Anda di halaman 1dari 22

KONTROL EKSPRESI GEN PADA SEL EUKARIOTIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gen adalah unit heriditas suatu organisme hidup. Gen ini dikode dalam material
genetik organisme, yang kita kenal sebagai molekul DNA, atau RNA pada beberapa
virus, dan ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan internal atau eksternal seperti
perkembangan fisik atau perilaku dari organisme itu. Gen tersusun atas daerah urutan
basa nukleotida baik yang mengkode suatu informasi genetik (coding-gene region as
exon) dan juga daerah yang tidak mengkode informasi genetik (non-coding-gene
region as intron ), hal ini penting untuk pembentukan suatu protein yang fungsinya
diperlukan di tingkat sel, jaringan, organ atau organisme secara keseluruhan.
Dengan penemuan ini maka telah ditemukan bagaimana informasi genetik
diwariskan dan diekspresikan. Mekanisme molekuler dari pewarisan melibatkan
proses yang dikenal sebagai replikasi, dimana rantai DNA induk berfungsi sebagai
cetakan untuk sintesis salinan DNA.
Ekspresi gen di dalam sel memerlukan dua proses, transkripsi dimana DNA
berfungsi sebagai templete dan ditranskripsikan menjadi mRNA dan ditranslasi
dimana infromasi pada RNA akan diterjemahkan sehingga menghasilkan protein.
Pengaturan ekspresi gen pada sel eukariotik hanya memungkinkan ekspresi sebagian
kecil genom dalam suatu waktu, sehingga sel dapat menjalani perkembangan dan
differensiasi. Ini memerlukan suatu pengaturan melalui mekanisme yang rumit. Untuk
suatu gen yang spesifik, pengaturan dapat terjadi secara bersamaan diberbagai tingkat
dan berbagai faktor bekerja bersamaan untuk merangsang dan menghambat ekspresi
suatu gen.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ekspresi gen?
2. Apa perbedaan regulasi ekspresi gen pada sel prokariotik dan sel eukariotik?
3. Bagaimana pengaturan atau regulasi ekspresi gen pada sel eukariotik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. EKSPRESI GEN
Sebelum penemuan DNA, telah diketahui bahwa gen adalah unit fisik dan
fungsional dari hereditas yang mengandung informasi untuk sintesis protein. Gen-
gen membawa informasi yang harus dikopi secara akurat untuk ditransmisikan
kepada generasi berikutnya. Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana suatu
informasi dapat diformulasikan dalam bentuk molekul kimia? Bagaimana
molekul tersebut dapat dikopi secara akurat?
Pada tahun 1940-an, peneliti menemukan bahwa informasi genetik terutama
terdiri dari instruksi untuk membentuk protein. Protein adalah molekul makro
yang berperan dalam hampir semua fungsi sel yaitu: sebagai bahan pembangun
struktur sel dan membentuk enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia
di dalam sel; meregulasi ekspresi gen, memungkinkan sel untuk bergerak dan
berkomunikasi antar sel. Jadi fungsi paling penting dari DNA adalah membawa
gen yang mengandung informasi yang menentukan jenis protein yang harus
disintesis, kapan, dalam tipe sel yang mana, dan seberapa banyak jumlah protein
yang harus disintesis.
Dengan semakin berkembangnya pengetahuan molekuler maka definisi dari
gen adalah :
a. Keseluruhan sekuen asam nukleat yang dapat ditranskrip menjadi RNA
fungsional dan protein, pada waktu dan tempat yang tepat selama
pertumbuhan dan perkembangan organisme. Komposisi gen adalah: daerah
pengkode (exon and intron) yang mengkode RNA atau protein + sekuen-
sekuen pengaturan (Regulatory sequences: termasuk. promoter yang
menginisiasi terjadinya transkripsi, enhancer/silencer yang menentukan
tinggi rendahnya aktivitas transkripsi, polyadenylation site, splicing sites
serta signal terminasi transkripsi).
b. Produk gen :
- RNA yang kemudian ditranslasi menjadi protein
- Hanya RNA seperti rRNA, tRNA, snRNA, snoRNA dan miRN
c. Satu gen mempunyai potensi menghasilkan banyak produk karena adanya :
promoter- promoter yang berbeda alternative splicing

2
Gambar1. Daerah regulasi gen, exon, intron, dan signal akhir proses
Transkripsi dari gen eukaryota.

Didalam gen terdapat urutan nukleotida sepanjang untaian DNA yang


menentukan protein, yang akan dihasilkan oleh organisme sebagai ekspresi gen.
Langkah pertama dalam ekspresi gen adalah transkripsi DNA menjadi RNA.
Molekul RNA sama dengan DNA kecuali pada:
a. Gugusan gula adalah ribosa. Basa urasil (U) menggantikan timin (T) dan U
berpasangan dengan A
b. RNA biasanya tidak berantai ganda walaupun dapat melipat dirinya sendiri
jika terjadi komplementaritas dan beberapa virus RNA berantai ganda.
Tiga kelas RNA utama merupakan RNA messenger (mRNA), RNA transfer
(tRNA), RNA ribosomal (rRNA). mRNA diterjemahkan menjadi protein. tRNA
terlibat dalam transfer asam amino ke dalam protein, rRNA termuat dalam
ribosom yang terlibat dalam sintesis protein.

2. PERBEDAAN REGULASI EKSPRESI GEN PADA SEL PROKARIOTIK


DAN SEL EUKARIOTIK
a. Eukariotik mengandung lebih banyak informasi genetik, selain itu DNA
eukariotik dilengkapi dengan histon dan protein lainnya untuk membuat
kromatin yang berperan penting sebagai sakelar pengatur utama kontrol
ekspresi. Pada saat kromatin dalam keadaan kondensasi yang terlihat sebagai
kromosom maka DNA tidak dapat ditranskrip.
b. Informasi genetik pada eukariotik tersimpan di beberapa kromosom dan
terbungkus oleh dua lapis membran inti, sedangkan pada prokariotik hanya
pada satu kromosom.

3
c. Informasi genetik pada eukariotik terpisah dari sitoplasma sehingga transkripsi
dan translasi dipisahkan oleh ruang, sehingga proses transkripsi terjadi di
dalam inti sel sedangkan translasi terjadi di dalam sitoplasma.
d. RNA hasil transkripsi diproses terlebih dahulu sebelum dipindah ke dalam
sitoplasma.
e. dRNA pada eukariotik memiliki waktu paruh yang lebih lama dibandingkan
dRNA prokariot. Pada saat sel prokariot membutuhkan untuk sintesis protein
lagi, proses transkripsi segera dihentikan dan dRNA yang telah ada akan lebur
dalam beberapa menit.
f. Eukariotik memiliki kontrol translasi karena dRNA lebih stabil.
g. Sebagian besar eukariotik adalah organism multiseluler dengan tipe sel yang
berbeda-beda. Setiap tipe sel menggunakan seperangkat gen yang berbeda
untuk mensintesis protein yang berbeda sekalipun setiap sel memiliki
perangkat yang sama lengkapnya.

3. REGULASI ATAU KONTROL EKSPRESI GEN SEL EUKARIOTA


Aktivitas berbagai gen memperlihatkan variasi yang luas dalam berbagai
sel. Dengan demikian, hormon pertumbhan dan insulin masing-masing dihasilkan
secara eksklusif dalam kelenjar hipofisis dan sel β pankreas. Gen lain
diekspresikan secara luas. Contohnya gen renin diekspresikan dalam ginjal dan
beberapa jaringan ekstrarenal.
Perbedaan ini terutama disebabkan oleh pengauran ekspresi gen, karena
umumnya struktur DNA adalah sama bagi seluruh sel-sel tubuh. Pada sel eukariot
gen yang mengkode protein yang berfungsi bersama-sama biasanya terletak pada
kromosom yang berbeda. Misalnya gen untuk rantai globin α haemoglobin terletak
pada kromosom 16, sedangkan gen untuk rantai β terletak dikromosom 11. Situasi
ini berbeda dari bakteri, dimana gen yang mengkode protein berfungsi bersama-
sama terletak berdampingan satu sama lain dalam operon. Operon tidak terdapat
pada sel eukariot.
Ekspresi gen pada sel eukariot berlangsung di sejumlah tahapan yang
berbeda yaitu: transkripsi, pascatranskripsi, translasi, pasca translasi.

4
Gambar2. Tahapan proses regulasi ekspresi gen pada sel eukariotik

a. Pengaturan Tahap Transkripsi


Secara umum, mekanisme pada eukariotik serupa dengan yang terjadi
di prokariotik. Hanya saja pada eukariotik memiliki Kontrol unsur yang
membentuk komplek inisiasi transkripsi, gen codable yang terdiri dari intron
dan ekson, serta pemutus sinyal yang dapat mengakhiri transkripsi. Proses
transkripsi diawali oleh proses penempelan faktor-faktor transkripsi dan
kompleks enzim RNA polymerase pada daerah promoter. Berbeda dengan
prokariot, RNA polymerase pada eukariot tidak menempel langsung dengan
pada DNA di daerah promoter. Melainkan melalui perantaraan protein-
protein lain yang disebut sebagai faktor transkripsi. Faktor transkripsi
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: Faktor transkripsi umum dan Faktor
transkripsi khusus. Faktor transkripsi umum berperan untuk mengarahkan
RNA polymerase ke promoter. Penempelan RNA polimerase pada promoter
oleh factor tersebut hanya menghasilkan transkripsi pada level dasar,
sedangkan pengaturan gen yang lebih spesifik dilakukan oleh factor
transkripsi khusus untuk suatu gen.
Meskipun demikian, proses penempelan tersebut sangat penting untuk
kelangsungan proses transkripsi. Setelah faktor-faktor transkripsi umum dan
RNA polimerase menempel pada promoter, selanjutnya akan terjadi
pembentukan kompleks promoter terbuka. Transkripsi dimulai pada titik
awal transkripsi (RNA initiation site, RIS) yang terletak beberapa nukleotida
sebelum urutan kodon awal ATG.

5
Kontrol utama dari ekspresi gen terjadi pada tingkat awal transkripsi.
Transkripsi diawali oleh unsur promotor proksimal yang membentuk sekitar
30 nukleotida di hulu tempat strat transkripsi. Daerah ini mengandung yang
disebut sebagai books TATA dalam rangkaian TATA atau rangkaian yang
serupa. Struktur ini mengikat suatu kompleks protein yang dikenal sebagai
faktor books TATA, dalam hal ini termasuk protein-protein pengikat books
TATA (TBP atau TFIID). Faktor lain seperti TFII, TFIII dan polimerase
RNA.
Beberapa promotor tidak mengandung kotak TATA dan mengawali
transkripsi melalui faktor-faktor yang sama. Secara umum faktor-faktor ini
disebut faktor piranti umum dan basal. Protein lain dapat berikatan dengan
faktor basal pada regio promotor dan enhacer DNA untuk bertindak bersama
dnegan RNA polimerase untuk dapat mengatur awal transkripsi. Protein ini
disebut sebagai faktor transkripsi.
Transaktivator adalah protein yang digabungkan dengan protein lain
(koaktivator) ke kompleks protein yang terikat ke promotor basal di books
TATA. Apabila terjadi interaksi yang sesuai antara transaktivator,
koaktivator, dan kompleks promotor basal, RNA polimerase lebih sering
berikatan dengan promotor basal sehingga kecepatan transkripsi gen
meningkat.
Mekanisme penempelan faktor transkripsi tersebut sebagai berikut:
1) TFIID menempel pada bagian TATA Box pada promoter, yang dibantu
oleh faktor TFIIA sehingga membentuk kompleks DA. Peranan TFIIA
adalah meningkatkan data ikat TFIID terhadap TATA Box.
2) Kemudian diikuti oleh penempelan faktor TFBII
3) Faktor TFIIF selanjutnya menempel yang diikuti oleh penempelan RNA
polimerase II.
4) Akhirnya faktor TFIIE akan menempel dan diikuti oleh TFIIH dan TFIIJ

Kompleks pra-inisiasi yang terbentuk disebut sebagai kompleks


DABPolFEH. Sehingga dapat diketahui bahwa pada eukariotik RNA
polimerae II tidak secara langsung menempel pada promoter melainkan
melalui perantaraan faktor transkripsi. Setelah terbentuk kompleks pra
inisiasi RNA polimerase II siap untuk melakukan proses transkripsi jika ada

6
nukleotida. Faktor transkripsi yang penting untuk mengawali inisiasi proses
transkripsi adalah TBP, TFIIB, TFIIF, dan RNA polimerase II tanpa adanya
TFIIE dan TFIIH, sebenarnya sudah dapat terjadi transkripsi namun tidak
sempurna. Pembentukan transkripsi yang tidak sempurna tersebut
menandakan telah terbentuknya kompleks inisisasi termasuk terjadinya
pembukaan DNA secara lokal dan pembentukan ikatan pospodiester pertama.
Dalam hal ini faktor TFIIE dan TFIIH tidak diperlukan dalam proses inisiasi
melainkan diperlukan dalam proses pelepasan dari promotor yang menandai
dimulainya transkripsi (pemanjangan transkip) secara aktif. Pelepasan dari
promotot tersebut dikatalisis oleh aktifitas DNA helikase yang dimiliki oleh
TFIIH sehingga menyebabkan terbukanya DNA pada daerah promotor. Hal
ini dilakukan dengan cara memuntir DNA di daerah hilir dari bagian yang
berikatan dengan faktor transkripsi yang lain sehingga terbentuk gelembung
transkripsi. Pembentukan gelembung transkripsi memunkinkan RNA
polimerase untuk memulai transkripsi dan bergerak dari hilir sepanjang 10-
12 nukleotida. Pergerakan RNA polimerase tersebut dibantu oleh aktifitas
TFIIH yang menyebabkan pemanjangan gelembung transkripsi.

Gambar3. Pengaturan tahap transkripsi

7
TFIID merupakan faktor transkripsi pertama yang secara berikatan
dengan TATA Box sehingga penempelan faktor transkripsi ini akan
mengarahkan faktor-faktor yang lain dan RNA polimerase II untuk
mengenali promoter. Faktor TFIID merupakan kompleks protein yang terdiri
atas beberapa protein yaitu protein pengikat TATA Box (TATA Box binding
protein, TBP), dan TAF (faktor transkripsi yang terkait dengan TBP). Pada
saat kompleks pra-inisiasi sudah terbentuk, RNA polimerase bersama-sama
dengan TFIIH menutupi promoter.Faktor tersebut berperan dalam proses
fosforilisasi RNA polymerase II menjadi bentuk IIO, selain itu juga
mempunyai aktivitas kinase CTD. Bentuk RNA polymerase IIO inilah yang
selanjutnya melakukan pemanjangan transkrip. Fosforilisasi terjadi pada
asam-asam amino pada bagian CTD yang terdapat pada subunit RNA
polymerase II yang paling besar.Fosforilisasi tersebut memicu perubahan
perubahan status RNA polymerase II dari keadaan pra-inisiasi menjadi
inisiasi dan selanjutnya terjadi pemanjangan transkrip. Hal tersebut
dikarenakan fosforilasasi RNA polymerase II menyebabkan ikatan antara
CTD dengan TBP menjadi lemah
Proses pemanjangan transkrip distimulasi oleh suatu factor yang
disebut TFIIS dengan cara membatasi jeda dalam proses polymerase oleh
RNA polymerase. Proses pemanjangan transkrip akan berjalan sampai RNA
polymerase II mencapai daerah terminator. Terminasi transkripsi dalapt
berlangsung karena adanya aktivitas fosfatase yang spesifik untuk CTD
sehingga mengembalikan RNA polymerase II menjadi bentuk yang tidak
mengalami fosforilisasi. Dalam keadaan tersebut, RNA polimerae II dapat
digunakan kembali dalam proses transkripsi selanjutnya. Dengan demikian,
RNA polymerase II dapat digunakan secara berulang-ulang dalam proses
transkripsi gen. Berikut skema secara umum proses transkripsi yang
melibatkan RNA polymerase II.

8
Terdapat beberapa jenis struktur transkripsi antara lain:
1) Zinc Finger

Gambar4. Zinc Finger

2) Helix-loop-helix (HLH)

Gambar4. Helix-loop-helix

3) Leucine zipper

Gambar5. Leucine zipper

9
4) HMG-box (high mobility group protein)
Terbentuk dari 3 heliks- yang membentuk struktur mirip
boomerang. Aktivasi DNA dengan melekukkan DNA.

Tahapan pengaturan ekspresi gen pada sel eukariotik dapat dilihat


sebagai berikut.

Gambar6. Tahapan pengaturan ekspresi gen pada


sel eukariotik

b. Pengaturan Tahap Pasca Transkripsi


Berbeda dengan prokariot yang proses transkripsi dan translasi
berlangsung hampir serentak yaitu sebelum transkripsi selesai dilakukan,
translasi sudah dapat dimulai. Hal tersebut terjadi karena pada prokariot tidak
ada hambatan struktural sel karena semua komponen transkripsi dan translasi
terletak pada sitoplasma yang sama. Sedangkan pada sel eukariotik proses
tanskripsi berlangsung di dalam nukleus sedangkan translasi terjadi di dalam
nukleus dan proses translasi terjadi di dalam sitoplasma. Sehingga translasi
baru dapat berjalan jika proses transkripsi selesai dijalankan. Jeda waktu
tersebut disebut sebagai fase pasca-transkripsi. Pada fase ini terjadi beberapa
proses yang unik pada eukariot antara lain (1) pemotongan dan
penyambungan RNA (RNA spilicing), (2) poliadenilasi (penambahan gugus

10
poli-A pada ujung 3’ mRNA), (3) penambahan tudung (cap) pada ujung 5’
mRNA.

1) Pemotongan dan Penyambungan RNA (Splicing)


Pada organisme eukariotik terdapat gen yang organisasinya
tersusun atas ekson dan intron, meskipun tidak semua gen eukariotik
mempunyai intron. Pada awalnya, gen yang terdiri atas ekson dan intron
ditranskripsi meghasilkan pre-mRNA (transkrip primer) karena masih
mengandung sekuen intron. Pada tahapan selanjutnya intron akan
dipotong dari pre-mRNA dan ekson-ekson yang ada selanjutnya
disambung menjadi mRNA yang matang (mature mRNA). Proses
pemotongan intron dan penyambungan kembali ekson-ekson disebut
sebagai proses penyambungan RNA (RNA splicing). Transkrip mRNA
yang sudah matang inilah yang selanjutnya akan ditranslasi. Berikut
skema proses splicing RNA:

Gambar7. Skema dasar proses splicing RNA

Proses splicing RNA merupakan proses yang sangat akurat. Akurasi


proses pemotongan dan penyambungan ditentukan oleh suatu urutan
nukleotida yang dikenal sebagai splicing signals. Sejauh ini urutan
nukleotida lestari yang ditemukan pada beberapa intron yang berbeda
yang diketahui adalah dua nukleotida pada ujung intron, yaitu:
Ekson-GU………………….AG-Ekson
Intron

11
Selain urutan tersebut juga terdapat urutan pada bagian pertemuan
antara ekson dengan intron. Sinyal untuk pemotongan intron dan
penyambungan ekson pada prekusor mRNA gen-gen pada nukleus sangat
beragam yaitu kedua basa intron basa hampir selalu mengandung GU dan
dua basa terakhir selalu mengandung AG. Selain itu keseluruhan sekuens
consensus sangat penting untuk pemotongan intron dan penyambungan
ekson secara tepat. Terjadinya mutasi pada sekuen konsensus dapat
menyebabkan splicing abnormal. Sifat lestari ujung 5’ dan 3’ pada sisi
pemotongan –penyambungan serta kotak TACTAAC menunjukkan
bahwa hal ini mempunyai fungsi sangat penting dalam ekspresi genetik.
Mutasi pada bagian tersebut dapat menyebabkan perubahan fenotip pada
banyak organism eukariotik, karena bagian ini bertanggungjawab dala
pemunculan penyakit menurun pada manusia misalnya kelainan
hemoglobin. Proses pemotongan intron dan transkrip RNA terdiri atas tiga
tipe yang bebeda yaitu :

a) Mekanisme Splicing Prekurson RNA inti sel


Proses splicing menghasilkan suatu struktur cabang yang
disebut dengan lariat, yaitu suatu struktur yang bentuknya seperti tali
laso. Pada tahap pertama, gugus 2’-OH nukleotida adenine yang ada
dalam intron menyerang ikatan fosfodiester yang menghubungkan
ekson 1 dengan intron. Hal ini menyebabkan terputusnya ikatan
antara ekson 1 dengan intron sehingga dihasilkan ekson 1 yang bebas
dan struktur lariat yang merupakan gabungan antara intron dengan
ekson 2.
Struktur lariat tersebut mempunyai ujung 5’ GU yang berikatan
dengan titik percabangan melalui ikatan fosfodiester. Pada tahap
kedua, ujung 3’-OH pada ekson 1 menyerang ikatan fosfodiester
antara intron dan ekson 2 menghasilkan struktur intron berbentuk
lariat dan ekson 1 atau ekson 2 yang bersambungan. Penyambungan
antara ekson 1 dan ekson 2 diperantarai oleh gugus fosfat pada ujung
5’ ekson 2. Berdasarkan penelitian pada Khamir, menunjukkan bahwa

12
splicing berlangsung di dalam suatu partikel yang berukuran 40S
yang disebut sebagai spliceosome.
Partikel tersebut berperan penting dalam proses splicing karena
pre-mRNA yang mengalami mutasi dari Aà C pada titik percabangan
tidak dapat melakukan splicing. Hal ini disebabkan RNA semacam ini
tidak mampu membuat struktur dalam spliceosom. Selain partikel
tersebut, faktor lain yang juga berperan penting dalam splicing adalah
molekul RNA berukuran kecil yang disebut small nuclear RNA
(snRNA) yang berasosiasi dengan suatu protein membentuk
kompleks small ribonuclear protein (snRNP) yang terdiri atas U1, U2,
U4, U5 dan U6. Berikut skema proses splicing oleh adanya
spliceosome.
Berdasarkan skema tersebut dapat diketahui bahwa splicing
RNA dikatalis oleh perakitan sRNP dan ditambah dengan protein
lainnya yang bersama-sama membentuk spliceosome. Spliceosome
sebagai pengenal sinyal pada molekul pre-mRNA yang membawa
kedua ujung intron bersama-sama dan dan menyediakan aktivitas
enzimatik untuk dua tahap reaksi.
Pada kedua reaksi tersebut, (A) menunjukkan langkah pertama
yaitu nukleotida adenine spesifik dalan sekuen intron menyerang situs
sambungan (splice site) ujung 5’ dan memotong sugar-phosphate
backbone RNA. Pemotongan ujung 5’ dari intron menjadi secara
kovalen terhubung dengan nukleotida adenine, seperti yang
ditunjukkan pada (B) akhirnya dapat membuka Loop molekul RNA.
Pelepasan ujung 3’-OH dari sekuen ekson kemudian bereaksi dengan
mulainya sekuen ekson selanjutnya, penggabungan dua ekson
bersama dan melepaskan sekuen intron dalam bentuk lariat. Dua
sekuen ekson menjadi bergabung menjadi sekuen pengkode secara
kontinyu, pelepasan sekuen intron terdegradasi pada waktunya.
Selanjutnya (gambar 4), situs branch-point pertama kali dikenali
oleh BBP (Branch-point binding protein) dan U2AF, protein bantu
(helper protein). Dalam langkah selanjutnya, U2 snRNP
menggantikan BBP dan U2AF dan pembentukan pasangan basa

13
dengan dengan situs sekuen konsensus dan pembentukan pasangan
basa U2 snRNP dengan splice junction 5’.
Pada tahap ini, U4/U6, U5 ‘triple” memasuki spliceosome.
Dalam triple snRNP, snRNAS U4 dan U6 dipegang kuat bersama
oleh interaksi pasangan basa dan snRNP U5 terhubung lebih longgar.
Beberapa penyusunan ulang RNA-RNA kemudian terjadi pemecahan
pasangan basa U4/U6 (snRNP U4 dikeluarkan dari spliceosome
sebelum splicing selesai) dan memungkinkan snRNP U6
menggantikan U1 pada splice junction 5’. Penyusunan ulang
selanjutnya membuat situs aktif dari spliceosome dan dan bagian
posisi yang sesuai dari subtrats pre-mRNA untuk reaksi splicing
terjadi. Berikut beberapa penyusunan ulang yang terjadi di
spliceosome selama splicing pre-mRNA.
Pada gambar tersebut merupakan rincian proses penyusunan
ulang pada spliceosome selama pra-mRNA pada Saccharomyces
cerevisiae, dimana sekuen nukleotida yang terlibat sedikit berbeda
dengan yang terdapat pada sel manusia. (A) Pertukaran U1 snRNP
untuk U6 snRNP terjadi sebelum reaksi fosforil-transfer pertama.
Pertukaran tersebut menungkinkan 5’ splice dibaca oleh snRNPs
berbeda, sehingga dapat meningkatkan akurasi seleksi situs 5’ splice
oleh spliceosome. (B) Situs branch-point pertama kali dikenali oleh
BBP dan kemudian oleh U2 snRNP seperti pada bagian (A), strategi
“Chek and Rechek” memberikan akurasi yang meningkat dari situs
seleksi. Pengikatan U2 ke branch-point akan memaksi adenine yang
sesuai untuk menjadi tidak berpasangan, dengan demikian dapat
mengaktifkan penyerangan terhadap situs splice 5’. Dalam hal ini,
kombinasi dengan pengenalan oleh BBP merupakan cara spliceosome
memilih adenine secara akurat untuk membentuk branch poin. (C)
Setelah reaksi fosforil-transfer pertama (kiri) telah terjadi, snRNP U5
mengalami penataan ulang yang membawa dua ekson ke dalam jarak
dekat untuk reaksi fosforil-transfer kedua (kanan). kedua posisi
snRNAs reaktan dan memberikan (baik semua atau sebagian) situs
katalitik untuk dua reaksi. snRNP U5 hadir dalam spliceosome

14
sebelum penataan ulang ini terjadi, karena kejelasan itu telah
dihilangkan dari panel kiri.

b) Mekanisme splicing secara autokatalik


Mekanisme ini terjadi pada prekursor rRNA tanpa melibatkan
enzim. Lebih jauh telah diketahui pula bahwa mekanisme semacam ini
juga terjadi pada pemotongan intron prekursor rRNA, tRNA, mRNA
yang ada pada mitokondria dan kloroplas banyak spesies, misalnya
pemotongan intron gen 26s rRNA dan tetrahymena. Mekanisme
splicing autokatalitik tidak memerlukan energi maupun enzim tetapi
melibatkan reaksi transfer ikatan fosfoester tanpa ada ikatan yang
hilang.
Proses pemotongan intron secara autokatalitik dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pada gen-gen yang mengandung intron
grup I dan intron grup II. Pada intron grup I (misalnya 26s rrn pada
tetrahymena), proses splicing melibatkan penambahan nukleotida
guanine pada ujung 5’ intron. Guanine tersebut adalah nukleotida yang
berasal dari luar, bukan bagian integral intron seperti yang diamati
pada splicing menggunakan spliceosome.
Pada tahap pertama, nukleotida guanine menyerang
nukleotida adenine pada ujung 5’ intron dan melepaskan ekson 1. Pada
tahap kedua, ekson 1 menyerang ekson 2 sekaligus melakukan
penyambungan ekson 1 dan ekson 2 serta melepaskan intron
berbentuk linier. Selanjutnya, dengan proses yang berbeda, intron
linier dipotong nukleotidanya sebanyak 19 nukleotida dari ujung 5’

c) Mekanisme splicing prekursor tRNA


Mekanisme splicing prekursor tRNA pada sacchromyces
cerevisiae melalui dua tahapan penting. Dalam tahapan pertama,
enzim yang disebut splicing edonuklease (tRNA endonucleasse) yang
terikat pada membran nukleus melakukan dua pemotongan secara
tepat pada kedua ujung intron. Selanjutnya pada tahap ke dua suatu
enzim yang disebut splicing ligase (RNA ligase) menyambung kedua

15
bagian tRNA sehingga dihasilkan molekul tRNA yang sedah matang
(mature tRNA).
Beberapa mekanisme splicing yang dijelaskan adalah
mekanisme cis splicing yaitu proses splicing yang melibatkan dua
ekson atau lebih yang ada pada gen yang sama. Penelitian pada
triphanosoma, protozoa yang memiliki alat gerak flagella,
menunjukkan terdapat mekanisme splicing alternatif yang disebut
trans-splicing . Pada trans-splicing ekson-ekson yang digabungkan
berasal dari gen yang sama, bahkan dapat berasal dari kromosom yang
berbeda. Penelitian yang lebih lanjut pada organisme tersebut
menunjukkan bahwa semua mRNA mempunyai 35 nukliotida awal
(leader), disebut sebagai splicid leader (SL), tetapi gen-gen yang
mengkode mRNA tersebut tidak mempunyai urutan komplementer ke
35 nukleotida awal.
Gen yang mengkode SL tersebut diketahui berulang sekitar 200
kali pada genon tripanosoma. Gen tersebut hanya mengkode SL
ditambah 100 nukleotida yang tersambung pada sl melalui sekeuen
splicing konsensus pada ujung 5’. Dengan demikian gen mini tersebut
tersusun ekson SL yang pendek dan ujung 5’ suatu intron.

2) Poliadenilase
Transkip mRNA pada eukariot juga mengalami pemrosesan dalam
bentuk penambahan poli-A (rantai AMP) pada ujung 3’ sepanjang kurang
lebih 200-250 nukleotida. Penambahan poli-A tersebut ditambahkan
pasca-transkripsi karena tidak ada bagian gen yang mengkode rangkaian
A atau T semacam ini. Penambahan tersebut dilakukan dengan
menggunakan aktivitas enzim poli (A) polimerase yang ada di dalam
nukleus. Sebagian mRNA mengandung poli-A, kecuali mRNA histon.
Penambahan poli-A pada ujung 3’ meningkatkan stabilitas mRNA
sehingga mRNA mempunyai umur yang lebih panjang dibandingkan
dengan mRNA yang tidak mempunyai poliA. Selain itu juga ada bukti
yang menunjukan bahwa keberadaan poli-A meningkatkan efisiensi
translasi mRNA semacam itu. Diketahui ada suatu protein, yaitu poly (A)-
binding protein I, yang menempel pada poliA sehingga meningkatkan

16
efisiensi translasi. Bukti lain juga menegaskan bahwa mRNA yang
mempunyai poli-A mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk
mengikat ribosom sehingga dapat meningkatkan efisiensi translasi
dibandingkan mRNA yang tidak mengalami poliadenilasi. Poliadenilasi
dilakukan pada prekursor mRNA bahkan sebelum terjadi terminasi
transkripsi. Hal tersebut dilakukan dengan cara memotong prekursor pada
bagian yang nantinya akan menjadi bagian mRNA yang matang,
kemudian dilanjutkan dengan menambahkan poli-A pada ujung 3’ yang
terbuka. Bagian mRNA yang disintesis setelah selesai sisi poliadenilasi
yang selanjuutnya didegradasi.
Tempat dilakukan poliadenilasi dicirikan oleh sinyal poliadenilasi
pada gen mamalia. Sinyal tersebut terdiri dari rangkaian nukleotida
AATAAA yang diikuti oleh sekitar 20 nukleotida yang kaya akan residu
GT serta diikuti oleh motif yang kaya akan T. Transkip mRNA pada
tanaman dan khamir juga mengalami poliadenilasi tetapi sinyal
poliadenilasinya berbeda dari yang ada pada mamalia karena ada variasi
pada sekuens AATAAA. Pada khamir, jarang sekali ada motif AATAAA
yang ditemukan.

3) Penambahan tudung (cap) pada ujung 5’ mRNA


Organisme eukariot mengalami metilasi (penambahan gugus metil)
yang sebagian besar terakumulasi pada ujung 5’ mRNA. Stuktur ini
kemudian dikenal sebagai tudung mRNA (mRNA cap). Penelitian
selanjutnya yang dilakukan oleh Yasuhiro Furuichi dan Kin-Ichiro Miura
menunjukan bahwa tudung mRNA tersebut berupa molekul 7-
metilguanosin (m7G). Tudung mRNA tersebut disintesis dalam beberapa
tahapan. Yang pertama, enzim RNA trifosfatase memotong gugus fosfat
pada ujung pre mRNA, kemudian enzim guanili transferase memotong
gugus fosfat pada ujung pre mRNA.Kemudian enzim guanili transferase
menambahkan GMP (guanosin fosfat). Selanjutnya, enzim metil
transferase melakukan metilasi tudung guanosin pada N7 dan gugus 2’-O
metil pada nukleotida ujung tudung tersebut. Proses penambahan tudung
tersebut berlangsung pada tahapan awal transkripsi sebelum transkrip
mencapai panjang 30 nukleotida.

17
Tudung mRNA mempunyai empat macam fungsi, yaitu:
(1) melindungi mRNA dari degradasi.
(2) meningkatkan efisiensi translasi mRNA,
(3) meningkatkan pengangkutan mRNA dan nukleus ke sitoplasma
(4) meningkatkan efisiensi proses spilicing mRNA.
Tudung m7G berikatan dengan mRNA melalui ikatan trifosfat.
Tudung tersebut juga meningkatkan efisiensi translasi karena ribosom
dapat mengakses mRNA melalui suatu protein yang menempel pada
tudung. Dengan demikian, jika tidak ada tudung, maka protein yang
melekat pada tudung tidak akan menempel. Hal itu akhirnya akan
mengurangi kemungkinan ribosom untuk menempel dan melakukan
translasi.

c. Tahap Pasca Transkripsi


1) Pemrosesan rRNA dan tRNA
Molekul rRNA yang dihasilkan pada prokariot maupun eukariot
pada awalnya berupa prekursor yang berukuran lebih panjang dari
molekul yang matang. Sebagai contoh, pada mamalia, dihasilkan prekusor
rRNA yang berukuran 45s yang sesungguhnya terdiri atas ukuran yang
lebih kecil yaitu 28 s, 18s, dan 5,8s. Nukleotida diantara unit-unit kecil
tersebut harus dipotong (diproses) untuk menghasilkan unit-unit
fungsional yang lebih kecil. Perlu diperhatikan bahwa pemrosesan
prekusor rRNA yang dimaksud disini bukanlah splicing, karena splicing
adalah proses pemotongan intron yang ada di dalam struktur intenal
transkrip dan diikuti oleh penyambungan ekson. Pada pemrosesan
prekursor rRNA semacam ini tidak ada penyambungan kembali molekul-
molekul rRNA yang sudah dipotong karena masing-masing unit yang
dihasilkan adalah unit independen.
Selain rRNA, molekul tRNA juga disintesis dalam dibentuk
prekursor. Pada prokariot, prekusor tersebut dapat terdiri atas satu tRNA
atau lebih, atau kadang bercampur dengan rRNA. Untuk memotong
prekusor yang terdiri atas lebih dari satu tRNA atau campuran tRNA dan
rRNA pada prokariot diperlukan aktifitas enzim RNAse III. Setelah
dipotong, tRNA masih mengandung beberapa nukleotida pada ujung 5’

18
maupun 3’. Demikian pula pada eukariot, ujung 5’ dan 3’ pada prekusor
tRNA mengandung beberapa nukleotida. Nukleotida tambahan yang ada
pada ujung 5 ‘ pada prekusor tRNA prokariot maupun eukariot akan
dipotong oleh enzim RNAse P, sedangkan ujung 3’nya akan diproses
dengan enzim RNAse D., RNAse BN, RNAse T, RNAse PH, RNAse II,
dan polinukleotida fosforilase (PNPase).

2) Penyuntingan RNA
Selain fenomena trans-splicing, pada tripanosoma juga terdapat
mekanisme pasca transkripsi lain yang aneh yang disebut sebagai
penyuntingan RNA (RNA editing). Pada perkembangan selanjutnya diketahi
bahwa sekuen mRNA sitokrom oksidase II (COII) pada tripanosoma ternyata
tidak sesuai dengan sekuens gen yang mengkodenya. Sekuens mRNA COII
diketahui mengandung 4 nukleotida yang tidak terdapat pada gen COII yang
ada di dalam kinetoplast (semacam mitokondria yang mengandung dua dna
lingkar yang terikat bersama menjadi struktur catanane). Ketiadaan keempat
nukleotida tersebut pada gen COII nampaknya dapat menyebabkan terjadinya
mutasi pergeseran pola baca (frame hift) yang dapat menyebabkan gen
menjadi tidak aktif. Meskipun demikian, mRNA yang dihasilkan ternyata
mengandung empat nukleotida tersebut sehingga tidak terjadi pergeseran
pola baca. Rob banne berkesimpulan bahwa mRNA tripanosoma tersebut
dikopi dari suatu gen yang tidak lengkap, disebut sebagai cryptogene,
kemudian disunting lagi dengan menambahkan empat nukleotida yang
kesemuanya adalah urdine.
Penelitian-penelitian berikutnya membuktian bahwa penyuntingan
mRNA memang fenomena umum pada tripanosoma. Bahkan, beberapa
mRNA sunting secara sangat ekstensif, misalnya sukuens mRNA COII
Trypanosoma brucei sepanjang 731 nukleotiga mengandung 407 uridine (u)
yang ditambahkan melalui proses penyuntingan. Selain penambahan,
penyuntingan pada mRNA COII juga menghilangkan 19 uridine yang
dikode. Fenomena penyuntingan tersebut diketahui selalu terjadi pada ujung
3’ dn tidak ada pada ujung 5’ dengan orientasi 3’ ke 5’. Penyuntingan
tersebut diketahui dilakukan oleh suatu molekul RNA yang disebut sebagai
guide RNA (gRNA). Molekul gRNA tersebut berhibidisasi dengan baigian

19
mRNA yang tidak di edit dan menyediakan nukleotida a dan g sebagai
cetakan untuk penggabungan nukleotida u yang tidak ada pada mRNA.
Kadang-kadang gRNA tidak mempunyai a atau g yang dapat berpasangan
dengan u pada mRNA sehingga nukleotida tersebut dihilangkan
menggunakan enzim eksoniklease.

3) Transport mRNA
Pada sel eukariotik, mRNA harus berpindah dari inti melalui
pori0pori inti ke sitoplasma agar dapat ditranslasikan. Nuklease
menguraikan mRNA, mencegah pembentukan protein yang dikode oleh
mRNA. Selama transportasi ini mRNA terikat pada protein yang
membantu pengurainnya.

d. Pengaturan Tahap Translasi


Pengaturan pada pembentukan protein. Faktor inisiasi untuk translasi,
terutama faktor inisiasi eukariotik 2(eLF2) merupakan pusat mekanisme
pengatur ini. Kerja eLF2 dapat dihambat oleh fosforilasi. mRNA lain
memiliki lengkung tajam yang menghambat inisiasi translasi.

Gambar8. Pengaturan tahap translasi

e. Pengaturan Tahap Pasca Translasi


Pengaturan setelah terbentuknya protein. Setelah disintesis, lama hidup
protein diatur oleh degradasi proteolitik. Protein memiliki waktu apruh yang
berbeda-beda. Sebagian hanya bertahan beberapa jam atau hari. Sedangkan
yang lain menetap sampai beberapa bulan atau tahun. Sebagian protein
20
mengalami degradasi oleh enzim lisosom. Protein lain didegradasi oleh
protease didalam sitoplasma. Sebagian protein ini tampaknya mengalami
degradasi melalui pengikatan suatu protein yang dikenal dengan nama
ubikuitin. Ubikuitin adalah protein yang sangat hemat. Urutan asam aminonya
hanya memiliki sedikit variasi antara berbagai organisme.

Gambar9. Tahapan pengontrolan ekspresi gen pada sel eukariotik

BAB III
SIMPULAN

Gen pada eukariot adalah sebuah rantai polipeptida yang dikontrol oleh
promotornya sendiri. Operon tidak terdapat pada sel eukariot. Ekspresi gen pada
sel eukariot berlangsung melalui sejumlah tahapan yaitu pengaturan tahap
transkripsi, pasca transkripsi, translasi dan pasca translasi. Pengaturan pada
transkripsi merupakan pengaturan utama pada ekspresi gen. Pengaturan pada
tingkat translasi merupakan mekanisme tambahan yang berlangsung di
sitoplasma. Untuk suatu gen spesifik, pengaturan dapat terjadi secara bersamaan
untuk merangsang atau menghambat ekspresi suatu gen.
DAFTAR PUSTAKA

21
Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al. 2002. Molecular Biology of the Cell. 4th
edition. New York: Garland ScienceGomez, M. Esther. R, Mercedes,
Olivia, M and Mario, A. 2010. Regulation of Gene Expression in Protozoa
Parasites. (Review). Journal of Biomedicine and Biotechnology. Volume
2010

Campbell, N.A. et al. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Karp, G. 2010. Cell and Molecular Biology, concept and exeperiments 6th ed.
John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

T. Kouzarides, 2007. Chromatin modifications and their function. Cell, vol. 128,
no. 4, pp. 693–705.

Y. Hirose and J. L. Manley. 200. RNA polymerase II and the integration of


nuclear events. Genes and Development, vol. 14, no. 12, pp. 1415–
1429Yuwono, T. 2000. Biologi Molekuler. Jakarta: Penerbit Erlangga

22

Anda mungkin juga menyukai