Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar
susu mamalia betina.Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka
dapat mencerna makanan padat. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983,
dijelaskan definisi susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni,
susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar adalah susu murni yangtidak
mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing
sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tanpa
mengurangi atau menambah sesuatukomponen atau bahan lain. Susu merupakan
produk pangan yang menjadi sumber utama pemenuhankebutuhan kalsium (Ca)
tubuh.
Susu tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Susu
disusun oleh zat utama yang berupa air, protein dan lemak, karbohidrat, mineral-
mineral dan vitamin-vitamin. Susu terdiri dari air 87,9% dan bahan kering 12,1%.
Bahan kering ini terdiri dari bahan kering tanpa lemak (BKTL), lemak dan
vitamin A, D, E dan K (3,45%). Bahan kering tanpa lemak (BKTL) terdiri dari
protein (3,2%), laktosa (4,6%), mineral-mineral vitamin (B dan C), gas-gas, enzim
dan Nitrogen nonprotein (NPN= 0,7%). Dengan konsumsi yang masih relative
rendah ini, maka kontribusi susu terhadap intake protein asal ternak adalah 10%.
Susu murni seringkali dipalsukan dengan berbagai cara dengan dan tujuan
berbeda-beda. Adanya pengujian terhadap kualitas susu murni dapat diketahui
apakah susu tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI dan bebas
dari penyakit diagnose mastitis. Penyakit radang kelenjar susu yang dikenal
sebagai mastitis, merupakan masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan
sapi perah yang sangat merugikan, Mastitis adalah penyakit yang merupakan
masalah di seluruh dunia yang mengakibatkan kerugian yang besar pada
peternakan sapi perah akibat kualitas susu yang buruk, penurunan produksi susu,
peningkatan biaya obat dan pelayanan dokter hewan,tingginya jumlah ternak yang
diafkir sebelum waktunya dan kadangkadang terjadi kematian akibat penyakit

1
tersebut. Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum untuk melihat
kualitas susu segar telah memnuhi standar SNI.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum Produksi Ternak Perah ini yaitu untuk melihat kualitas
susu segar dengan cara pemeriksaan kesegaran air susu, pemeriksaan pemallsuan
air susu dan pemeriksaan komposisi air susu.
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui
ciri-ciri air susu segar, mengetahui apakah susu yang digunakan didalam
praktikum masih murni atau sudah dipalsukan, komposisi yang terdapat didalam
air susu serta jumlah dan jenis mikroba yang ada didalam susu

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan Kesegaran Air Susu


Dwitania dan Swacita (2013), hasil uji didih negatif ditandai dengan tidak
adanya gumpalan susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, hal ini
dikarenakan susu masih dalam keadaan homogeny.
Dwitania dan Swacita (2013), uji didih, susu sapi kemasan yang dijual di
empat wilayah Denpasar Timur, Denpasar Barat, Denpasar Utara, dan Denpasar
Selatan memberikan hasil negative.
Lukman (2009), susu segar yang normal mempunyai bau yang khas
terutama karena adanya asam-asam lemak.
Pramesthi (2015), Ph susu segar sapi perah Friesian Holstein di Unit
Pelaksanaan Pembibitan Daerah Semarang didapatkan hasil 5,6.
Sasongko et al., (2012), jumlah bakteri dalam susu akan berpengaruh
terhadap pH susu, semakin banyak bakteri yang mencemari susu maka kualitas
susu akan menurun dan hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan nilai pH susu
menuju ke arah asam.
Sudarwanto (2009), Susu yang tidak baik (misalnya susu asam) akan
pecah atau menggumpal jika ditambah alkohol, semakin tinggi derajat asam maka
kepekatan alkohol yang dibutuhkan untuk memecah susu dengan jumlah yang
sama akan semakin sedikit.
Umar et.al., (2014), semakin banyak jumlah bakteri yang ada didalam susu
maka semakin banyak enzim yang dihasilkan dan semakin cepat terjadi perubahan
warna biru menjadi putih.
Warni (2014), warna susu yang normal adalah putih sedikit kekuningan.
Warna susu dapat bervariasi dari putih kekuningan hingga putih sedikit kebiruan
dapat tampak pada susu yang memiliki kadar lemak rendah atau pada susu skim.
Wasti (2006), pemeriksaan uji alkohol menggunakan 60 sampel dengan 2
kali ulangan hasilnya yaitu negative.
2.2. Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu

3
Cahyadi (2008), yang menyatakan bahwa adanya kandungan HCHO
(formalin) ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang hingga ungu tua yang
muncul ketika uji formalin.
Krishnaiah (2005), penurunan nilai BJ susu segar dapat disebabkan oleh
penambahan air, penambahan lemak, dan kenaikan suhu. Penambahan air dapat
menyebabkan susu menjadi cair sehingga konsentrasi zat-zat penyusun dalam
susu menurun.
Susatyo et.al., (2011), susu segar dari ternak sapi di Indonesia rata-rata
memiliki nilai BJ sebesar 1.0250.
Wulandari (2012), Berat jenis (BJ) suatu bahan adalah perbandingan
antara berat bahan tersebut dengan berat air pada volume dan temperatur yang
sama
Wulandari (2012), BJ dari seluruh sampel susu segar dari pemasok
industri pengolahan susu (IPS)baik dari hasil pemerahan pagi maupun sore adalah
1.0256.
2.3. Pemeriksaan Komposisi Air Susu
Adriani (2010), mekanisme kerja reagen arysulfonate pada uji CMT akan
memecah sel somatikyang terdapat pada susu sehingga mengakibatkan
penggumpalan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), menetapkan cemaran
mikroba pada susu sapi segar mempunyai batas cemaran bakteri
Enterobacteriaceae sebanyak 1000 cfu/ml dengan total mikroorganisme (TPC)
1.000.000 cfu/ml.
Jenkins (2006), komposisi hijauan dalam ransum mempengaruhi KP,
pengurangan proporsi hijauan hingga 10% (dry matter) dalam pakan dapat
meningkatkan nilai KP hingga 0.4% di dalam susu.
Kumar et al., (2010) penyakit radang kelenjar susu yang dikenal sebagai
mastitis, merupakan masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi
perah yang sangat merugikan, Mastitis adalah penyakit yang merupakan masalah
di seluruh dunia yang mengakibatkan kerugian yang besar pada peternakan sapi
perah akibat kualitas susu yang buruk, penurunan produksi susu, peningkatan

4
biaya obat dan pelayanan dokter hewan,tingginya jumlah ternak yang diafkir
sebelum waktunya dan kadangkadang terjadi kematian akibat penyakit tersebut.
Legowo et al. (2009) menyatakan bahwa tingginya kandungan total bahan
kering dalam susu sangat dipengaruhi oleh komposisi nutrien seperti lemak,
protein, laktosa, vitamin, mineral dan lain-lain.
Ng-Kwai-Hang (2005), protein susu merupakan kelompok molekul yang
sangat heterogen, terdiri dari lima kategori yaitu kasein, protein whey, protein
globul lemak susu, enzim dan protein minor lainnya.
Putri (2016), kadar protein susu berdasarkan waktu penyimpanan yaitu
pada kondisi control (0 jam) adalah 4,26%, kemudian terjadi penurunan sebesar
0,53% selama penyimpanan 3 jam menjadi 3,37%, kadar protein selama
penyimpanan 6 jam yaitu 3,21%
Salputra (2012), penyimpanan susu mentah pada suhu refrigerator
memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar protein.
Venifera (2016), kadar protein air susu yang dipasarkan di kota Kediri
yaitu 2,5864%.
Vergi (2015), rata-rata total bahan kering susu P1 adalah 1,80 kg/ekor/hari
(13,50%) dan P2 adalah 1,58 kg/ekor/hari (12,84%).
Wulandari (2012) rata-rata bahan kering susu segar dari pemasok industri
pengolahan susu (IPS) yaitu 10,8%.
Zalizar (2018), persentase yang negatif mastitis cukup besar yaitu 31,82
persen di Dusun Maron Sebaluh dan 39,81 persen di Dusun Bakir.

5
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Produksi Ternak Perah ini dilaksanakan di Laboratorium
Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi setiap hari Rabu mulai dari
tanggal 03 April – 09 Mei 2019 pukul 09.30 WIB s/d selesai.
3.2. Materi
Alat dan bahan yang digunakan yaitu tabung reaksi, penjepit tabung
reaksi, pipet 10 ml, pembakar Bunsen, penangas air (water bath), kertas saring
(diameter 25 cm), corong, gelas penampung atau beker glass, ph strip, alkohol
(68%,70%,75%, 96%), larutan biru metilen, laktodensimeter, gelas ukur 100 ml,
mikroskop, gelas objek, F01, F02, standar warna formalin, paddle test, pipet tetes,
reagen CMT, detergent, timbangan analitik skala 0,1 mg. oven 102℃, eksikator,
cawan gelas penutup 5 cm, pipet 1 ml dan 5 ml, buret, labu erlenmeyer, larutan
NaOH 0,1 N, Kalium Oksalat (K2C2O7H2O), formalis 35%, penolpthaline (PP)
2%, Cobalt Sulfat (CoSO4.7 H2O), aquadest, air susu segar, susu UHT, pati,
santan dan susu basi.
3.3. Metode
Uji kebersihan terdiri dari uji warna, uji bau, uji kekentalan dan uji rasa.
Uji warna yaitu masukkan 5-10 ml sampel susu kedalam tabung reaksi lalu amati
warnanya. Uji bau, cara kerjanya yaitu pertama, masukkan sampel susu kedalam.
Kedua, panaskan air susu tersebut menggunakan pembakar Bunsen sekitar 30
detik jangan sampai mendidih. Ketiga, sambi mengangkat tabung reaksi, uji bau
dapat dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang telah
dipanaskan. Uji kekentalan, dilakukan dengan memiringkan tabung reaksi,
kemudian ditegakkan kembali. Perhatikan air susu yang membasahi dinding
tabung. Uji rasa, teteskan satu tetes air susu keatas telapak tangan setiap praktikan.
Amati rasa susu tersebut.

6
Uji kebersihan dengan metode saring dilakukan dengan cara pertama,
homogenkan 500 ml air susu. Kedua, tuangkan sampel susu secara perlahan-lahan
melalui dinding corong. Pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu
ditampung dalam becker glass. Ketiga, setelah kertas saring dilepaskan, amati
kotoran yang tertinggal dikertas saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu,
potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain. Keempat, periksalah kotoran yang
tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang
tampak. Penilaian dapat berupa bersih, cukup bersih, sedikit kotor dan kotor
sekali.
Pengukuran pH menggunakan Ph strip dilakukan dengan cara yang
pertama, masukkan air susu 5 ml kedalam tabung reaksi. Kedua, masukkan Ph
strip kedalam tabung reaksi yang telah diisi dengan susu ±1-2 detik. Ketiga,
angkat Ph strip samakan warna Ph strip dengan kotak Ph strip.
Uji alkohol dilakukan dengan cara pertama, siapksn 4 tabung reaksi.
Tabung reaksi masing-masing diisi 3 ml air susu. Tabung I ditambahkan 3 ml
alkohol 68%, tabung II ditambahkan 3 ml alkohol 70%, tabung III ditambahkan 3
ml alkohol 75% dan tabung IV ditambahkan alkohol 96% untuk control. Kedua,
masing-masing tabung dikocok dan diamati. Ketiga, bila susu pecah (ditandai
dengan endapan halus pada dinding tabung) maka sampel susu tersebut asam dan
hasil uji positif. Bila susu tidak pecah dan tetap homogen, hasil uji dinyatakan
negative dan susu normal (baik).
Uji didih atau masak dilakukan dengan cara yaitu pertama, masukkan 5 ml
air susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih. Kedua, penilaian,
bila terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak)
dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan
hasil uji negatif.
Uji reductase dengan biru metilen dilakukan dengan cara yang pertama,
masukkan 1 ml larutan biru metilen kedalam tabung reaksi dan tambahkan sampel
susu. Kedua, tutup tabung ditutup dengan kain kasa, lalu campurkan sampai
warna biru merata. Caranya dengan membolak-balik tabung (kira-kira) 3 kali.
Ketiga, masukkan tabung kedalam water bath (37 ± 1℃) selama 4-4,5 jam.

7
Keempat, apabila akan membaca hasil, maka warna sudah berubah menjadi putih.
Sebaiknya reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.
Pembuktian penambahan air pada susu segar dilakukan dengan cara yang
pertama, masukkan air susu sebanyak 100 ml kedalam gelas ukur. Kedua,
masukkan laktodensimeter kedalam tabung reaksi. Ketiga, ukur BJ susu tersebut.
BJ susu normal berkisar 1,0280-1,0320.
Pembuktian penambahan santan secara mikroskopik dilakukan dengan
cara yang pertama, bersihkan sebuah objek glass. Kedua, teteskan 1 tetes susu dan
tutup dengan coverglass, hindari terbentuknya gelembung udara. Ketiga, lihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 X dan 45 X. Keempat,
tampak dibawah mikroskop butir-butir lemak susu homogen, sedangkan butir-
butir lemak nabati lebih besar dari butir lemak susu.
Pengukuran kadar bahan kering dilakukan dengan cara yang pertama,
keringkan cawan dan tutupnya dalam oven (102℃ ¿ selama 10 menit. Kedua,
setelah itu masukkan cawan kedalam eksikator sampai suhunya sama dengan suhu
kamar. Ketiga, timbang cawan beserta tutupnya (G1). Keempat, masukkan 3 ml
sampel susu kedalam cawan. Kelima, timbang kembali cawan yang berisi sampel
beserta tutupnya (G2). Keenam, masukkan cawan kedalam oven (102℃± 2℃)
dan letakkan tutup cawan disamping cawan. Ketujuh, biarkan 1 jam, setelah itu
keluarkan dari oven dan masukkan cawan yang telah ditutup kembali kedalam
eksikator (cawan harus ditutup selama berada didalam eksikator). Kedelapan,
masukkan kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam. Setelah itu
masukkan kembali kedalam eksikator sampai dingin. Timbang kembali cawan
tersebut (G3.2).
Kadar bahan kering air susu dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
(G3−G 1)
Kadar Bahan Kering ( % ) = x 100 %
(G 2−G 1)
Keterangan :
G1 = Berat cawan dan tutupnya
G2 = Berat cawan, tutupnya dan sampel
G3 = Berat cawan, tutupnya dan bahan kering

8
Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara yang pertama, masukkan
10 ml susu kedalam erlenmeyer, tambahkan 20 ml aquades, 0,4 ml kalium oksalat,
1 dan phenolpthaline (PP). Diamkan 2 menit. Kedua, titrasilah lauran dengan 0,1
N NaOH sampai warna menjadi merah jambu. Ketiga, setelah warna tercapai
tambahkan 2 ml larutan formaldehid dan titrasilah kembali dengan larutan 0,1 N
NaOH sampai warna menjadi merah jambu kembali. Catatlah titrasi kedua ini.
Keempat, buatklah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades,+ 0,4 ml kalium
oksalat + 1 ml phenolpthaline (PP) + 2 ml formaldehid dan titrasilah
menggunakan larutan 0,1 N NaOH. Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua dikurangi
titrasi blanko merupakan titrasi formol.
Kadar protein susu, kasein dan N dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :
% Protein susu = 1,83 x titrasi formol
% Kasein = 1,63 x ml titrasi formol
titrasi formol
%N = x N.NaOH x 14,008
g bahan x 10
Mikrobiologi susu dilakukan dengan cara yang pertama, strerilkan petri
dish menggunakan autoclave (121℃) selama 15-20 menit. Kedua, tuangkan 15
ml agar cair kedalam cawan petri dan biarkan memadat. Ketiga, pipet sampel
yang telah diencerkan 0,1 ml dan tuangkan dituangkan diatas agar yang sudah
memadat. Keempat, sebarkan larutan sampel keseluruh permukaan agar dengan
meggunakan ose bengkok. Kelima, biarkan contoh mengering selama 15 menit,
kemudian cawan petri dibalik dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 30-32
℃. Kelima, lakukan perhitungan koloni yang terdapat didalam agar.
Jumlah koloni per ml air susu dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
1
Koloni per ml = jumlah koloni x
Faktor pengenceran

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemeriksaan Kesegaran Air Susu


Menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011, susu segar adalah cairan yang berasal
dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan
yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu
apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan.
a. Uji organoleptik atau Sensorik
Pada uji organoleptik ini kita dapat mengetahui kualitas air susu yang kita
amati dengan 4 tahap pengujian yaitu uji warna, bau, rasa dan kekentalan.
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, pada uji warna mendapat hasil
bahwa warna susu yang digunakan pada saat praktikum yaitu putih kekuning
kuningan. Hal ini menandakan bahwa air susu tersebut normal (baik) dan aman
untuk dikonsumsi. Menurut Warni (2014), warna susu yang normal adalah putih
sedikit kekuningan. Warna susu dapat bervariasi dari putih kekuningan hingga
putih sedikit kebiruan dapat tampak pada susu yang memiliki kadar lemak rendah
atau pada susu skim.
Warna putih pada susu diakibatkan oleh dispresi yang merefleksikan sinar
dari globula-globula lemak serta partikel-partikel koloid senyawa kasein dan
kalsium fosfat. Warna kekuningan disebabkan karena adanya figmen karotein
yang terlarut di dalam lemak susu. Karotein mempunyai keterkaitan dengan
pigmen santofil yang banyak ditemukan didalam tanaman-tanaman hijauan. Bila
karoten dan santofil dikonsumsi oleh sapi perah, maka akan ikut dalam aliran
darah dan sebagian terlarut/ bersatu dalam lemak susu.

10
Uji kekentalan (viskositas) susu pada saat praktikum menunjukkan susu
normal dan tidak ada penambahan apapun sehingga susu tersebut aman untuk
dikonsumsi. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang didapat yaitu kental.
Uji bau dibuktikan dengan memanaskan air susu yang terdapat didalam
tabung reaksi menggunakan pembakar bunsen. Setelah susu dipanaskan, maka
susu akan mengeluarkan aroma yang spesifik dimana bau susu yang dipanaskan
lebih tajam dari pada susu yang tidak dipanaskan.

Gambar 1. Uji Bau


Hasil yang pada saat praktikum menunjukkan bahwa susu tersebut
memiliki bau khas seperti bau susu. Hal ini menandakan bahwa susu tersebut
memiliki bau yang normal. Menurut Lukman (2009) susu segar yang normal
mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam-asam lemak
Hasil praktikum tentang pengamatan uji rasa disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Rasa Air Susu Segar
No Nama praktikan Uji rasa
1. Ayoga Fanahari Pralasya Agak manis
2. M. Riza Aditya Agak manis
3. Rada Yamerbuke Agak manis
4. Padilah anggun Pratiwi Agak manis
5. Ghea Bunga Pertiwi Agak manis
6. Cica Amalinda Batubara Agak manis
7. Asima Maranata Simatupang Agak manis
8. Yosua Gultom Agak manis
Sumber : Data Kelas A Kelompok 1 Angkatan 2017 Fakultas Peternakan
Universitas Jambi
Dari hasil uji rasa air susu yang didapatkan menunjukkan bahwa susu
tersebut normal (baik), hal ini ditunjukkan dengan pendapat 8 anggota kelompok
yang menyatakan bahwa air susu tersebut memiliki rasa agak manis (Tabel 1).
b. Uji Kebersihan Menggunakan Metode Saring

11
Penyaringan susu adalah kebersihan yang meliputi ada tidaknya kotoran
yang ada didalam susu. Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan benda-
benda pengotor susu yang terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga
bertujuan untuk menghilangkan sebagian leukosit dan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan susu selama proses penyimpanan.

Gambar 2. Proses Penyaringan Susu


Dari gambar 2 diatas, tampak bahwa pada uji kebersihan susu dinyatakan
bersih, hal ini dikarenakan tidak ada bahan pengotor yang tertinggal pada kertas
saring.
c. Pengukuran Ph dengan Ph Strip
Ph air susu menunjukkan derajat keasaman susu dengan menghitung log
konsentrasi ion H+ dalam susu.

Gambar 3. Pengukuran pH susu


Pengukuran Ph susu yang didapatkan pada saat praktikum menunjukkan
bahwa susu tersebut tidak normal dan telah mengalami penyimpanan sehingga Ph
susu menurun. Hal ini dibuktikan dengan hasi yang didapat pada saat pengukuran
Ph yaitu 5.6. Sama halnya dengan penelitian Pramesthi (2015), Ph susu segar sapi
perah Friesian Holstein di Unit Pelaksanaan Pembibitan Daerah Semarang
didapatkan hasil 5,6. pH susu yang dihasilkan pada saat praktikum masih di
bawah standar kualitas susu yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia
(SNI, 2011) yaitu antara 6,3-6,8.

12
Penurunan Ph susu ini disebabkan oleh lama penyimpanan susu sehingga
mikroorganisme yang tinggi didalam susu sehingga mempengaruhi pH atau
tingkat keasaman susu. semakin banyak bakteri maka semakin banyak laktosa
susu yang akan diubah menjadi asam laktat sehingga susu berubah menjadi asam.
Menurut Sasongko et al. (2012), jumlah bakteri dalam susu akan berpengaruh
terhadap pH susu, semakin banyak bakteri yang mencemari susu maka kualitas
susu akan menurun dan hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan nilai pH susu
menuju ke arah asam.
d. Uji Alkohol
Hasil uji alkohol menggunakan 4 perlakuan ditampilkan pada gambar

Gambar 4. Uji Alkohol Dengan Konsentrasi 68%,70%,75%.96%


Dari praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa uji alkohol pada air susu
hasilnya adalah positif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan derajat asam yang
tinggi menyebabkan hasil positif alkohol. Sedangkan pada penelitian Wasti
(2006), pemeriksaan uji alkohol menggunakan 60 sampel dengan 2 kali ulangan
hasilnya yaitu negative.
Uji alkohol dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu
penyimpanan susu (dalam suhu kamar) maka peluang susu menjadi rusak (asam)
semakin besar. Mikroorganisme yang ada di dalam susu mentah akan mengubah
komposisi susu sehingga susu menjadi lebih asam. Susu yang tidak baik (misalnya
susu asam) akan pecah atau menggumpal jika ditambah alkohol, semakin tinggi
derajat asam maka kepekatan alkohol yang dibutuhkan untuk memecah susu
dengan jumlah yang sama akan semakin sedikit (Sudarwanto 2009). Susu yang
tidak baik (susu asam) akan pecah atau menggumpal bila dimasak sampai
mendidih karena kestabilan kaseinnya berkurang.
e. Uji Didih atau Masak

13
Uji didih dilakukan untuk mengetahui kestabilan kasein susu, dimana susu
yang tidak baik akan pecah atau menggumpal pada saat dipanaskan sampai
mendidih atau air susu menjadi asam karena kestabilan air susu kurang
memungkinkan koagulasi kasein.

Gambar 5. Uji Didih Susu


Dari hasil uji didih yang telak dilakukan, didapatkan bahwa hasilnya
positif, hal ini dibuktikan dengan susu tersebut pecah atau menggumpal.
Sedangkan pada penelitian Dwitania dan Swacita (2013), uji didih, susu sapi
kemasan yang dijual di empat wilayah Denpasar Timur, Denpasar Barat,
Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan memberikan hasil negative.
Perbedaan yang didapatkan dari hasil praktikum dengan penelitian
terdahulu yaitu disebabkan susu tersebut sudah rusak dan derajat asamnya yang
tinggi sehingga pada saat dipanaskan susu akan pecah. Menurut Dwitania dan
Swacita (2013), Hasil uji didih negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan
susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, hal ini dikarenakan susu masih
dalam keadaan homogeny.
f. Uji Reduktase Dengan Biru Metilen
Uji ini didasarkan pada prinsip bahwa metal biru (indicator) yang
berwarna biru akan teroksidasi, direduksi menjadi senyawa tidak berwarna (leuco
bentuk) sebagai akibat dari aktivitas metabolism bakteri dalam susu.

Gambar 6. Uji Reduktase Dengan Metilen Biru

14
Dari gambar 6 diatas tampak bahwa kualitas air susu yang dibuktikan pada
saat praktikum jelek. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji reductase yang positif.
Penyebabnya dikarenakan adanya keaktifan enzim reductase yang dihasilkan
bakteri dalam mereduksi methylene blue. Semakin banyak jumlah bakteri yang
ada didalam susu maka semakin banyak enzim yang dihasilkan dan semakin cepat
terjadi perubahan warna biru menjadi putih (Umar et.al., 2014)
4.2. Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu
a. Pembuktian Penambahan Air
Pada uji pembuktian penambahan ir ini dibuktikan melalui pengukuran
berat jenis. Berat jenis (BJ) suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan
tersebut dengan berat air pada volume dan temperatur yang sama (Wulandari,
2012). Pengukuran berat jenis pemalsuan air susu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran Berat Jenis Susu Yang Dipalsukan
Sampel Berat Jenis (BJ)
Susu murni 1,024
Susu + air 1,008
Susu UHT 1,026
Susu basi 1,030
Pati >1,040
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari tabel 2 diatas menunjukkan bahwa berat jenis (BJ) susu murni yaitu
1,240. Sedangkan menurut Wulandari (2012), BJ dari seluruh sampel susu segar
dari pemasok industri pengolahan susu (IPS)baik dari hasil pemerahan pagi
maupun sore adalah 1.0256. Hal ini berbeda tipis dengan hasil yang didapat dari
penelitian Susatyo et al., (2011), susu segar dari ternak sapi di Indonesia rata-rata
memiliki nilai BJ sebesar 1.0250.
Hasil praktikum dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rata-rata
nilai BJ sampel susu segar lebih rendah dibandingkan standar minimum yang
telah ditetapkan pada SNI No. 01 – 3141 – 2011. Standar minimum BJ susu segar
yang ditetapkan dalam SNI adalah 1.0720. Berat jenis susu yang menurun ini
diakibatkan oleh air susu yang telah dipalsukan dengan penambahan air. Menurut
Vishweshwar dan Krishnaiah (2005), penurunan nilai BJ susu segar dapat
disebabkan oleh penambahan air, penambahan lemak, dan kenaikan suhu.

15
Penambahan air dapat menyebabkan susu menjadi cair sehingga konsentrasi zat-
zat penyusun dalam susu menurun.
b. Pembuktian Penambahan Santan Secara Mikroskopik
Penambahan santan kedalam air susu akan menyebabkan berat jenis naik
(tetapi dapat juga turun), kadar lemak naik dan angka angka katalase naik.
Normalnya, lemak susu mempunyai ukuran yang hampir homogen, sehingga
dibawah mikroskop tampak ukuran lemak yang homogen.

Gambar 7. Lemak Susu Segar dan Lemak Pati


Dari praktikum yang telah dilaksanakan, seperti gambar 7 diatas tampak
dibawah mikroskop bahwa ukuran lemak susu segar ukurannya lebih besar
dibandingkan ukuran lemak pati. Penambahan santan pada susu akan terlihat
adanya lemak susu yang heterogen.
c. Pembuktian Penambahan Formalin
Formalin mempunyai daya kerja membunuh mikroorganisme dan
berfungsi mempertahankan kesegaran air susu. Susu yang telah diawetkan dengan
formalin tidak boleh dikonsumsi (berbahaya). Oleh karena itu, susu harus
diperiksa bebas dari formalin.

Gambar 8. Pembuktian Penambahan Formalin


Pada uji pembuktian penambahan formalin 1 tetes dalam 200 ml air susu
sangat berpengaruh terhadap susu tersebut, hal ini dibuktikan dengan perubahan
warna ungu pada air susu. Menurut Cahyadi (2008), yang menyatakan bahwa

16
adanya kandungan HCHO (formalin) ditunjukkan dengan adanya warna ungu
terang hingga ungu tua yang muncul ketika uji formalin.
4.3. Pemeriksaan Komposisi Air Susu
a. Pengukuran Kadar Bahan Kering
Bahan kering (BK) adalah komponen penyusun susu selain air. Hasil
praktikum yang mencakup pengukuran kadar bahan kering disajikan pada tabel 1.
Tabel 3. Kadar Bahan Kering Air Susu
Kelompok G1 (gram) G2 (gram) G3 (gram) BK (%)
A.1 29,33 32,18 30,77 51
A.2 29,56 32,94 31,64 37
A.3 29,35 31,91 30,45 60
A.4 30,97 33,13 31,71 43
A.5 31,08 33,45 32,09 42
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa air susu yang digunakan
dalam praktikum ini merupakan susu yang bagus, hal ini ditunjukkan dengan nilai
kadar bahan kering yang didapat pada kelompok A.1 yaitu 37%. Sedangkan
menurut Wulandari (2012) rata-rata bahan kering susu segar dari pemasok industri
pengolahan susu (IPS) yaitu 10,8%. Namun hal ini cukup berbeda dengan
pendapat Vergi (2015) rata-rata total bahan kering susu P1 adalah 1,80
kg/ekor/hari (13,50%) dan P2 adalah 1,58 kg/ekor/hari (12,84%).
Kadar bahan kering (BK) yang didapatkan pada saat praktikum dengan
penelitian terdahulu sudah memenuhi standar SNI (2011) total bahan kering
dalam susu minimal 10,8%. faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering yaitu
nutrient yang terkandung didalam ransum. Menurut Legowo et al. (2009)
menyatakan bahwa tingginya kandungan total bahan kering dalam susu sangat
dipengaruhi oleh komposisi nutrien seperti lemak, protein, laktosa, vitamin,
mineral dan lain-lain.
b. Pengukuran Kadar Protein
Protein susu merupakan kelompok molekul yang sangat heterogen, terdiri
dari lima kategori yaitu kasein, protein whey, protein globul lemak susu, enzim
dan protein minor lainnya (Ng-Kwai-Hang, 2005). Hasil praktikum yang
mencakup pengukuran kadar protein air susu disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Kadar Protein Air Susu

17
Kelompok Titrasi formol %P %Kasein %N
A.1 1 1,83 1,63 0,014
A.2 9,2 16,84 15,00 0,09
A.3 0,8 1,46 1,30 0,085
A.4 1,4 2,56 2,23 0,019
A.5 0,8 1,46 1,30 1,01
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari tabel 4 diatas, diperoleh kadar protein pada kelompok A.1 yaitu
1,83%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Venifera (2016), kadar
protein air susu yang dipasarkan di kota Kediri yaitu 2,5864%. Hal ini berbeda
dengan pendapat Putri (2016), kadar protein susu berdasarkan waktu
penyimpanan yaitu pada kondisi control (0 jam) adalah 4,26%, kemudian terjadi
penurunan sebesar 0,53% selama penyimpanan 3 jam menjadi 3,37%, kadar
protein selama penyimpanan 6 jam yaitu 3,21%
Nilai kadar protein minimal yang ditetapkan dalam SNI 01 – 3141 – 2011
adalah 2.8%. Hal ini menandakan bahwa kadar protein yang didapatkan tidak
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI. Kadar protein susu yang
rendah disebabkan oleh susu yang digunakan pada saat praktikum bukan susu
segar akan tetapi susu yang sudah mengalami penyimpanan. Menurut Salputra
(2012) menyatakan pula dalam penelitiannya bahwa penyimpanan susu mentah
pada suhu refrigerator memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar protein.
Penurunan kadar protein dapat juga dipengaruhi oleh jenis sapi perah,
nutrisi yang terdapat didalam pakan, manajemen, dan penyakit. Jenkins (2006)
menyatakan, komposisi hijauan dalam ransum mempengaruhi KP, pengurangan
proporsi hijauan hingga 10% (dry matter) dalam pakan dapat meningkatkan nilai
KP hingga 0.4% di dalam susu.
c. Mikrobiologi Susu
Bakteri yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus,
Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta E. coli. Jumlah bakteri dalam air
susu dapat digunakan sebagai indikator terhadap kualitas susu. Selain itu, jenis
bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae serta Streptobacillus telah lama
dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu.

18
Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008) menetapkan cemaran mikroba
pada susu sapi segar mempunyai batas cemaran bakteri Enterobacteriaceae
sebanyak 1000 cfu/ml dengan total mikroorganisme (TPC) 1.000.000 cfu/ml.
Perlakuan pra pemerahan, saat pemerahan dan pasca pemerahan
merupakan faktor-faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah,
namun kesadaran peternak akan kebersihan lingkungan masih kurang
diperhatikan. Hal ini akan menyebabkan adanya kontaminasi dari berbagai
mikroorganisme, sehingga akan mempengaruhi kualitas susu.
d. Diagnosa Mastitis
Penyakit radang kelenjar susu yang dikenal sebagai mastitis, merupakan
masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi perah yang sangat
merugikan, Mastitis adalah penyakit yang merupakan masalah di seluruh dunia
yang mengakibatkan kerugian yang besar pada peternakan sapi perah akibat
kualitas susu yang buruk, penurunan produksi susu, peningkatan biaya obat dan
pelayanan dokter hewan,tingginya jumlah ternak yang diafkir sebelum waktunya
dan kadangkadang terjadi kematian akibat penyakit tersebut (Kumar et al., 2010).

Gambar 9. Uji Diagnosa Mastitis


Uji diagnosa mastitis pada air susu yang ditambahkan reagen CMT dan
detergent hasilnya negatif dan bebas dari mastitis. Hal ini dibuktikan dengan air
susu yang tetap encer ketika dihomogenkan menggunakan reagen CMT dan
detergent. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Zalizar (2018),
persentase yang negatif mastitis cukup besar yaitu 31,82 persen di Dusun Maron
Sebaluh dan 39,81 persen di Dusun Bakir.
Air susu ternak yang menderita mastitis akan mengental jika ditambahkan
reagen CMT. Hal ini sesuai dengan pendapat Adriani (2010), mekanisme kerja

19
reagen arysulfonate pada uji CMT akan memecah sel somatikyang terdapat pada
susu sehingga mengakibatkan penggumpalan.

BAB V
PENUTUP

20
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada sub uji organoleptic, uji kebersihan menujukkan bahwa air susu yang
diguanakan saat praktikum normal (baik). Akan tetapi pada uji pengukuran ph, uji
alkohol, uji didih dan uji reductase menandakan susu tersebut kualitasnya jelek
dikarenakan sudah mengalami penyimpanan terlebih dahulu. Pada sub
pemeriksaan pemalsuan air susu BJ air susu tidak memenuhi standar yang
ditetapkan oleh SNI, untuk pembuktian penambahan formalin 1 tetes dalam 200
ml sangat berpengaruh terhadap kualitas air susu. Pada sub komposisi air
susundidapatkan hasil pengukuran kadar bahan kering (BK) dan protein yaitu
51% dan 1,83%. Untuk uji diagnose mastitis membuktikan bahwa air susu yang
digunakan pada saat praktikum bukan berasal dari ternak yang menderita mastitis.
5.2. Saran
Semoga untuk praktikum kedepannya lebih baik lagi dari praktikum yang
telah dilaksanakan dan sesuai dengan yang diharapkan. Harapan kedepannya
semoga alat-alat praktikum ditambah lagi untuk mengefisienkan waktu.

21

Anda mungkin juga menyukai