Anda di halaman 1dari 23

Keperawatan Anak 1

SEX EDUCATION, TOILET TRAINING dan


ANTICIPATORY GUIDANCE

Disusun Oleh Kelompok 2

1. Sri Devi Jamal (201901159)


2. Jesika Selin (201901143)
3. I Putu Eka Putra (201901170)

Dosen Mata Kuliah : Ns. Sri Yulianti, M.Kep

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu


Program Studi Ners

Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
pertolongan dan pimpinanNnya sehingga Makalah Keperawatan Anak 1 yang
berjudul “Sex Education, Toilet Training dan Anticipatory Guidance”, dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami dalam penulisan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan
dalam menyusun makalah ini dan kami menerima dengan baik semua saran dan
kritikan demi perbaikan penulisan makalah ini.
Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan dibidang
pendidikan khususnya di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya
Nusantara Palu.

Palu, 8 Maret 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................

ii
Daftar Isi ......................................................................................................

iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Tujuan .........................................................................................
2
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Sex Education ............................................................................. 3
B. Toilet Training ............................................................................. 10
C. Anticipatory Giudance ................................................................ 14
Bab III Penutup
A. Kesimpulan ...............................................................................

19

B. Saran .........................................................................................

19
Daftar Pustaka ..............................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan
anak. mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia
yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru
disekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua dirumah.
Pada umumnya siswa atau murid adalah merupakan insan yang masih
perlu di didik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini
adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang pertama dan
utama ini tidak berhasil meletakkan dasar kemandirian maka akan sangat
berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi
mandiri. Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak
dalam rangka membesarkan mereka, sangat besar perannya terhadap
tumbuh kembang anak. Upaya ini meliputi upaya pemenuhan kebutuhan
biomedis, kasih sayang, dan stimulasi, dilain pihak, lingkungan merupakan
faktor penentu proses tumbuh-kembang anak dan corak asuhnya. Secara
garis besar lingkungan terdiri dari faktor ibu sebagai tokoh utama
ekosistem mikro, faktor sosial ekonomi, dan faktor pemukiman.
Laporan dari UNICEF, setiap anak harus mendapatkan haknya untuk
hidup layak untuk masa depan mereka, karena masa depan dunia
tergantung pada mereka. Setiap tahun, 10 juta bayi dilahirkan ke dunia ini
dan mereka akan menjadi anak yang dewasa nantinya. Setiap tahun,
banyak dari mereka yang tidak mendapatkan haknya dalam hal kasih
sayang, gizi, perlindungan dan keamanan, kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang. Hampir 10 juta anak meninggal sebelum usia 10 tahun dan
lebih dari 200 juta anak tidak berkembang sesuai potensi mereka karena
adanya kesalahan dalam pengasuhan yang merupakan kebutuhan dasar
anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (UNICEF, 2010).
Orang tua seringkali keliru dalam memperlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar.

1
Apabila ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan perkembangan anak
dapat terhambat. Pakar emotional intellegence dari Radani Edutainment,
Hanny Muchtar Darta, mengatakan bahwa pengaruh pola asuh orang tua
mempunyai dampak yang besar pada kehidupan anak dikemudian hari.
Biasanya terjadi ketika anak dibawah lima atau enam tahun dan dibawah
11 tahun. Semua orang tua mempunyai tujuan yang sangat baik untuk
anaknya, namun, kebanyakan orang tua tidak memahami dampak jangka
panjang akibat dari pola asuh yang tidak tepat.
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional, perawat mempunyai
peran yang penting dalam membantu memberikan informasi mengenai
pendidikan seks, toilet training dan anticipatory giudance atau bimbingan
dan pengarahan pada orang tua, sehingga setiap fase dari kehidupan anak
yang kemungkinan mengalami trauma dan ketakutan yang abstrak pada
usia pra sekolah dapat dibimbing secara bijaksana.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari Sex Education.
2. Untuk mengetahui konsep dari Toilet Training.
3. Untuk mengetahui konsep dari Anticipatory Guidance.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Sex Education (Pendidikan Seks)


1. Perlukah pendidikan seks?
Banyak orang tidak setuju dengan pemberian pendidikan seks,
terutama di sekolah. Mereka khawatir bahwa justru setelah anak
mengetahui seluk-beluk seks, anak akan mencoba-coba
mempraktikkannya. Ada pula yang tidak setuju dengan pemberian
pendidikan seks karena seks identik dengan kebejatan dan segala sesuatu
yang menjijikkan (walaupun mungkin dihati kecilnya terbesit perasaan
bahwa seks itu menggairahkan). Ada juga yang menduga bahwa
pendidikan seks hanya berhubungan dengan pemanfaatan alat-alat
reproduksi.
Orang-orang yang menyangsikan manfaat atau bahkan
mengkhawatirkan pendidikan seks memberikan alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Pendidikan seks tidak hanya tidak bermutu, tetapi juga akan
mengancam anak-anak.
b. Mereka khawatir bahwa masalah pribadi atau masalah seksual guru
akan direfleksikan dalam mutu dan isi pengajaran pendidikan seks.
c. Kualifikasi guru merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan.
Membiarkan guru yang tidak bermutu dan tidak siap untuk
mengajarkan pendidikan seks akan membawa akibat yang tidak
terbayangkan.
d. Perpindahan pendidikan seks dari rumah ke sekolah membuat sekolah
bertanggung jawab membuat keputusan tentang apa yang akan
dipelajari oleh anak-anak dan bagaimana mengajarakannya, dan
mereka khawatir bahwa nilai-nilai yang akan diajarkan dikelas
berbeda dengan nilai-nilai dirumah.

3
e. Gerakan memindahkan pendidikan seks dari rumah ke sekolah
dipandang oleh masyarakat sebagai ancaman yang sangat serius dan
langsung terhadap kestabilan keluarga dan masyarakat secara luas.
f. Melibatkan orang tua dalam perkembangan pendidikan seks akan
menghambat peranan anak-anak secara seksual- kemampuan mereka
menjadi dibatasi sehingga kehidupan mereka menjadi tidak bahagia.
g. Pendidikan seks tidak pernah ada pada zaman dulu- dan tanpa
pendidikan seks, orang tua zaman dulu tidak menjadi jelek.
Sehubungan dengan berbagai kekhawatiran tersebut diatas, orang jadi
tidak pernah merenungkan sejenak apa yang akan terjadi di negara-
negara nya sandainya pendidikan seks tidak berikan.
Seks memang merupakan bahan pembicaraan yang peka. Di satu pihak
ia sangat dibutuhkan, tetapi di pihak lain orang berusaha menutup-
nutupinya. Masalah seks tidak perlu ditutupi, namun juga tidak lantas
dibicarakan secara terbuka ditempat umum. Seks bukan hal yang tabu,
apalagi jika dibicarakan didalam keluarga, antara orang tua dan anak-
anaknya.
Informasi tentang seks dan seksualitas perlu diberikan supaya manusia
memahami dirinya dan seksualitasnya. Informasi tentang seks dan
seksualitas manusia merupakan bagian dari pendidikan seks. Pendidikan
seks tidak semata-mata mengajarkan tingkah laku atau perbuatan seksual
untuk memperoleh kenikmatan seksual.
Apakah pendidikan seks itu? Apa tujuannya? Dr. Mary Calderone
(2001) memberikan definisi pendidikan seks sebagai berikut: “Pelajaran
untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman
diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan
hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab
seksual dan sosial; untuk mempertinggi masa perkenalan yang
bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab dan orang tua
yang bertanggung jawab.”

4
Definisi lain dari pendidikan seks adalah pendidikan tentang tingkah
laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Pendidikan
seks juga dapat diartikan sebagai semua cara pendidikan yang dapat
membantu anak muda untuk menghadapi persoalan hidup yang berpusat
pada naluri seks, yang kadang-kadang timbul dalam bentuk tertentu dan
merupakan pengalaman manusia yang normal. Pendidikan seks
bermaksud menerangkan semua hal yang berhubungan dengan seks dan
seksualitas dalam bentuknya wajar; tidak terbatas pada anatomi, fisiologi,
penyakit kelamin dan bahaya prostitusi, atau tingkah laku seksual yang
menyimpang, dan yang lebih penting adalah membentuk sikap serta
kematangan emosional terhadap seks. Pendidikan seks dimaksud sebagai
penerangan tentang kehidupan yang wajar atau sehat selama masa kanak-
kanak sampai dewasa (Warnaen, 1976).
Tujuan pendidikan seks yang pertama disampaikan oleh Voss (1980),
yakni bahwa pendidikan seks harus memberikan informasi yang tepat dan
mengurangi mitos dan konsepsi yang keliru. Kedua, pendidikan seks harus
menunjukkan sikap toleransi dan membantu partisipan agar menerima
orang lain yang mempunyai pandangan dan tingkah laku yang berbeda.
Ketiga, pendidikan seks harus dirancang untuk menunjukkan pemecahan
masalah sosial seperti hubungan seks sebelum menikah, hamil diluar nikah
atau kehamilan yang tidak dikehendaki, penularan penyakit seksual,
aborsi, dan keluarga berencana. Keempat, Voss menyarankan bahwa
pendidikan seks seharusnya merupakan komunikasi yang terbuka dan
memudahkan hubungan antara orang-orang yang berjenis kelamin
berbeda.
1. Siapakah yang berhak mengajarkan pendidikan kesehatan?
Seks merupakan masalah yang paling sulit didunia untuk
didiskusikan, dan sebagian besar orang mencoba menghindarai atau
sebaliknya memasukkan lelucon yang berbau seks ke dalam
percakapan, sehingga membuat diskusi tidak nyaman lagi untuk
diteruskan. Seks menjadi masalah yang sangat pribadi ketika seks

5
menghasilkan reaksi emosi yang kuat- tentu saja ini tergantung pada
latar belakang seseorang. Jika sejak kecil kita tidak diperkenalkan
pada seks, atau mengetahuinya secara sambil lalu dari orang tua kita,
mungkin kita akan menemui kesulitan untuk mendiskusikan
seksualitas secara objektif. Tetapi, kita dapat belajar menangani hal-
hal semacam ini seperti kita menangani masalah lain yang signifikan
dengan bekerja sama dengan anak-anak kita.
Dalam sejarah dunia, pendidikan seks sama pentingnya dengan
pendidikan pendidikan kain dimana anak-anak sebaiknya
mendapatkan informasi tentang seks pada umur-umur awal. Jadi
pendidikan seks bagi anak-anak oleh orang tua akan menjadi sesuatu
yang harus dipertahankan. Orang tua tidak harus mengalihkan tugas
penting ini kepada orang lain. Jika orang tua harus mengalihkan tugas
ini, anak-anak berisiko mudah diserang oleh orang-orang yang
mengekploitasi seks. Dalam kenyataannya, sekarang ini nilai-nilai
moral seks seudah semakin kabur, dan anak-anak kita pada akhirnya
akan dikonfrontasi dengan godaan seksual. Satu-satunya
penyelamatan adalah orang tua mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan ini dengan belajar tentang cara mengajarkan seks yang sehat
kepada anak-anak. Sebagian besar ekploitasi terhadap anak-anak dapat
dihindari dengan memberikan latihan mental dan moral.
Salah satu dari yang paling dihormati sepanjang masa dinegeri ini
adalah orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada nak-
anaknya. Walaupun disekolah anak-anak juga diajarkan tentang
moral, orang tua haruslah yang paling utama dalam mengajarkan
moral karena anak-anak adalah milik orang tua yang paling berharga.
2. Penjelasan tentang seks
Sebelum orang tua memberikan pendidikan seks, mereka harus
memperlengkapi diri dahulu dengan pengetahuan lain, yaitu
pengetahuan tentang perkembangan psikoseksual pada anak-anak,
terutama dalam masa remaja. Pendidikan seks memang memerlukan

6
pengetahuan tentang seks dan seksualitas, tetapi yang paling penting
adalah mengajar si anak bagaimana caranya pengetahuan itu ia
gunakan dalam hidupnya.
Dalam memberikan pendidikan seks, yaang prnting bagi anak-anak
bukanlah pengetahuan tentang fakta-fakta biologisnya. Fakta-fakta
biologis sama sekali tidak ada gunanya bagi mereka jika mereka tidak
dibimbing untuk melihatnya dalam hubungannya yang sebenarnya.
Yang penting bagi mereka adalah apakah fakta-fakta biologis yang
diterangkan kepada mereka itu mengatakan sesuatu yang hakiki
tentang manusia: tentang masa ampaunya, tentang panggilannya,
tentang tanggung jawabnya, dan tentang masa depannya. Penjelasan
seksual baru benar-benar dan ada manfaatnya jika anak-anak dalam
kehidupan mereka di kemudian hari dapat menempatkan fakta-fakta
biologis itu dalam keseluruhan apa yang mereka dengar dan lihat dan
alami.
Jadi, yang terpenting sebagai orang tua adalah mempunyai sikap
yang tepat terhadap hidup ini,. Jika orang tua tidak mempunyai sikap
ini dan tidak meneruskannya kepada anak-anak nya, maka peristiwa
persetubuhan dan kehamilan hanya akan menjadi proses biologis
belaka yang tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang lain, sesuatu
yang manusiawi.
Sekali lagi kita tekankan bahwa orang tualah yang paling tepat
untuk memberikan bimbingan kepada anak-anak di bidang seksual.
Selain sebab-sebab datas, juga karena contoh yang diberikan orang tua
dirumah adalah yang paling kuat berbicara kepada anak-anak. orang
tua perlu menjaga dan mengajarkan seksualitas pada anak-anaknya.
Tidak seorang pun dapat menolong dan memberikan kekuatan yang
besar dalam perkembangan, kesuksesan, dan kebahagiaan yang akan
datang pada seorang anak, kecuali orang tuanya sendiri. Itulah
sebabnya orang tua harus menjadi pendidik seks bagi anak-anaknya.
3. Dapatkah sekolah dipercaya untuk mengajarkan pendidikan seks?

7
Disamping orang tua, sekolah merupakan tempat kedua untuk
pendidikan seks. Sekolah, seperti kita ketahui, pertama-tama
merupakan tempat dimana anak-anak menuntut ilmu yang akan
berguna bagi diri mereka sendiri dikemudian hari. Di sekolah anak-
anak berhadapan dengan guru yang mengajarkan bermacam-macam
ilmu pengetahuan. Pendidikan anak-anak seperti yang terjadi sampai
sekarang dipercayakan kepada guru-guru disekolah. Semikian juga
pendidikan seks. Tetapi, seperti orang tua atau keluarga, sekolah juga
mempunyai kekurangan-kekurangan.
Maksud pemberian pendidikan seks itu baik, yaitu supaya anak-
anak mendapatkan informasi yang benar tentang seksualitas. Jadi
pengajaran seks diberikan secara eksplisit ke dalam banyak kelas dan
anak-anak dibanjiri dengan informasi yang telah disiapkan untuk
mereka pahami.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak sekarang lebih
banyak tahu tentang seks daripada pengetahuan tentang fisika,
matematika, mengeja dan sejarah. Karena seks merupakan hal yang
menarik bagi anak-anak, terutama anak-anak remaja, mereka lalu
mencari buku-buku tentang seks tanpa peduli bahwa buku-buku itu
mungkin ditujukan bagi orang dewasa yang kadang-kadang isinya
hanya tentang teknik-teknik tertentu dalam melakukan hubungan seks
yang bisa dinikmati oleh laki-laki dan wanita. Tentu saja bukan ini
yang dimaksud dengan pendidikan seks yang menyertakan nilai-nilai
moral dan campur tangan Tuhan.
Peranan keluarga dan sekolah dalam pendidikan seksual mungkin
dapat dirumuskan sebagai berikut: pendidikan dirumah atau keluarga
menekankan hal yang berbeda dengan pendidikan disekolah. Dirumah
atau keluarga, pendidikan diberikan secara spontan dan alamiah
melalui percakapan antara orang tua dan anak-anaknya, melalui sikap
dan pergaulan mereka, melalui cara saling memengaruhi atau
menasihati dan saling membantu di antara mereka dan sebagainya.

8
Disekolah, pendidikan lebih banyak diberikan dalam bentuk
pengajaran dan penerangan tentang tubuh manusia, relasi-relasi sosial,
tanggung jawab dan lain-lain. Yang diberikan oleh sekolah dapat
menjadi pelengkap bagi hal-hal yang telah diberikan oleh keluarga,
dengan catatan bahwa itu hanya mungkin jika sekolah dalam
praktiknya tidak berfungsi sebagai “pabrik pengajaran” tetapi sebagai
“tempat pendidikan”, dimana guru-guru mempunyai perhatian
terhadap siswa-siswa sebagai pribadi. Jadi, dalam pendidikan anak-
anak, juga dibidang seksual, keluarga atau rumah tangga dan sekolah
saling membutuhkan . Hanya dengan kerja sama yang baik orang tua
dan guru dapat menunaikan tugas yang dipercayakan kepada mereka.
4. Menjadi pendidik seksualitas
Siapa saja yang berkendak baik dapat menjadi pendidik
seksualitas. Yang menjadi masalah adalah adanya syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi pendidik seksualitas. Pertama, kita haru
merasa terpanggil untuk memberikan informasi tentang seksualitas
kepada anak-anak, dengan anggapan bahwa ini penting untuk
menyelamatkan anak-anak dari kerusakan moral akibat kurangnya
pengetahuan tentang seksualitas. Kedua, kita harus memiliki
kepribadian yang matang dan terbuka untuk belajar dan menerima
pendapat orang lain.
Ketiga, pendidik seksual sebaiknya memahami ilmu-ilmu biologi,
psikologi, sosiologi, pedagogi, antropologi, dan filsafat moral. Dengan
ilmu-ilmu itu kita bisa meninjau pengalaman kita, apakah pengalaman
kita sudah baik atau perlu diubah. Sikap yang baik untuk menjadi
penidik seksualitas adalah rajin membaca buku-buku bacaan yang
berhubungan dengan seksualitas, bersikap terbuka untuk dialog
dengan ahli-ahli lain, dan berani nerubah jika menemui kesalahan. Ini
tidak berarti bahwa kita harus menjadi ahli seksualitas yang bergelar
profesor doktor.

9
B. Toilet Training
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.
Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu berumur
18 bulan sampai 2 tahun. Dalam melakukan latihan buang air kecil dan buang
air besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis
maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut di harapkan anak
mampu mengontrol buang air kecil atau buang air besar secara sendiri.
Pada toilet training selain melatih anak dalam mengontrol buang air kecil
dan buang air besar juga dapat bermamfaat dalam pendidikan sex sebab saat
anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi
tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam proses toilet training diharapkan
terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan
buang air besar atau buang air kecil dan perlu di ketahui bahwa buang air
besar merupakan suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan
latihan ini anak di harapkan dapat melakukan usaha penundaan pemuasan.
Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang
sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti
kesiapan fisik, dimana kemampuan anak secara fisik dudah kuat dan mampu.
Hal ini dapat di tunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga
memudahkan anak untuk dilatih buang air besar dan kecil, demikian juga
kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan suasana yang nyaman
mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar
atau kecil. Persiapan intelelktual pada anak juga dapat membantu dalam
proses buang air besar dan kecil. Hal ini dapat ditunjukan apabila anak
memahami arti buang air besar atau kecil sangat memudahkan proses dalam
pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang air kecil dan
kapan saatnya buang air besar, kesiapan akan menjadikan diri anak selalu
mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan
buang air besar (toilet training). Pelaksanaan toilet training dapat di mulai

10
sejak dini atau melatih respon terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan
air besar.
1. Cara Toilet Training Pada Anak
Latihan buang air besar atau kecil pada anak atau dikenal dengan
nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada
orang tua anak, mengingat dengan latiham itu diharapkan anak
mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan
buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga
anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua
dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya :
a. Teknik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
intruksi pada ank dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air
kecil dan besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa
tehnik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam
memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar
dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan
semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam
melaksanakan buang air besar dan buang air kecil.
b. Teknik modeling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air
besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan
contoh.cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-
contoh buang air kecil dan air besar atau membiasakan buang air
besar dan kecil secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah
apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan diperlihatkan
pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah.
Selain cara tersebut, di atas tersapat beberapa hal yang dapat
dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak

11
merasakan buang air kecil dan besar, tempatkan anak di atas pispot
atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan
nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil
dan besar, dudukan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau
jongkok di depannya sambil mengajak bicara atau bercanda, berikan
pujian jika berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasanya akan
pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang
mudah dilepas dan dikembalikan.
2. Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian kebuthan terhadap toilet training merupakan suatu
yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan
besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar dan air kecil
mengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air besar
dan kecil. Proses tersebut akan di alami oleh setiap anak, untuk
mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan suatu pengkajian
sebelum melakukan latihan toilet yang meliputi pengkajian fisik,
psikologis, dan intelektual.
a. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatiakan pada anak yang akan
melakukan buang air besar dan kecil dapat meliputi kemampuan
motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat, dan kemampuan.
Motorik halus seperti melepas celana sendiri. Kemampuan motorik
ini harus mendapat perhatian karena kemampuan untuk buang air
besar ini lancer dan tidaknya dapat ditunjang dari kesiapan fisik
sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan besar
sudah mampu dan siap untuk melaksanakannya. Selain itu, yang
harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah
tidak ngompol dan lain-lain.
b. Pengkajian psikologis
Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran
psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan

12
besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak
tidak menangis sewaktu buang air besar atau kecil, ekspresi wajah
menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak
sabar dan sudah mau tetap tinggal ditoilet selama 5-10 menit tanpa
rewel atau meninggalkannya, adanya keingin tahuan kebiasaan
toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi
untuk menyenangkan pada orangtuanya.
c. Pengkajian intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan besar
antara lain kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil atau
besar, mampu mengkomunikasikan buang air kecil atau besar, anak
menyadari timbulnya buang air kecil atau besar, mempunyai
kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat seperti
buang air kecil atau besar pada tempatnya serta etika pada buang
air kecil dan besar. Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang
air kecil dan besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu
diperhatikan selama toilet training di antaranya :
1) Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak
akan merasa aman.
2) Ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang
berhubungan dengan buang air besar
3) Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti
cuci muka saat bangun tidur, cuci tangan dan kaki, dan lain-
lain.
4) Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.
3. Dampak Toilet Training
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti
adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya
yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat
retentive dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.
Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering memarahi anak

13
pada saat buang air besar dan kecil, atau melarang anak saat bepergian.
Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training
maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksperif dimana anak
lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional
dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari hari.

C. Anticipatory Guidance
1. Pengertian Anticipatory guidance
Anticipatory guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan anaknya
secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang
secara normal. Dengan demikian, dalam upaya untuk memberikan
bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang kemungkinan
timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada
petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat
membantu untuk mengatasi masalah panak pada setiap fase
pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang benar dan
wajar.
2. Konsep Anticipatory guidance
Usia anak-anak dapat mengalami trauma disetiap tahap
perkembangan mereka, misalnya ketakutan yang tidak jelas pada anak-
anak usia pra sekolaj yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
perkembangan anak. Dalam upaya untuk memberikan bimbingan dan
arahan pada masalah-masalah yang kemungkinan timbul pada setiap
fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjuk-petunjuk
yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu untuk
mengatasi maslaah anak pada setiap fase pertumbuhan dan
perkembangannya dengan cara yang benar dan wajar.
3. Pendampingan Anticipatory guidance oleh perawat
Peran orang tua sangat penting karena pengasuhan mempunyai
peranan yang besar dalam menentukan perkembangan anak nanti

14
kedepannya. Orang tua perlu memahami prinsip-prinsip pengasuhan
yang baik agar anak menjadi pribadi yang memiliki perkembangan
yang baik sesuai dengan harapan orang tua. Disini peran perawat
sangat penting untuk mendampingi orang tua dalam menentukan pola
pengasuhan yang baik. Perawat perlu memperhatikan karakteristik
keluarga dan tipe keluarga karena hal itu akan banyak mempengaruhi
keberhasilan dalam pemberian anticipatory guidance oleh perawat.
Anak sebagai objek asuhan orang tua dan indikator yang utama
dalam menilai keberhasilan perawat memberikan anticipatory
guidance dalam keluarga merupakan fokus utama karena keberhasilan
dalam pendampingan akan ditunjukkan melalui perubahan
perkembangan menjadi ke arah yang lebih baik. Perawat perlu
memperhatikan karakteristik anak dan kemampuan anak saat ini
karena hal ini juga dapat menentukan perkembangan anak kedepannya
nanti. Selain keluarga dan anak yang mejadi dasar dalam pemberian
anticipatory guidance, lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar
dalam keberhasilan perawat memberikan anticipatory guidance dalam
suatu keluarga. Lingkungan yang kondusif dan mendukung anak
menuju perkembangan yang optimal akan sangat baik bagi
perkembangan anak untuk kedepannya nanti. Sebaliknya lingkungan
yang cenderung kurang memberikan pengasuhan atau role model yang
baik akan sangat berbahaya dalam perkembangan anak nanti terutama
bagi anak-anak usia prasekolah.
Lingkungan sosial dari luar keluarga dapat mempengaruhi
perkembangan anak seperti televisi, day care centre, perwakilan
pemerintah, perubahan sekolah, dan institusi agama. Orang tua
kebingungan menentukan kapan memberi semangat atau
mengendalikan pastisipasi mereka. Perawat mengatur rencana bertemu
orang tua untuk mempercepat mempelajari dan memperbesar harga
diri orang tua melalui bimbingan antisipasi.
4. Petunjuk bimbingan pada usi 3-5 tahun

15
Pada masa ini, petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun
kesulitannya lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Jika
sebelumnya, pencegahan kecelakaan dipusatkan pada pengamanan
lingkungan terdekat dengan kurang menekankan alasan-alasannya,
maka pada masa ini, adanya proteksi pagar dan penutup sop kontak
harus disertai penjelasan secara verbal dengan alasan yang tepat dan
dimengerti oleh anak.
Masuk sekolah menjelang lima tahun adalah bentuk perpisahan
dari rumah baik orang tua maupun anaknya, sehingga orang tua
mungkin perlu bantuan untuk adaptasi terhadap perubahan ini,
terutama pada ibu yang tinggal dirumah/tidak bekerja. Anak mulai
masuk taman kanak-kanak dan ibu mulai membutuhkan kegiatan-
kegiatan di luar keluarga, seperti ketelibatannya dimasyarakat atau
mengembangkan karier. Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini
adalah sebagai berikut:
a. Usia anak 3 tahun
1) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam
hubungan yang luas.
2) Menganjurkan orang tua untuk mendaftarkan anak ke taman
kanak-kanak.
3) Menekankan pentingnya batas-batas/tata cara/peraturan.
4) Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi tingkah laku yang
berlebihan dalam hal ini akan menurunkan ketegangan
(tension).
5) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya
alternatif-alternatif pilihan ketika anak dalam keadaan
bimbang.
6) Memberi gambaran perubahan usia 3,5 tahun ketika anak
kurang koordinasi motorik dan emosional, menjadi tidak aman,
menunjukkan emosi yang ekstrim dan perkembangan tingkah
laku yang gagap.

16
7) Menyiapkan orang tua untuk mengekpektasi tuntutan-tuntutan
ekstra perhatian terhadap mereka sehingga refleksi dan emosi
tidak aman dan ketakutan cinta.
8) Mengingatkan kepada orang tua bahwa keseimbangan pada
usia tiga tahun akan berubah ke tingkah laku agresif diluar
batas pada usia empat tahun.
9) Mengantisipasi selera makan menetap dengan lebih luas dalam
pemilihan makanan.
b. Umur 4 tahun
1) Menyiapkan orang tua terhadap perilaku anak yang agresif
termasuk aktivitas motorik dan bahasa yang mengejutkan.
2) Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap
kekerasan orang tua.
3) Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan tingkah laku anak.
4) Menganjurkan beberapa macam istirahat dari pengasuh utama
seperti menempatkan anak pada taman kanak-kanak untuk
sebagian harinya.
5) Menyiapkan meningkatkan rasa ingin tahu seksual.
6) Menekankan batas-batas yang realistis dari tingkah laku.
7) Mendiskusikan disiplin.
8) Menyiapkan orang tua meningkatkan imajinasi usia empat
tahun yang memperturutkan kata hatinya dalam “tinggi
bicaranya” (bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak
dalam permainan yang membutuhkan imajinasi.
9) Menyarankan pelajaran berenang.
10) Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan reaksi-reaksinya.
Anak laki-laki biasanya lebih dekat dengan ibunya dan anak
perempuan dekat dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak perlu
dibiasakan tidur terpisah dengan orang tuanya.

17
11) Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi mimpi buruk anak
dan menganjurkan mereka jangan lupa untuk membangunkan
anak dari mimpi yang menakutkan.
c. Usia 5 tahun
1) Memberikan pengertian bahwa usia lima tahun merupakan
merupakan periode tenang dibanding masa sebelumnya.
2) Menyiapkan dan membantu anak-anak untuk memasuki
lingkungan sekolah.
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2013).

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dr. Mary Calderone (2001) memberikan definisi pendidikan seks
sebagai berikut: “Pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk
menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk
mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk
membangun tanggung jawab seksual dan sosial; untuk mempertinggi masa
perkenalan yang bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab
dan orang tua yang bertanggung jawab.”
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih
anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang
air besar.
Anticipatory guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan anaknya
secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara
normal.
B. Saran
Sebaiknya sebagai orangtua yang sangat menyayangi anaknya, (ibu
atau ayah) harus memperhatikan dan mempertimbangkan apa yang
dibutuhkan oleh anak sesuai dengan usia anak. Orangtua yang baik adalah
orangtua yang mampu memenuhi kebutuhan anak tanpa harus mengambil
resiko yang akan mempengaruhi pola piker dan perilaku anak. Dengan
memberikan pendidikan yang tidak diluar pola pikir anak atau pun yang
bertentangan dengan tumbuh kembang anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hasinuddin, M & Fitriah. 2011. Modul Anticipatory Guidance Merubah Pola


Asuh Orang Tua Yang Ototriter Dalam Stimulasi Perkembangan Anak.
Jurnal Ners. Vol. 6 No.1 April 2011: 50-57. (https://e-
jurnal.unair.ac.id/JNERS/article/download/3965/2678, diakses pada 8
Maret 2020, pukul 22.30 wita)

Nursalam, dkk. 2013. Hubungan Anticipatory Guidance dengan perkembangan


anak usia prasekolah di TK Handayani IX. Dalam Lusi Apriyani. 2019.
(http://repository.ump.ac.id/9457/3/Lusi%20Apriyani%20BAB%20II.pdf
, diakses pada 7 Maret 2020, pukul 13.44 wita)

Soetjiningsih (1998), tumbuh kembang anak, EGC, Jakarta.

Wong, D.L (1995), Nursing Care Of Infant and Children, St. Louis Mosby.

Wuryani, Sri Esti. 2008. Pendidikan Seks Untuk Keluarga. Jakarta: PT. Indeks.

20

Anda mungkin juga menyukai