu yang lalu serta merasa bahwa bau
nafasnya tidak sedap. Nyeri dirasakan berdenyut dan menjalar hingga ke telinga kiri
serta kepala. Awalnya, nyeri yang dirasa ini hilang timbul dan terasa rasa sakit pada
waktu mengunyah makanan, tetapi sejak 3 hari lalu nyeri semakin memburuk dan
terus menerus. Gusi di area belakang terasa menebal dan sering tergigit, sehingga
mudah terjadi perdarahan. Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat dan tidak
dicurigai adanya kelainan sistemik. Pasien menggosok gigi sehari 2 kali dan belum
pernah ke dokter gigi sebelumnya. Pasien hanya minum obat parameks tetapi keluhan
tersebut tidak berkurang.
Gambaran klinis : terdapat pembengkakan gusi yang menutupi sebagian distal gigi
molar 3 bawah kiri, warna kemerahan, nyeri (+), trismus ringan.
Tugas anda :
B. Etiologi
Menurut Gehrik dkk., (2003), perikoronitis berasal dari dua kata, yaitu “peri”
yang berarti sekitar dan “coron” yang berarti permukaan koronal gigi (mahkota gigi).
Perikoronitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang terjadi di gingiva sekitar gigi yang
terpendam (operkulum) secara parsial maupun total. Umumnya infeksi ini ditemui pada
gigi molar ketiga mandibula. Prevalensi terjadinya perikoronitis adalah sering
terdiagnosis pada pasien dengan usia 20 tahun – 25 tahun dengan presentase bervariasi,
yaitu sekitar 40%-60% (Topazian dkk., 2002).
Etiologi utama dari perikoronitis adalah adanya bakteri yang terakumulasi pada
operkulum. Bakteri dominan yang sering dijumpai pada kultur perikoronitis adalah
bakteri spirochetes (55%) dan bakteri fusiformis (85%), selain itu terdapat bakteri
fakultatif anaerob yang sering juga dijumpai, yaitu Streptococcus milleri (78%),
Streptococcus mucilaginosus (71%), Rothia dentocariosa (57%). Prevotella intermedia,
dan Fusobacterium nucleatum juga umum ditemukan pada infeksi ini (Sharav dkk.,
2008). Kontak oklusi gigi antagonis yang mengenai operkulum juga menjadi penyebab
terjadinya inflamasi dan membuat lesi pada daerah tersebut.
C. Patofisiologi
Awalnya terdapat gigi yang terpendam dan disekelilingnya tertutupi oleh jaringan
lunak gingiva (operkulum). Terbentuk space atau jarak antara operkulum dengan
mahkota gigi yang erupsi sebagian atau pada gigi terpendam sehingga space ini akan
membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat dengan mudah berkumpul dan terjebak
pada pseudopoket sehingga sulit dibersihkan dari sisa makanan. Hal ini menyebabkan
adanya akumulasi bakteri yang membentuk koloni pada celah tersebut. Kondisi ini dapat
diperparah akibat adanya kontak trauma antara operkulum dengan gigi antagonis, juga
akibat kondisi kebersihan rongga mulut yang masih kurang sehingga terbentuklah
akumulasi plak yang mendukung berkembangnya koloni bakteri, akibatnya terjadilah
infeksi dan respon inflamasi sistemik. Gaya kemotaksis dari sistem imunitas kita akan
segera merespon adanya infeksi bakteri sehingga melepaskan leukosit polimorfonuklear
(leukosit PMN), yaitu neutrofil dan makrofag yang akan menginduksi pelepasan
leukotrien dan prostaglandin serta mediator pro inflamasi lain pada daerah terinfeksi yang
akan menimbulkan respon inflamasi akut dan bermanifestasi sebagai demam, malaise.
Respon aktivasi mediator inflamasi juga menyebabkan terjadinya angiogenesis sebagai
pertahanan tubuh untuk menyalurkan leukosit ke tempat sumber infeksi sehingga daerah
operkulum dan sekitarnya akan berwarna kemerahan hingga merah terang. Limfadenopati
juga ditemukan pada area servikal dan submandibula sebagai pertahanan tubuh melalui
sistem limfe dan sebagai sinyal terjadinya peradangan. Infeksi dari perikoronitis dapat
menyebar ke beberapa spasia, yaitu :
1. Spasia bukalis= perlekatan m. Buccinator yang menyebabkan trismus dan edema
pipi,
2. Spasia submandibula= terletak di posterior dan inferior dari m. Mylohyoid dan m.
Platysma yang berada di dekat apeks molar ketiga mandibula,
3. Spasia mastikasi= yaitu m. Masseter, m. Pterygoideus lateralis dan m. Pterygoideus
medialis, serta insersio dari m. Temporalis. Infeksi pada daerah ini menyebabkan
terganggunya fungsi pengunyahan sehingga pasien sering enggan untuk makan, dan
trismus, serta nyeri tenggorokan.
Infeksi perikoronitis dapat mereda sesaat namun apabila penyebab infeksi tidak segera
dihilangkan maka akan terjadi rekurensi. Bakteri S. milleri sering ditemukan
menyebabkan adanya pus atau supurasi pada operkulum (Sharav dkk., 2008).
D. Tatalaksana
1. Kunjungan I
a. Medikamentosa
2) Analgesik
3) Obat kumur
b. DHE
2. Kunjungan II
1) Tiga hari kemudian setelah terapi antibiotik. Apabila tidak ada perubahan, lakukan
rencana perawatan yaitu pembedahan minor berupa insisi dan drainase pada abses.
5) Insisi ekstraoral karena abses subkutan dan mengikuti arah gaya gravitasi serta
daerah fluktuatif tetapi tetapi harus tetap memperhatikan estetika sehingga
disesuaikan dengan garis langer.
7) Lakukan pijatan pada daerah sekitar abses dengan tujuan mengeluarkan pus yang
tersisa.
10) Pus yang keluar dari draine bisa dibersihkan 3-5 kali sehari oleh pasien secara
mandiri setelah itu beri povidon iodin dan tutup dengan kassa hipafix.
11) Berikan kembali medikamentosa berupa antibiotik spektrum sempit untuk bakteri
anaerob, analgesik, vitamin dan obat kumur.
3. Kunjungan III
4. Kunjungan IV