Anda di halaman 1dari 38

TM/MR

BAB 3
TEMPERATUR DAN PEMUAIAN

Disusun Oleh:

Nama : Debbi Yuliamora


NIM : 1907210205P
Kelas : A3 Malam

Dosen:
Dra indrayani M.Si

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
2020
BAB 3
TEMPERATURE DAN PEMUAIAN

3.1 Temperatur dan Skala Temperatur


3.1.1 Definisi Temperatur
Temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Panas-
dinginnya suatu bendaberkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam
benda tersebut. Makin besar energi termisnya,makin besar temperaturnya.
Suhu atau temperatur benda adalah besaran yang menyatakan derajat panas
suatu benda. Benda yang panas memiliki suhu yang tinggi, sedangkan benda yang
dinginkan memiliki suhu yang rendah. Perlu diketahui bahwa suhu merupakan
besaran, maka yang memiliki suhu tentu benda. Misalnya suhu es yang sedang
mencair, suhu air yang mendidih dan seterusnya. Jadi tidak ada suhu tempat atau
ruangan, yang ada adalah suhu udara di tempat atau ruangan. Zat yang berbeda
membutuhkan jumlah energi panas yang berbeda untuk kenaikan temperature
yang sama.hal ini di tunjukan oleh kapasitas panas spesifik zat tersebut, yaitu
0
jumlah energi untuk menaikan temprtur 1kg zat sebanyak 1 C. untuk air nilainya
adalah 4,2 KJ tetapi untuk mercury hanya 0,14 KJ.

3.1.2 Definisi Panas


Panas adalah suatu bentuk energi. Kita semua terbiasa dengan fakta bahwa
energi panas diproduksi dari pembakaran bahan bakar, dari listrik yang mengalir
melalui kawat industry atau dari makanan yang dicerna dalam tubuh. Tetapi
apakah sebenarnya energi panas itu? Semua zat mengandung energi panas dan hal
ini disebabkan oleh gerakan atau gerakan partikel (atom, molekul, ion).
Semua partikel yang menyusun suatu benda mengalami getaran dalam jumlah
besar maupun keccil. Peningkatan energi panas berhubungan dengan peningkatan
getaran didalam zat, penurunan energi panas berarti penurunan getaran pula.
3.1.3 Skala Temperatur

Perbandingan keempat jenis skala termometer diperlihatkan pada gambar di


bawah ini.

Gambar 3.1 Perbandingan suhu dalam berbagai skala

1. Termometer Celsius
Dibuat oleh Anders Celcius (1701 – 1744). Ia membuat termometer dengan titik
beku air pada skala 0 dan titik didih air pada skala 100. Termometer buatannya
dikenal sebagai termometer Celcius dengan satuan suhu dalam derajat Celcius
o o
( C). Jadi, termometer celcius mempunyai titik bawah 0 C dan titik atasnya
o
100 C.
2. Termometer Reamur
Dibuat oleh Antoine Ferchault de Reamur (1683 – 1757). Termometer
rancangannya disebut sebagai termometer Reamur dengan titik acuan bawah
o o
0 R dan titik acuan atas 80 R.
3. Termometer Fahrenheit
Dibuat oleh Gabriel Daniel Fahrenheit (1686 – 1736). Ia menetapkan titik beku
o o
air pada skala 32 sebagai titik acuan bawah dan titik didih air pada skala 212 C
sebagai titik acuan atas. Termometer hasil rancangannya disebut termometer
o
Fahrenheit dengan satuan suhu derajat Fahrenheit ( F).
4. Termometer Kelvin
Dibuat oleh Lord Kelvin (1824 – 1904). Ia merancang termometer yang
dikenal sebagai termometer Kelvin. Termometer ini mempunyai titik acuan
bawah 273 dan titik acuan atas 373. Skala satuan suhu termometer ini
dinyatakan dalam Kelvin (K) tanpa derajat.
Berdasarkan penetapan skala beberapa termometer di atas, maka dapat
dibuat perbandingan skala termometer Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin
yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.1 Perbandingan Skala Termometer


Jenis Titik Tetap Selisih
Titik Tetap Bawah
Termometer Atas (Jumlah Skala)
o o
Celcius 0 C 100 C 100
o o
Reamur 0 R 80 R 80
o o
Fahrenheit 32 F 212 F 180
Kelvin 273 K 373 K 100

3.1.4 Alat Ukur Suhu


Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dinamakan termometer.
Termometer telah dibuat dalam berbagai jenis. Jenis-jenis tersebut disesuaikan
dengan kegunaan masing-masing. Juga jangkauan pengukuran satu termometer
dengan termometer lainnya berbeda, sesuai dengan di mana termometer itu akan
digunakan. Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh hanya
berjangkauan sekitar 30 °C – 50 °C. Penyebabnya adalah tidak ada manusia yang
memiliki suhu badan di bawah 30 °C dan di atas 50 °C. Jadi akan percuma saja
membuat skala di bawah 30 °C dan di atas 50 °C.

3.1.5 Warna Suhu


Warna suhu merepresentasikan penampakan visual cahaya. Konsep warna
suhu memiliki peran penting dalam bidang fotografi, pencahayaan, videografi,
penerbitan, manufaktur, astrofisika, dan sejumlah bidang lain yang berkaitan
dengan warna. Warna suhu berkaitan dengan peristiwa radiasi benda. Jika benda
dipanaskan maka warnanya akan berubah. Pada suhu rendah warnanya merah dan
pada suhu tinggi warnanya berubah menjadi biru. Di tempat pandai besi, warna
besi yang dibakar berubah dari merah menjadi biru ketika suhu maskin tinggi.
Kaitan antara warna dan suhu benda inilah yang melahirkan konsep warna suhu.
Gambar 3.3 memperlihatkan suhu dan warna yang dihasilkan benda hitam
ketika berada pada suhu tersebut. Tampak bahwa makin tinggi suhu benda maka
warnanya bergeser ke arah biru.

Gambar 3.3 Bermacam-macam suhu benda dan warna yang berkaitan dengan suhu
tersebut.

3.2 Pemuaian Termal


Pemuaian adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi bertambah
panjang, lebar, luas, atau berubah volumenya karena terkena panas (kalor).
Pengalaman manusia selama ini menunjukkan bahwa semua benda memuai jika
mengalami kenaikan suhu. Sebaliknya benda mengkerut jika suhunya menurun.
Memuai artinya ukurannya membesar, baik ukuran panjang, lebar, tinggi, luas,
maupun volume. Besar pemuaian berbeda pada benda yang berbeda. Ada benda
yang sangat mudah memuai sehingga kenaikan suhu sedikit saja sudah cukup
membuat ukuran benda yang dapat diamati mata. Sebaliknya ada benda yang sulit
memuai sehingga meskipun suhu bertambah cukup besar, ukuran benda hampir
tidak mengalami perubahan.

3.2.1 Pemuaian Zat


Pemuaian Zat Padat, Cair, dan Gas- Pemuaian zat adalah peristiwa perubahan
geometri dari suatu benda karena pengaruh panas (kalor). Perubahan geometri ini bisa
meliputi bertambahnya panjang, lebar, maupun volume. Pemuaian biasanya diiringi
dengan kenaikan suhu zat. Sobat mungkin pernah melihat rel kereta yang bengkok,
itu adalah contoh peristiwa pemuaian (yang merugikan). Selain contoh pemuaian
yang merugikan, masih banyak contoh pemuaian yang menguntungkan. Misalnya saja
pemuaian cairan merkuri pada termometer.
Selain termometer, masih ada contoh sederhana yang bisa kita lihat dari pemuaian
bimetal. Pemuaian bimetal ini banyak digunakan di alat-alat listrik seperti setrika dan
sekring yang prinsipnya sebagai safety tool dari kebakaran maupun korsleting.

3.2.2 Jenis Jenis Pemuaian Zat


1. Pemuaian Zat Padat
Pemuaian zat padat merupakan peristiwa bertambah panjang, lebar, atau
volume suatu benda padat karena pengaruh panas (kalor). Contoh pemuaian
zat padat seperti pemuaian rel kereta yang telah disebutkan tadi. Benda
padat pada prinsipnya mengalami pemuaian di semua bagian benda tersebut
(volume) tapi guna memudahkan mempelajarinya, pemuaian zat padat
dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Pemuaian Panjang
Jika temperatur dari sebuah benda naik, kemungkinan besar benda
tersebut akan mengalami pemuaian. Misalnya, sebuah benda yang
memiliki panjang L0 pada temperatur T akan mengalami pemuaian
panjang sebesar ΔL jika temperatur dinaikan sebesar ΔT.
Secara matematis, perumusan pemuaian panjang dapat dituliskan
sebagai berikut.dengan α adalah koefisien muai panjang. Satuan dari α
adalah kebalikan dari satuan temperatur skala Celsius (1/ °C) atau kelvin
(1/K).
Tabel 3.2 Koefisien muai panjang, sejumlah zat
pemuaian panjang adalah pertambahan panjang benda akibat
pengaruh suhu (1 dimensi). Coba amati kabel listrik yang terlihat lebih
kendor di siang hari jika dibanding pada pagi hari, itulah contoh dari
muai pemuaian panjang. Besarnya pemuaian zar tergantung pada
konstanta muai panjang zat dan nilai konstanta tersebut akan berbeda-
beda untuk tiap zatnya. Alat yang digunakan untuk menyelidiki
pemuaian panjang berbagai jenis zat padat adalah musschenbroek.

Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh panjang mula-


mula benda, besar kenaikan suhu, dan tergantung dari jenis benda.
Rumus pemuaian panjang :
∆L =  . L0 . ∆T
Dengan :
ΔL = besarnya pemuaian panjang
Lo = panjang mula-mula
α = konstanta pemuaian
ΔT = selisih suhu
L = Lo (1 + α.ΔT) (L adalah panjang setelah dipanaskan)

2) Pemuaian Luas
Sebuah benda yang padat, baik bentuk persegi maupun silinder,
pasti memiliki luas dan volume. Seperti halnya pada pemuaian panjang,
ketika benda dipanaskan, selain terjadi pemuaian panjang juga akan
mengalami pemuaian luas. Perumusan pada pemuaian luas hampir sama
seperti pada pemuaian panjang.
Dengan β adalah koefisien muai luas. satuan dari β adalah 1/K sama
seperti koefisien muai panjang (α). Coba Anda perhatikan sebuah tembaga
berbentuk persegi sama sisi. Misalkan, panjang sisi tembaga adalah L0 maka
2
luas tembaga adalah L0 . Jika tembaga tersebut dipanasi sampai

terjadi perubahan temperatur sebesar T maka sisi-sisi tembaga akan


memuai dan panjang sisi tembaga menjadi L0 + ΔT. Luas tembaga
2
setelah memuai akan berubah menjadi (L0 + ΔT) dan perubahan luas
setelah pemuaian adalah dari perumusan koefisien muai luas Oleh karena
2
perubahan panjang ΔL tembaga sangatlah kecil maka nilai ΔL dapat
diabaikan. Jika ditulis ulang, persamaan tersebut menjadi :
∆A = . Ao.∆T
∆ A = . Ao. ∆T
A= A0(1 +  . T)
Dengan :
Ao = Luas Sebelum dipanaskan
A = luas setelah pemanasan
ΔA = penambahan luas
β = koefisien muai luas
ΔT = selisih suhu (kenaikan suhu)

3) Pemuaian Volume
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, setiap benda yang padat
pasti memiliki volume. Jika panjang sebuah benda dapat memuai ketika
dipanaskan maka volume benda tersebut juga ikut memuai. Perumusan
untuk pemuaian volume sama dengan perumusan panjang dan luas, yaitu
dengan γ adalah koefisien muai volume Perlu Anda ketahui terdapat
hubungan antara α dan β terhadap waktu γ , yaitu Pemuaian volume sama
juga dengan pertambahan atau pemuaian panjang secara 3 dimensi.
Karena itu muai volume sama juga dengan tiga kali muai panjang.
Pemuaian volume suatu zat tergantung pada koefisien muai volumenya γ
(gamma) dimana γ = 3α. Adapun persamaannya :

Dengan :

ΔV = penambahan volume
Vo = volume awal
ΔT = kenaikan suhu
γ = koefisien muai volume
2. Pemuaian Zat Cair
Jika zat padat mempunyai koefisien muai panjang, luas dan ruang, maka zat
cair hanya memiliki koefisien muai ruang saja. Hal ini disebabkan karena
zat cair memiliki bentuk yang berubah-ubah. Persamaannya sama dengan
persamaan muai volume pada zat padat. Tetapi tidak berlaku bagi air pada
suhu 0-4°C. akan tetapi bila diluar daerah suhu tersebut, maka
persamaannya berlaku. Berikut ini tabel koefisien muai ruang berbagai zat.

Tabel 3.3 Koefisien Muai Ruang Berbagai zat

-6 -1
Zat Koefisien Muai Ruang γ (10 °C )
Aluminium 75
Kuningan 56
Tembaga 50
Besi/Baja 35
Timbal 87
Kaca pyrex 9
Kaca biasa 27
Air 210
Alkohol 1100

3. Pemuaian Gas
Gas hanya mempunyai oefisien muai ruang sama seperti air. Gas dipengaruhi
oleh suhu terhadap volume, suhu terhadap tekanan dan tekanan terhadap
volume
1) Pengaruh Suhu Terhadap Volume (Tekanan konstan, volume meningkat)

2) Pengaruh Suhu Terhadap Tekanan (Volume konstan, tekanan meningkat)

3) Pengaruh Tekanan Terhadap Volume (Volume dan tekanan konstan)


Dengan :
Po = Tekanan mula-mula
Vo = volume mula-mula
ΔT = selisih suhu
γ = koefisien muai volume

3.2.3 Aplikasi Sifat Pemuaian Zat


Aplikasi tersebut sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita,
1. Termometer

Gambar 3.4 (kiri) Keadaan zat cair dalam termometer pada suhu T 0 dan
(kanan) keadaan zat cair pada suhu T. Perubahan suhu menyebabkan
perubahan volum zat cair dalam termometer sehingga terdesak naik atau
turun pada kolom.

2. Saklar Bimetal
Gambar 3.5 Prinsip kerja saklar bimetal. Pada suhu T0 bimetal lurus.
Kontak terbentuk dan arus mengalir. Heater mengalami pemanasan. Ketika
dicapai suhu yang tinggi, bimetal melengkung sehingga kontak terputus.
Arus berhenti dan pemanasan heater berhenti.

3. Rel Kereta Api

Gambar 3.6 Batang rel kereta api pada suhu T0 dan suhu T (lebih tinggi).
Rel bertambah panjang karena pemuaian sehingga celah antar rel
menyempit. Ukuran celah harus cukup sehingga pada saat pemuaian tidak
terjadi dorongan antar rel yang menyebabkan rel bengkok.

4. Pemasangan Beton Jembatan


Banyak jembatan dibangun dengan teknologi precast. Artinya
batang-batang beton dicor di tempat lain. Setelah kering dan kuat
diangkut ke tempat pembangunan jembatan. Pada saat pemasangan,
antara batang yang satu dengan batang lainnya tidak boleh bersentuhan.
Harus disediakan celah yang cukup bagi batang untuk memuai sehinggan
tidak terjadi saling dorong antar ujung
Gambar 3.7 Celah antara batang beton sebagai ruang bagi terjadinya
pemuaian panjang. Dengan adanya celah tersebut maka pemuaian panjang
beton tidak menyebabkan saling dorong antar batang beton yang dapat
menyebabkan beton pecah.

5. Kabel Jaringan Listrik


Jika kita melihat kabel transmisi litrik tampak bahwa kabel tersebut
dipasang agak kendor (menggelantung) seperti diilustrasikan pada Gambar
dibawah ini. Tujuan pemasangan demikian adalah untuk menghindari
putusnya kabel ketika suhu turun. Jika suhu turun maka panjang kabel
berkurang. Jika awalnya kabel dipasang terlalu kencang maka pada saat
panjang kabel berkurang akibat suhu turun, tarikan kabel pada tiang makin
kencang. Ini dapat menyebabkan kabel putus. Pemasangan seperti ini sangat
diperhatikan di daerah yang mengalami musim dingin. Saat musim dingin,
suhu lingkungan dapat mencapai di bawah nol derajat celcius.

Gambar 3.8 (atas) Pada saat pemasangan, kabel transmisi listrik harus
sedikit dilonggarkan (menggelantung) sehingga saat terhadi penurunan suhu
lingkungan tidak terjadi tegangan yang besar akibat memendeknya kabel
(bawah). Tegangan yang terlampau besar dapat menyebabkan kabel putus.
TM/MR

BAB 4
KALOR JENIS, KALORIMETER DAN
PERPINDAHAN KALOR

Disusun Oleh:

Nama : Debbi Yuliamora


NIM : 1907210205P
Kelas : A3 Malam

Dosen:
Dra indrayani M.Si

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
2020
BAB 4
KALOR JENIS, KALORIMETER DAN PERPINDAHAN KALOR

4.1 Pengertian Kalor


Kalor adalah bentuk energi yang bergerak dari suatu benda pada suhu tinggi
ke benda pada suhu lebih rendah jika kedua benda tersebut saling bersentuhan.
Pengertian kalor berbeda dari suhu. Suhu adalah ukuran derajat panas atau dingin
suatu benda, sedangkan kalor adalah ukuran banyaknya panas.
Karena suhu benda sebanding dengan kandungan kalor yang dimilikinya,
yakni energi gerak atom atau molekul yang dapat terdiri dari translasi, rotasi,
maupun vibrasi (Ishaq, 2007:236). Sebelum abad ke – 17, orang beranggapan
bahwa kalor merupakan zat yang pindah dari benda bersuhu tinggi ke benda yang
bersuhu rendah. Jika kalor merupakan zat, tentu mempunyai masa. Ternyata
benda yang suhunya naik, massanya tidak berubah, jadi kalor bukan zat.

4.2 Menyatakan Kuantitas Kalor


Orang yang pertama kali menentukan relasi antara satuan kalori dan joule
adalah Joule itu sendiri. Ia melakukan percobaan yang sangat sederhana. Skema
percobaan Joule tampak pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Percobaan Joule untuk mencari hubungan antara satuan kalori
dan satuan joule
Percobaan Joule dapat dijelaskan sebagai berikut. Air murni dimasukkan
dalam tangki yang berisi baling-baling. Tangki tersebut tersekat dengan baik
sehingga tidak ada kalor yang dapat masuk atau keluar. Balingbaling dihubungkan
dengan beban melalui katrol. Beban yang bermassa m dilepas dari keadaan diam.
Setelah turun sejauh h, laju beban diukur. Kalau beban bermassa m yang jatuh
tidak memutar baling-baling maka energi kinetik beban saat turun sejauh h sama
dengan pengurangan energi potensial beban
2
Persamaan yang tepat menjelaskan percobaan Joule adalah mgh = (1/2)mv
+ Q, dengan Q adalah jumlah kalor yang dihasilkan. Joule mengukur pertambahan
energi air dan kehilangan energi kinetik beban. Joule sampai pada kesimpulan
bahwa untuk menaikkan suhu satu kilogram air murni sebesar satu derajat celcius
maka perlu kehilangan energi kinetik sebesar 4,184 Joule. Dengan demikian,
kesetaraan satuan kalor dan satuan joule yang diterima hingga saat ini adalah

1 Kal = 4,184 Joule atau 1 J = 0,239 Kal

4.3 Pengaruh Kalor Terhadap Benda


Ketika benda menyerap kalor maka getaran atom dalam benda tersebut akan
meningkat. Getaran makin kencang jika kalor yang diserap makin besar. Ini akan
menimbulkan sejumlah fenomena yang dapat kita amati, baik secara langsung
menggunakan indera maupun dengan menggunakan alat ukur.

4.3.1 Kalor dapat mengubah suhu benda


Kalor merupakan energi yang diterima atau dilepaskan suatu benda. Kalor yang
diterima suatu benda bisa berasal dari matahari, api, atau benda lain. Kalor yang
diterima oleh benda dapat mengubah suhu benda. Ketika kalor diberikan kepada air,
maka suhu air bertambah. Makin banyak kalor yang diberikan makin banyak pula
perubahan pada suhu air. Bila kalor terus diberikan, lama kelamaan air akan
mendidih. Ketika air sudah mendidih suhu air tidak akan bertambah melainkan tetap.
Dapat disimpulkan bahwa kalor mengubah suhu benda. Hal serupa adalah ketika kita
letakkan batang besi dingin di dekat api. Suhu batang besi lama-lama meningkat
akbiat menyerapan kalor.
4.3.2 Kalor dapat mengubah wujud zat
Perubahan wujud gas yang disebabkan oleh kalor diantara lain
a. Perubahan wujud dari padat menjadi cair dan sebaliknya. Contoh fenomena ini
terjadi pada lilin yang sedang menyala.
b. Perubahan wujud dari cair menjadi gas dan sebaliknya. Fenomena ini terjadi
pada peristiwa memasak air dan terjadinya fenomena hujan
c. Perubahan wujud dari padat menjadi gas dan sebaliknya. Peristiwa ini terjadi
pada kapur barus yang menyublin, yang mengubah kapur barus menjadi gas.
Sedangkan benda gas yang berubah menjadi benda padat dicontohkan pada
asap kenalpot. Asap kenalpot berubah menjadi benda padat ketika menyentuh
permukaan dalam kenalpot.
d. Menguap, Mengembun dan Mendidih
e. Melebur dan Membeku. Melebur merupakan peristiwa perubahan wujud zat
dari padat menjadi cair. Sedangkan membeku adalah kebalikannya, yaitu
perubahan bentuk zat dari cair menjadi padat. Peristiwa melebur dan membeku
sering kita jumpai dalam hidup kita, misalnya saja peristiwa meleburnya keju
yang dipanaskan di atas wajan, es krim yang meleleh saat di tangan. Dan
peristiwa membeku kita jumpai pada saat membuat es batu. Untuk melebur, zat
memerlukan kalor, dan pada waktu melebur suhu zat tetap. Sebaliknya untuk
membeku, zat melepaskan kalor, dan pada waktu membeku, suhu zat tetap.

Tabel 4.1 Kalor lebur berbagai zat

Zat Titik Lebur (°C) Kalor Lebur (J/Kg)


Air 0 336000
Alkohol -97 69000
Raksa -39 120000
Aluminium 660 403000
Tembaga 1082 206000
Platina 1769 113000
Timbale 327 25000

4.4 Kapasitas Kalor


Untuk membedakan benda satu dengan benda lain berdasarkan berapa besar
perubahan suhu apabila diberikan energi kalor maka kita definisikan suatu besaran
yang dinamakan kapasitas kalor. Besaran tersebut memiliki rumus:
Dengan :
C = kapasitas kalor (J/°C atau kal/K)
Q = jumlah kalor yang diberikan atau ditarik dari benda tersebut (kal atau J)
T = perubahan suhu benda. (°C atau K)

Persamaan (4.2) jelas mengatakan bahwa:


- Jika kapasitas kalor sebuah benda bernilai besar maka diperlukan kalor yang
banyak untuk mengubah suhu benda.
- ebaliknya, jika kapasitas kalor sebuah benda bernilai kecil maka cukup
diperlukan kalor sedikit untuk mengubah suhu benda.

Kapasitas Kalor Bukan Sifat Khas Benda. Masukkan air dalam panic lalu
tempatkan di atas kompor yang menyala. Lakukan berkali-kali dengan jumlah air
yang berbeda. Jangan lupa mengukur suhu air sebelum ditempatkan di atas
kompor dan suhu saat melakukan pemanasan. Apa yang akan kamu amati?
“Jika jumlah air makin banyak maka perlu pemanasan lebih lama untuk
menaikkan suhu air 1°C.”

Pemanasan lebih lama bermakna pemberian kalor lebih banyak. Jadi, untuk
menaikkan suhu sebesar 1°C, air yang lebih banyak memerlukan kalor lebih
banyak. Kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu air sebesar 1°C merupakan
definisi kapasitas kalor. Jadi kita simpulkan:
a) Kapasitas kalor suatu zat makin besar jika massa zat makin besar.
b) Kapasaitas kalor suatu zat bukan merupakan besaran yang khas.
c) Zat yang sama memiliki kapasitas kalor yang berbeda jika massanya berbeda
d) Zat yang berbeda dapat memiliki kapasitas kalor yang sama jika memiliki
perbandingan massa tertentu. Contohnya, kapasitas kalor 1 kg tembaga sama
dengan kapasitas kalor 3 kg emas sama dengan kapasitas kalor 0,43kg
aluminium = kapasitas kalor 0,83 kg baja.
Gambar 4.2 (atas) Zat yang sama memiliki kapasitas kalor yang berbeda jika massanya
berbeda. (bawah) Zat yang berbeda dalam memiliki kapasitas kalor yang sama.

4.5 Kalor Jenis


Tabel 4.2 adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu air, besi, dan
aluminium sebesar 1°C. Jumlah massa masing-masing zat berbedabeda. Perhatikan
kolom paling kanan dalam Tabel 4.2. Kapasitas kalor dibagi massa selalu sama
nilainya untuk zat yang sama. Berapa pun massa zat maka perbandingan kapasitas
kalor dengan massa selalu tetap. Kita simpulkan bahwa perbandingan kapasitas kalor
dan massa merupakan sifat khas suatu zat. Besaran ini kita namai kalor jenis, dan
dihitung dengan persamaan:
C = C/m
Dengan :
m = massa benda (kg)
c = kalor jenis (kal/kg°C atau J/kg°C)
Tabel 4.2 Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sejumlah zat pada berbagai
massa sebesar 1°C.

Kalor untuk
Kapasitas Kapasitas
menaikkan
Zat/Massa kalor kalor/massa
suhu sebesar 1°C
(kkal/°C) (kkal/kg°C)
(kkal)
Air
2 kg 2 2 1
5 kg 5 5 1
20 kg 20 20 1
Besi
0,5 kg 0,0555 0,0555 0,111
4 kg 0,444 0,444 0,111
10 kg 1,111 1,111 1,111
Alumuni
um
0,1 kg 0,0214 0,0214 0,214
1,8 kg 0,3852 0,3852 0,214
9,5 kg 2,033 2,033 0,214

Tabel 4.3. Kalor jenis sejumlah zat


Kalor Jenis
Zat
Satuan kal/g
°C Satuan J/g °C
Udara (tekanan 1 atm,
suhu
0,24 1,0035
0°C)
Aluminium 0,214 0,897
Argon 0,124 0,5203
Tembaga 0,092 0,385
Intan 0,122 0,5091
Etanol 0,583 2,44
Kaca 0,2 0,84
Grafit 0,17 0,710
Emas 0,03 0,129
Hidrogen 3,418 14,30
Besi 0,108 0,450
Timbal 0,031 0,129
Air raksa 0,033 0,1395
Lilin 0,598 2,5
Perak 0,056 0,233
Titanium 0,125 0,523
Baja 0,111 0,466
Air 1,00 4,184
Es 0,504 2,108
Seng 0,092 0,387

4.6 Kalor Lebur


Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk melebur zat padat menjadi zat cair?
Jumlah kalor tersebut bergantung pada mass zat yang akan dilebur serta jenis zat.
Besar kalor yang diperlukan memenuhi persamaan :
= . ( .)

Dengan:
m = massa zat yang dilebur (kg)
L = kalor lebur zat (kal/kg atau J/kg).

Tabel 4.4 Kalor lebur zat padat dan suhu peleburan


4.7 Kalor Uap
Jika air yang bersuhu 100 oC diberi kalor terus maka suhunya tidak berubah,
yaitu tetap 100 °C. Yang terjadi adalah volume air makin sedikit. Ini berarti air
mengalami penguapan. Molekul-molukul air mulai lepas dari air dan menjadi molekul
bebas (uap air). Proses ini disebut penguapan dan suhu 100 °C untuk air disebut titik
uap. Pertanyaan selanjutnya adalah, berapa kalor yang diperlukan untuk menguapkan
satu kilogram air pada titik uapnya? Kalor yang diperlukan untuk mengubah zar cair
menjadi gas seluruhnya (menguapkan) memenuhi persamaan:
Q = m.u
. ( . )

Dengan:
m = massa zat (kg)
U = kalor uap (kal/kg atau J/kg).

Tabel 4.5 Kalor uap zat padat dan suhu penguapan atau titik uap
4.8 Azas Black
Hukum kekekalan energi dalam bentuk kalor disebut juga dengan Azas Black.
Sesuai dengan hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan
dimusnahkanm tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi
lainnya. Dalam hukum kekekalan energi kalor, kalor yang dilepaskan suatu benda
sama dengan kalor yang diterima suatu benda lainnya. Melalui azas black ini dapat
ditentukan kalor jenis suatu zat dengan alat kalorimeter.
Kekekalan energi pada pertukaran kalor pertama kali ditemukan oleh seorang
ilmuwan Inggris Joseph Black dengan pernyataan: kalor yang dilepaskan oleh air
panas (Q lepas) sama dengan kalor yang diterima air dingin (Q terima). Secara
matematis pernyataan tersebut dapat ditulis dengan :
Q Lepas = Q Terima

4.9 Laju Perpindahan Kalor


Kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah.
Perpindahan kalor berhenti ketika suhu kedua benda sudah sama. Kondisi ketika dua
benda memiliki suhu sama disebut kesetimbangan panas atau kesetimbangan termal.
Selama ada perbedaan suhu maka kalor selalu berpindah hingga tercapai
kesetimbangan panas.
Gambar 4.3 Tiga cara perpindahan kalor: konduksi, konveksi, dan radiasi.

1. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor dari satu tempat ke tempat lain melalui
benda. Tetapi selama kalor berpindah tidak ada bagian benda maupun atom atau
molekul penyusun benda yang ikut berpindah. Berdasarkan kemampuan
kemudahannya menghantarkan kalor, zat dapat dibagi menjadi : konduktor yang
mudah dalam menghantarkan kalor dan isolator yang lebih sulit dalam menghan
tarkan kalor. Contoh konduktor adalah aluminium, logam besi, dsb, sedangkan contoh
isolator adalah plastik, kayu, kain, dan lain-lain. Besar kalor yang mengalir persatuan
waktu pada proses konduksi ini tergantung pada :
a. Berbanding lurus dengan luas penampang batang.
b. Berbanding lurus dengan selisih suhu kedua ujung batang, dan
c. Berbanding terbalik dengan panjang batang.
Ukuran kemampuan zat menghantar kalor dikenal dengan konduktivitas
panas.
Tabel 4.6 Konduktivitas panas sejumlah zat

2. Konveksi
Konveksi Adalah proses perpindahan kalor yang terjadi yang disertai dengan
perpindahan pergerakan fluida itu sendiri. Ada 2 jenis konveksi, yaitu konveksi
alamiah dan konveksi paksa. Pada konveksi alamiah pergerakan fluida terjadi karena
perbedaan massa jenis, sedangkan pada konveksi paksa terjadinya pergerakan fluida
karena ada paksaan dari luar. Contoh konveksi alamiah : nyala lilin akan
menimbulkan konveksi udara disekitarnya, air yang dipanaskan dalam
panci, terjadinya angin laut dan angin darat, dsb. Contoh konveksi paksa : sistim
pendingin mobil, pengering rambut, kipas angin, dsb.
Konveksi hanya terjadi di dalam benda yang memiliki atom atau molekul
yang dapat bergerak bebas. Benda seperti ini adalah fluida yang terdiri dari zat cair
dan gas. Jadi, konveksi terjadi dalam zat cair atau gas. Ketika air di dalam panci
dipanaskan maka bagian air yang menerima panas adalah bagian yang bersentuhan
dengan panci, khususnya bagian dasar panci. Namun, lama-lama seluruh bagian air
menjadi panas karena adanya aliran molekul air dari bawah ke atas. Aliran tersebut
mendesak air yang dingin yang berada di atas untuk turun sehingga mengalami
pemanasan.
3. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui medium. Ruang antara
matahari dan bumi kebanyakan hampa. Tetapi panas matahari dapat mencapai
bumi. Ini salah satu bukti bahwa kalor dapat merambat tanpa perlu medium.
Lampu pijar mengandung filamen di tengahnya (kawat kecil). Ruang antara
filamen adan kaca lampu adalah hampa. Ketika lampu disambung ke tegangan
listrik PLN maka filamen memanas. Suhunya bisa mencapai 5.000 °C. Tetapi
panas dapat dirasakan sampai ke kaca lampu dan bisa juga dirasakan sampai di
luar . Ini menunjukkan bahwa panas filamen dapat merambat melalui ruang hampa
dalam lampu hingga mencapai lokasi di luar lampu.
Udara adalah penghantar panas yang tidak baik. Ketika kita menyalakan api
unggun maka dalam sekejap kita yang duduk sekitar setengah meter dari api unggun
merasakan panas. Ini bukan karena panas merambat melalui udara, tetapi panas
merambat melalui radiasi. Kalau menunggu panas merambat melalui udara maka
diperlukan waktu yang lama bagi kita yang duduk setengah meter dari api unggun
untuk merasakan panas.

4.10 Pemanfaatan Sifat Kalor


Setelah mengetahui sejumlah sifat kalor maka para ahli memikirkan
pemanfaatannya bagi manusia. Berikut ini adalah sejumlah pemanfaatan yang kita
ketahui selama ini.
- Cairan Radiator
- Penyulingan Air
- Pembuatan Garam
- Setrika
- Termos
- Sandal
- Pegangan Alat Masak
- Pendingin IC processor
TM/MR

BAB 5
HUKUM KE NOL DAN KE SATU TERMODINAMIKA

Disusun Oleh:

Nama : Debbi Yuliamora


NIM : 1907210205P
Kelas : A3 Malam

Dosen:
Dra indrayani M.Si

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
2020
BAB 5
HUKUM KE NOL DAN PERTAMA THERMODINAMIKA

5.1 Istilah Dan Besaran Fisis Dalam Thermodinamika


Thermodinamika merupakan cabang fisika yang mempelajari hubungan
antara kalor, energi mekanik, serta aspek dari energi dan perpindahannya.
1. Sistem dan Lingkungan. Sistem adalah suatu bagian terpisah yang menjadi
pusat perhatian dapat berupa ruang atau benda, dan lingkungan adalah
sesuatu diluar sistem yang dapat mempengaruhi keadaan sistem secara
langsung.
2. Kesetimbangan. Ada tiga macam kesetimbangan dalam Thermodinamika,
pertama kesetimbangan mekanis, kesetimbangan kimia, dan kesetimbangan
termal.
3. Pengertian kalor. Kalor merupakan energi yang berpindah akibat perbedaan
suhu antara sistem dan lingkungannya. Sistem dapat melepaskan kalor ke
lingkungan, sebaliknya lingkungan juga dapat memberi kalor kepada sistem.
4. Pengertian Usaha dalam Thermodinamika. Usaha Luar Usaha luar
dilakukan oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau kalor
dikurangi (didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada gas
yang menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan oleh
gas tersebut.
W = P (V2-V1) =P.ΔV
Dengan :
W = Usaha yang dilakukan gas terhadap lingkungan.
P = Tekanan
V = Volume

Dengan demikian untuk setiap proses dengan volume tetap (V1=V2),


usaha yang dilakukan sistem bernilai nol.
 Jika V2 > V1, berarti usaha (W) dilakukan oleh sistem dan usaha ini
bertanda positif (+).
 Sebaliknya jika V2 < V1 berarti usaha (W) dilakukan pada sistem, dan
usaha ini bertanda negatif.

5. Energi Dalam (Energi Internal) Didalam sistem terdapat partikel yang selalu
bergerak. Jika energi tiap partikel adalah Ek, sedangkan didalam sistem
terdapat N partikel, energi dalam (U) yang dimiliki sistem itu dapat
dirumuskan dengan :
U = N. Ek (persamaan 5.2)
Energi dalam bersifat konservatif, yang artinya besarnya tidak bergantung
pada lintasan atau proses yang dilalui, melainkan hanya bergantung pada
keadaan awal dan keadaan akhir sistem.

Tabel 5.1 Besaran-Besaran Sistem Termodinamika


Simbol Simbol Ket Harga
Besaran Satuan
Besaran Satuan Satuan
Entropi s Kj/kg.K
Massa M Kilogram kg
Waktu T Detik s
Temperatur T Kelvin K 1K = 273,15
2
Luas A Meter persegi m
Volume V Meter kubik m3
Gaya F Newton N 1N = 1 kgms-2
Tekanan P Pascal Pa 1Pa = 1 N/m2
Entalpi h Kj/kg
Energi dalam u Kj/kg

5.2 Persamaan Gas Ideal


Gas ideal sebenarnya tidak ada di alam. Gas ideal merupakan
penyederhanaan atau idealisasi dari gas yang sebenarnya (gas nyata) dengan
membuang sifat-sifat yang tidak terlalu signifikan sehingga memudahkan analisis.
Namun orang dapat menciptakan kondisi sehingga gas nyata memiliki sifat-sifat
yang mendekati sifat-sifat gas ideal. Beberapa sifat gas ideal sebagai berikut:
1. Tidak ada interaksi antar molekul-molekul gas
2. Molekul-molekul gas dapat dipandang sebagai partikel-partikel yang
ukurannya dapat diabaikan (dapat dianggap nol).
3. Dalam satu wadah partikel gas bergerak secara acak ke segala arah.
Tumbukan antar molekul gas maupun tumbukan antar molekul gas dengan
dinding wadah bersifat elastik sempurna sehingga energi kinetik total
molekul-molekul gas selalu tetap.

5.2.1 Hukum Boyle


Dalam membahas teori kinetik gas berkaitan erat dengan hubungan antara
besaran-besaran yang menentukan keadaan gas. Keadaan gas yang menempati
sebuah ruang tertutup ditentukan oleh volume (V), tekanan/pressure (P) dan
suhu/temperature (T). Besaran-besaran yang menentukan keadaan gas ini disebut
dengan variabel keadaan. Jika proses gas ditinjau dengan suhu tetap, proses
tersebut disebut dengan proses isotermal, proses dengan tekanan tetap disebut
dengan proses isobarik dan proses dengan volume tetap disebut proses isobarik.
Ada beberapa hukum yang berhubungan dengan variabel-variabel keadaan
tersebut seperti Hukum Boyle dan Hukum Gay-Lussac.
Hukum Boyle yaitu hukum fisika yang menjelaskan bagaimana kaitan
antara tekanan dan volume suatu gas. Penemu hukum boyle adalah Robert Boyle
(1627-1691), dia melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
tekanan dan volume gas pada suhu yang konstan. Dari hasil penelitiannya, Robet
Boyle menemukan bahwa hasil kali tekanan dan volume gas dalam ruangan
tertutup adalah tetap/konstan Hukum Boyle, yang berbunyi :
“Pada suhu tetap, tekanan gas di dalam ruang tertutup berbanding terbalik
dengan volumenya”
Gambar 5.1 (a) Skema percobaan Boyle. (b) Hubungan antara volume dan
tekanan gas pada suhu konsntan. Tekanan gas berbanding terbalik dengan
volumu.

Dari hukum Boyle tersebut berarti hasil kali tekanan dan volume gas dalam
ruang tertutup adalah konstan (tetap) asalkan suhu gas tetap. Rumusnya :
P.V = c
Dimana c = bilangan tetap (konstanta)
Bila tekanan diubah maka volume gas juga berubah maka rumus di atas
dapat ditulis sebagai berikut.
P1.V1 = P2.V2
Dengan :
P1 = tekanan gas mula-mula (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
P2 = tekanan gas akhir (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
V1 = volum gas mula-mula (m3, cm3)
V2 = volum gas akhir (m3, cm3)
Dalam satuan internasional (SI), satuan tekanan gas adalah N/m2 atau pascal (Pa)
dan volume gas dalam m3.

5.2.2 Hukum Gay-Lussac


Gay-Lussac mengamati perubahan tekanan gas jika suhunya diubah-ubah
dengan mempertahankan volume gas agar tetap. Gay-Lussac mendapatkan
kesimpulan Pada volume tetap, tekanan gas berbanding lurus dengan suhunya
Pernyataan ini dapat ditulis P  T, dengan T adalah suhu. Hubungan ini dapat
dutilis sebagai P = C.T, atau dapat ditulis

Dengan C adalah konstanta. Persamaan (5.4) dikenal dengan hukum Gay-


Lussac. Jika digambarkan pada diagram P dan T (T adalah sumbu datar dan P
adalah sumbu vertical) maka jika suhu atau tekanan gas diubah-ubah pada volum
tetap, maka nilai tekanan dan suhu pada berbagai keadaaan berada pada garis
lurus.

5.2.3 Hukum Charles


Charles mengamati sifat gas yang mendekati sifat gas ideal pada tekanan
tetap. Ia mengamati perubahan volum gas pada berbgai suhu. Charles sampai pada
kesimpulan bahwa
Jika tekanan gas dipertahankan konstant maka volume gas. berbanding
terbalik dengan suhunya
Pernyataan di atas dapat ditulis ditulis V  T, dengan T adalah suhu.
Hubungan ini dapat ditulis sebagai V = CT, atau

5.2.4 Persamaan Keadaan Gas Ideal


Secara umum persamaan keadaan dapat dituliskan sebagai berikut L

Persamaan 5.6 merupakan gabungan dari hukum boyle dan gay-lussac.


Persamaan tersebut sering disebut dengan persamaan Boyle-Gay Lussac. Proses
pada gas selalu dilakukan pada ruang tertutup dan tidak ada kebocoran selama
proses sehingga massa gas atau jumlah molekul gas dalam ruang tersebut selama
proses adalah tetap. Dengan menggunakan asumsi tersebut, secara umu persamaan
keadaan gas ideal dapat dituliskan kembali menjadi :
Dengan :
n = jumlah mol (mol)
R = tetapan gas umum (8,31 J/mol-1K-1
P = tekanan (N/m2)
V = volume (m3)
T = suhu (K)

5.3 Hukum Ke Nol Thermodinamika


Dua benda berada dalam keseimbangan panas jika tidak ada pertukaran
kalor antara dua benda tersebut saat keduanya disentuhkan. Kondisi ini hanya
dapat dicapai jika suhu kedua benda sama. Sebab perpindahan kalor terjadi karena
adanya perbedaan suhu. Berkaitan dengan keseimbangan panas, kita memiliki
hukum ke nol termodinamika. Hukum ini menyatakan:
Jika benda A berada dalam keseimbagan panas dengan benda B dan Benda
B berada dalam keseimbangan panas dengan benda C maka Benda A berada
dalam keseimbangan panas dengan benda C
Pernyataan ini diilustrasikan dalam Gambar 5.2. Contohnya, kita memiliki
tiga wadah yang terbuat dari logam: wadah A bersisi air, wadah B berisi minyak,
dan wadah C berisi gliserin. Misalkan wadah berisi air dan minyak disentuhkan
dan tidak diamati adanya perubahan suhu pada keduanya maka air dan minyak
maka kita katakan berada dalam keseimbangan panas. Setelah disentuhkan dengan
air, misalkan wadah berisi minyak disentuhkan dengan wadah berisi gliserin, dan
juga tidak diamati adanya perubahan suhu keduanya, maka minyak dan gliserin
juga berada dalam keseimbangan panas. Maka wadah berisi air dan wadah berisi
gliserin tidak akan mengalami perubahan suhu ketika disentuhkan. Dengan kata
lain, keduanya juga berada dalam keseimbangan panas.
Gambar 5.2 Ilustrasi hokum ke-0 termodinamika. Jika benda A setimbang termal dengan
benda B dan benda B setimbang termal dengan benda C maka benda A setimbang termal
dengan benda C.

Hukum ke-0 termodinamikan merupakan landasan bagi pembuatan alat ukur


suhu. Ketika termometer diberi skala maka sebenarnya termometer tersebut dibuat
dalam kesetimbangan termal dengan benda yang telah diketahui suhunya (benda
referensi). Termometer yang telah memiliki skala digunakan untuk mengukur
suhu benda-benda lain. Saat termometer berada dalam keseimbangan termal
dengan benda yang sedang diukur maka benda yang sedang diukur tersebut berada
dalam kesetimbangan termal dengan penda yang digunakan saat memberi skala
pada termometer. Jadi, suhu benda yang diukur disimpulkan sama dengan suhu
benda standar yang digunakan untuk memberi skala pada termometer.

5.4 Sistem dan Lingkungan


Dalam membahas termodinamika, alam semesta dibagi atas dua bagian,
yaitu sistem dan lingkungan. Sistem adalah bagian yang sedang kita kaji/selidiki
sedangkan lingkungan adalah semua bagian alam di luar sistem. Ketika kita bahas
proses pemuaian gas dalam silinder maka: sistem adalah gas dalam silinder dan
lingkungan adalah silinder beserta semua bagian alam di sekelilingnya. Ketika
kita membahas pemuaian gas dalam silinder dan proses penyerapan dan pelepasan
panas oleh silinder, maka: sistem adalah gas dan silinder dan lingkungan adalah
seluruh bagian alam di luar silinder.
Sistem termodinamikan yang akan kita pelajari dalam bab ini adalah
termodinamika gas. Variabel sistem termodinamika ini adalah besaran fisis yang
menerangkan keadaan gas. Contoh variable termodinamika adalah suhu, tekanan,
volume, dan jumlah mol gas.

5.5 Hukum Pertama Thermodinamika


Selama gas mengalami suatu proses maka ada beberapa peristiwa yang
dapat terjadi, seperti:
 Energi dalam yang dimiliki gas berubah
 Muncul kerja yang dilakukan oleh gas atau yang dilakukan oleh
Lingkungan.
 Ada pertukaran kalor antara gas dan lingkungan

Peristiwa di atas semuanya berpengaruh pada jumlah energi yang dimiliki


gas. Hukum I termodinamika merupakan hukum kekekalan energi yang
diterapkan pada sistem termodinamika.
 Misalkan energi dalam awal gas U1 dan energi dalam akhir U2.
 Misalkan pada gas dilakukan kerja oleh lingkungan sebesar W.
 Misalkan juga terjadi aliran masuk kalor ke dalam gas sebesar Q

Pertambahan energi dalam gas hanya tejadi karena adanya kerja yang
dilakukan lingkungan pada gas dan adanya aliran masuk kalor ke dalam gas.
Secara matematika, pernyataan di atas dapat diungkapkan oleh persamaan:

Gambar 5.3 Ilustrasi hukum I termodinamika.


Ketika menerapkah hukum I termodinamika, kita harus memperhatikan
tanda dengan seksama. Perjanjian untuk tanda ΔU, W, dan Q sebgai berikut:
 ΔU positif jika energi dalam yang dimiliki gas bertambah
 ΔU negatif jika energi dalam yang dimiliki gas berkurang
 W negatif jika lingkungan melakukan kerja pada gas (sistem)
 W positif jika gas (sistem) melakukan kerja pada lingkungan
 Q positif jika kalor mengalir masuk dari lingkungan ke gas (sistem)
 Q negatif jika kalor mengalir keluar dari gas (sistem) ke lingkungan

5.6 Kerja Dan Diagram PV Untuk Gas


Misalkan gas dalam wadah memiliki tekanan P. Maka gas tersebut
melakukan gaya dorong pada semua bagian wadah. Jika gas mengalami
perubahan volume, maka ada bagian wadah yang berpindah. Bagian wadah
berpindah keluar jika volume gas bertambah dan berpindah ke dalam jika volume
gas berkurang. Karena bagian wadah tersebut mendapat gaya, maka perpindahan
bagian wadah menunjukkan adanya kerja yang dilakukan gas.
Mari kita tentukan kerja yang dialakukan gas jika volumnya berubah. Untuk
mudahnya kita tinjau gas dalam silinder tegak yang memiliki luas penampang A.
Silinder tersebut dilengapi sebuah piston yang dapat bergerak dengan mudah
(Gambar 5.4). Proses menyebabkan berpindahnya piston sejauh Ax. Gaya yang
dilakukan gas pada piston adalah F = P/A

Gambar 5.4 Gas dalam silinder. Jika V berubah maka posisi piston juga berubah.
Kerja yang dilakukan gas untuk memindahkan piston adalah
W Fx PAx
Tetapi, Ax V , yaitu perubahan volum gas. Dengan demikian, kerja yang
dilalukan gas adalah W PV. Dalam termodinamika, kita definisikan kerja
sebagai kerja yang dilakukan lingkungan pada sistem. Persamaan (W PV)
mengungkapkan kerja yang dilakukan gas (sistem) pada lingkungan. Kerja yang
dilakukan lingkungan pada sistem adalah negatif dari nilai tersebut. Jadi, kerja
selama proses didefinisikan sebagai
W P

Gambar 5.5 Kerja selama proses dari keadaan A ke B sama dengan negatif luas daerah
di bawah kurva

Kerja total selama satu proses. Untuk menentukan kerja selama satu proses, kita
dibantu oleh diagram P-V. Kerja ketika gas mengalami proses dari keradaan A ke
keadaan B, WAB, sama dengan negatif luas daerah di bawah kurva antara A dan
B.

5.7 Proses-Proses Khusus Dalam Thermodinamika


1. Proses Isokhorik
Proses isokhorik adalah proses yang berlangsung pada volume tetap. Jika
digambarkan pada diagram P-V, kurva proses isokhorik adalah kurva tegak
(Gambar 5.6). Contoh proses ini adalah proses yang berlangsung pada gas
dalam wadah tertutup yang volumenya tidak berubah selama proses
berlangsung.

.
Gambar 5.6 Proses isokhorik: (a) tekanan mengalami pertambahan (b) tekanan
mengalami pengurangan.

2. Proses isobaric
Proses isobarik adalah proses yang berlangsung pada tekanan tetap. Jika
digambarkan pada diagram P-V, kurva proses isobarik adalah kurva
mendatar (Gambar 5.7). Contoh proses ini adalah proses yang berlangsung
dalam wadah yang dilengkapi sebuah piston di bagian atasnya. Piston
tersebut dapat bergerak. Piston tersebut mendapat tekanan dari udara luar
(atmosfer) sehingga nilainya konstan. Dengan demikian, tekanan dalam gas
juga konstan.

Gambar 5.7 Proses isobarik: (a) volume mengalami pertambahan (b) volum
mengalami pengurangan

3. Proses isothermal
Proses isotermal adalah proses yang berlangsung pada suhu tetap. Dengan
menggunakan persamaan gas ideal, P = nRT/V, maka P berbanding terbalik
dengan V. Jika digambarkan pada diagram P-V, kurva proses isotermal
tampak pada Gambar 5.8. Contoh proses ini adalah proses yang berlangsung
dalam wadah logam di mana wadah tersebut dicelupkan dalam air yang
voumenya sangat besar. Karena volume air yang sangat besar, maka selama
proses berlangsung suhu air dapat dianggap konstan sehinagg suhu gas
dalam wadah juga dianggap konstan. Juga proses ini dapat dihasilkan
dengan memasang pemanas otomatik yang bisa mengontrol suhu sehingga
konstan.

Gambar 5.8 Proses isotermal: kurva kanan berlangsung pada suhu yang lebih
tinggi daripadai kurva kiri (TB > TA).

Anda mungkin juga menyukai