html
Ali Ridwan
Zat Aktif
Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau efek lain
yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut
air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus
a. Kelarutan
b. Stabilitas
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam
yang biasa digunakan garam hidroklorida, sulfat dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang
berupa asam lemah biasanya digunakan garam natrium. (codex hal 161)
Suspensi mata dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan
kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex,
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi
dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka solusinya digunakan
partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi (micronized).
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran
partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan. Oleh karena itu, surfaktan diperlukan
untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk memperlambat pengkristalan. Pensuspensi
a. Pengawet
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara
perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah
larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian
pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata
tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI IV hal 13)
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius. Misalnya
aeruginosa. Organisme lain yang bisa mengjasilkan infeksi pada kornea seperti golongan
proteus yang telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri,
fungi juga merupakan kontaminan. Misalnya Aspergilus fumigatus. Virus juga merupakan
kontaminan seperti herpes simplex. Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus.
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata
a) Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadao
Pseudomonas aeruginosa.
b) Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva)
c) Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148: Diktat kuliah teknologi
Thiomersal
Parahidroksi Nipagin 0,18% Diadsorpsi oleh makro- Jarang digunakan, banyak
yang lemah
Fenol: Stabilitasnya pH depen- Akan berdifusi melalui
max
Catatan:
a) Garam merkuri dan thimerosal merupakan pengawet alternatif untuk mengganti
b) Garam fenil merkuri digunakan sebagai pengawet untuk salisilat dan nitrat dan larutan garam
c) Zink sulfat OTT dengan semua pengawet kecuali asam borat, tapu asam borat dilarang
b. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakanadalah NaCl, KCl, glukosam gliserol dan dapar
(Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata:
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6-1,5% (Diktat kuliah teknologi steril)
c. Pendapar
Secara ideal larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air
mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup
larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH
ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III 13). Tetapi
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan
b) Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat mengubah pH air mata
c) Menurut Codex, dapar yang dapat digunakan adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi
berdasarkan Surat Edaran Dirjen POM tanggal 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan untuk
d) Dapar yang digunakan sebaiknya dapar yang telah dimodifikasi dengan oenambahan NaCl
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
a) Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misalkan Polimer mukoadhesif (asam hyaluronat
dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif dari pada polimer non mukoadhesif
c) Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi oleh mata dan
menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air mata; atau
d) Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara
sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan
Peningkatan viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak 0,25%
atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut Codex,
dapat digunakan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol.
CMC Na jarang digunakan karena tidak tahan terhadao elektrolit sehingga kekentalan
menurun, kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif. Pada umumnya penggunaan senyawa
selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata, demikian juga dengan PVP dan
dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada:
c) Stabilitas
b) Metilselulosa
e. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbar) dan asetilsistein pun dapat
dipakai terutama untuk sediaan fenilfrin. Dengan oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya
logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik
yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan
(Codex, 161-165)
Contoh antioksidan
a) Natrium metabisulfit
f. Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek:
a) Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil
b) Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan aksi
c) Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal. Meningkatkan
kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan
penyerapan obat.
d) Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kornea.
Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan
lainnya.
e) Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas. Surfaktan non ionik yang paling
tidak toksik dibanding golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam
suspensi steroid dan sebagai pembatu untuk membentuk larutan yang jernih.
f) Surfaktan dapa juga digunakan sebagai kosolben untuk meningkatkan solubilitas (jarang
dilakukan). Surfaktan nin ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan
menginaktifkannya. Menurut codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah
polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut diktat kuliah teknologi steril daoat juga
2. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
3. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
5. Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan
6. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press
7. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
8. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
12. Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The Parmaceutical Press,
London. 1982.
14. Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th
15. Badan Pengawas Obat dan Makanan. ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT.
17. Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10.