Gerakan Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah
Cirri kedua dari gerakan muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah islam, Amar
Makruf Nahi Munkar. Ciri yang kedua ini telah muncul dari kelahirannya dan tetap melekat tak
terpisahkan dalam jati diri muhammadiyah. Hal ini diakui oleh beberapa pihak yang menyatakan
bahwa muhammadiyah terlihat sebagai pergerakan dakwah yang menekankan pengajaran serta
pendalaman nilai-nilai islam dan memiliki kepudulian yang sangat besar terhadap penitrasi misi
Kristen di Indonesia.
Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa factor utama yang mendorong berdirinya
persyarikatan muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA.Dahlan terhadap ayat-ayat Al-
Quran Karim, terutama sekali surat Ali Imron ayat 104. Berdasarkan pada ayat inilah bahwa
muhammadiyah meletakan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah islam, Amar
Makruf Nahi Munkar dengan masyarakat sebagai medan atau kancah perjuangannya.
Muhammadyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun
berbagai amal usaha yang benar-benar dapat menyatu hajat orang banyak semacam berbagai
ragam lembaga pendidikan dari sejak kanak-kanak hinga perguruan tinggi, membagun sekian
banyak rumah sakit, panti-panti asuhan, dan sebagainya. Seluruh amal usaha muhammadiyah
seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi atau perwujudan dakwah islamiah. Semua
amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan yang tunggal, yaitu dijadikan sarana dan wahana
dakwah islam sebagaimana diajarkan Al-Quran dan As-Sunah.
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian diatas, khususnya pada pengertian
yang kedua, yaitu tajdid dalam arti pembahruan diperlukan aktualisasi pikiran yang cerdas dan
fitri, serta akal budi yang bersih, yang di jiwai oleh ajaran islam. Bagi muhammadiyah, diyakini
bahwa tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran islam.
Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang
berkhitmat menyebarluaskan ajaran islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran dan As-
Sunah. Bersamaan dengan itu sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yang terang-
terangan menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran islam, berupa khufarat, syirik, bid’ah, taqlid,
dan tawasul lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai suatu mata rantai dari gerakan
tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaan nafas, ruh,
dan semangat, yaitu memerangi secara total terhadap berbagai penyimpangan ajaran islam
seperti syirik, khufarat, bid’ah, dan taqlid. Semua itu merupakan benalu beracun yang dapat
merusak aqidah dan ibadah seseorang.
Sifat tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah disamping berupaya
memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya juga termasuk
upaya Muhammadiyah melakukan pembaharuan cara-cara pelaksanaan ajaran Islam dalam
kehidupan bermasyarakat semacam penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan RS, pelaksanaan Shalat Ied dan Qurban,dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat
disebut purifikasi, dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi.
Dan dalam hubungannya dengan salah satu cirri muhammadiyah sebagai gerakan tajdid,
maka muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai gerakan tajdid, maka muhammadiyah dapat
dinyatakan sebagai gerakan purifikasi dan sekaligus gerakan reformasi.