Anda di halaman 1dari 14

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN CHF

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Dosen Mata Kuliah: Ns. Yuni Dwi Hastuti S.Kep,M.Kep

OLEH: KELOMPOK 1 :

Safira Maghfiroh (22020118120004)

Eka Alia Ramadhani (22020118120010)

Putri Oriordan Yunedi (22020118120015)

Yekti Wanci Widandani (22020118120018)

Fitri Ayu Saputri (22020118120022)

Nur Fitrianingrum (22020118120026)

Nunuk Enikasari (22020118120029)

Naila Dhiya’ul Muna (22020118120035)

Asti Munifah (22020118120041)

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), penyebab kematian utama hampir
di setiap negara adalah penyakit kardiovaskuler. Ada sekitar 4,7 juta individu
mengalami kegagalan jantung. Penyakit gagal jantung merupakan penyakit sindrom
klinis yang disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan fatigue
atau sesak nafas saat istirahat (Silbermagl, 2017).
Di Yogyakarta, prevalensi gagal jantung kongestif (GJK) mencapai angka 3.459
kasus pada tahun 2012 dengan pasien rawat inap sebanyak 401 orang. Upaya
pemulihan dilakukan mulai dari farmakologi hingga non farmakologi yang ternyata
hanya mampu mengurangi gejala yang dialami pasien. Menurut NYHA (New York
Heart Assosiation), GJK dibagi berdasarkan 4 derajat kemampuan fisik. Derajat I
menggambarkan seseorang bisa beraktifitas secara normal. Derajat II menunjukkan
gejala ringan yang dirasakan saat beraktivitas, sehingga pasien lebih nyaman untuk
beristirahat. Derajat III menggambarkan adanya keterbatasan fisik, dan pada derajat
IV klien sudah tidak bisa melakukan apapun tanpa keluhan (O'Connor et al, 2009)
Sebagai perawat yang berperan untuk memberi asuhan keperawatan melalui
tindakan mandiri dan kolaboratif bertugas untuk memfasilitasi pasien untuk
menyelesaikan masalah. Biasanya, pasien gagal jantung mengalami masalah
keperawatan berupa gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, penurunan
saturasi oksigen dan penurunan curah jantung. Salah satu bentuk tindakan
keperawatan mandiri adalah dengan melakukan latihan nafas dalam atau biasa disebut
deep breathing
B. Konsep
CHF (Congestive Heart Failure) atau yang biasa disebut gagal jantung menurut
Muttaqin (2009) merupakan keadaan patologis dimana jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang adekuat bagi kebutuhan organ-organ dalam tubuh
walaupun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Adapun factor penyebab
gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013) dalam Miati (2015) yaitu:
a. Meningkatkan preload : regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel
b. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hypertensisistemik
c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati
d.Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katupan atrioventrikuler, pericarditif
konstriktif, tamponade jantung
e.Gangguan sirkulasi : Aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang melalui
respon mekanis
f. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan membuat jantung
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang
meningkat
g.Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejaksi
ventrikel kanan
Gagal jantung ditandai dengan suatu bentuk respon shemodinamika, renal, neural, dan
hormonal yang nyata. (Muttaqin, 2009).Gejala khas dari penyakit gagal jantung yaitu
sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki), kelelahan, dan edema tungkai. Tanda khas gagal jantung yaitu
takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema
perifer, dan hepatomegali.Tanda objektif yaitu gangguan struktur atau fungsional
jantung saat istrahat, kardiomegali, suara jantung ketiga, murmur jantung, abnormalitas
dalam gambaran ekokardiografi, dan kenaikan konsentrasi peptidanatriuretic. (PDSKI,
2015)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien gagal jantung Menurut
Nugroho, dkk. (2016) dalam Munandar (2019) yaitu:
1. EKG (elektrokardiogram) : untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung
2. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksi siskemia dan kerusakan
pola. Disritmia misalnya takikardia dan fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T
persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfarkmiokad menandakan adanya
aneurime ventricular.
3. Echokardiogram : memakai gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Dalam
menegakkan diagnosis gagal jantung, echocardiogram sangatlah berguna.
4. Rontgen dada : untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
5. Tes darah BNP : untuk mengukur kadarhormon BNP (Brypenattruretic peptide)
yang pada pasien gagal jantung akan meningkat.
6. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
7. Skan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
8. Katerisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, juga mengkaji adanya potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
C. Masalah Cairan Elektrolit
1. Overhidrasi
Overdehidrasi adalah keadaan dimana tubuh manusia kelebihan cairan danpemasukan
cairan lebih banyak dari pengeluaran cairan dari dalam tubuh. Kelebihan cairan dalam
tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat rendah
(Mangku, 2010). Gangguan ekskresi air oleh ginjal, korbantenggelam, dan masukan
air yang berlebihan pada terapi cairan adalah beberapa contoh penyebab terjadinya
overhidrasi. Edema, sesak nafas, dan gagal jantung merupakan contoh gejala
overhidrasi. Overhidrasi dapat menyebabkan gagal jantung karena penyerapan
natrium dan air di dalam ginjal yang kemudian dibawa oleh darah menyebabkan
meningkatnya volume ventrikel. Penambahan volume ini menyebabkan
bertambahnya beban jantung dalam memompa darah.
2. Hipernatremia
Hipernatremia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tubuh
yang kehilangan cairan dalam jumlah yang cukup banyak misalnya karena diare,
muntah, dan keringat berlebih. Penurunan asupan cairan ini dapat menyebabkan
penurunan volume otak. Hal ini akan menyebabakan pembuluh darah di otak pecah
dan pasokan darah yang seharusnya kembali ke jantung akan berkurang.
Berkurangnya pasokan darah ke jantung lama kelamaan akan menyebabkan gagal
jantung dan jatung akan melakukan kompensasi. Jika jantung telah gagal melakukan
kompensasi maka tekanan darah akan berangsur menurun.
3. Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan di mana tubuh seseorang kelebihan cairan kalium.
hiperkalemia cairan kalium ini dapat terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L. Terjadinya
hiperkalemia pada seseorang ini dapat disebabkan karena obat yang dapat
menghambat ekskresi kalium di dalam tubuh seseorang. Efek dari hiperkalemia salah
satunya berdampak pada sistem kerja jantung. Kalium akan masuk ke dalam aliran
darah dan menumpuk dalam darah. Kalium dapat memperlambat aliran darah
sehingga memperlambat kerja jantung. Komplikasi dari hiperkalemia adalah
perubahan irama jantung yang dapat membahayakan nyawa manusia, kondisi ini
disebut dengan aritmia. Kondisi ini dapat memicu terjadinya ventrikel fibrilasi yang
menyebabkan jantung bergetar cepat, tetapi tidak memompa darah, dan dapat
berujung pada kematian.
D. Patofisiologi Terjadinya Masalah Elektrolit
Homeostatis kardiovaskuler dapat dipertahanan dengan mengaktifkan serangkaian
kompensasi ketika terjadi penurunan curah jantung pada gagal jantung. Pada awal
gagal jantung salah satu adaptasi terpenting yaitu aktivasi system saraf simpatik.
Aktivasi system saraf simpatik pada gagal jantung disertai dengan penarikan tonus
parasimpatis. Meskipun gangguan ini dalam kontrol otonom pada awalnya dikaitkan
dengan hilangnya penghambatan masukan dari arteri atau refleks baroreseptor
kardiopulmoner, terdapat bukti bahwa refleks rangsang juga dapat berpartisipasi
dalam ketidakseimbangan otonom yang terjadi pada gagal jantung. dalam kondisi
normal masukan penghambatan dari “tekanan tinggi” sinus karotis dan baroreceptor
arcu aorta dan “tekanan rendah” mechanoreceptor cardiopulmonary adalah inhibitor
utama aliran simpatis, sedangkan debit dari kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan
otot “metaboreseptor” adalah input rangsang utama outflow simpatik. Pada gagal
jantung, penghambat masukan dari baroreseptor dan mekanoreseptor menurun dan
rangsangan pemasukan meningkat, maka ada peningkatan dalam aktivitas saraf
simpatik, dengan hilangnya resultan dari variabilitas denyut jantung dan peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer.
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem renin angiotensin
diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung. Mekanisme untuk aktivasi
RAS dalam gagal jantung mencakup hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi
mencapai makula densa di tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal,
yang menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin
memotong empat asam amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang disintesis dalam
hepar, untuk membentuk angiotensin I. Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
memotong dua asam amino dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II.
Mayoritas (90%) dari aktivitas
ACE dalam tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan 10% sisanya terdapat
dalam bentuk terlarut (ikatan non membran) dalam interstitium jantung dan dinding
pembuluh darah. Angiotensin II mengerahkan efeknya dengan mengikat gabungan
dua reseptor G-Protein angiotensin yang disebut tipe 1 (AT 1) dan angiotensin tipe 2
(AT 2). Reseptor angiotensin yang dominan dalam pembuluh darah adalah reseptor
AT1. Aktivasi reseptor AT1 menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi
aldosteron, dan pelepasan katekolamin, sedangkan aktivasi reseptor AT2
menyebabkan vasodilatasi, penghambatan pertumbuhan sel, natriuresis, dan
pelepasan bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting untuk
mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun, ekspresi
berkepanjangan dari angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal, dan
organ lainnya. Angiotensin II dapat juga memperburuk aktivasi neurohormonal
dengan meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatik, serta
merangsang zona glomerulosa korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron.
Aldosteron menyediakan dukungan jangka pendek ke dalam sirkulasi dengan
melakukan reabsorbsi natrium dalam pertukaran dengan kalium di tubulus distal.
Aldosterone dapat menimbulkan disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan
menghambat uptake norepinefrin, salah satu atau semua dari kelainan tersebut dapat
memperburuk gagal jantung.
Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan
konsentrasi renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II adalah
vasokonstriktor kuat dari ginjal (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik, di mana ia
merangsang pelepasan noradrenalin dari terminal saraf simpatis, menghambat tonus
vagus, dan mempromosikan pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi
natrium dan air dan peningkatan ekskresi kalium. Selain itu, angiotensin II memiliki
efek penting pada miosit jantung dan dapat menyebabkan disfungsi endotel yang
diamati pada gagal jantung kronis.
E. Masalah Keperawatan Terkait Cairan Elektrolit
Masalah Keperawatan Terkait Cairan Elektrolit pada Congestive Heart Failure
1. Kelebihan Volume Cairan
Definisi:
Peningkatan asupan dan/ atau retensi cairan
Rasional:
Gagal jantung kongestif kiri, ruang ventrikel kiri tidak berfungsi dengan baik
sehingga terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri dan pembuluh darah sekitarnya.
Hal ini mampu menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, rongga perut, dan
kaki. Selain itu, adanya hambatan aliran darah ini menyebabkan vasokontriksi pada
arteri renal sehingga menyebabkan retensi garam dan air di ginjal (Udjianti, 2010).
Terapi cairan yang agresif dapat menambah kelebihan volume cairan (Horne, M.M. &
Swearingen, P.L., 1993)
Batasan Karakteristik:

- Bunyi nafas tambahan - Perubahan berat jenis urine


- Gangguan tekanan darah - Anasarka
- Perubahan status mental - Ansietas
- Perubahan tekanan arteri - Azotemia
pulmonal - Penurunan hematocrit
- Gangguan pola nafas - Penurunan hemoglobin
- Dipsnea - Ortopnea
- Edema - Dipsnea nocturnal paroksismal
- Ketidakseimbangan elektrolit - Efusi pleura
- Hepatomegaly - Refleks hepato jugular positif
- Peningkatan tekanan vena sentral - Ada bunyi jantung S3
- Asupan melebihi haluaran - Kongesti pulmonal
- Distensi vena jugularis - Gelisah
- Oliguria - Penambahan berat badan dalam
waktu sangat singkat
Faktor yang Berhubungan

- Kelebihan asupan cairan - Kelebihan asupan natrium

Kondisi Terkait

- Gangguan mekanisme regulasi

2. Defisien Volume Cairan berhubungan dengan efek terapi diuretic.


Definisi:
Penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan/ atau intraseluler. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Rasional:
Pasien dengan gagal jantung mengalami edema perifer dan pulmonal kerena
peningkatan sekresi aldosterone dan ADH. Sehingga pasien dengan CHF akan
diberikan obat-obatan jenis diuretic untuk membuang kelebihan garam dan air dalam
tubuh melalui urine (Alodokter, 2019).
Batasan Karakteristik:

- Perubahan status mental - Kulit kering


- Penurunan tugor kulit - Peningkatan suhu tubuh
- Penurunan tekanan darah - Peningkatan frekuensi nadi
- Penurunan tekanan nadi - Peningkatan hematocrit
- Penurunan volume nadi - Peningkatan konsentrasi urine
- Penurunan tugor lidah - Penurunan berat badan tiba-tiba
- Penurunan haluaran urine - Haus
- Penurunan pengisian vena - Kelemahan
- Membrane mukosa kering

Faktor yang Berhubungan :


- Hambatan mengakses cairan - Kurang pengetahuan tentang
- Asupan cairan kurang kebutuhan cairan

Populasi Beresiko

- Usia ekstrem - Faktor yang mempengaruhi


- Berat badan ekstrem kebutuhan cairan

Kondisi Terkait

- Kehilangan cairan aktif


- Gangguan mekanisme pengaturan
- Gangguan yang mempengaruhi absorbs cairan
- Gangguan yang mempengaruhi asupan cairan
- Kehilangan cairan hebat melalui rute normal
- Kehilangan cairan melalui rute abnormal
- Agen farmaseutika
F. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kelebihan Volume Cairan


Definisi Peningkatan asupan dan/ atau retensi cairan
Rasional Gagal jantung kongestif kiri, ruang ventrikel kiri
tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi
peningkatan tekanan di atrium kiri dan pembuluh
darah sekitarnya. Hal ini mampu menyebabkan
penumpukan cairan di paru-paru, rongga perut, dan
kaki. Selain itu, adanya hambatan aliran darah ini
menyebabkan vasokontriksi pada arteri renal
sehingga menyebabkan retensi garam dan air di
ginjal (Udjianti, 2010). Terapi cairan yang agresif
dapat menambah kelebihan volume cairan (Horne,
M.M. & Swearingen, P.L., 1993)
Batasan Karakteristik - Bunyi nafas tambahan
- Gangguan tekanan darah
- Perubahan status mental
- Perubahan tekanan arteri pulmonal
- Gangguan pola nafas
- Perubahan berat jenis urine
- Anasarka
- Ansietas
- Azotemia
- Penurunan hematocrit
- Penurunan hemoglobin
- Dipsnea
- Edema
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Hepatomegaly
- Peningkatan tekanan vena sentral
- Asupan melebihi haluaran
- Distensi vena jugularis
- Oliguria
- Ortopnea
- Dipsnea nocturnal paroksismal
- Efusi pleura
- Refleks hepatojugular positif
- Ada bunyi jantung S3
- Kongesti pulmonal
- Gelisah
-Penambahan berat badan dalam waktu
sangat singkat
Faktor yang - Kelebihan asupan cairan
Berhubungan - Kelebihan asupan natrium
Kondisi Terkait : Gangguan mekanisme regulasi
Intervensi : 1. Manajemen elektrolit
Aktivitas aktivitas:
 Monitor manifestasi
ketidakseimbangan elektrolit
 Berikan cairan sesuai resep jika
diperlukan
 Pertahankan pemberian cairan
intravenous berisi elektrolit dengan
laju yang lambat
 Monitor kehilangan cairan yang kaya
dengan elektrolit (misalnya, suksion
nasogastrik, drainase ileostomy, diare,
drainase luka dan diaphoresis
2. Manajemen cairan
Aktivitas aktivitas:
 Jaga intake/asupan yang akurat dan
catat output (pasien)
 Distribusikan asupan cairan selama 24
jam
 Berikan cairan intravena sesuai suhu
kamar
3. Monitor tanda tanda vital
Aktivitas aktivitas:
 Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan dengan tepat
 Monitor irama dan tekanan jantung
 Monitor nada jantung
 Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda tanda vital
Evaluasi - Kebutuhan elektrolit tercukupi
- Tanda tanda vital normal
- Kebutuhan cairan tercukupi
- Irama jantung apikal normal

DiagnosaKeperawatan Defisien Volume Cairan berhubungan dengan efek


terapi diuretic.
Definisi Penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan/ atau
intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan
cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Rasional Pasien dengan gagal jantung mengalami edema perifer
dan pulmonal karena peningkatan sekresi aldosterone
dan ADH. Sehingga pasien dengan CHF akan
diberikan obat-obatan jenis diuretic untuk membuang
kelebihan garam dan air dalam tubuh melalui urine
(Alodokter, 2019).
BatasanKarakteristik - Perubahan status mental
- Penurunan tugor kulit
- Penurunan volume nadi
- Penurunan tugor lidah
- Penurunan haluaran urine
- Penurunan pengisian vena
- Membrane mukosa kering
- Kulit kering
- Peningkatan suhu tubuh
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan tekanan nadi
- Peningkatan frekuensi nadi
- Peningkatan hematocrit
- Peningkatan konsentrasi urine
- Penurunan berat badan tiba-tiba
- Haus
- Kelemahan
Faktor yang - Hambatan mengakses cairan
Berhubungan - Asupan cairan kurang
- Kurang pengetahuan tentang kebutuhan
cairan
PopulasiBeresiko - Usia ekstrem
- Berat badan ekstrem
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan
KondisiTerkait : - Kehilangan cairan aktif
- Gangguan mekanisme pengaturan
- Gangguan yang mempengaruhi absorbs
cairan
- Gangguan yang mempengaruhi asupan
cairan
- Kehilangan cairan hebat melalui rute
normal
- Kehilangan cairan melalui rute abnormal
- Agens faramaseutika
Intervensi : 1. Manajemen disritmia
Aktivitas aktivas:
 Pastikan riwayat penyakit jantung dan
disritmia pasien dan keluargannya
 Monitor kekurangan oksigen, asam basa
yang tidak seimbang, dan elektrolit
yang tidak seimbang yang dapat
memicu terjadinya disritmia
2. Terapi intravena
Aktivitas aktivitas:
 Verifikasi perintah untuk terapi
intravena
 Lakukan prinsip 5 benar sebelum
memulai infus/pemberian pengobatan
 Identifikasi apakah pasien yang
mendapat pengobatan cocok dengan
instruksi medis

3. Monitor tanda tanda vital


Aktivitas aktivitas:
 Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernafasan dengan tepat
 Monitor irama dan tekanan jantung
 Monitor nada jantung
Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda tanda vital
Evaluasi - Tanda tanda vital normal
- Disritmia teratasi dengan baik
- Terapi intravena efektif untuk menambah
volume cairan

Penutup
Kesimpulan
1. CHF (Congestive Heart Failure) merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang dapat
menjadi penyebab utama kematian apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat
dan tepat.
2. Masalah keperawatan terkait cairan elektrolit yang muncul pada kasus dengan CHF
adalah kelebihan volume cairan dan defisien volume cairan berhubungan dengan efek
terapi diuretic sesuai dengan tanda dan gejala pada pengkajian yang dilakukan.
3. Asuhan keperawatan dengan kasus CHF adalah manajemen elektrolit, manajemen
cairan, monitor tanda-tanda vital, manajemen disritmia, dan terapi intravena.
Saran
Sebagai perawat yang berperan untuk memberi asuhan keperawatan melalui tindakan mandiri
dan kolaboratif bertugas untuk memfasilitasi pasien agar dapat menyelesaikan masalah.
Biasanya, pasien dengan CHF mengalami masalah keperawatan terkait cairan dan elektrolit.
Salah satu bentuk tindakan keperawatan mandiri adalah dengan melakukan pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit pada tubuh.

Daftar Pustaka
Sepdianto, T.C., Tyas, MDC., & Anjaswarini, T. 2013. Peningkatan Saturasi Oksigen
Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing Pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. 8, Hal: 477-484.
Akhmad, A.N., Primanda Y., & Istanti, Y.P. 2016. Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung
Kongestif (GJK) Berdasarkan Karakteristik Demografi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing), Vol. 11, Hal: 27-34
Novita N. 2017. Deep Breathing Exercise Dan Active Range of motion Efektif Menurunkan
Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure.NurseLine Journal, Vol 2, Hal: 159-165.
Miati, Luji. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Congestive Heart Failure
(CHF) di Ruang Flamboyan RSUD Dr.RGoeteng Taroenadibrata. Diploma Thesis,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Munandar, Ahmad Aris. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Gagal
Jantung dengan Masalah Penurunan Curah Jantung di Ruang Aster Rsud Dr.
Harjono Ponorogo. Tugas Akhir (D3) thesis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
PSDKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.
Rasyida, Diya. 2017. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Bali.
Arianda, R Hasya. 2014. GAMBARAN PERESEPAN ACE INHIBITOR PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG YANG DIRAWAT INAP DI RSUP DR KARIADI
SEMARANG
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2013. LKTI. Semarang : Universitas
Diponegoro
Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Horne, M.M.& Swearingen, P.L. (1995). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa.
Jakarta : EGC.
Alodokter. (2019, 11 Maret). Pengobatan Gagal Jantung. Diakses pada 2 Maret 2019, dari
https://www.alodokter.com/gagal-jantung/pengobatan .

Anda mungkin juga menyukai