Anda di halaman 1dari 19

TUGAS 7: WECHSLER BELLEVUE INTELLIGENCE SCALE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Kecerdasan

Disusun oleh:
Kelompok 3
Kelas B
Fairuzzana Nariswari 190110170008
Fadhilla Najmi Qinthara 190110170040
Kenny Valentino 190110170042
Labibah Huwaida 190110170054
Muhammad Fathoni 190110170080
Haniya Fauziya R 190110170131

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
A. Protokol WB
a. Pengisian
● Persiapan Pelaksanaan Tes
- Persiapan aparatur/alat beserta kelengkapannya, suasana tes dan
posisi duduk PP (Pemimpin Percobaan) & OP (Objek Penelitian)
- Beberapa kelengkapan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
persiapan aparatur/alat administrasi tes adalah sebagai berikut:
1. Kotak WB
2. Buku Pedoman Pemeriksa (manual WBIS Form 1)
3. Stopwatch
4. Formulir jawaban (Record Form 1) dan alat tulis serta
dipersiapkan lembaran kertas tambahan untuk mencatat
berbagai kejadian penting sebagai hasil observasi pemeriksa
- Hal yang diperlukan untuk menciptakan suasana tes yang kondusif
adalah:
1. Posisi duduk
2. Ruangan dan penerangan, diusahakan cukup nyaman &
terang
3. Penjelasan tentang tujuan pelaksanaan tes, informasi ini perlu
diberikan kepada OP sebelum dilaksanakan pemeriksaan
untuk menghindari rasa cemas karena ketidakjelasan.
● Petunjuk Umum
Penting bagi PP untuk mengikuti pedoman yang diberikan dalam
melaksanakan testing psikologis. Apabila PP atau pemeriksa belum hafal
betul petunjuk dan instruksi WBIS, maka hendaknya dibaca saja.
PP tidak diperkenankan mengajak OP bercakap-cakap selama
dilaksanakan pemeriksaan. Satu-satunya Penjelasan yang boleh diberikan
oleh PP kepada OP hanyalah keterangan yang dipandang perlu untuk
mengingatkan OP. perintah atau instruksi boleh diulang seperlunya, tetapi
tidak boleh bersifat menjelaskan. Bila ada pertanyaan yang sukar dijawab
oleh OP, katakanlah “ Itu tadi agak sulit, mari kita coba untuk yang lebih
mudah”. Dan kepada OP diberikan suatu pertanyaan yang sekiranya sanggup
dijawab.
Masing-masing sub-tes tidak perlu diberikan sesuai daftar urut
sebagaimana yang dicantumkan dalam buku pedoman. Pada umumnya untuk
orang dewasa biasa dimulai dengan subtes object information (pengetahuan
umum, sedangkan untuk anak-anak bisa dimulai dengan subtes object
assembly (merakit objek). Jika keadaan memungkinkan, sebaiknya seluruh
subtes disajikan kepada OP terutama bila hasil pemeriksaan akan digunakan
sebagai bimbingan pekerjaan (vocational guidance).
Ada 3 kekecualian yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaran tes
WBIS:
1) Jika OP menderita cacat jasmani (buta, kelumpuhan, dll.), dalam hal
ini tentunya hanya bagian verbal yang dapat disajikan pada OP.
2) Jika OP orang asing atau tidak mengerti bahasa yang dipakai selama
pemeriksaan, maka hanya bagian performance saja yang dapat
diberikan.
3) Jika OP berusia 50 tahun ke atas, terkadang kita perlu meniadakan
atau tidak memberikan beberapa subtes agar tidak merugikan OP
karena sebab-sebab tertentu (ex: kemampuan penglihatan &
pendengaran yang sudah mulai berkurang)

b. Perhitungan IQ
Sebelum dapat menghitung IQ, perlu diperoleh total weighted score dari
subjek, dengan cara:
a. Memberikan skor pada item-item individual dari tiap tes secara terpisah
sesuai dengan arahan manual tes.
b. Menjumlahkannya menjadi skor tunggal. Skor hasil penjumlahan ini dapat
disebut dengan raw score untuk tiap tes
c. Menuliskan raw score yang telah didapatkan oleh subjek pada summary
box di kolom record sheet yang ditandai dengan “RS”.
d. Mencari weighted scores untuk tiap raw score di tabel (Tabel 1). Skor
yang diperoleh dimasukkan pada kolom “WT” di summary box.
e. Untuk memperoleh detail performansi terpisah, tes ini dibagi menjadi dua
kelompok yaitu Verbal dan Performansi lainnya. Untuk memperoleh skor
full-scale, tambahkan skor kedua kelompok ini secara terpisah untuk
menjadi grand total yang nantinya akan digunakan untuk memberikan
rating secara full scale.
Tabel 1. Tabel Weighted Scores (Halaman 188)

Perlu diperhatikan bahwa skor yang dipakai adalah weighted atau skor
sigma. IQ dapat diperoleh untuk skala performansi saja, verbal saja, atau full-scale,
namun hanya full scale IQ yang dapat digunakan untuk mendefinisikan kecerdasan
umum seseorang.
IQ yang telah dicantumkan pada tabel IQ (halaman 231) adalah hasil dari
membagi, pada tiap umur, sigma dari skor individu dengan rata-rata sigma skor pada
kelompok umurnya; zero point pada umur berbeda disesuaikan agar IQ pada umur
yang berbeda dapat dibandingkan.

1. IQ untuk Full Scale- Adults, umur 19 sampai 60 tahun


- Semua IQ diperoleh dari skor total.
- Maksud dari Full-Scale adalah jumlah dari 10 weighted test scores.
- Jika karena alasan tertentu salah satu atau lebih tes tidak dikerjakan,
skor yang tidak komplit itu diproporsikan. Contohnya: jika seorang
subjek mengerjakan 9 tes dengan total skor 72, maka penilai
memproporsikannya menjadi: 10/9 x 72 = 80. Dengan demikian,
subjek tersebut memiliki full scale score sebesar 80.
- Setelah memperoleh total weighted score dari subjek, penilai melihat
tabel Full Scale (mulai dari halaman 231) dan mencari bagian total skor
pada tabel tersebut sesuai dengan umur subjek. Contohnya: jika subjek
berumur 27 tahun dan memiliki weighted score 75 pada full scale, maka
IQ-nya adalah 86.

2. IQ performansi dan Verbal


- Sama seperti perhitungan full scale IQ, namun total weighted score
merepresentasikan penjumlahan dari 5 skor performansi atau 5 skor
verbal secara terpisah.

3. IQ untuk anak berumur 10-15 tahun


- Sama seperti perhitungan full scale IQ, namun mempertimbangkan
bulan.
- Untuk umur 10 tahun 0 bulan sampai 14 tahun 6 bulan, IQ dihitung
berdasarkan interval 3 bulan
- Untuk umur 14 tahun 6 bulan sampai 15 tahun 6 bulan, intervalnya
6 bulan
- Contoh: jika anak berusia 10 tahun 4 bulan, maka IQ dapat dicari
pada interval 10-3; jika anak berusia 13 tahun dan 11 bulan, maka
intervalnya adalah 14-0.

Interpretasi dan makna IQ diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Kecerdasan (halaman 190)

c. Perhitungan MD
Metode untuk membandingkan kemampuan functioning sebelumnya dan saat
ini terkait skor tes yang diperoleh dalam satu pemeriksaan subjek dapat disebut
metode differential-test-score untuk mengukur kemunduran mental (mental
deterioration). Metode ini menggunakan fakta bahwa beberapa kemampuan menurun
dengan relatif sedikit selama kehidupan dewasa dan kemampuan-kemampuan lain
menurun pada tingkat yang cukup besar, dan mengasumsikan bahwa perbedaan
antara tingkat penurunan kemampuan pada setiap individu tertentu mengungkapkan
tingkat kemunduran relatifnya.
Kegunaan metode differential-test-score untuk mengevaluasi kemunduran
tentu tergantung pada ketersediaan tes dengan norma usia penuh. Idealnya, kita harus
memiliki kurva usia yang tersedia untuk berbagai kemampuan yang berbeda, masing-
masing diukur dalam sebanyak mungkin dengan tes yang validitas dan efektivitasnya
telah ditetapkan sebelumnya. Saat ini, pengujian semacam itu terlalu sedikit, tetapi
sebelas subtes dari standarisasi Wechsler-Bellevue menawarkan kemungkinan untuk
mencoba metode tersebut.
Langkah pertama dalam mengaplikasikan metode differential test score
adalah dengan mengalokasikan secara optimal tes-tes menjadi kelompok “Hold”
versus “Don’t Hold”. Tes-tes yang mencakup kemampuan-kemampuan yang
menurun relatif sedikit seiring menuanya usia (Hold with the age) yaitu information,
comprehension, object assembly, picture completion, dan vocabulary.
Sementara itu, tes-tes yang mencakup kemampuan-kemampuan yang
menurun drastis seiring menuanya usia (Don’t hold with the age) yaitu digit span,
arithmetic, digit symbol, block design, similarities, dan picture arrangement.
Untuk mendapatkan ukuran kemunduran, seseorang membandingkan jumlah
skor tertimbang dari tes “Hold” dengan tes “Don’t Hold”, mengizinkan perbedaan
dalam jumlah tes di setiap kelompok, atau membandingkan jumlah dari empat tes
pertama “Hold” dengan empat tes pertama dari kelompok “Don’t Hold” untuk
perbandingan yang lebih ketat.
Perbandingan yang dihasilkan dapat dinyatakan sebagai rasio atau perbedaan
antara kedua jumlah. Tentu saja, jika hasilnya diberikan sebagai perbedaan, maka
harus dinyatakan sebagai perbedaan persen untuk memperhitungkan besarnya absolut
dari jumlah yang dibandingkan.
Dengan demikian, jika jumlah skor subtes “Hold” subjek adalah 50 dan
jumlah dari skor subtes “Don’t Hold” adalah 40, ia menunjukkan deterioration loss
sebesar 20% dan efficiency quotient sebesar 0,80. Kemunduran diindikasikan jika
persentase kehilangan (loss) cukup besar atau hasil bagi efisiensi rendah, yaitu jauh di
bawah 100.
Persen rata-rata Mental Deterioration Loss (MD Loss) didapatkan dengan
mengurangi jumlah skor tes “Hold” dengan jumlah skor tes “Don’t Hold” dibagi
dengan jumlah “Hold”, lalu dikali 100.

Sementara itu, Ratio Deterioration Quotients didapatkan dengan membagi


jumlah tes “Don’t Hold” dengan jumlah skor “Hold”, lalu dikali dengan 100.

Gambar 1 menunjukkan tabel rata-rata normal deterioration loss pada usia


yang berbeda (Table 6) dan tabel rata-rata normal deterioration quotients pada usia
yang berbeda (Table 6A).
Gambar 1. Tabel rata-rata normal deterioration loss pada usia yang berbeda
(Table 6) dan Tabel rata-rata normal deterioration quotients pada usia yang berbeda
(Table 6A).

Berdasarkan besaran MD loss, pathological sense dikategorikan menjadi dua,


yaitu:
● Jika MD loss > 10%, maka terdapat kemungkinan adanya kemunduran
(deterioration).
● Jika MD loss > 20%, maka klien sudah pasti mengalami kemunduran
(deterioration).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin besar persentase MD loss,
maka semakin besar pula kemungkinan individu mengalami kemunduran
(deterioration).

B. Chapter 4: Classification of Intelligence


Upaya seorang psikolog dalam mengklasifikasikan kecerdasan sama seperti orang
awam ketika mencoba membedakan warna pelangi. Kecerdasan umum adalah sebuah
rangkaian yang tidak terputus seperti spektrum pelangi. Satu tingkat kecerdasan bergabung
dengan yang berikutnya. Tingkat perilaku yang menghadirkan pola tertentu disebut sebagai
cacat, lainnya sedikit lebih jauh dari skala disebut borderline, dan yang lainnya kusam-normal
dan seterusnya hingga mencapai akhir dari skala dimana disebut sebagai unggul. Garis batas
yang menjalar dull-normal dan rata-rata tinggi ke superior persis seperti warna orange-kuning
yang mengalir ke kuning, dan ungu tua ke nila.
Klasifikasi kecerdasan pada awalnya masih sangat kasar. Sebagian besar
mendefinisikannya ke pola perilaku dalam istilah medis-hukum, seperti idiot & tolol.
Kontribusi psikologi modern tidak begitu banyak dalam hal mendefinisikan konfigurasi baru
terhadap perilaku cerdas seperti memberikan ketepatan untuk konsep yang sudah tersedia,
yaitu melalui metode kuantitatif. Cacat mental didefinisikan bukan sebagai orang yang
‘melalui bawaan atau perkembangan mental yang tidak sempurna, tidak mampu...mengelola
dirinya sendiri, tetapi sebagai orang yang pada tes standar gagal untuk mencapai IQ atau MA
(Mental Age) dari tingkat tertentu. Psikolog telah mencoba untuk mengklasifikasikan
kecerdasan melalui pengukuran kuantitatif dan telah menjadi langkah besar untuk ke depan.
Kemajuan yang yang harus direalisasikan adalah seperti yang dicapai fisikawan dalam
merancang warna dengan panjang gelombang dari warna.
Sementara keuntungan teoritis dari klasifikasi kecerdasan secara kuantitatif jelas,
keuntungan praktis dari klasifikasi tidak selalu sejelas itu. Karena jasa klasifikasi kuantitatif
tergantung pada keabsahaan data yang digunakan dalam mencapainya. Data-data dalam
bidang klasifikasi mental biasanya terdiri dari ukuran-ukuran yang berasal dari satu atau
beberapa tes kecerdasan. Ukuran yang paling umum digunakan adalah hasil kecerdasan.

Gambar 2. Tabel Klasifikasi Kecerdasan Menurut Terman

Prosedur ini terdiri dari memasangkan kualitatif tertentu dengan LQ, yaitu peringkat
dalam batas-batas tertentu. Dalam klasifikasi Terman, individu yang mencapai LQ di bawah
70 ditetapkan sebagai cacat mental, mereka yang antara 80-90 sebagai dullness, antara 90-110
sebagai rata-rata, dsb. Menurut Kuhlmann, LQ adalah batas untuk kategori yang sesuai; cacat
mental, dibawah 75, batas 75-84, kusam 85-94 rata-rata 95-104. Ketika seseorang memeriksa
berbagai LQ, sejumlah pertanyaan muncul. Mengapa LQ membatasi nilai yang diberikan?
Sebagai contoh, dapat mempertimbangkan klasifikasi asli oleh Terman dalam Tabel 2. Bahwa
cipher kedua yang membatasi setiap kelas adalah nol. Dengan demikian, batas kategori
dimulai pada 70Q, kategori dullness pada 80Q, kategori rata-rata pada 90Q, dst. Ada
kemungkinan angka-angka pembatas diperoleh yang sudah mendekati dekade, sehingga jika
dibuat variasi untuk alat ukur, dimungkinkan untuk membulatkan angka.
Keberatan dalam klasifikasi IQ oleh Profesor Terman adalah kita tidak diberikan
alasan untuk pilihan interval kelas yang ditunjukkan, yaitu tidak diberi tahu mengapa antara
70 & 79 daripada 72 & 84 dipilih untuk menunjukkan batas kecerdasan, atau IQ antara 110 &
119 daripada 113 & 126 untuk menandakan kecerdasan superior. Ada implikasi bahwa
beberapa cara interval yang digunakan didasarkan pada kurva distribusi normal.
Komentar tentang klasifikasi IQ oleh Profesor Terman berlaku untuk semua yang
diterbitkan. Dipilih untuk meng-ilustrasikan kedatangan singkat dari skema klasifikasi. Untuk
semua tujuan praktis dapat dikatakan telah menjadi skema standar klasifikasi mental di negara
ini. Klasifikasi Terman digunakan tidak hanya untuk peringkat IQ yang diperoleh di Stanford-
Binet, tapi untuk LQ yang berasal dari sejumlah tes lain.
Binet IQ yang setara dengan peringkat dilaporkan untuk hampir setiap tes kecerdasan
yang sekarang digunakan. Dalam kebanyakan kasus, para wartawan menafsirkan LQ yang
diperoleh seolah-olah mengukur hal yang sama dengan Binet dan indeks yang dihitung setara
dengan yang diperoleh pada Stanford-Binet. Demikian LQ 75 pada Alpha Angkatan Darat,
Pintner-Paterson atau Tes Porteus-Mazes sama ditafsirkan sebagai tanda untuk batas
kecerdasan, LQ 85 sebagai kecerdasan normal-membosankan, dsb. Para penguji tampaknya
tidak menyadari fakta bahwa LQ yang identik pada tes yang berbeda mungkin mewakili
urutan kecerdasan yang berbeda.
Dasar dari skema apapun, pada analisis terakhir sebagian besar adalah masalah
konvensi, mengikuti fakta bahwa nilai absolut dari IQ adalah angka yang berubah-ubah.
Besarnya dapat dimanipulasi agar sesuai dengan kenyamanan. Setiap penulis ujian berada
dalam posisi untuk menyusun skala IQ nya sendiri. Seseorang tidak akan berada dalam posisi
untuk menafsirkan IQ dari skala tertentu tanpa pengetahuan rinci tentang teknik standarisasi.
Kesepakatan, baik untuk sistem notasi dan interpretasi hasil jelas diperlukan dan dapat dicapai
dengan cara terbaik melalui konvensi yang didirikan oleh pertemuan internasional para
psikolog dan psikiater. Namun, penulis tes masih jauh untuk melakukan kesepakatan tersebut.
Oleh karena itu seseorang dibiarkan dalam posisi yang harus mengadopsi skema klasifikasi
yang sudah populer atau mempertaruhkan komplikasi lebih lanjut dengan penambahan yang
lain. Skema klasifikasi ada dalam tabel 3 &4.
Dasar dari skema klasifikasi ini adalah definisi tingkat kecerdasan dalam hal
frekuensi statistik. Setiap tingkat kecerdasan didefinisikan sebagai interval kelas yang
mencakup kisaran penurunan IQ pada jarak tertentu dari rata-rata dimana jarak ini dinyatakan
sebagai kelipatan dari kemungkinan kesalahan. Dengan demikian, cacat mental adalah orang
yang jatuh pada jarak 3 atau lebih P.E di bawah rata-rata. Dalam peringkat persentil, dia jatuh
di antara 2,2 % lebih rendah dari total populasi. Demikian orang dengan kecerdasan yang
cacat batasnya adalah individu yang mencapai IQ yang jatuh diantara penyimpangan 3 P.E &
2 P.E dari mean atau dalam peringkat persentil, posisinya sekitar ke-3 terendah menuju ke-10
terendah. Kasus cacat mental memiliki berbagai perkiraan kemungkinan insiden. Perkiraan ini
memberikan angka rata-rata yang tidak jauh dari sekitar 3% dari populasi.
Karena itu, masuk akal untuk mendefinisikan kelompok cacat mental sebagai individu yang
mencapai pemenuhan IQ pada jarak -3 atau lebih dari nilai rata-rata. Jarak ini setara dengan
2,2% dari total luas kurva normal.

Tabel 3. Dasar statistik dari klasifikasi kecerdasan (teoritis)

Tabel 4. Klasifikasi kecerdasan menurut IQ - usia 10-60 (aktual)

Skema klasifikasi ini simetris yang terdiri dari banyak kelas di atas rata-rata. Dalam
kasus kategori di bawah rata-rata, mudah untuk mengambil alih istilah yang sekarang
digunakan secara umum, sedangkan dalam kasus kelas di atas rata-rata, tidak memiliki satu
kategori verbal untuk memberi klasifikasi simetris. Akibatnya, dihadapkan dengan masalah
untuk memutuskan apa yang disebut grup plus 1 P.E ditambah 2 P.E di atas rata-rata, karena
individu yang termasuk ke dalam kategori ini membentuk kelompok subjek yang jauh di atas
rata-rata, normal, dan di bawah rata-rata, istilah logis yang menyatakan dirinya adalah Bright
Normal. Pilihan kedua adalah deskriptif High-Average-to-Superior, yang tidak memiliki
denotasi yang sama dengan klasifikasi Terman.
Klasifikasi akhir dengan persentase dalam tiap kategori ada dalam tabel 4. Persentase
ini meski dibenarkan oleh statistik rasional, sama sekali tidak definitif. Jika karena alasan
tertentu, pengalaman masa depan akan menunjukkan bahwa batasan saat ini bukan yang
terbaik, karena dapat diubah berdasarkan pengalaman itu. Jika ada yang tidak setuju dengan
batas-batas seperti yang diberikan disini, dapat mengganti orang lain sesuai keinginannya dan
menggunakan data penulis untuk melakukannya (Tabel 5, hal. 42). Skema klasifikasi harus
menjadi model bagi orang lain, khususnya untuk menyajikan distribusi skor tes dasar dengan
konstanta yang sesuai, yang akan diikuti oleh peneliti lain. Dengan data yang tersedia, hal itu
akan menjadi masalah aritmatika untuk menyamakan skala satu dengan yang lain. Dan akan
membuat perbandingan hasil yang diperoleh dengan berbagai tes soal evaluasi ilmiah.

Tabel 5. Peringkat persentil untuk (skala kecerdasan Bellevue) IQ usia 10-60

Klasifikasi yang ditawarkan menggunakan dasar konsep statistik kecerdasan. Hal


penting tentang semua klasifikasi adalah bahwa mereka meninggalkan upaya kecerdasan yang
absolut. Sebuah IQ hanya memberi tahu seberapa jauh lebih baik atau lebih buruk, atau
seberapa besar di bawah atau di atas rata-rata setiap individu. Apa yang diwakilkan oleh rata-
rata sebenarnya tidak diketahui. Dalam skala poin tersebut ada beberapa skor numerik; dalam
skala usia mental, setara dengan MA (mental age). Kebanyakan orang dapat mudah melihat
bahwa skor poin tidak memiliki signifikansi yang absolut, karena antara nilai numeriknya
sangat jelas tergantung pada jumlah item dalam skala. Ada sebuah pandangan bahwa dalam
mendefinisikan kecerdasan dalam usia mental, kita melakukannya dalam beberapa unit dasar,
dan itu salah. Usia mental hanya skor tes dan berbeda dari ringkasan aritmatika lainnya. Usia
mental tidak lebih merupakan ukuran kecerdasan mutlak daripada skor tes yang lainnya.
Beberapa penulis sangat menekankan bahwa kecerdasan harus diklasifikasikan
berdasarkan konsep dasar mental age ratings dibandingkan dengan IQ. Terdapat dua argumen
mengenai pendapat ini. Argumen utama yang melawan penggunaan IQ sebagai klasifikasi
kecerdasan adalah fakta bahwa IQ tidak selalu konstan. Kritik ini sudah terjustifikasi, namun
hal ini bukan ‘kesalahan’ dari IQ tetapi merupakan akibat dari penggunaan metode tertentu
dalam menghitung IQ. Argumen kedua yang juga sama-sama penting adalah adanya
dukungan terhadap M.A. dibandingkan IQ sebagai basis dari pengklasifikasian kecerdasan
adalah bahwa M.A. mempunyai level yang tetap (fixed) dan oleh karena itu mempunyai
jumlah kecerdasan yang diketahui. M.A. dikatakan memiliki pengukuran yang absolut, namun
hal itu tidak mungkin sepenuhnya terjadi. Untuk menjadikan M.A. sebagai basis
pengklasifikasian kecerdasan, konsep statistik dari kecerdasan yang sudah diteliti oleh
psikolog akan terbuang begitu saja.
Konsep statistik dari kecerdasan untuk ilmu pengetahuan mengenai klasifikasi mental
sangat ditekankan karena pentingnya konsep tersebut. Hal ini pertama kali diperkenalkan oleh
Galton yang digambarkan dalam buku ini sebagai seorang jenius. Seorang jenius menurut
Galton adalah seseorang yang karena karyanya memperoleh satu posisi terkemuka di antara
berjuta-juta posisi lainnya. Definisi ini tidak hanya mencirikan jenius sebagai seseorang yang
unik dan langka, tetapi tingkat keahliannya dalam bidang yang digeluti. Akan tetapi, definisi
tersebut memiliki konsekuensi di mana dibutuhkan seseorang untuk menilai sebermanfaat apa
karya sang jenius ini. Dari sudut pandang Galton, Galton mendefinisikan seorang jenius
sebagai seseorang yang dikenang oleh negaranya ketika ia meninggal, diberikan kesempatan
untuk dikubur secara publik (public funeral), dan seseorang yang dikategorikan sebagai tokoh
sejarah oleh generasi berikutnya. Kemudian Galton menyadari bahwa tidak mungkin untuk
mendefinisikan berbagai tingkat dari kemampuan seseorang melainkan dengan cara mencari
posisi relatif dari kemampuan seseorang. Dari situ, Galton mendefinisikan ulang jenius
sebagai seseorang dengan kemampuan tertentu yang mendapatkan satu posisi terkemuka di
antara berjuta-juta orang lainnya. Dalam penelitiannya, Galton tidak mendefinisikan kategori
dull (bodoh), average (rata-rata), atau superior; namun penulis mengatakan bahwa jika Galton
berkesempatan untuk mendefinisikan kategori-kategori tersebut, definisinya akan mirip
dengan bagaimana Galton mendefinisikan jenius. Dari apa yang telah dilakukan oleh Galton,
penulis mengatakan bahwa kategori-kategori tersebut adalah individu yang pada skala
kecerdasan tertentu mencapai suatu posisi di antara sejumlah orang lainnya. Penulis kemudian
mengatakan bahwa definisinya berbeda secara statistik dari Galton. Seseorang dengan tingkat
kecerdasan rata-rata adalah seseorang dengan posisi P.E. +1 sampai -1 dari rata-rata, yang
sama dengan posisi yang dapat diperoleh oleh satu dari dua orang. Orang yang superior
adalah seseorang yang memperoleh posisi P.E. +2 sampai +3 di atas rata-rata, yang sama
dengan kesempatan memperoleh suatu posisi dari 15 orang/posisi. Skala ini tidak mengukur
kejeniusan. Rating paling tinggi yang ada adalah Very Superior Intelligence, yaitu seseorang
dengan posisi P.E. di atas 3 dari rata-rata. Hal ini sama dengan kesempatan memperoleh
posisi satu orang di pada tiap 50 orang. Dimungkinkan untuk seseorang memperoleh rating
lebih tinggi, namun penulis ragu untuk memanggil seseorang sebagai jenius hanya dengan
dasar satu pengukuran kecerdasan saja.
Konsep statistika dari kecerdasan dan implikasi logisnya sulit untuk diterima oleh
beberapa orang karena dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak praktis dan absurd.
Kesimpulan tersebut muncul bukan karena konsepnya itu sendiri, namun karena pemahaman
yang dimiliki mengenai konsep tersebut belum menyeluruh. Contoh kasusnya adalah ketika
beberapa psikolog mempertanyakan apakah norma khusus dibutuhkan untuk kelompok-
kelompok yang spesial. Definisi statistik dari kecerdasan mengimplikasikan bahwa norma
yang diperoleh dari suatu sampel valid untuk grup yang direpresentasikan oleh populasi
sampel tersebut saja. Konsep ini tidak memberikan batasan ukuran kelompok yang dapat
menerapkan norma ini, dan mungkin hanya seukuran tingkat representatif dari sampel yang
diujikan; namun tipe individu yang dapat diklasifikasikan dapat dibatasi. Oleh karena itu,
norma tes yang diperoleh dari Englishmen tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
Fiji Islanders. Prinsip ini menjadi tidak begitu berlaku jika hal ini diaplikasikan pada
kelompok yang tidak begitu berbeda. Contohnya adalah tes pada negro dan orang berkulit
putih, apakah kewarganegaraan, status ekonomi, atau status sosial dapat memberikan hasil
yang berbeda pada klasifikasinya; hal tersebut masih bersifat hipotetis. Meskipun begitu,
limitasinya masih berlaku. Misalnya ketika status sosial memang memengaruhi skor tes, maka
norma yang diperoleh dari grup berstatus sosial tertentu tidak dapat digunakan untuk
kelompok lainnya. Jika hal tersebut masih dipaksakan, maka dari segi rata-rata, defective dan
superior menjadi hilang makna statistiknya.
Kegagalan untuk memahami implikasi fundamental dari konsep statistik kecerdasan
menimbulkan kebingungan. Kita tidak dapat mendefinisikan kecerdasan berdasarkan posisi
relatifnya, namun di lain sisi mengabaikan aturan yang mengatur klasifikasi tersebut. Oleh
karena itu, L.S. Hollingworth menolak ide dari memisahkan penormaan kelas sosial dengan
mengatakan bahwa jika hal tersebut berlaku, maka jika mengukur kecerdasan dari sekolah
dengan orang-orang berkecerdasan rendah, maka akan diperoleh norma yang dapat berlaku
pada orang-orang tersebut, dan itu dikatakan sebagai ‘normal’. Dengan kata lain, orang-orang
yang tidak begitu cerdas akan dikategorikan sebagai normal. Hal yang dilewatkan oleh
Hollingworth adalah bahwa norma yang diperoleh dari sekolah tersebut memang hanya valid
diberlakukan pada sekolah tersebut saja.
Keuntungan dari penggunaan IQ sebagai dasar dari pengklasifikasian mental adalah
bahwa konsep tersebut mengingatkan kita bahwa pengukuran kecerdasan bersifat relatif.
Walaupun begitu, untuk tujuan-tujuan praktis tertentu, terkadang butuh untuk menggunakan
hasil tes seolah-olah hasil tersebut merepresentasikan populasi absolut. Situasi ini adalah di
mana seseorang melakukan aptitude test. Pada pengetesan bakat, seseorang dapat menentukan
standar kelolosan terendah dan lalu menghitung indeks efisiensi. Aplikasi yang mirip juga
dapat dilakukan pada tes kecerdasan. Sebagai contoh, dapat dikatakan bahwa untuk menjadi
seorang guru, seseorang harus memiliki skor tes kecerdasan minimum dari total skor tertentu.
Jika IQ digunakan untuk mengukur kecerdasan seseorang tersebut, maka penyebut
(denominator) yang digunakan untuk menghitungnya diasumsikan sebagai skor minimal pada
tes bakat. Jika penyebut (denominator) konstan, maka ia akan mengambil semua ciri-ciri dari
pengukuran absolut. Penghitungan seperti itu diperbolehkan, namun perlu diperhatikan bahwa
IQ sudah ditransformasikan menjadi E.Q. (Efficiency Quotient).
Terdapat perbedaan antara IQ dengan EQ. IQ mengukur kemampuan seseorang relatif
terhadap individu-individu dari kelompok umur yang sama dengannya. Dari sini, diasumsikan
bahwa kelompok tersebut secara statistik bersifat homogen. Pada kasus EQ, kita tidak
mencari tahu mengenai faktor-faktor pengaruh IQ (misalnya umur), tetapi hanya tertarik
mencari tahu perbandingan kemampuan seseorang dibandingkan dengan standar yang tetap
(fixed). Oleh karena itu, butuh dibedakan antara kemampuan intelektual sebagai pengukuran
kecerdasan dengan kemampuan intelektual sebagai pengukuran efisiensi mental.
Walaupun IQ adalah pengukuran tunggal kecerdasan terbaik, bukan berarti bahwa IQ
merupakan satu-satunya pengukuran atau pengukuran yang lengkap. Kecerdasan merupakan
sesuatu yang terlalu kompleks untuk didefinisikan dalam satu angka. Terdapat faktor-faktor
yang berpengaruh juga selain dari kemampuan intelektual saja. Contohnya adalah
keseimbangan emosional, persistensi, dan sebagainya yang tidak selalu dapat dilihat, namun
dibutuhkan pada situasi konkret.
Terakhir, penulis menuliskan bahwa butuh untuk melihat sejarah masa lalu dari
subjek, yaitu penyesuaian sosial, emosional, dan pekerjaannya. Bagaimana seseorang hidup
juga merupakan tes yang baik untuk melihat kecerdasan seseorang. Secara umum, masa lalu
seseorang adalah kriteria yang lebih reliable dalam menilai kecerdasan seseorang. Penilai
yang tidak berpengalaman biasanya melewatkan fakta ini sebagaimana psikiater terlalu
menitikberatkan ini.
Faktor-faktor yang tidak bisa diukur terdapat pada semua klasifikasi kecerdasan,
namun evaluasi dari hal tersebut sangat dibutuhkan dalam mendefinisikan kelompok-
kelompok yang lemah. Mencap seseorang sebagai mental defective adalah diagnosis yang
serius. Akibat paling ringan adalah stigmatisasi terhadap individu, atau paling parah hal
tersebut dapat mencegahnya dari pekerjaan. Pada anak, mental deficiency melibatkan
masalah-masalah spesifik dari training dan treatment. Pada orang dewasa, hal ini dapat
berakibat pada tanggung jawab legalnya. Oleh karena itu, mental deficiency adalah konsep
medis, legal, psikologis, dan sosial.

C. Chapter 5: The Concept of Mental Deficiency


Konsep mental deficiency, layaknya banyak konsep yang ada dalam ranah psikologi,
telah mengalami beberapa modifikasi. Perubahan ini melibatkan dua perubahan hal (atau
sudut pandang) yang salah berhubungan: definisi abstrak dan aplikasi dari konsep tersebut
secara praktis. Psikolog sekarang menggunakan istilah mental age dan IQ ketika
membicarakan mental deficiency. Sehingga, mental defective tidak lagi didefinisikan hanya
karena seseorang memiliki perkembangan psikis yang buruk, tidak mampu mengendalikan
diri atau peristiwa sederhana dalam kehidupannya; tapi kini didefinisikan sebagai individu
yang kekurangan aspek biologis dari intelegensi (intellectual endowment) sehingga dirinya
tidak mampu mendapatkan skor minimum dalam tes yang terstandarisasi. (seperti
mendapatkan skor IQ 70 pada Binet Intelligence Examination).
Metode yang umum dalam menentukan apakah seseorang memiliki mental
deficiency, secara psikometri, adalah dengan mengukur IQ atau M.A. yang dia miliki.
Sebagaimana kita tahu, bahwa kedua hal tersebut mengukur intelegensi seseorang. Namun
intelegensi saja tidak cukup dalam menentukan mental deficiency. Ciri-ciri mental deficiency
utamanya adalah individu yang membutuhkan perawatan khusus, pendidikan, dan
institusionalisasi karena kekurangan mental ability. Ciri-ciri lainnya dari seseorang yang
memiliki mental deficiency adalah ketidakmampuannya dalam memanfaatkan kemampuan
yang dia miliki secara efektif. Perilaku yang ditampilan sering tidak masuk akal dan bisa juga
tergolong anti-sosial. Individu dengan mental deficiency adalah dia yang tidak pandai dan
ganas. Namun, terkadang kita menemukan ada individu yang tidak pandai dan tidak ganas,
ada juga individu yang pandai tetapi berperilaku kejam dan ganas. Maka, definisi dari mental
deficiency tidak eksklusif sebatas kurangnya kemampuan intelegensi, tetapi juga aspek-aspek
lainnya. Aspek yang dimaksud salah satunya adalah kemampuan individu dalam memenuhi
tuntutan-tuntutan sederhana guna menyesuaikan dirinya dalam kehidupan sosial. Sangat
mungkin menemukan individu yang telah mengikuti pemeriksaan psikometri dan didapati
bahwa dia termasuk kategori average, tetapi ketika ditinjau melalui kriteria-kriteria sosial, dia
dapat dikatakan sebagai mentally defective. Individu juga bisa berstatus normal secara
intelektualitas, namun kurangnya rasa moral dalam dirinya; bisa juga dikatakan sebagai
mentally defective.
Maka, dalam menggunakan konsep mental deficiency zaman sekarang, perlu
diketahui terdapat beberapa jenis dari mental deficiency tu sendiri. Kita perlu sadar bahwa
konsep tersebut bukanlah suatu entitas yang sederhana. Setidaknya, ada dua sampai tiga jenis
dari konsep tersebut: 1) Intellectual defective, yang dengan cukup mudah didiagnosis melalui
tes psikometri, 2) Social defective, yang dapat dilihat atau ditentukan melalui sejarah
kehidupan seseorang, dan 3) Emotional atau “moral” defective, yang sangat sulit
didefinisikan secara tepat, namun bagi siapapun yang sudah mahir dalam bidang klinis,
mampu melihat ekstensi dari jenis ini jikalau memang ditemukan melalui observasi riil. Perlu
diketahui pula terdapat korelasi di antara ketiga jenis deficiency tersebut, namun nilai
korelasinya tidak cukup tinggi. Oleh karena itu, satu jenis deficiency bukanlah suatu indikator
yang cukup baik dalam mendiagnosa jenis-jenis lainnya dalam diri seseorang.

D. Chapter 6: The Problem of Mental Deterioration


Mental deterioration (kemunduran mental) dapat diartikan dengan arti mental, yaitu
kemampuan intelektual dan deterioration (kemunduran), yaitu kehilangan dari kemampuan
mental yang terlihat mencolok. Jadi, secara konkret, seseorang dapat ditetapkan mengalami
kemunduran mental ketika ia tidak dapat mengerjakan tugas intelektualnya dengan kecepatan,
ketepatan, atau efisiensi yang menjadi ciri dari functioning level dirinya. Kemunduran ini
tidak disebabkan oleh kurangnya latihan.
Banyak psikiater yang menganggap penurunan atau kehilangan di kemampuan umum
sebagai indikasi dari mental deterioration karena berkenaan dengan gangguan mental yang
terjadi akibat beberapa cedera otak. Akan terapi, penurunan mental dapat dan memang terjadi
terlepas dari gangguan pada otak, yaitu karena proses penuaan yang terjadi. Oleh karena itu,
untuk kenyamanan diagnosis, penurunan mental dibagi menjadi dua, yaitu (1) yang terjadi
setelah pendewasaan seiring meningkatnya usia dan (2) yang merupakan konsekuensi dari
luka pada otak atau penyakit mental berkepanjangan yang terjadi pada usia berapapun.
Secara psikologis, terdapat perbedaan kecil antara kedua pembagian dari penurunan
mental, kecuali dalam tingkat kemunduran yang terjadi dan, dalam kasus cedera traumatis,
terkait jumlah fungsi mental yang terlibat. Kemunduran yang ditemui pada orang tua normal
mirip dengan yang ditemui di banyak penyakit otak. Kepikunan, atau penurunan mental yang
ekstrim, hanyalah kondisi akhir dari proses tertentu yang dimulai pada awal kehidupan dan
bertambah seiring bertambahnya usia. Hasilnya adalah merusak semua bakat asli yang ada.
Perubahan yang terjadi pada kapasitas manusia yang terjadi bersamaan dengan usia
terbagi pada dua periode, yaitu periode ketika meningkat dan periode ketika menurun seiring
usia. Periode pertama yaitu periode pertumbuhan yang diketahui dengan baik. Periode kedua
yaitu penurunan bertahap yang masih diperdebatkan tapi sudah ada kecenderungan.
Setiap kapasitas manusia setelah mencapai maksimal akan menurun dengan segera
yang sangat lambat saat pertama kali, tetapi setelahnya akan meningkat secara nyata. Usia
ketika mencapai maksimum berbeda dari satu kemampuan dengan lainnya, tapi jarang terjadi
diatas 30 dan di banyak kasus terjadi di awal 20-an. Saat penurunan dimulai, kemudian akan
selalu bertambah turun. Antara usia 30 dan 60 lebih atau kurang linear. Faktanya dapat dilihat
dari Gambar 2.
Gambar 3. Grafik variasi skor kecerdasan dan kapasitas vital

Berdasarkan grafik pada Gambar 3, kemampuan maksimum dari kapasitas vital dan
skor kecerdasan berada pada usia 20 ke 25, dimana kecerdasan lebih cepat daripada kapasitas
vital. Kurva tes kecerdasan lebih cepat menurut daripada kapasitas vital. Kurva dari
penurunan mental adalah kurva gabungan.
Gambar 4 memuat grafik yang menunjukkan kurva usia untuk enam dari sepuluh tes.
Gambar 4. Grafik variasi skor tes-tes berbeda terhadap usia

Dari grafik pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa bentuk kurvanya sama dengan kurva
yang digeneralisasi dalam grafik pada Gambar 3. Penurunan dari kemampuan apapun adalah
linear. Perbedaan utama dari kedua grafik itu adalah usia saat dimulainya penurunan
kemampuan dan lebih khusus lagi pada tingkat saat penurunan terjadi. Kemampuan mental
yang berbeda mengalami penurunan di tingkat yang berbeda.
Penurunan kemampuan mental seiring bertambahnya usia adalah bagian dari proses
penuaan umum dari organisme secara keseluruhan. Sampai sekarang, pandangan bahwa
kemampuan mental tidak akan terganggu seperti kemampuan fisik sampai nanti tua
(kepikunan), kecuali karena adanya akibat dari penyakit atau cedera traumatis. Bagian ini
disebabkan oleh kegagalan untuk membedakan antara kemampuan intelektual dan
keberhasilan dalam menerapkannya yang bergantung pada pengalaman. Apa yang hilang dari
kemampuan alami seseorang dapat digantikan oleh pengetahuan yang didapatkan.
Item lainnya yang berkontribusi pada sikap bias pada penurunan mental adalah
perbedaan historis antara fisik dan mental. Berdasarkan perbedaan ini, kemampuan fisik
dianggap lebih tinggi, lebih baik, atau lebih penting. Selain itu, terdapat juga sebuah jenis
tingkatan/hirarki dari nilai relatif perihal kemampuan mental itu sendiri.
Hipotesis bahwa penurunan kemampuan mental seiring usia adalah bagian dari proses
organik umum yang merupakan fenomena universal dari penuaan dan fakta bahwa fenomena
tersebut terjadi relatif di awal kehidupan. Terdapat beberapa bukti bahwa penurunan otak
dimulai pada saat usia dini, dimana semakin dewasa individu, maka semakin menyusut
otaknya.
Penyusutan otak menandakan massa otak menjadi semakin ringan. Jika otak dapat
dianggap sebagai organ pikiran, maka masuk akal apabila penurunan massa otak juga akan
mengakibatkan penurunan pada fungsi otak. Dengan asumsi itu, maka harus ditunjukkan
bahwa perubahan dalam berat otak menunjukkan beberapa hal yang bersamaan dengan
perubahan dalam kemampuan intelektual umum. Gambar 4 menunjukkan hasil penelitian
terkait.

Gambar 5. Grafik variasi skor tes kecerdasan dan berat otak terhadap usia.

Berdasarkan grafik pada Gambar 5, bisa dilihat bahwa penurunan berat otak pada
dasarnya linear dan dimulai pada usia 20 tahunan. Pada awalnya, penurunan otak tersebut
tidak teratur, tetapi pada usia 25-30 tahun mulai berlangsung konstan. Akan tetapi, untuk
mengetahui pengaruh signifikan dari penurunan otak di luar pengaruh usia, harus diketahui
kehilangan kemampuan normal untuk rata-rata individu dan batas rata-rata variabilitas pada
semua usia untuk populasi normal. Akan tetapi, dengan mempunyai fakta-fakta tersebut
hanya permulaan dari tugas ini. Pengukuran kemunduran ini harus diukur dengan kuantitatif.
Pengukuran dari kemunduran mental melibatkan tiga masalah berbeda, (1)
pengukuran reliabel dari kemampuan functioning seseorang saat ini; (2) evaluasi dari
functioning level sebelumnya; dan (3) perbedaan antara kemampuan functioning saat ini dan
sebelumnya dalam istilah kuantitatif. Masalah pertama, yaitu pengukuran intelegensi pada
orang dewasa, jarang ada yang distandarisasi sehingga tidak ada alat ukur yang dapat
mengukurnya. The Bellevue scales adalah upaya untuk melengkapi norma-norma dewasa
yang diperlukan untuk pengujian semacam itu. Dengan tes yang digabungkan, sekarang
kemampuan intelektual pada orang dewasa dapat diukur, di atas usia 60 tahun, dan beberapa
kasus di atas 70 tahun.
Masalah kedua dari pengukuran deterioration terkait evaluasi terhadap functioning
level sebelumnya dari individual. Masalah kedua ini lebih sulit karena pada kebanyakan
kasus, data psikometri untuk membuat evaluasi tersebut tidak tersedia. Padahal, idealnya,
diperlukan beberapa pengujian psikometri yang dilakukan kepada individu pada interval
berbeda dengan tes-tes yang sama atau tes-tes yang dapat dibandingkan agar kemampuan
functioning normal dari individu dapat diestimasi secara akurat.
Oleh karena keidealan tersebut tidak dapat dicapai, pada praktiknya, sumber-sumber
data lain digunakan untuk menilai kemampuan functioning sebelumnya dari individu.
Sumber-sumber tersebut biasanya terdiri dari sejarah pendidikan, vokasi, dan sosial individu.
Jadi, jika pebisnis sukses pada usia 45 tahun hanya memiliki IQ 70 dan tidak mampu
melakukan perhitungan sederhana serta tidak mampu mengulangi 5 digit, dapat diketahui
bahwa ia telah mengalami kemunduran (deteriorated). Tingkat kemunduran seperti ini dapat
dideteksi secara biasa tanpa menggunakan pengujian psikometri terstandarisasi.
Masalah ketiga dari pengukuran deterioration terkait dengan perbedaan antara
kemampuan functioning saat ini dan sebelumnya dalam istilah kuantitatif. Perbandingkan
fungsi kecerdasan di masa lalu dan masa kini sulit dilakukan karena hanya sedikit dewasa
akhir yang memiliki data pengujian psikometri.
Gambar 4 (grafik variasi skor tes-tes berbeda terhadap usia) berisi informasi terkait
kurva usia untuk kemampuan-kemampuan berbeda yang didapatkan oleh kelompok individu
yang sama. Dari Gambar 4 diketahui bahwa kemampuan-kemampuan tertentu menurun lebih
lambat dibandingkan kemampuan-kemampuan lainnya. Oleh karena itu, kemampuan-
kemampuan yang terukur oleh General Information and General Comprehension Tests
bertahan (hold up) jauh lebih baik dibandingkan kemampuan-kemampuan yang terukur oleh
Substitution and the Memory Span for Digits Tests.
Perbedaan dalam tingkat penurunan berbagai kemampuan ini menunjukkan
kemungkinan memperkirakan functioning level sebelumnya. Dengan demikian, jika
kemampuan yang tidak menurun secara signifikan seiring bertambahnya usia adalah mereka
yang paling tidak terpengaruh oleh proses deterioratif, orang dapat berasumsi bahwa skor
yang diperoleh secara terpisah pada tes yang mengukur kemampuan ini mewakili kemampuan
asli atau permanen mereka. Jika sekarang kita menggabungkan sejumlah tes ini ke dalam
skala bulat, skala seperti itu akan memberi kita cara untuk mengukur penurunan mental serta
functioning level masa lalu dalam hal kemampuan berfungsi saat ini. Hal-hal yang diperlukan
adalah membandingkan skor rata-rata yang diperoleh subjek pada tes yang relatif tidak
terganggu dengan usia, dengan peringkat yang diperolehnya pada kelompok tes yang relatif
jauh terganggu oleh usia. Rasio atau perbedaan antara tingkat penurunan mereka akan
memberi kita ukuran yang diperlukan.
Secara umum, kemunduran mental paling baik diungkapkan dengan mengukur
kecepatan respon, pembelajaran dan kemampuan untuk merasakan konfigurasi baru, terutama
yang spasial. Biasanya, ini bukan bentuk tes, tetapi fungsi yang dipanggilnya akan
menentukan nilai diagnostiknya.
Seseorang dapat mengukur kecepatan respon hampir sama baiknya dengan
menghitung jumlah kata yang diberikan subjek dalam tiga menit, atau dengan jumlah A yang
dapat dibatalkannya pada halaman yang dicetak dalam periode serupa. Akan tetapi, terdapat
perbedaan yang cukup besar ketika kita mempelajari kemampuan belajar, apakah kita
menggunakan asosiasi berpasangan "lama" atau "baru".
DAFTAR PUSTAKA

Wechsler, D. (1944). The measurement of adult intelligence (3rd ed.). Williams & Wilkins Co.

Anda mungkin juga menyukai