Anda di halaman 1dari 10

Focus: Jurnal

ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019


Pekerjaan Sosial

Analisis Kekerasan Seksual Pada Anak


dan Intervensinya oleh Pekerjaan Sosial
(Studi Kasus Kekerasan Seksual oleh Keluarga di Lampung)

Hetty Krisnani, Gisela Kessik,


Program Studi Kesejahteraan Sosial, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Sumedang KM 21, Jatinangor
Email: hettykrisnani@yahoo.com gisela16001.mail@unpad.ac.id ;

Abstrak

Kekerasan terhadap anak sampai saat ini marak terjadi. Kekerasan seksual pada anak merupakan
salah satu tindakan kekerasan yang cukup mengalami peningkatan. Berdasarkan berbagai data,
pelaku kekerasan berasal dari keluarga terdekat yang dimiliki korban. Kasus Kekerasan seksual yang
akan dibahas pada saat ini yaitu berkaitan dengan tindakan kekerasan seksual Incest yang dilakukan
oleh Ayah, kakak, dan adik yang dapat kepada korban yang merupakan anak berusia 18 tahun. Pada
bagian ini akan dibahas mengenai analisis motif, dampak, sampai pada intervensi yang dapat
dilakukan oleh profesi pekerjaan sosial pada anak dan keluarga.

Kata Kunci: Kekerasan Seksual, Incest, Pekerjaan Sosial

Abstract

Violence against children until now is rampant. Sexual violence on children is one of the acts of
violence which is quite increasing. Based on various data, the perpetrators of violence came from the
closest family owned by the victim. Cases of sexual violence that will be discussed at this time are
related to acts of sexual violence incest committed by fathers and siblings who get to victims who are
children aged 18 years. This section will discuss the analysis of motives, impacts, and the
interventions that can be carried out by the profession of social work in children and families.

Keywords: Sexual Violence, Incest, Social Work

PENDAHULUAN kekerasan ini dapat dirasakan oleh anak di


dalam keluarga. Kekerasan dapat terjadi pada
Anak merupakan generasi penerus anak laki-laki ataupun perempuan. Hasil
bangsa yang menjadi tumpuan di masa depan pendataan Survei Pengalaman Hidup
sehingga anak berdasarkan konvensi anak dan Perempuan Nasional (SPHPN) 2016,
hukum yang berlaku telah memiliki hak-hak memperlihatkan bahwa 1 dari 3 perempuan
yang harus dilindungi. Berdasarkan Undang- usia 15 sampai 64 tahun mengalami kekerasan
Undang No 4 Tahun 1979 pasal 1 ayat 2 fisik atau seksual oleh pasangan atau bukan
tentang Kesejahteraan Anak dikemukakan pasangannya selama hidup, dan sekitar 1 dari
bahwa: ”Anak adalah seseorang yang belum 10 perempuan usia 15 sampai 64 tahun
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan mengalaminya dalam 12 bulan terakhir.
belum pernah kawin”.
Kekerasan pada saat ini ternyata
Meskipun demikian pada saat ini banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat
kekerasan pada salah satu anggota keluarga yaitu anggota keluarga. Data Komisi
yaitu anak sampai saat ini masih sering Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat
terjadi. Berdasarkan UNICEF (dalam, Rusyidi & sebanyak 4.294 kasus kekerasan pada anak
Raharjo, 2018) jenis kekerasan yang dapat dilakukan oleh keluarga dan pengasuh (2011-
terjadi yaitu berbagai macam seperti 2016). Kasus terbanyak terjadi pada 2013,
kekerasan fisik, seksual, pengabaian, yaitu 931 kasus namun sampai pada 2016
emosional dan eksploitasi. Kekerasan- terjadi penurunan. Akan tetapi terdapat salah

198
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

satu jenis kekerasan yang mengalami kondisi keluarga yang seharusnya dapat
peningkatan yang cukup signifikan yaitu memberikan perlindungan menjadi tidak
kekerasan seksual sehingga Komisi Nasional berfungsi. Permasalahan ini dapat
Perlindungan Anak (Komnas Anak) pada 2013 dilatarbelakangi oleh retaknya hubungan di
menetapkan status darurat nasional kekerasan keluarga, kurangnya moral pelaku, kondisi
seksual terhadap anak. Berdasarkan UNICEF rumah yang tidak layak hingga adanya faktor
(dalam Rakhmad, 2016), kekerasan seksual kesempatan yang melatarbelakanginya
meliputi pelecehan seksual, penganiayaan, (Tursilarini, 2016)
inses, perkosaan, kekerasan seksual, usaha
perkosaan, pemaksaan seks, pemaksaan seks Pada kekerasan seksual ini korban
oral, sentuhan yang tidak pantas, pernikahan merupakan pihak yang paling terhukum
paksa, kekerasan dalam berkencan, kekerasan karena akan menganggu baik fisik maupun
berbasis gender, kekerasan yang dilakukan terlebih faktor psikis yang dimilikinya. Hasil
pasangan intim, perkosaan sebagai sebuah penelitian Malamuth (dalam Tursilarini, 2016)
tindakan perang, dan perkosaan dalam situasi menjelaskan bahwa kekerasan seksual dalam
konflik. kaitannya tindakan perkosaan membuat
Korban yang sebenarnya “terhukum” dalam
Catatan Tahunan Komnas Perempuan artian yang paling dalam karena dirinya telah
(2019) menyatakan tahun ini lembaga mitra menjadi korban perbuatan yang
atau penyelenggara layanan berbasis mengakibatkan terenggutnya kehormatan
masyarakat dan UPPA Kepolisian yang selama ini dijaga sehingga akan
mendokumentasikan sebanyak 89 kasus. menimbulkan gangguan mental dalam waktu
Kekerasan seksual menjadi bentuk kekerasan yang berkepanjangan.
yang paling menonjol menimpa perempuan
dengan disabilitas, Pada kedua ranah bentuk Kasus Kekerasan Seksual Di Lampung
kekerasan yang mendominasi adalah Salah satu kasus Incest yang terjadi
kekerasan seksual sebanyak 64% (57 kasus) berada di daerah Lampung. Kasus ini menarik
lalu kekerasan psikis sebanyak 20% (18 sorotan banyak kalangan dikarenakan
kasus), kekerasan ekonomi sebanyak 9% (8 kasusnya yang melibatkan pelaku yaitu ayah,
kasus) dan kekerasan fisik sebanyak 7% (6 kakak, dan adik kandung korban pada korban
kasus). yang merupakan seorang penyandang
Kekerasan yang pada akhir-akhir ini keterbelakangan mental. Kekerasan seksual
mulai banyak muncul berkaitan dengan berupa incest yang terjadi di Lampung
kekerasan seksual yang dilakukan anggota melibatkan hampir seluruh keluarga tersebut.
keluarga (incest). Berdasarkan catatan Sesuai yang diberitakan oleh CNN Indonesia
tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) pada (25/2/2019), peristiwa ini melibatkan anak
tahun 2019 untuk kekerasan seksual di ranah berinisial AG (18) yang merupakan korban
privat atau personal yaitu oleh anggota yang memiliki 4 saudara dengan seorang ayah
keluarga, incest atau kejahatan seksual yang yang telah sendiri dikarenakan ibunya telah
dilakukan oleh orang dekat korban merupakan tiada. JM (44) merupakan ayah korban,
kasus yang paling banyak dilaporkan yakni kakaknya SA (24) dan YF (16) merupakan adik
sebanyak 1.071 kasus, sejumlah 103 kasus korban. AG sebenarnya memiliki saudara
(10%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam perempuan di dalam keluarga. Namun saudara
proses pengadilan sebanyak 119 kasus perempuannya tidak terlibat dalam kasus ini
(11%). Di tahun ini, CATAHU juga dan tidak terbukti terlibat di dalamnya.
menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual Kasus ini terkuak ketika Satgas
tertinggi di ranah privat atau personal adalah Perlindungan Anak kala itu meminta izin
pacar sebanyak 1.670 orang, diikuti ayah kepada pihak keluarga untuk memberi
kandung sebanyak 365 orang, kemudian di pendampingan kepada AG yang diketahui
peringkat ketiga adalah paman sebanyak 306 mengalami keterbelakangan mental. Proses
orang. Banyaknya pelaku ayah kandung dan pendampingan yang mendatangkan psikolog
paman selaras dengan meningkatnya kasus untuk melakukan wawancara ternyata mampu
incest. menguak permasalahan yang menimpa
Incest merupakan suatu bentuk korban. Selama ini dikarenakan
kejahatan dan pelanggaran terhadap HAM. keterbelakangan mental yang dimiliki AG yaitu
Incest yang dilakukan oleh keluarga membuat pola pikirnya yang masih seperti anak-anak, Ia

199
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

tidak merasakan ayah dan suadaranya telah kekerasan seksual kepada kedua anak
melakukan kekerasan seksual terhadapnya. perempuannya selama bertahun-tahun,
ataupun ayah dan kakak laki-laki yang
Ketiga pelaku telah melakukan melakukan tindakan kekerasan seksual kepada
tindakan kekerasan tersebut puluhan sampai korban yang merupakan anak dan adik dari
ratusan kali kepada korban. Berdasarkan sang kakak sampai korban mengalami
penggalian informasi ketiga pelaku memiliki kehamilan.
motif yang berbeda-beda. Ayah korban JM
mengaku bahwa Ia menjadikan korban Banyaknya kasus kekerasan seksual
sebagai pelampiasan hasrat seksualnya karena yang terjadi dalam lingkungan keluarga ini
telah lama tidak beristri dan tidak ada tempat menyiratkan adanya permasalahan di dalam
untuk melampiaskan kebutuhan seksualnya sistem keluarga. Oleh karenanya dibutuhkan
serta kondisi anaknya yang disabilitas menjadi intervensi pada anak dan keluarga guna
keuntungan olehnya untuk dimanfaatkan. mengembalikan kembali keberfungsian
Sedangkan pelaku yang merupakan kakak dan sosialnya.
adik korban melakukan tindakan tersebut
dilatarbelakangi oleh seringnya menonton film PEMBAHASAN
porno yang menjadi pemicu pelampiasan Kekerasan Seksual oleh Keluarga Pada
hasrat seksual kepada AG saudaranya. Anak
Melalui penyelidikan ternyata diketahui a. Kategori Kekerasan Seksual
selama ini SA sebagai kakak sering menonton
film porno dan mengajak adiknya YF. Hal ini Kekerasan seksual dapat dilakukan
membuat SA dan YF menjadi kecanduan dan oleh anggota keluarga ataupun orang diluar
terpancing untuk melakukan tindakan keluarga. Oleh karenanya, sering dilakukan
kekerasan seksual kepada AG. Adiknya YF pembedaan dalam dua kategori yaitu Familial
yang merupakan pelaku ternyata juga abuse dan extra familial abuse (Noviana,
mengalami penyimpangan seksual. YF 2015). Incest merupakan kasus dalam Familial
mengakui bahwa tidak hanya pada kakaknya abuse yang merupakan kekerasan seksual
Ia pernah melakukan tindakan kekerasan oleh pelaku yang memiliki hubungan darah
seksual namun Ia pernah melampiaskan dalam satu keluarga inti.
hasrat seksualnya kepada objek binatang
berupa sapi atau kambing milik tetangganya. Mayer (dalam Noviana, 2015)
menyebutkan incest dalam keluarga meliputi
Perbuatan berani yang dilakukan tindakan dalam beberapa kategori:
kakak beradik ini juga tidak luput dari
perbuatan yang dicontohkan oleh ayahnya JM. a. Kategori pertama sexual molestation:
Sebagai orang tua JM bahkan membiarkan Meliputi tindakan penganiayaan yang
anak-anaknya ikut untuk melakukan berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara
perbuatan yang tidak terpuji tersbeut kepada seksual, mencakup noncoitus, petting,
salah satu anak perempuannya yaitu AG. fondling, exhibitionism, dan voyeurism.
Kasus ini merupakan suatu ironi b. Kategori kedua perkosaan atau sexual
dimana keluarga yang seharusnya menjadi assault:
tempat yang paling aman dan memberikan
kasih sayang tidak dapat melaksanakannya Mencakup tindakan oral atau hubungan
melainkan keluarga yang melanggar hak-hak dengan alat kelamin, masturbasi, stimulasi oral
anak. Melalui kasus ini tidak terlihat peran pada penis (fellatio), dan stimulasi oral pada
keluarga sebagai suatu sistem yang klitoris (cunnilingus).
menumbuhkan nilai dan menjaga interaksi
yang baik dalam lingkungan keluarga. Peran c. Kategori terakhir perkosaan secara
mendidik dan menerapkan nilai-nilai tidak paksa (forcible rape),
terlaksana. meliputi kontak seksual secara langsung yang
Kasus incest yang terjadi di Indonesia mengandung pemaksaan.
tidak hanya pada kasus AG di Lampung ini Mayer (dalam Noviana, 2015) menyatakan
saja. Kasus yang sebelumnya pernah terjadi bahwa dalam ketiga kategori tersebut, kedua
misalnya kasus yang terjadi di Samarinda kategori terakhir yang paling berat untuk
dimana terdapat ayah yang melakukan mental korban. Rasa takut, kekerasan, dan

200
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

ancaman menjadi sulit untuk dilupakan dan ayahnya. Perbuatan yang secara tidak
menganggu kejiwaan korban. langsung ditunjukan ayah dan diketahui oleh
anak-anak laki-lakinya diikuti. Pada kasus ini
Pada kasus AG ini tergolong dalam kategori ada perasaan reward yang dirasakan anak
terakhir yang menyangkut kontak langsung. laki-lakinya sebab kedua anak tersebut merasa
Meskipun AG tidak menyadari tindakan yang itu tindakan yang diperbolehkan oleh orang
dilakukan oleh ayah dan saudaranya namun tuanya dan tidak dilarang.
lambat laun peristiwa ini dapat membekas dan
rawan bagi kejiwaan AG. Hal ini terlebih Analisis ini berdasarkan pada teori
mengingat AG merupakan anak yang Belajar Sosal oleh Albert Bandura. Pada teori
mengalami keterbelakangan mental dan dijelaskan bahwa seseorang di dalam
berada di usia akhir anak yang tergolong perilakunya dipengaruhi tidak saja pada
memasuki tahapan krisis di dala kognisi namun pada pembelajaran di
perkembangannya. lingkungannya. Anak melakukan pengamatan
terlebih dahulu (observational learning) dan
Usia krisis ini sesuai yang diungkapkan oleh kemudian terdapat pengaruh kongnitif
Erikson dalam teori perkembangannya. Dalam individu.
teori Erikson, AG memasuki tahapan identity
vs role confusion (12-18 tahun). Teori Erikson Proses mengamati yang terjadi ini
ini berdasarkan (Krismawati, 2014) berusaha berdasarkan Bandura terjadi berdasarkan
menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik beberapa tahapan yaitu (Prayogo, 2016):
antara pribadi dan kebudayaan sampai orang
tersebut menjadi dewasa. Kebudayaan yang 1. Atensi / Perhatian
dimaksudkan adalah adanya pengaruh Anak di dalam keluarga tetap menetapkan
ekternal yang besar pada perkembangan diri sosok orang tua sebagai seorang role
individu. Hal ini berarti setiap individu model di dalam hidupnya. Hal ini
mempunya kesanggupan untuk menyesuaikan mengakibatkan anak memperhatikan
diri dengan lingkungan yang senantiasa perilaku yang dilakukan oleh orang
berkembang dari orang-orang atau institusi tuanya. Dalam kasus ini kedua anak laki-
supaya Ia bisa menjadi bagian dari perhatian laki JM memperhatikan perilaku yang
kebudayaan secara terus-menerus. dilakukan sehari-hari oleh JM.
Keberhasilan pada setiap tahapannya akan
membawa individu pada pembentukan diri 2. Retensi
yang baik ataupun sebaliknya jika tidak
terpenuhi akan didominasi pada kepribadian Di dalam proses ini, anak kemudian
yang negatif. merekam peristiwa dan perilaku yang
telah ditangkapnya. Peristiwa ini
b. Penguat terjadinya Kekerasan direpresentasikan secara simbolis di dalam
Seksual pada Anak ingatan.

Kekerasan seksual yang terjadi pada 3. Reproduksi


AG merupakan perbuatan yang tidak biasa
karena dilakukan oleh orang-orang Setelah melihat dan merekam apa yang
terdekatnya yaitu ayah dan saudara-daudara didapatkan kemudian anak akan
korban. Kondisi mental AG yang masih seperti mengubah hasil kognitif tersebut menjadi
anak-anak membuat ayah AG menggunakan suatu tindakan. Hal ini berkaitan dengan
kesempatan melakukan tindak kekerasan. tindakan kekerasan yang akhirnya
dilakukan oleh kedua saudaranya pula
Perilaku ayahnya kemudian diikuti kepada AG setelah sebelumnya ayahnya
oleh saudara laki-laki AG yaitu kakak dan yang melakukan perbuatan tersebut.
adiknya. JM yang merupakan ayah AG
memperlihatkan tindakan tidak terpujinya dan 4. Penguatan dan Motivasi
tidak melarang anak-anaknya untuk Berdasarkan tindakan yang telah
melakukan tindakan yang sama pada AG. dilakukan oleh seoarang anak, akan
Sistem nilai dan norma dalam keluarga ini berlanjut pula pada feedback yang
tentu sudah tidak berfungsi sebagai pendidik diinginkan oleh anak. Hal ini berkaitan
yang baik. Namun melalui peristiwa ini maka juga pengaturan nilai yang didapatkan
dapat diamati bahwa terdapat interaksi dan oleh anak. Jika tindakan anak tidak baik
reward yang baik didapat kakak dan adik oleh maka punishment atau hukuman yang

201
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

akan didapatkan, namun jika perbuatan 1. Hak Gembira :


yang dilakukan oleh anak dinilai Hak ini menyatakan bahwa setiap
lingkungan baik maka akan diberikan anak berhak atas rasa gembira dan
reward atau penghargaan. hal ini harus terpenuhi untuk
menunjang kesejahteraan anak
Pada kasus kekerasan seksual 2. Hak Pendidikan :
terhadap AG yang dilakukan khususnya oleh Setiap anak memiliki hak untuk
kedua saudara laki-lakinya, hal ini terjadi memperoleh pendidikan yang layak
karena tidak adanya punishment yang 3. Hak Perlindungan
didapatkan keduanya. Tindakan pembiaran Setiap anak berhak mendapatkan
yang dilakukan oleh JM sebagai seoarang ayah perlindungan, dilindungi dari segala
melihat perilaku kedua anaknya memberikan tindak kekerasan dan penganiayaan.
konsep bahwa tindakan yang telah 4. Hak Untuk memperoleh Nama
dilakukannya tidak salah bahkan dapat Setiap Anak berhak memperoleh
diulangi kembali. nama, sebagai salah satu identitas
Faktor yang menjadikan penyebab SA anak.
dan YF melakukan tindakan ini juga dapat 5. Hak atas Kebangsaan
dianalisis berdasarkan peristiwa berbeda Setiap anak berhak diakui sebagai
namun dalma satu teori yang sama yaitu warga negara dan memiliki
berkaaitan dengan kegemaran keduanya kebangsaan, anak tidak boleh
dalam menonton video porno di dalam berstatus apatride (tanpa
handphone sang kakak, SA. Pada peristiwa ini kebanngsaan).
keduanya menangkap dan akhirnya merekam 6. Hak Makanan
tindakan tersebut sebelum melakukan Setiap anak berhak memperoleh
tindakan yang sama pada sang saudara AG. makanan untuk tumbuh kembang dan
Bentuk pembiaran dan mengizinkannya sang mempertahankan hidupnya.
kakak SA untuk YF ikut menonton video juga 7. Hak Kesehatan
merupakan suatu feedback yang menjadikan Setiap anak berhak memperoleh
YF berani melakukan tindakan kekerasan pelayanan kesehatan yang layak tanpa
tersebut kepada sang kakak AG. Karena YF adanya diskriminasi. Anak harus
sebagai anak bungsu disini telah mendapatkan dilayani dalam kesehatan. Hal ini
proses penguatan dan motivasi yaitu role penting karena anak merupakan
model perilaku serta tidak adanya punishment generasi penerus masa depan bangsa.
dari kakaknya SA dan ayahnya JM. 8. Hak Rekreasi
Setiap anak berhak untuk rekreasi
Pelanggaran Terhadap Hak Anak untuk refreshing. Di dalam
menentukannya anak pun harus ikut
Anak dilindungi oleh hak-haknya yang dilibatkan dalam memilih tempat
berarti tindakan kekerasan seperti kekerasan rekreasi yang mereka inginkan.
seksual ini merupakan tindakan yang 9. Hak Kesamaan
melanggar hak anak. WHO (dalam Infodatin Setiap anak berhak diperlakukan sama
Kementerian Kesehatan RI, 2014) menyataan dimanapun dan kapanpun, tanpa ada
bahwa batasan usia anak adalah sejak anak di tindak diskriminasi.
dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Hal 10. Hak Peran dalam Pembangunan
ini seiring dengan yang disampaikan oleh Setiap anak berhak dilibatkan dalam
Fedryansyah dkk (Fitri, Riana, & Fedryansyah, pembangunan negara, karena anak
2015) bahwa hak anak adalah hak dasar yang adalah masa depan bangsa.
wajib diberikan dan didapatkan oleh anak
meliputi anak usia dini dan juga remaja usia Sedangkan terdapat pula empat (4) hak dasar
12-18 tahun. Hak ini merupakan hak yang yang wajib dimiliki oleh anak yaitu:
dasar diberikan pada anak sehingga tumbuh
kembang anak dapat berjalan baik. Hak-hak 1. Hak Hidup
ini merupakan hak yang berlaku bagi seluruh Hak hidup ini berlaku dari semenjak
anak secara universal pada semua negara anak itu masih dalam kandungan,
yang meratifikasinya. Indonesia meratifikasi yang termasuk kedalam hak hidup
kedalam Kepres No 36 Tahun 1997 mengenai adalah seperti memberikan gizi dan
10 Hak Mutlak Anak yang meliputi: rangsangan-rangsangan ketika anak

202
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

masih dalam kandungan, periksa korban harus menerima hukuman sesuai pasal
kandungan, dan lain- lain. hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Hak Tumbuh Kembang Dalam
kehidupan anak, Keluarga sebagai sistem
anak harus diberikan kesempatan Keluarga merupakan suatu lingkungan
sebaik-baiknya untuk tumbuh dan terkecil dimana individu bertumbuh. Di dalam
berkembang, seperti mendapatan kasus kekerasan seksual pada AG ini, keluarga
pengasuhan, pendidikan yang baik, sebagai sistem yang memiliki fungsi-fungsi
jika sakit diobati atau dibawa untuk menerapkan peranannya dan norma-
kedokter, diberi ASI,di imunisasi, norma di dalam keluarga tidak dapat berjalan
dibawa ke posyandu.Selain itu dengan baik. Minuchin (Wills., 2008)
perkembangan Psikisnya pun mengungkapkan pandanganya bahwa
diperhatikan, seperti memberikan rasa keluarga merupakan suatu sistem dimana
aman dan rasa nyaman, membuat anggota-anggotanya dibatasi oleh nilai dan
lingkungan kondusif, menjauhkan norma dalam subsistemnya. Norma dan nilai
anak dari hal-hal yang berbahaya, ini berlaku untuk mempertahankan interaksi
tidak memberikan makanan yang yang berlangsung baik. Komunikasi dan
berbahaya bagi perkembangannya. interaksi akan mempengaruhi persepsi
3. Hak Partisipasi terhadap status dan peran masing-maisng
Maksud dari hak partisipasi disini yang akan berpengaruh pula nantinya pada
adalah anak harus dilindungi dari keberfungsian keluarga dan anggota-
situasi-situasi darurat, menerapkan anggotanya.
tentang perlindungan hukum, dan dari
apapun yang berkaitan dengan masa Berdasarkan perspektif keluarga
depan si anak. sebagai sistem ini maka ketidakberdayaan
4. Hak Perlindungan keluarga dalam menjalankan status dan
Anak mempunyai hak untuk perannya dan permasalahan dalam interaksi
mendapatkan perlindungan dan akan mengakibatkan permasalahan dalam
menentukan pilihan untuk sistem keluarga. Di dalam kasus kekerasan
hidupnya.Anak dalam keluarga harus seksual ini maka peran Ayah, kakak, dan adik
dibiasakan berbicara, agar anak yang melakukan tindakan kekerasan seksual
mempunyai hak suara dan mulai kepada AG megakibatkan terjadi masalah
berani menentukan hal-hal yang dalam sistem keluarga. Peran pengembangan
diinginkan (Fitri, Riana, & nilai dan norma di dalam keluarga belum
Fedryansyah, 2015) dapat berjalan dengan baik sehingga AG
menjadi korban di dalam penyimpangan
Melalui hak yang telah diratifikasi oleh perilaku yang dimiliki oleh orang tua dan
berbagai negara termasuk Indonesia ini, anak kedua saudara laki-lakinya.
secara hukum nasional dan internasional telah
memiliki hak dasar yang harus didapatkan. Hal ini seiring dengan konsep yang
Hak-hak ini menjadi bagian penting untuk juga dinyatakan oleh BKKBN (dalam
mencapai kesejahteraan dalam diri seorang Puspitawati, 2012) bahwa keluarga sebagai
anak sehingga pelanggaran terhadap hak-hak unit terkecil dalam masyarakat, keluarga
ini dapat menimbulkan permasalahan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi
disfungsi pada keberfungsian anak di masa kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya
depannya. yang meliputi kebutuhan fisik seperti memberi
makan dan minum, kebutuhan psikologi
Oleh karena itu, hak anak harus seperti diberikan kasih sayang, kebutuhan
ditegakan dan diberikan pada diri setiap anak. spiritual seperti pemahaman mengenai norma
Pelanggaran terhadap hak anak akan dan nilai, dan sebagainya. Keluarga yang
menimbulkan hukuman bagi pelaku. Hal ini sejahtera digambarkan dapat memenuhi
sesuai yang terjadi pada kasus korban AG segala kebutuhan anggota keluarga dan dapat
yang mengalami kekerasan yang merenggut selaras dalam tanggung jawab antar peran
haknya. Ratifikasi hak tersebut membuat hak- dalam anggota keluarga.
hak anak yaitu AG memiliki landasan hukum
salah satunya di Indonesia. Oleh sebab itu, Dampak Tindakan Kekerasan Seksual
pelaku yang merupakan ayah, kakak, dan adik bagi Pelaku dan Korban

203
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

a. Dampak Kekerasan bagi Pelaku tugas tanpa beban namun untuk individu yang
memiliki tingkat resiliensi rendah akan
Dikarenakan tindakannya maka pelaku cenderung stress dan depresi karena tidak
diputuskan bersalah dan mengalami hukuman menerima keadaan serta tidak dapat
penjara untuk perbuatan yang telah beradaptasi dengan lingkungannya yang jika
dilakukannya. Mereka dipersangkakan dengan berkelanjutan tingkat stress ini akan mengarah
Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 kepada bunuh diri. Oleh karena itu beberapa
Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan ahli menganggap proses penahanan bukan
Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun suatu jalan keluar terbaik.
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHP. Adapun Sebagai pelaku tindakan kekerasan
pasal yang telah dilanggar yaitu Pasal 81 ayat seksual, pelaku juga membutuhkan rehabilitasi
3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang terkait aspek mental dan sosialnya. Hal ini
Perlindungan Anak, yang mana ayat 3 tersebut bertujuan kembali untuk memberikan
adalah orang-orang yang melakukan rekonstruksi pemikiran dan membantu pelaku
hubungan persetubuhan yang dilakukan oleh sehingga dapat siap melakukan keberfungsian
orang-orang terdekat, bisa orang tua, wali, sosialnya ketika bebas. Terlebih proses
orang-orang yang menetap dalam rumah rehabilitasi dibutuhkan jika memang pelaku
tangga, kemudian tenaga pendidik dan orang- memiliki penyimpangan seperti yang terjadi
orang yang memiliki hubungan darah. Masa pada salah satu pelaku yang merupakan adik
penahanan dapat ditempuh dalam minimal 5 kandung korban. Pelaku memerlukan proses
sampai 15 tahun atau lebih. Sedangkan untuk rehabilitasi yang mendalam guna memberikan
pelaku yang masih dibawah umur yaitu adik pendampingan penyembuhan mental dan
korban dihukum melalui mekanisme peradilan sosialnya.
anak yang dapat membuatnya dihukum
setengah masa penahanan dewasa. b. Dampak Kekerasan Bagi Korban

Proses pemberian hukuman yang Korban yang merupakan subjek


dilakukan dengan tindakan penahanan ini pelampiasan pelaku sangat mendapatkan
seperti yang telah dijelaskan akan membuat pengaruhnya bagi aspek psikologis maupun
pelaku anggota keluarga yaitu ayah dan anak psikososial dalam dirinya. Meskipun dalam
ditahan minimal 5 atau lebih. Jangka waktu ini kasus ini, korban merupakan anak berusia 18
akan membuat pelaku mengalami perubahan tahun namun dikarenakan kondisi
dalam diri dan lingkungannya. Menurut keterbelakangan mental yang dialaminya
Williams (dalam Riza & Herdiana, 2012) dalam menyebabkan dirinya memiliki pola pemikiran
artikel Prison Health and the Health of the seperti anak-anak dimana masih tidak berdaya
Public, situasi ketika awal masuk penjara dan mudah untuk diancam atau dipengaruhi.
adalah keadaan yang paling mempengaruhi Kekerasan seksual yang dialami oleh
psikologis narapidana. Kegiatan yang bisa korban akan menyebabkan dampak berupa
dilakukan sesuka hati seorang individu diluar trauma psikososial dan psikologis yang
dapat berubah drastis dalam penjara. Hal ini berkepanjangan. Noviana (2015) menyatakan
meliputi segala peraturan ketat dalam penjara pendapatnya mengenai dampak dari sisi
yang membuat narapidana tidak dapat biologis dan sosial. Untuk sisi biologis organ-
bergerak bebas dan akan menimbulkan tahap organ vital korban yang dipaksa untuk
stress dalam diri narapida. Kekuatan melakukan tindakan seksual akan mengalami
beradaptasi dan pengendalian diri bergantung gangguan. Selain itu pada sisi sosial korban
pada tingkat resiliensi yang dimiliki oleh akan mudah merasa terintimidasi yang
narapida. Jika Ia memiliki tingkat resiliensi berdmpak pada kekurangan kepercayaan diri
tinggi maka akan mampu beradaptasi dan korban. Browne dan Finkelhore (dalam
menganani permasalahan perubahan pola Sakalasastra & Herdiana, 2012) menyatakan
hidup di dalam lapas namun jika tidak akan dampak yang akan dialami korban dalam
mengalami permasalahan sosial dan psikologis beberapa dimensi yaitu dimensi afeksi,
di dalam lapas. Berdasarkan Riza & Herdiana kognisi, psikomotor, dan sosial. Pada dimensi
(2012) subjek yang memiliki resiliensi tinggi afeksi terbentuk emosi negatif yang akan
akan memiliki rencana untuk memulai membentuk anak menjadi tidak mudah untuk
kehidupan barunya ketika menyelesaiakan berempati, pada dimensi kognisi akan
masa penahanan dengan visi berubah menjadi membuat anak membuat penilaian yang
lebih baik dan mampu melaksanakan semua cenderung negatif pada lingkungan dan

204
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

sekelilingnya juga berkaitan dirinya sendiri. dan masyarakat. Di dalam perannya dalam
Sedangkan pada dimensi psikomotor akan kekerasan terhadap anak, pekerja sosial
mnyebabkan penyimpangan pada perilaku berperan dalam case management dan
seksual anak, kemudian pada dimensi sosial pelaksana treatment. Faller (dalam Rusyidi &
akan membuat anak buruk dalam tahap Raharjo, 2018) menjelaskan bahwa berkaitan
sosialisasi karena adanya kecenderungan dengan kasus kekerasan terhadap anak,
untuk menutup diri. pekerja sosial dapat bekerjasama dengan
berbagai profesi seperti psikolog, psikiater,
Dimensi-dimensi ini jika telah dokter, ahli-ahli hukum dan sebagainya untuk
bermasalah akan mempengaruhi dapat memberikan perlindungan dan
perkembangan tumbuh kembang anak keselamatan bagi korban. Kerjasama multi
seterunya. Terkhusus pada masa anak remaja disiplin ilmu ini dilakukan guna memberikan
dimana pada masa pencaharian jati diri ini rasa aman dan memperbaiki keberfungsian
anak yang menjadi korban tindak kekerasan sosial anak yang telah terlanggar hak-haknya.
akan semakin sulit menemukan jati dirinya di
masa krisis ini. Ketidak berhasilan anak dalam Sedangkan dalam menyediakan
tahap ini berdasarkan Erikson dalam treatment, pekerja sosial dapat melaksanakan
perkembangan psikososialnya akan proses pendampingan psikososial yang
mengakibatkan anak menjadi bingung akan membantu anak menyembuhkan trauma
jatidirinya dan memiliki kecenderungan emosi psikisnya dalam segi sosial. Dalam hal ini anak
dan perilaku negatif (Krismawati, 2014). diberikan keterampilan dan pengajaran untuk
mengatur emosi, diberikan pendampingan dan
Dampak trauma khususnya dalam dukungan sosial serta dilakukan monitoring
faktor dimensi psikomotor harus sangat dan evaluasi secara berkala.
diperhatikan. Hal ini karena berdasarkan
berbagai macam faktor penyebab kekerasan Di dalam peranannya untuk
pada anak berdasarkan Probosiwi & melaksanakan pendampingan psikososial,
Bahransyaf (2015) yang diantaranya Pekerja sosial menerapkan prinsip-prinsipnya
mencakup empat penyebab, faktor pewarisan meliputi accepatance, individualization, non
kekerasan pada masa kecil berpengaruh. Hal judmentalism, objectivity, dan self
ini menyebabkan harusnya ada upaya determination. Dengan prinsip-prinsip ini
rehabilitasi yang baik dan lebih khusus pada pekerja sosial malakukan proses
korban karena korban pun memiliki pendampingannya. Adapun proses
keterbatasan mental sehingga perilaku yang pendampingannya meliputi:
telah terjai tidak membuat korban menjadi
mengulanginya bagi orang lain ataupun 1. melakukan pendekatan awal (intake)
membentuk korban menjadi pribadi yang yang meliputi kontak dan pendekatan
berkencenderungan negatif dalam setiap pada klien yang merupakan korban.
dimensi kehidupannya. 2. Tahapan selanjutnya berkaitan
dengan assessment dimana pekerja
Peran Pekerja Sosial bagi intervensi sosial memahami masalah klien
Kasus dengan mendengarkan keluhan,
kekhawatiran ataupun kesulitan yang
a. Intervensi Pekerja Sosial Bagi dialaminya.
Korban 3. Membuat rencana pendampingan atau
Pekerjaan sosial merupakan suatu plan of treatment yang dapat
profesi yang bergerak di bidang pemberian membantu anak merancang sendiri
pertolongan. Secara sederhana profesi langkah-langkah pemecahan masalah
pekerjaan sosial juga dapat dinyatakan yang dialami yang berkaitan dengan
sebagai profesi yang memiliki kewenangan pemulihan psikologisnya.
keahlian dalam penyelenggaraan pelayanan 4. Melakukan pendampingan diantaranya
sosial (Wibhawa, 2015). Intervensi pekerjaan seperti yang telah disebutkan
sosial meliputi segala upaya guna sebelumnya yaitu pemberian motivasi
meningkatkan keberfungsian sosial individu, atau dukungan, pemberian terapi-
kelompok atau masyarakat. terapi untuk pengaturan emosi,
bekerjasama dengan berbagai
Peran pekerja sosial cukup luas multidisiplin ilmu untuk memberikan
berkaitan dengan lingkup individu, kelompok,

205
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

akses pada kebutuhan anak dan Selain intervensi pada kedua belah
proses pendampingan lainnya. pihak, intervensi yang berkaitan dengan
sosialisasi dan pencegahan juga harus coba
Fungsi advokasi dan referal juga harus dilakukan oleh berbagai pihak termasuk
dapat dimiliki oleh pekerja sosial dalam hal pekerja sosial yang dapat menjadi motor
membantu permasalahan korban. Fungsi ini pencegahan. Pekerja sosial yang bekerja
dilakukan untuk dapat menyambungkan dalam institusi strategis dapat diberikan
korban dengan sumber-sumber yang mampu kewenangan untuk memonitoring dan
memberikan pertolongan sehingga korban melakukan edukasi pada masyarakat untuk
merasa aman dan terlindungi (Rusyidi & mencegah terjadinya kekerasan pada anak
Raharjo, 2018). Kebutuhan-kebutuhan ini dalam segala bentuk apapun.
seperti kebutuhan akan layanan kesehatan,
hukum atau layanan lainnya. Pekerja sosial PENUTUP
harus mampu memastikan layanan-layanan
tersebut dapat diperoleh oleh korban. Kekerasan terhadap anak yang masih
marak terjadi harus segera diberikan perhatian
Akan tetapi fungsi-fungsi dan ruang yang serius. Terkhusus kekerasan banyak
ligkup pekerjaan sosial professional terkait dilakukan oleh orang terdekat korban. Proses
pada sistem politik dan sosial pada masing- pencegahan perlu dilakukan dengan sosialisasi
masing negara. Berdasarkan Rusyidi & dan monitoring berbagai pihak di dalam
Santoso (2018) pekerjaan sosial di Indonesia masyarakat.
khususnya dalam intervensi dalam kasus
kekerasan berperan sebagai pendamping yang Peningkatan penanganan antara
berada di rumah aman atau lembaga korban dan pelaku juga perlu diperhatikan.
peradilan. Pekerja sosial juga dapat berfungsi Kolaborasi berbagai pihak termasuk pekerjaan
sebagai konselor dan pelaksana rehabiitasi sosial khususnya di Indonesia dapat lebih
psikologi dan perilaku yang tetap berafiliasi ditingkatkan karena pekerja sosial dapat
dengan institusi atau masyarakat. Peran sangat bersinggungan langsung dengan ruang
advokasi juga sudah terlihat dengan pekerja lingkup ini. Proses kolaborasi berbagai
sosial berada pada banyak lembaga-lembaga multidisiplin ilmu akan lebih memberikan hasil
sosial yang menyalurkan sumber-sumber terbaik pemberian kesejahteraan bagi anak
bantuan pada korban-korban tindak dan pemberian hasil yang baik dalam proses
kekerasan. rehabilitasi pelaku.

b. Intervensi Pekerja Sosial Bagi DAFTAR PUSTAKA


Pelaku Ayah dan Anak Pelaku Inses di Lampung
Banyak ahli sepakat bahwa harus Terancam 15 Tahun Bui. (2019,
dapat dilakukan intervensi pula dari kedua Februari 25). Retrieved from CNN
belah pihak yang terlibat dalam kejahatan. Indonesia:
Tidak hanya pada korban namun juga pada https://www.cnnindonesia.com/nasion
pelaku sehingga kejahatan serupa dapat lebih al/20190225075836-12-372279/ayah-
ditanggulangi dengan lebih baik lagi (Feller, dan-anak-pelaku-inses-di-lampung-
dalam Rusyidi & Santoso, 2018). terancam-15-tahun-bui

Oleh karena hal tersebut maka pekerja Fitri, A. N., Riana, A. W., & Fedryansyah, M.
sosial dapat melaksanakan treatment bagi (2015). PERLINDUNGAN HAK-HAK
pelaku. Khususnya pada kasus kekerasan ANAK DALAM UPAYA PENINGKATAN
seksual yang dilakukan oleh pelaku maka KESEJAHTERAAN ANAK . PROSIDING
pekerja sosial bekerjasama dengan ahli KS: RISET & PKM , 46-47.
psikologi untuk dapat menangani pelaku Komnas Perempuan. (2019, Maret ). Lembar
secara psikis dan sosial. Dalam cakupan sosial, Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan
pekerja sosial memberikan treatment untuk Komnas Perempuan Tahun 2019 .
rehabilitasi sosial yang memulihkan proses
sosial melalui interaksi dan memulihkan Krismawati, Y. (2014). Teori Psikologi
rekonstruksi sosial yang berada pada faktor Perkembangan Erik H. Erikson dan
kognitif pelaku dengan proses treatment Manfaatnya Bagi Tugas Pendidikan
bertahap yang dilakukan pekerjaan sosial. Kristen Dewasa Ini. Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen, 46-56.

206
Focus: Jurnal
ISSN: 2620-3367 Vol. 2 No: 2 Hal: 198 – 207 Desember 2019
Pekerjaan Sosial

Noviana, I. (2015). KEKERASAN SEKSUAL Medaeng. Jurnal Psikologi Kepribadian


TERHADAP ANAK: DAMPAK DAN dan Sosial , 142-147.
PENANGANANNYA. Sosio Informa, 13-
28. Rusyidi, B., & Raharjo, S. T. (2018). PERAN
PEKERJA SOSIAL DALAM
Prayogo, S. (2016). PERILAKU MENYONTEK PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP
DALAM KAJIAN TEORI KOGNITIF SOSIAL PEREMPUAN DAN ANAK. Sosio
ALBERT Informa, 375-387.
BANDURA (Studi Pada Siswa Kelas
XI SMA Negeri 1 Tegineneng, Kecamatan Sakalasastra, P. P., & Herdiana, I. (2012).
Tegineneng, Dampak Psikososial Pada Anak
Kabupaten Pesawaran Tahun Ajaran Jalanan Korban Pelecehan Seksual
2015/2016). Tesis. Lampung: Universitas Yang Tinggal di Liponsos Anak
Lampung. Surabaya. Jurnal Psikologi Kepribadian
dan Sosial , 68-73.
Probosiwi, R., & Bahransyaf, D. (2015).
PEDOFILIA DAN KEKERASAN Tursilarini, T. Y. (2016). Inses: Kekerasan
SEKSUAL: MASALAH DAN Seksual dalam Rumahtangga terhadap
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK. Anak Perempuan . Jurnal PKS, 165-
Sosio Informa , 29-40. 178.

Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga: Wibhawa, B. R. (2015). Pengantar Pekerjaan


Konsep dan Realita di Indonesia. . Sosial. Bandung: Unpad Press.
Bogor: PT IPB Press. Wills., H. S. (2008). Konseling Keluarga.
Rakhmad, W. N. (2016). KEKERASAN Bandung: Alfabeta.
TERHADAP ANAK DALAM
KONSTRUKSI KORAN TEMPO . Jurnal
Ilmu Sosial, 53-62.
Riza, M., & Herdiana, I. (2012). Resiliensi pada
Narapidana Laki-laki di Lapas Klas 1

207

Anda mungkin juga menyukai