Anda di halaman 1dari 5

Resume Tenaga Kesehatan, Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan Dan Aspek

Kebijakan Kesehatan

Kelompok 5:
1. Ariadna Chitrarasmi Maharani (1806204373)
2. Diendha Kartika Prameswary (1806204114)
3. Kezia Meilany Azzahra (1806204820)
4. Nurrahma Fitria Ramadhani (1806203793)
5. Pingky Shafiyah Ananda Riko (1806204165)

2.1.1. Tenaga Kesehatan dan Kompetensi Jabatan Struktural


Pengertian dari tenaga kesehatan menurut UU no. 36 Tahun 2009 adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan
moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan,
serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Menurut UU No 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, kompetensi adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 971 Tahun 2009, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki oleh seorang pegawai berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku
yang diperlukan pada tugas jabatannya sehingga pegawai tersebut dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Terdapat 3 jenis kompetensi yang harus
dimiliki oleh pejabat struktural, yaitu : kompetensi dasar, kompetensi bidang, dan kompetensi
khusus.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
971/MENKES/PER/XI/2009 Tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan Bab
1 Pasal 1, “jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukan tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi”. Terdapat dua institusi kesehatan dengan berbagai pejabat struktural, yaitu
Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan.

2.1.2 Peraturan Tentang Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia Kesehatan ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan
nasional, yang bermutu dapat mencukupi kebutuhan, terdistribusi secara adil dan merata,
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, dan dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya secara berkesinambungan. Masih adanya
masalah SDM kesehatan di Indonesia, maka dibutuhkannya payung hukum untuk mengatasi
masalah tersebut. Payung hukum yang dimaksud tidak lain adalah Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri kesehatan, Undang-Undang kesehatan dan sebagainya. Contoh peraturan
yang mengatur mengenai SDMK yaitu :
1. Peraturan Pemerintah tentang SDMK
- Permenkes no.46 tahun 2013 tentang registrasi tenaga kesehatan
- Permenkes no.33 tahun 2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan
kebutuhan SDM kesehatan.
- Permenkes no.28 tahun 2015 tentang penyelenggaraan tugas belajar SDM
kesehatan 🡪 tugas belajar yang diperuntukan bagi PNS tenaga kesehatan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan SDMK yang memiliki keahlian
atau kompetensi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta
pengembangan organisasi, dan untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan, serta sikap dan kepribadian profesional PNS
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembangan karir seorang
PNS. dll
2. Peraturan Mentri kesehatan
- PP no.67 tahun 2019 tentang pengelolaan tenaga kesehatan

2.2.1 Konsep Keadilan dalam Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial


A. Konsep Keadilan dalam Kesehatan
Menurut UU Kesehatan No 36 Tahun 2009, setiap orang memiliki hak kesehatan
yaitu akses pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Pelayanan
kesehatan merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat berupa upaya promotif, preventif, kuratif sampai dengan rehabilitatif.
Tantangan pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu pemerataan dan
keadilan (equity), peningkatan biaya pelayanan kesehatan, efisiensi dan efektifitas
serta akuntabilitas dan kebersinambungan.
Menurut WHO, keadilan dalam kesehatan adalah setiap masyarakat mendapatkan
kesempatan yang adil akan kebutuhan kesehatannya sehingga upaya pemenuhan
kebutuhan kesehatan tidak ada yang dirugikan, apabila faktor-faktor penghambat
dapat dihindari. Menurut Margaret Whitehead, keadilan dalam kesehatan yaitu:
1. Keadilan dalam status kesehatan
2. Keadilan dalam penggunaan layanan kesehatan
3. Keadilan dalam pembiayaan kesehatan
Keadilan dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai berikut:
1. Akses yang sama ke pelayanan kesehatan
Setiap masyarakat mempunyai hak yang sama dalam mengakses layanan
kesehatan. Namun dapat terhambat hal-hal berikut: budaya, letak geografis,
sumber daya kesehatan yang tidak merata, tingkat pekerjaan , tingkat
pendidikan dan tidak adanya asuransi kesehatan yang dimiliki masyarakat.
2. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang sama dalam memenuhi kebutuhan
yang sama. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi
keperluan masyarakat yang berbeda.
3. Kualitas pelayanan kesehatan yang sama
Pemberi Pelayanan Kesehatan berkomitmen dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada seluruh masyarakat sesuai dengan standar yang diterapkan.
Dua dimensi keadilan dalam pelayanan kesehatan yaitu:
1. Keadilan horisontal (horisontal equity) merupakan prinsip perlakuan yang sama
terhadap kondisi yang sama yang terdiri dari: sumber daya, penggunaan dan akses
yang sama untuk kebutuhan yang sama serta kesamaan tingkat kesehatan.
2. Keadilan Vertikal (Vertical equity) menekankan pada prinsip perlakuan berbeda
untuk keadaan yang berbeda, meliputi: perlakuan yang tidak sama untuk kebutuhan
yang berbeda dan pembiayaan kesehatan progresif berdasarkan kemampuan
membayar.

B. Kesejahteraan Sosial
Menurut UU No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Pelaku
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan
sosial, dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas: kesetiakawanan,
keterbukaan, keadilan, akuntabilitas, kemanfaatan, partisipasi, keterpaduan,
profesionalitas, kemitraan, keberlanjutan.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk :
a. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;
b. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah
kesejahteraan sosial;
d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:


a. Rehabilitasi sosial; dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial.
b. Jaminan sosial; dimaksudkan untuk menjamin orang - orang yang mengalami masalah
ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.
c. Pemberdayaan sosial; dimaksudkan untuk memberdayakan seseorang yang
mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara
mandiri.
d. Perlindungan sosial, dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari
guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat
agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.

2.2.2 Konsep Privatisasi serta bantuan dan sektor kesehatan

Pada dasarnya, pelaksanaan privatisasi di Indonesia telah diatur dalam


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara Pasal 1 Ayat 12 bahwa privatisasi diartikan sebagai penjualan saham
persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
Tujuan privatisasi adalah untuk mengurangi intervensi pemerintah ke BUMN,
serta memberikan lebih banyak kebebasan bagi BUMN untuk beroperasi sesuai
dengan anggaran dasarnya. Konsep ini bertujuan untuk membuat BUMN mandiri
dalam operasionalnya sehari-hari.
Salah satu dasar penetapan kebijakan privatisasi di bidang pelayanan
kesehatan adalah karena ketidakmampuan pemerintah untuk menanggung sendiri
beban dan biaya pengembangan pelayanan kesehatan serta pemeliharaan pelayanan
kesehatan, sehingga mengakibatkan penyertaan pihak swasta. Dasar pertimbangan
lain adalah cepatnya pertumbuhan tuntutan pasar di era perdagangan bebas pada
lembaga-lembaga pemerintah yang mengharuskan dilakukannya upaya-upaya
terobosan termasuk pengubahan bentuk status kepemilikan atau privatisasi. Privatisasi
pelayanan kesehatan diyakini akan mampu menjawab masalah-masalah seperti
pengelolaan keuangan yang belum efisien, belum optimalnya mutu pelayanan
kesehatan dan sebagainya.
Selain privatisasi yang dapat membantu dalam sektor kesehatan adalah
bantuan sektor seperti bantuan WHO dimana organisasi internasional tersebut telah
membantu Indonesia dalam mendukung kebijakan kesehatan pada tingkat nasional
maupun komitmen global.

Anda mungkin juga menyukai