Pembahasan Ptperah
Pembahasan Ptperah
PENDAHULUAN
1
tersebut. Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum untuk melihat
kualitas susu segar telah memnuhi standar SNI.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum Produksi Ternak Perah ini yaitu untuk melihat kualitas
susu segar dengan cara pemeriksaan kesegaran air susu, pemeriksaan pemallsuan
air susu dan pemeriksaan komposisi air susu.
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui
ciri-ciri air susu segar, mengetahui apakah susu yang digunakan didalam
praktikum masih murni atau sudah dipalsukan, komposisi yang terdapat didalam
air susu serta jumlah dan jenis mikroba yang ada didalam susu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Cahyadi (2008), yang menyatakan bahwa adanya kandungan HCHO
(formalin) ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang hingga ungu tua yang
muncul ketika uji formalin.
Krishnaiah (2005), penurunan nilai BJ susu segar dapat disebabkan oleh
penambahan air, penambahan lemak, dan kenaikan suhu. Penambahan air dapat
menyebabkan susu menjadi cair sehingga konsentrasi zat-zat penyusun dalam
susu menurun.
Susatyo et.al., (2011), susu segar dari ternak sapi di Indonesia rata-rata
memiliki nilai BJ sebesar 1.0250.
Wulandari (2012), Berat jenis (BJ) suatu bahan adalah perbandingan
antara berat bahan tersebut dengan berat air pada volume dan temperatur yang
sama
Wulandari (2012), BJ dari seluruh sampel susu segar dari pemasok
industri pengolahan susu (IPS)baik dari hasil pemerahan pagi maupun sore adalah
1.0256.
2.3. Pemeriksaan Komposisi Air Susu
Adriani (2010), mekanisme kerja reagen arysulfonate pada uji CMT akan
memecah sel somatikyang terdapat pada susu sehingga mengakibatkan
penggumpalan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), menetapkan cemaran
mikroba pada susu sapi segar mempunyai batas cemaran bakteri
Enterobacteriaceae sebanyak 1000 cfu/ml dengan total mikroorganisme (TPC)
1.000.000 cfu/ml.
Jenkins (2006), komposisi hijauan dalam ransum mempengaruhi KP,
pengurangan proporsi hijauan hingga 10% (dry matter) dalam pakan dapat
meningkatkan nilai KP hingga 0.4% di dalam susu.
Kumar et al., (2010) penyakit radang kelenjar susu yang dikenal sebagai
mastitis, merupakan masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi
perah yang sangat merugikan, Mastitis adalah penyakit yang merupakan masalah
di seluruh dunia yang mengakibatkan kerugian yang besar pada peternakan sapi
perah akibat kualitas susu yang buruk, penurunan produksi susu, peningkatan
4
biaya obat dan pelayanan dokter hewan,tingginya jumlah ternak yang diafkir
sebelum waktunya dan kadangkadang terjadi kematian akibat penyakit tersebut.
Legowo et al. (2009) menyatakan bahwa tingginya kandungan total bahan
kering dalam susu sangat dipengaruhi oleh komposisi nutrien seperti lemak,
protein, laktosa, vitamin, mineral dan lain-lain.
Ng-Kwai-Hang (2005), protein susu merupakan kelompok molekul yang
sangat heterogen, terdiri dari lima kategori yaitu kasein, protein whey, protein
globul lemak susu, enzim dan protein minor lainnya.
Putri (2016), kadar protein susu berdasarkan waktu penyimpanan yaitu
pada kondisi control (0 jam) adalah 4,26%, kemudian terjadi penurunan sebesar
0,53% selama penyimpanan 3 jam menjadi 3,37%, kadar protein selama
penyimpanan 6 jam yaitu 3,21%
Salputra (2012), penyimpanan susu mentah pada suhu refrigerator
memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar protein.
Venifera (2016), kadar protein air susu yang dipasarkan di kota Kediri
yaitu 2,5864%.
Vergi (2015), rata-rata total bahan kering susu P1 adalah 1,80 kg/ekor/hari
(13,50%) dan P2 adalah 1,58 kg/ekor/hari (12,84%).
Wulandari (2012) rata-rata bahan kering susu segar dari pemasok industri
pengolahan susu (IPS) yaitu 10,8%.
Zalizar (2018), persentase yang negatif mastitis cukup besar yaitu 31,82
persen di Dusun Maron Sebaluh dan 39,81 persen di Dusun Bakir.
5
BAB III
MATERI DAN METODA
6
Uji kebersihan dengan metode saring dilakukan dengan cara pertama,
homogenkan 500 ml air susu. Kedua, tuangkan sampel susu secara perlahan-lahan
melalui dinding corong. Pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu
ditampung dalam becker glass. Ketiga, setelah kertas saring dilepaskan, amati
kotoran yang tertinggal dikertas saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu,
potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain. Keempat, periksalah kotoran yang
tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang
tampak. Penilaian dapat berupa bersih, cukup bersih, sedikit kotor dan kotor
sekali.
Pengukuran pH menggunakan Ph strip dilakukan dengan cara yang
pertama, masukkan air susu 5 ml kedalam tabung reaksi. Kedua, masukkan Ph
strip kedalam tabung reaksi yang telah diisi dengan susu ±1-2 detik. Ketiga,
angkat Ph strip samakan warna Ph strip dengan kotak Ph strip.
Uji alkohol dilakukan dengan cara pertama, siapksn 4 tabung reaksi.
Tabung reaksi masing-masing diisi 3 ml air susu. Tabung I ditambahkan 3 ml
alkohol 68%, tabung II ditambahkan 3 ml alkohol 70%, tabung III ditambahkan 3
ml alkohol 75% dan tabung IV ditambahkan alkohol 96% untuk control. Kedua,
masing-masing tabung dikocok dan diamati. Ketiga, bila susu pecah (ditandai
dengan endapan halus pada dinding tabung) maka sampel susu tersebut asam dan
hasil uji positif. Bila susu tidak pecah dan tetap homogen, hasil uji dinyatakan
negative dan susu normal (baik).
Uji didih atau masak dilakukan dengan cara yaitu pertama, masukkan 5 ml
air susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih. Kedua, penilaian,
bila terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak)
dan hasil uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan
hasil uji negatif.
Uji reductase dengan biru metilen dilakukan dengan cara yang pertama,
masukkan 1 ml larutan biru metilen kedalam tabung reaksi dan tambahkan sampel
susu. Kedua, tutup tabung ditutup dengan kain kasa, lalu campurkan sampai
warna biru merata. Caranya dengan membolak-balik tabung (kira-kira) 3 kali.
Ketiga, masukkan tabung kedalam water bath (37 ± 1℃) selama 4-4,5 jam.
7
Keempat, apabila akan membaca hasil, maka warna sudah berubah menjadi putih.
Sebaiknya reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.
Pembuktian penambahan air pada susu segar dilakukan dengan cara yang
pertama, masukkan air susu sebanyak 100 ml kedalam gelas ukur. Kedua,
masukkan laktodensimeter kedalam tabung reaksi. Ketiga, ukur BJ susu tersebut.
BJ susu normal berkisar 1,0280-1,0320.
Pembuktian penambahan santan secara mikroskopik dilakukan dengan
cara yang pertama, bersihkan sebuah objek glass. Kedua, teteskan 1 tetes susu dan
tutup dengan coverglass, hindari terbentuknya gelembung udara. Ketiga, lihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 X dan 45 X. Keempat,
tampak dibawah mikroskop butir-butir lemak susu homogen, sedangkan butir-
butir lemak nabati lebih besar dari butir lemak susu.
Pengukuran kadar bahan kering dilakukan dengan cara yang pertama,
keringkan cawan dan tutupnya dalam oven (102℃ ¿ selama 10 menit. Kedua,
setelah itu masukkan cawan kedalam eksikator sampai suhunya sama dengan suhu
kamar. Ketiga, timbang cawan beserta tutupnya (G1). Keempat, masukkan 3 ml
sampel susu kedalam cawan. Kelima, timbang kembali cawan yang berisi sampel
beserta tutupnya (G2). Keenam, masukkan cawan kedalam oven (102℃± 2℃)
dan letakkan tutup cawan disamping cawan. Ketujuh, biarkan 1 jam, setelah itu
keluarkan dari oven dan masukkan cawan yang telah ditutup kembali kedalam
eksikator (cawan harus ditutup selama berada didalam eksikator). Kedelapan,
masukkan kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam. Setelah itu
masukkan kembali kedalam eksikator sampai dingin. Timbang kembali cawan
tersebut (G3.2).
Kadar bahan kering air susu dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
(G3−G 1)
Kadar Bahan Kering ( % ) = x 100 %
(G 2−G 1)
Keterangan :
G1 = Berat cawan dan tutupnya
G2 = Berat cawan, tutupnya dan sampel
G3 = Berat cawan, tutupnya dan bahan kering
8
Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara yang pertama, masukkan
10 ml susu kedalam erlenmeyer, tambahkan 20 ml aquades, 0,4 ml kalium oksalat,
1 dan phenolpthaline (PP). Diamkan 2 menit. Kedua, titrasilah lauran dengan 0,1
N NaOH sampai warna menjadi merah jambu. Ketiga, setelah warna tercapai
tambahkan 2 ml larutan formaldehid dan titrasilah kembali dengan larutan 0,1 N
NaOH sampai warna menjadi merah jambu kembali. Catatlah titrasi kedua ini.
Keempat, buatklah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades,+ 0,4 ml kalium
oksalat + 1 ml phenolpthaline (PP) + 2 ml formaldehid dan titrasilah
menggunakan larutan 0,1 N NaOH. Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua dikurangi
titrasi blanko merupakan titrasi formol.
Kadar protein susu, kasein dan N dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :
% Protein susu = 1,83 x titrasi formol
% Kasein = 1,63 x ml titrasi formol
titrasi formol
%N = x N.NaOH x 14,008
g bahan x 10
Mikrobiologi susu dilakukan dengan cara yang pertama, strerilkan petri
dish menggunakan autoclave (121℃) selama 15-20 menit. Kedua, tuangkan 15
ml agar cair kedalam cawan petri dan biarkan memadat. Ketiga, pipet sampel
yang telah diencerkan 0,1 ml dan tuangkan dituangkan diatas agar yang sudah
memadat. Keempat, sebarkan larutan sampel keseluruh permukaan agar dengan
meggunakan ose bengkok. Kelima, biarkan contoh mengering selama 15 menit,
kemudian cawan petri dibalik dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 30-32
℃. Kelima, lakukan perhitungan koloni yang terdapat didalam agar.
Jumlah koloni per ml air susu dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
1
Koloni per ml = jumlah koloni x
Faktor pengenceran
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Uji kekentalan (viskositas) susu pada saat praktikum menunjukkan susu
normal dan tidak ada penambahan apapun sehingga susu tersebut aman untuk
dikonsumsi. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang didapat yaitu kental.
Uji bau dibuktikan dengan memanaskan air susu yang terdapat didalam
tabung reaksi menggunakan pembakar bunsen. Setelah susu dipanaskan, maka
susu akan mengeluarkan aroma yang spesifik dimana bau susu yang dipanaskan
lebih tajam dari pada susu yang tidak dipanaskan.
11
Penyaringan susu adalah kebersihan yang meliputi ada tidaknya kotoran
yang ada didalam susu. Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan benda-
benda pengotor susu yang terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga
bertujuan untuk menghilangkan sebagian leukosit dan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan susu selama proses penyimpanan.
12
Penurunan Ph susu ini disebabkan oleh lama penyimpanan susu sehingga
mikroorganisme yang tinggi didalam susu sehingga mempengaruhi pH atau
tingkat keasaman susu. semakin banyak bakteri maka semakin banyak laktosa
susu yang akan diubah menjadi asam laktat sehingga susu berubah menjadi asam.
Menurut Sasongko et al. (2012), jumlah bakteri dalam susu akan berpengaruh
terhadap pH susu, semakin banyak bakteri yang mencemari susu maka kualitas
susu akan menurun dan hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan nilai pH susu
menuju ke arah asam.
d. Uji Alkohol
Hasil uji alkohol menggunakan 4 perlakuan ditampilkan pada gambar
13
Uji didih dilakukan untuk mengetahui kestabilan kasein susu, dimana susu
yang tidak baik akan pecah atau menggumpal pada saat dipanaskan sampai
mendidih atau air susu menjadi asam karena kestabilan air susu kurang
memungkinkan koagulasi kasein.
14
Dari gambar 6 diatas tampak bahwa kualitas air susu yang dibuktikan pada
saat praktikum jelek. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji reductase yang positif.
Penyebabnya dikarenakan adanya keaktifan enzim reductase yang dihasilkan
bakteri dalam mereduksi methylene blue. Semakin banyak jumlah bakteri yang
ada didalam susu maka semakin banyak enzim yang dihasilkan dan semakin cepat
terjadi perubahan warna biru menjadi putih (Umar et.al., 2014)
4.2. Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu
a. Pembuktian Penambahan Air
Pada uji pembuktian penambahan ir ini dibuktikan melalui pengukuran
berat jenis. Berat jenis (BJ) suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan
tersebut dengan berat air pada volume dan temperatur yang sama (Wulandari,
2012). Pengukuran berat jenis pemalsuan air susu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran Berat Jenis Susu Yang Dipalsukan
Sampel Berat Jenis (BJ)
Susu murni 1,024
Susu + air 1,008
Susu UHT 1,026
Susu basi 1,030
Pati >1,040
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari tabel 2 diatas menunjukkan bahwa berat jenis (BJ) susu murni yaitu
1,240. Sedangkan menurut Wulandari (2012), BJ dari seluruh sampel susu segar
dari pemasok industri pengolahan susu (IPS)baik dari hasil pemerahan pagi
maupun sore adalah 1.0256. Hal ini berbeda tipis dengan hasil yang didapat dari
penelitian Susatyo et al., (2011), susu segar dari ternak sapi di Indonesia rata-rata
memiliki nilai BJ sebesar 1.0250.
Hasil praktikum dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rata-rata
nilai BJ sampel susu segar lebih rendah dibandingkan standar minimum yang
telah ditetapkan pada SNI No. 01 – 3141 – 2011. Standar minimum BJ susu segar
yang ditetapkan dalam SNI adalah 1.0720. Berat jenis susu yang menurun ini
diakibatkan oleh air susu yang telah dipalsukan dengan penambahan air. Menurut
Vishweshwar dan Krishnaiah (2005), penurunan nilai BJ susu segar dapat
disebabkan oleh penambahan air, penambahan lemak, dan kenaikan suhu.
15
Penambahan air dapat menyebabkan susu menjadi cair sehingga konsentrasi zat-
zat penyusun dalam susu menurun.
b. Pembuktian Penambahan Santan Secara Mikroskopik
Penambahan santan kedalam air susu akan menyebabkan berat jenis naik
(tetapi dapat juga turun), kadar lemak naik dan angka angka katalase naik.
Normalnya, lemak susu mempunyai ukuran yang hampir homogen, sehingga
dibawah mikroskop tampak ukuran lemak yang homogen.
16
adanya kandungan HCHO (formalin) ditunjukkan dengan adanya warna ungu
terang hingga ungu tua yang muncul ketika uji formalin.
4.3. Pemeriksaan Komposisi Air Susu
a. Pengukuran Kadar Bahan Kering
Bahan kering (BK) adalah komponen penyusun susu selain air. Hasil
praktikum yang mencakup pengukuran kadar bahan kering disajikan pada tabel 1.
Tabel 3. Kadar Bahan Kering Air Susu
Kelompok G1 (gram) G2 (gram) G3 (gram) BK (%)
A.1 29,33 32,18 30,77 51
A.2 29,56 32,94 31,64 37
A.3 29,35 31,91 30,45 60
A.4 30,97 33,13 31,71 43
A.5 31,08 33,45 32,09 42
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa air susu yang digunakan
dalam praktikum ini merupakan susu yang bagus, hal ini ditunjukkan dengan nilai
kadar bahan kering yang didapat pada kelompok A.1 yaitu 37%. Sedangkan
menurut Wulandari (2012) rata-rata bahan kering susu segar dari pemasok industri
pengolahan susu (IPS) yaitu 10,8%. Namun hal ini cukup berbeda dengan
pendapat Vergi (2015) rata-rata total bahan kering susu P1 adalah 1,80
kg/ekor/hari (13,50%) dan P2 adalah 1,58 kg/ekor/hari (12,84%).
Kadar bahan kering (BK) yang didapatkan pada saat praktikum dengan
penelitian terdahulu sudah memenuhi standar SNI (2011) total bahan kering
dalam susu minimal 10,8%. faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering yaitu
nutrient yang terkandung didalam ransum. Menurut Legowo et al. (2009)
menyatakan bahwa tingginya kandungan total bahan kering dalam susu sangat
dipengaruhi oleh komposisi nutrien seperti lemak, protein, laktosa, vitamin,
mineral dan lain-lain.
b. Pengukuran Kadar Protein
Protein susu merupakan kelompok molekul yang sangat heterogen, terdiri
dari lima kategori yaitu kasein, protein whey, protein globul lemak susu, enzim
dan protein minor lainnya (Ng-Kwai-Hang, 2005). Hasil praktikum yang
mencakup pengukuran kadar protein air susu disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Kadar Protein Air Susu
17
Kelompok Titrasi formol %P %Kasein %N
A.1 1 1,83 1,63 0,014
A.2 9,2 16,84 15,00 0,09
A.3 0,8 1,46 1,30 0,085
A.4 1,4 2,56 2,23 0,019
A.5 0,8 1,46 1,30 1,01
Sumber : Data Kelas A Angkatan 2017 Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Dari tabel 4 diatas, diperoleh kadar protein pada kelompok A.1 yaitu
1,83%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Venifera (2016), kadar
protein air susu yang dipasarkan di kota Kediri yaitu 2,5864%. Hal ini berbeda
dengan pendapat Putri (2016), kadar protein susu berdasarkan waktu
penyimpanan yaitu pada kondisi control (0 jam) adalah 4,26%, kemudian terjadi
penurunan sebesar 0,53% selama penyimpanan 3 jam menjadi 3,37%, kadar
protein selama penyimpanan 6 jam yaitu 3,21%
Nilai kadar protein minimal yang ditetapkan dalam SNI 01 – 3141 – 2011
adalah 2.8%. Hal ini menandakan bahwa kadar protein yang didapatkan tidak
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI. Kadar protein susu yang
rendah disebabkan oleh susu yang digunakan pada saat praktikum bukan susu
segar akan tetapi susu yang sudah mengalami penyimpanan. Menurut Salputra
(2012) menyatakan pula dalam penelitiannya bahwa penyimpanan susu mentah
pada suhu refrigerator memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar protein.
Penurunan kadar protein dapat juga dipengaruhi oleh jenis sapi perah,
nutrisi yang terdapat didalam pakan, manajemen, dan penyakit. Jenkins (2006)
menyatakan, komposisi hijauan dalam ransum mempengaruhi KP, pengurangan
proporsi hijauan hingga 10% (dry matter) dalam pakan dapat meningkatkan nilai
KP hingga 0.4% di dalam susu.
c. Mikrobiologi Susu
Bakteri yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus,
Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta E. coli. Jumlah bakteri dalam air
susu dapat digunakan sebagai indikator terhadap kualitas susu. Selain itu, jenis
bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae serta Streptobacillus telah lama
dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu.
18
Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008) menetapkan cemaran mikroba
pada susu sapi segar mempunyai batas cemaran bakteri Enterobacteriaceae
sebanyak 1000 cfu/ml dengan total mikroorganisme (TPC) 1.000.000 cfu/ml.
Perlakuan pra pemerahan, saat pemerahan dan pasca pemerahan
merupakan faktor-faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah,
namun kesadaran peternak akan kebersihan lingkungan masih kurang
diperhatikan. Hal ini akan menyebabkan adanya kontaminasi dari berbagai
mikroorganisme, sehingga akan mempengaruhi kualitas susu.
d. Diagnosa Mastitis
Penyakit radang kelenjar susu yang dikenal sebagai mastitis, merupakan
masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi perah yang sangat
merugikan, Mastitis adalah penyakit yang merupakan masalah di seluruh dunia
yang mengakibatkan kerugian yang besar pada peternakan sapi perah akibat
kualitas susu yang buruk, penurunan produksi susu, peningkatan biaya obat dan
pelayanan dokter hewan,tingginya jumlah ternak yang diafkir sebelum waktunya
dan kadangkadang terjadi kematian akibat penyakit tersebut (Kumar et al., 2010).
19
reagen arysulfonate pada uji CMT akan memecah sel somatikyang terdapat pada
susu sehingga mengakibatkan penggumpalan.
BAB V
PENUTUP
20
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada sub uji organoleptic, uji kebersihan menujukkan bahwa air susu yang
diguanakan saat praktikum normal (baik). Akan tetapi pada uji pengukuran ph, uji
alkohol, uji didih dan uji reductase menandakan susu tersebut kualitasnya jelek
dikarenakan sudah mengalami penyimpanan terlebih dahulu. Pada sub
pemeriksaan pemalsuan air susu BJ air susu tidak memenuhi standar yang
ditetapkan oleh SNI, untuk pembuktian penambahan formalin 1 tetes dalam 200
ml sangat berpengaruh terhadap kualitas air susu. Pada sub komposisi air
susundidapatkan hasil pengukuran kadar bahan kering (BK) dan protein yaitu
51% dan 1,83%. Untuk uji diagnose mastitis membuktikan bahwa air susu yang
digunakan pada saat praktikum bukan berasal dari ternak yang menderita mastitis.
5.2. Saran
Semoga untuk praktikum kedepannya lebih baik lagi dari praktikum yang
telah dilaksanakan dan sesuai dengan yang diharapkan. Harapan kedepannya
semoga alat-alat praktikum ditambah lagi untuk mengefisienkan waktu.
21