Anda di halaman 1dari 19

Pertemuan ke

6.
Sub-CP Mata Kuliah
1. Menjelaskan THK sebagai THK sebagai
filsafat
2. Menganalisis THK sebagai
Filsafat dan
kearifan lokal Kearifan Lokal
Tim THK LP3M Undiksha
Manusia sebagai homo
empiricus, artinya dia
terikat pada pengalaman,
baik sebagai sumber
pengetahuan maupun
pedoman bertindak.

Segala bentuk pengalaman


manusia diolah menjadi
Homo pengetahuan memakai
pikirannya sesuai dengan
Empiricus
Homo hakikat manusia sebagai
Rationale homo rationale.
Pengetahuan
TEOLOGIS

Tuhan

Homo Homo
Empiricus Rationale

Pengetahuan Pengetahuan
SOSIOLOGIS Manusia Alam
EKOLOGIS

Mengacu pada THK, ada tiga macam pengalaman hubungan manusia dengan Tuhan,
antar sesaman manusia dan dengan lingkungan alam
Pemikiran Induktif Local
Genius
Ada pertemuan budaya yang
mencakup masuknya pengetahuan
dari luar ke dalam wilayah suatu
THK
kebudayaan
Local genius SEBAGAI
adalah Kebudayaan luar tersebut tidak
FILSAFAT
kemampuan dijiplak, tetapi diolah secara selektif
mengolah dan sesuai kekuatan budaya yang &
memadukan dimiliki KEARIFAN
berbagai LOKAL
pengetahuan Masyarakat setempat memiliki
dan peran dominan dalam mengolah
kebudayaan masuknya pengetahuan luar untuk
menghasilkan sesuatu yang baru
1. Mewujudkan harmoni teologis, sosial,
dan ekologis.
2. Memberikan kemudahan dan/atau
mendukung pencapaian tujuan hidup
manusia (Tri Warga), yaitu mewujudkan
kebajikan dan/atau berpegang teguh
pada kebajikan untuk meraih kekayaan
dan memenuhi keinginan.
Tujuan hidup 3. Menciptakan kebahagiaan dalam
manusia terkait kehidupan dan meraih Kebahagiaan
THK dalam bentuk surga, moksha, atau
nirvana.
Istilah filsafat pertama kali
diungkapkan oleh Phytagoras

Phylosophy -The Love of wisdom

Philosopher is somebody who


loves wisdom.
Filsafat berasal dari kata
PHYLOSOPHY philos atau philia = cinta
sophia = kebijaksanaan,
kearifan.

Menjadikan THK sebagai


Patung The Thinker filsafat hidup menimbulkan
Patung perunggu karya
Auguste Rodin, mulai kewajiban untuk
dibuat 1880 di Paris,
Prancis. menjadikan diri manusia
Patung ini menjadi
imajinasi berpikir filsafat yang bijaksana – sebagai
THE LOVE OF WISDOM
homo sapiens.
THK sebagai Filsafat Hidup
1. THK sebagai filsafat sama dengan sikap hidup. Artinya, THK berkaitan
dengan usaha untuk mendalami makna dan nilai-nilai suatu realitas
yang terkait dengan pengalaman manusia dalam bidang parhyangan,
pawongan, dan palemahan untuk menjadikan manusia sebagai insan
yang arif dan bijaksana.
2. THK sebagai filsafat mengacu pada metode, yang meliputi cara
berpikir mendalam, hati-hati, dan teliti dalam memikirkan seluruh
pengalaman manusia.
3. THK sebagai filsafat berkaitan dengan kelompok persoalan ber-
parhyangan, ber-pawongan, dan ber-palemahan.
4. THK sebagai filsafat pada dasarnya merupakan kelompok teori atau sistem
pemikiran, yang memuat pengetahuan tentang hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungan alam.
5. THK sebagai filsafat mengacu kepada analisis logis tentang bahasa dan penjelasan
makna istilah parhyangan, pawongan, dan palemahan. Menganalisis berarti
menetapkan arti secara tepat dan memahami kesalinghubungan di antara arti-arti
tersebut.
6. THK sebagai filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pendangan yang
menyeluruh tentang parhyangan, pawongan, dan palemahan dengan mengambil
teori-teori ilmu, etika, maupun agama sehingga mendapatkan pemahaman yang
bersifat holistik.
7. THK merupakan asas kerohanian bagi masyarakat Bali yang juga bermakna
sebagai pandangan hidup masyarakat Bali.

8. THK memuat konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan karena


dianggap baik secara tekstual dan terbukti secara empirik.

9. THK sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup berkaitan dengan


pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial, seperti rela berkorban,
memberikan pelayanan terbaik, dan kasih sayang.

10.THK tidak saja sebagai filsafat praktis, tetapi juga filsafat kritis; yang memuat
seperangkat ide untuk mengkritisi suatu kondisi dan melakukan perbaikan
agar sesuai dengan kondisi yang diidealkan oleh THK.
Tri Hita Karana Dibentuk oleh Manusia

Kecerdasan Kecerdasan
Cipta Rasa Emosional
Pikiran TRI DAYA

Karsa
Kecerdasan
Perasaan

Tri Hita Karana


(BAGIAN DARI KEBUDAYAAN)
Kearifan lokal (Local Wisdom) adalah
gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana (wisdom) yang didasari oleh nilai-nilai
kebaikan yang tertanam dalam sekelompok
masyarakat.

Bentuk kearifan lokal yang tersimpan dalam


pikiran berupa proposisi-proposisi seperti
THK petuah, nasihat, ungkapan, peribahasa,
merupakan pepatah-petitih, puisi (pantun, tembang, syair),
dan slogan.
Kearifan
Lokal THK digunakan sebagai panduan bertindak
untuk menjadi insan yang arif bijaksana
1. Kearifan lokal adalah identitas suatu komunitas.
2. Kearifan lokal merupakan elemen perekat atau aspek kohesif lintas
warga, lintas agama, dan lintas kepercayaan.
3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top down), tetapi
sebuah unsur kebudayaan yang ada dan hidup dalam masyarakat,
sehingga daya ikatnya lebih mengena dan bertahan lama.
4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah
komunitas.
5. Kearifan lokal dapat mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik
individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground
atau kebudayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok.
Makna,
6. Kearifan lokal berfungsi mendorong terbangunnya kebersamaan,
Ciri-ciri, dan apresiasi, dan mekanisme bersama untuk menepis berbagai
Kemanfaatan kemungkinan yang meredusir, bahkan merusak solidaritas komunal
Kearifan Lokal yang tumbuh di atas kesadaran bersama dari sebuah komunitas
terintegrasi.
Kearifan Lokal Teologis
(Kearifan Lokal Parhyangan)
KEARIFAN
LOKAL Kearifan Lokal Sosial
(Kearifan Lokal Pawongan)
THK Kearifan Lokal Ekologis
(Kearifan Lokal Palemahan)
1. Manusia adalah homo religious dan homo deus.
2. Pengalaman manusia berhubungan dengan kekuatan adikodrati
bersumber dari pengalaman sendiri berpadu dengan agama.
3. Ungkapan hubungan manusia dengan Tuhan: kaula-Gusti
(dikuasai dan menguasai).
4. Rasa cinta kepada Tuhan diwujudkan dalam bentuk bakti untuk
mendapatkan berkah/anugrah.
5. Pelayanan kepada Tuhan akan mengembangkan kompetensi
spiritual pada diri manusia. Orang-orang yang memiliki
kompetensi spiritual tidak akan pernah lupa: (a) berdoa sebelum
melakukan sesuatu (mapiuning), (b) bersyukur saat bahagia, (c)
bersabar saat menderita, dan (d) bertobat setelah berbuat dosa.
Kearifan
Lokal 6. Hidup sekala-niskala, nyata-tidak nyata, yang mengarahkan
manusia agar selalu berusaha dan berdoa.
Teologis
7. Adanya kondisi suci dan leteh (kotor secara niskala).
1. Manusia adalah homo socius – selalu hidup berkawan.
2. Manusia tidak dapat hidup layak tanpa bantuan orang lain sehingga
perlu menjaga hubungan harmoni dengan sesama, dengan cara:
a. mengucapkan terima kasih setiap mendapatkan bantuan sekecil
apa pun dari orang lain,
b. memohon maaf jika berbuat salah,
c. tidak iri hati atas keberhasilan orang lain,
d. tidak dendam kepada orang lain yang pernah berbuat salah kepada
dirinya.
e. memiliki empati dan rela membantu orang lain
3. Kehidupan sosial berlandaskan filosofi THK menekankan pada prinsip
Kearifan Tat Twam Asi (tat = itu/ia, twam = kamu, dan asi = adalah), makna
utuhnya “ia adalah kamu,” yang lebih lanjut menjadi “saya adalah
Lokal kamu,” yang secara implisit menyiratkan adanya pengakuan bahwa
Sosial seluruh umat manusia adalah sama harkat dan derajatnya.
4. Tat Twam Asi dikonsepsikan dalam kehidupan
bermasyarakat dalam bentuk asas keekluargaan: suka-duka,
asih-asah-asuh (saling menyayangi, saling memberitahu,
dan saling menolong), dan lain-lainnya. Asas-asas
kebersamaan hidup tersebut mengajarkan perlunya mawas
diri dan tenggang rasa sehingga mampu hidup rukun dan
damai dengan lingkungan.
5. Peran dalam masyarakat: “sesana manut linggih, linggih
manut sesana.” Artinya, peran (kewajiban) sesuai dengan
Kearifan kedudukan, dan kedudukan diikuti dengan peran yang
Lokal sesuai.
Sosial 6. Menyama braya (solidaritas sosial), diwujudkan dalam
(lanjutan) bentuk tindakan: melayat, kundangan, menjenguk, dan
membantu. Memberikan bantuan (sedekah) perlu
mempertimbangkan tempat, waktu, dan keadaan (desa,
kala, patra).
1. Manusia hidup bergantung pada alam.
2. Bumi adalah rumah kita bersama, kita bernafas menggunakan
udara yang sama, sehingga kita bersaudara. Umat sejagat
adalah keluarga besar. Bumi adalah ibu (Ibu Pertiwi).
3. Hubungan manusia dengan alam bagaikan janin dalam rahim
(kadi manik ring cecupu).
4. Berbagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan alam
berbasis kearifan lokal, termasuk dibalut dengan mitos:
a) Hutan larangan (alas tenget, hutan angker)
Kearifan b) Buron duwe (binatang milik alam gaib).
Lokal c) Saput poleng pada pohon.
Ekologis d) Wilayah sakral dan profan.
e) Ritual menjaga sumber-sumber air: wana kertih, danu
kertih, samudra kertih.
Diskusikanlah
tentang Kearifan
Lokal Tri Hita Karana
pada SUBAK yang
meliputi Kearifan
Lokal Teologis,
Kearifan Lokal Sosial,
dan Kearifan Lokal
Ekologisnya !

Anda mungkin juga menyukai