Anda di halaman 1dari 21

SANG KRISTUS

DALAM PUISI INDONESIA MODERN

Yoseph Yapi Taum


Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Email: yoseph1612@yahoo.com

ABSTRACT

Indonesia is a country with Muslims majority population in this world. Before 1970, Teeuw noted
that the figure of Christ was not known publically for Indonesians. However, after 1970, I observe
that the image of The Christ get more common for Indonesian, as it was shown at the works of
literature. In this paper, I show that the Christ was experienced by at least 10 Indonesian poets on
25 poetries. They are not only Christians but also Muslims. On their works, we will learn 5 dominant
themes, i.e: 1) Christ as the Savior of all human; 2) Christ belongs to a certain community; 3).
Christ makes the sinners repentance; 4) People doubt of Christ holiness; and 5) Christ is a cruel
Judge.
Keywords: Jesus Christ, religiosity, poetry, poetic experience.

1. PENDAHULUAN Uraian Atmosuwito (1989) sesunggguhnya


lebih terbatas karena hanya menyoroti Sang
Pembahasan tentang Sang Kristus dalam Kristus dalam beberapa sajak Darmanto
puisi Indonesia modern pernah dilakukan Yatman. Dalam kajiannya pun, Atmosuwito
oleh Teeuw (1969: 119-135) dan Atmosuwito tidak mengutip puisi-puisi itu secara utuh.
(1989: 48-60). Secara umum, uraian Teeuw Atmosuwito menyebutkan bahwa sebagai
(1969) mencakup dua hal pokok. Pertama, penyair Darmanto Yatman belum mencapai
dikemukakan fakta bahwa kebudayaan kematangan sebagai “penyair tulen” sekalipun
Indonesia tidak banyak dipengaruhi dan sudah terlihat adanya “kegesitan poetic”.
diresapi oleh agama Kristen. Orang Kristiani Kekristenan dalam puisi tentu saja
merupakan minoritas sehingga Kristus dan bukan “dakwah”, maupun yang berbau
Injil tidak menjadi nama atau pengertian penonjolan agama. Begitu pula Sang Kristus
yang populer bagi rakyat Indonesia. Kedua, dalam sastra seharusnya semacam “Christ
Teeuw menyebut beberapa nama penyair beyond dogma”. Kekristenan dalam arti ini
yang pernah menyebut Kristus dalam puisinya, seperti dimaksudkan oleh T.S. Eliot, “an
yakni: Chairil Anwar (Isa, dan Doa), Sitor unconscious Christianity in literature”
Situmorang (Kristus di Medan Perang), WS (Atmosuwito, 1989: 53). Apakah Kristus itu
Rendra (Ballada Penyaliban, dan Litani bagi terlalu ‘sensitif’ sehingga hanya menjadi
Domba Kudus), dan Subagio Sastrowardoyo ‘pembicaraan untuk golongan tertentu saja’
(Afrika Selatan). Upaya Teeuw ini adalah (speaking of themselves)? Menurut Sitor
sebuah rintisan awal yang patut diikuti dengan Situmorang, sastra yang bersifat penginjilan
kajian terhadap topik yang sama tetapi dengan adalah “semacam sastra yang dikebiri”
data dan analisis yang lebih mendalam (Atmosuwito, 1989: 55).
(intensif) dan meluas (ekstensif).

1
2 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Pengalaman tentang Sang Kristus Jadi berbicara tentang manusia religius, kita
sesungguhnya berbeda-beda dari satu tidak perlu menyebut seseorang menganut
kebudayaan ke kebudayaan lainnya. agama tertentu. Kata ini lebih bermakna
Sebagaimana dikemukakan Teeuw (1969), personal, lebih dinamis karena lebih
Sang Kristus dan kristianitas di dunia Barat menonjolkan aspek eksistensinya sebagai
tidak dapat dipisah-pisahkan selama manusia. Bahkan ada orang yang secara
berabad-abad. Dengan demikian, wajarlah formal tidak menganut ‘agama’ tertentu
bahwa Sang Kristus dan kristianitas itu telah tetapi cita rasanya, sikap dan tindakannya
sedemikian pervasif dalam kehidupan sehari-hari pada hakikatnya religius
keseharian mereka, termasuk juga di dalam (Mangunwijaya, 1988: 12-13).
lingkungan kesusastraan. Di Indonesia, Sang Hubungan antara Sastra dan Agama
Kristus dan Injil bukanlah sebuah nama yang memiliki dua alasan atau motivasi pokok
sangat populer karena agama Kristen adalah (Goenawan, 1982: 138-139). Pertama, adalah
minoritas. motif-motif kesusastraan sendiri, yakni
Tulisan ini bermaksud melakukan kajian persoalan pencarian identitas diri sastrawan-
ulang terhadap tema Sang Kristus dalam sastrawan. Untuk mendapatkan identitas diri
puisi Indonesia modern dengan melakukan yang ‘tersendiri’ atau ‘berani tampil beda’
pembacaan scara intensif dan ekstensif. maka para pengarang bersibuk diri dengan
Tulisan ini memiliki keterbatasan: tidak menggali pengalaman-pengalaman dari
semua puisi yang berkaitan dengan Kristus hidup keagamaan yang sering disebut
sudah terhimpun dan dianalisis di sini. “wilayah yang belum banyak digarap dalam
dunia kesusastraan’. Kedua, adalah motif-
motif di luar kesusastraan yakni pengaruh
2. LANDASAN TEORI penggolongan serta rivalitas antar-golongan
di dalam masyarakat. Kondisi penggolongan
Membicarakan Sang Kristus dalam dan rivalitas antar-golongan ini dimulai
puisi Indonesia modern berati kita memasuki tahun 1950-an dengan adanya pemilu dan
simbol-simbol keagamaan. Untuk itu perlu persaingan politik. Dalam periode tersebut
dicari landasan yang kuat untuk memandang muncul istilah-istilah seperti ‘kesusastraan
aspek religiositas dalam sastra’. Islam”, “kesusastraan Kristen/Katolik”,
Kata religiositas (religosity) menurut “kesusastraan proletariat” yang seringkali
The World Book Dictonary (1980) berarti sukar diterangkan. Dalam persaingan tersebut,
‘religious feeling or sentiment’ yakni perasaan muncul kesadaran perlunya sastra dari
atau sentimen keagamaan. Sentimen keagamaan golongan agama, yang memiliki komitmen
adalah segala perasaan batin yang ada dengan agamanya.
hubungannya dengan Tuhan. Sentimen ini Religi (agama) dan religiositas memiliki
seringkali diwujudkan dalam: perasaan dosa perbedaan pengertian yang sangat signifikan.
(guilt feeling), perasaan takut (fear to God), dan Religi lebih menunjuk kepada institusi
kebesaran Tuhan (God’s glory). kebaktian kepada Tuhan atau kepada ‘Dunia
Kata religiositas berasal dari kata dasar Atas’ dalam aspeknya yang resmi, yuridis,
‘religion’ (Indonesia: religi) yang maknanya peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya,
lebih luas dari kata agama. Agama lebih serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab
menunjuk kepada “lembaga’ kebaktian dan sebagainya yang melingkupi segi-segi
kepada Tuhan dalam aspeknya yang resmi, kemasyarakatan. Sedangkan religiositas lebih
yuridis seperti doktrin dan hukum. Sedangkan melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’, riak
manusia religius berarti manusia yang berhati getaran hati nurani pribadi; sikap personal
nurani serius, saleh, teliti dalam pertimbangan yang mungkin menjadi misteri bagi orang
batin, dan prihatin terhadap kebaktian lain, karena menafaskan intimitas jiwa
kepada sang ilahi (Mangunwijaya, 1988: 11). kedalaman si pribadi manusia (Mangunwijaya,
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 3

1988: 12; Hartoko, 1982). Dengan demikian, Melalui teknik simak-catat, penulis
religiositas lebih dalam dan mengatasi agama telah berhasil mengumpulkan sebanyak 25
yang tampak formal dan resmi. Religiositas puisi dari 10 orang penyair yang menyebutkan
lebih bergerak dalam tata paguyuban Sang Kristus dalam puisinya (Perhatikan
(Gemeinschaft) yang cirinya lebih intim. Tabel 1 di bawah ini). Latar belakang agama
sang penyair juga beragam, yakni: Islam (5
orang atau 50%), Kristen Protestan (2 orang
3. METODE atau 20%) dan Katolik (3 orang atau 30%).1

Metode yang digunakan untuk


mengumpulkan dan menganalisis data adalah 4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
metode kualitatif-tekstual. Dengan metode
ini, penulis mengumpulkan sebanyak mungkin Pembahasan dalam tulisan ini terbatas
(kalau tidak bisa dikatakan semua) puisi yang pada aspek tema yang dikandung teks-teks
berkaitan dengan atau menyebut Sang Kristus puisi. Dari pembacaan yang intensif terhadap
dalam puisinya, tanpa melihat latar belakang puisi-puisi yang berkaitan dengan Sang
agama penyairnya. Tujuannya adalah agar Kristus, ditemukan lima gambaran tema
dapat dikaji dan dirumuskan imaji (penyair) umum. Kelima tema besar itu adalah: Kelima
Indonesia tentang Sang Kristus. tema itu adalah: 1) Kristus Juru Selamat

Tabel 1: Daftar Penyair, Judul Puisi, dan Agama Penyair


No. Nama Penyair Judul Puisi Agama Penyair
1. Chairil Anwar (1922-1949) 1. Isa Islam
2. Doa
2. Sitor Situmorang (1923-2014) 3. Chatedrale de Chartes
4. Kristus di Medan Perang Kristen
5. Kamar I
3. Subagio Sastrowardoyo (1924-1995) 6. Jarak Islam
7. Tanda
8. Afrika Selatan
9. Leiden 12/10/78
4. Darmanto Yatman (1942-) 10. Aku Menatapmu Kristen
11. Apa yang Sesungguhnya Harus Kukatakan
12. Apakah Kristus Pernah?
13. Pa Sia Pa
14. Tell Me Is There Any Reason Why Should
I be Born? Tanya si Sui Lin Si Nyamuk
5. Linus Suryadi AG (1951-1999) 15. Maria dari Magdala Katolik
6. Rusli Marzuki Saria(1936 -) 16. Kristus Sawo Matang Islam
7. WS Rendra (1935-2009) 17. Ballada Domba Putih
18. Litani Domba Kudus Katolik
8. Saini KM (1939-) 19. Himne Islam
9. Hartojo Andangdjaja (1930-1990) 20. Golgotha, Sebuah Pesan Islam
10. Joko Pinurbo (1962 -) 21. Kredo Celana Katolik
22. Celana Ibu
23. Di Perjamuan
24. Di Kalvari
25. Mandi
4 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

umat manusia; 2). Kristus menyadarkan penderitaan bukan karena kesalahan-Nya


pendosa untuk bertobat; 3) Ironi antara iman melainkan karena dosa manusia (“mendampar
pada Kristus dan kenyataan; 4) Kristus tanya: aku salah?). Tubuh yang mengucur
diragukan kesucian-Nya; dan 5) Kristus darah itu terus-menerus membawa penyair
adalah Hakim yang Kejam. Berikut ini akan ke dalam refleksi diri (“aku berkaca dalam
dikaji gambaran tersebut satu per satu. darah”), berangan-angan mendapatkan
pencerahan, pertobatan, perubahan, dan
4.1 Kristus Juru Selamat Umat keselamatan (“terbayang terang di mata
Manusia masa”, “bertukar rupa ini segera”). Ketika
luka di tubuh Sang Kristus itu terkatup
Penyair Indonesia modern yang (seperti sembuh), aku lirik pun ikut bersuka
pertama memandang dan berkontemplasi cita, senang karena penderitaan-Nya
tentang Sang Juru Selamat adalah Chairil berkurang (“mengatup luka/Aku bersuka”).
Anwar. Kontemplasinya yang sangat halus Akan tetapi suka cita itu tidaklah lestari
dan menyentuh di hadapan Sang Kristus itu lantaran pemandangan sosok Tubuh yang
tampak dalam puisinya berjudul “Isa” yang mengucurkan darah itu masih tetap dan
diperuntukkannya kepada Nasrani Sejati. terus menerus mengucurkan darah.
Berikut ini puisi ‘Isa’. Demikianlah dalam kehidupan manusia,
Salib dan penderitaan Sang Kristus tidak
ISA pernah berakhir. Sosok Tubuh itu tetap
Kepada Nasrani Sejati mengucurkan darah untuk menebus dosa
demi dosa, yang terus menerus pula dibuat
Itu Tubuh oleh manusia.
mengucur darah Refleksi Chairil Anwar tentang hidup,
mengucur darah dosa, dan Sang Kristus diulang kembali dalam
puisinya yang lain berjudul “Doa” yang
rubuh lagi-lagi ditujukannya “kepada pemeluk
teguh”. Puisi “Doa” ini ditulis bersamaan
patah waktu (bulan yang sama, yakni November
1943 menurut keterangan HB Yassin). Besar
mendampar tanya: aku salah? kemungkinannya bahwa “sang Nasrani
sejati” itu adalah juga “pemeluk teguh” (lihat
kulihat Tubuh mengucur darah Teeuw, 1969: 122). Dapat pula ditafsirkan
aku berkaca dalam darah bahwa ketakjuban penyair kepada sosok
terbayang terang di mata masa Sang Kristus (yang dikenalnya melalui
bertukar rupa ini segera pertemuannya dengan seorang Nasrani
sejati) membuatnya ‘termangu,’ merenungi
mengatup luka dosa-dosanya dan memutuskan untuk
berpaling kepada-Nya. Secara lengkap
aku bersuka puisinya itu sebagai berikut.

Itu Tubuh DOA


mengucur darah Kepada Pemeluk Teguh
mengucur darah
Tuhanku
Dalam pandangan Chairil, sosok Tubuh Dalam termangu
yang ‘disaksikannya sendiri’ mengucur(kan) Aku masih menyebut namaMu
darah merupakan suatu gugatan yang pedih.
Sang Kristus yang tubuhnya mengucur Biar susah sungguh
darah, rubuh dan patah itu menanggung mengingat Kau penuh seluruh
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 5

cayaMu panas suci manusia. Kristus datang dan menderita


tinggal kerdip lilin di kelam sunyi untuk menyelamatkan umat manusia.
Penyair lain yang memiliki visi yang
Tuhanku sama dengan Chairil Anwar ini adalah W.S
Rendra. Tema yang diambil oleh kedua
aku hilang bentuk penyair ini pun sama, yakni: penderitaan
remuk Sang Kristus sebagai cara penyelamatan
umat manusia. Perhatikan visi penyair W. S.
Tuhanku Rendra dalam dua buah puisinya berikut ini.

aku mengembara di negeri asing BALADA PENYALIBAN


WS Rendra
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk Yesus berjalan ke Golgota
aku tidak bisa berpaling. disandangnya salib kayu
bagai domba kapas putih
Tuhan tidak lagi dianggapnya sebagai
musuh. Tuhan (yakni sosok Tubuh yang Tiada mawar-mawar di jalanan
mengucur darah itu) membuat penyair tiada daun-daun palma
“termangu” dan dalam permenungannya, domba putih menyerap azab dan dera
dia toh menyebut nama Tuhan (“aku masih merunduk oleh tugas teramat dicinta
menyebut nama-Mu”) sekalipun pada
mulanya penyair eksistensial ini sangat susah Mentari meleleh
menyebut nama Tuhan. Dia toh menyapa segala menetes dari lupa
Tuhan juga “mengingat Kau penuh seluruh”. dan leluhur kita Ibrahim
Penyair bahkan bisa merasakan “cayaMu berlutut, dua tangan pada Bapa:
panas suci” meski “tinggal kerdip lilin di
kelam sunyi”. Sekalipun samar-samar, —Bapa kami di sorga
penyair tetap merasakan panas dan melihat telah terbantai domba paling putih
sinar keagungan Tuhan. atas altar paling agung.
Dalam saat-saat seperti ini, kembali Bapa kami di sorga
refleksi dan meditasi Chairil Anwar itu mencuat. berilah kami bianglala!
Dan dia mengeluh: “Tuhanku, aku hilang
bentuk, remuk”. Pilihan kata “aku hilang Ia melangkah ke Golgota
bentuk, remuk” memiliki asosiasi permainan jantung berwarna paling agung
rima dan bunyi yang sangat dekat dengan mengunyah dosa demi demi
diksi “rubuh, patah” dalam puisi “Isa”. Diri dikunyahnya dan betapa getirnya.
penyair yang terasa hancur remuk tak
berbentuk itu diakibatkan oleh dosa-dosa Tiada jubah terbentang di jalanan
yang membayang (“aku berkaca dalam bunda menangis dengan rambut dan
darah”). Dia merasa seperti “mengembara di debu dan menangis pula segala
negeri asing” di mana orang tidak menyapa perempuan kota.
dan segalanya terasa asing. Sekali lagi dia
memutuskan bahwa “di pintuMu aku —Perempuan!
mengetuk” karena memang “aku tak bisa mengapa kau tangisi diriku
berpaling”. dan tiada kau tangisi dirimu?
Sosok Sang Kristus dalam dua buah
puisi Chairil Anwar ini menggambarkan Air mawar merah dari tubuhnya
Kristus sebagai Juru Selamat bagi umat menyiram jalanan kering
6 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

jalanan liang-liang jiwa yang papa Ia sarang napas langit yang disebut
dan pembantaian berlangsung cinta.
atas taruhan dosa. Ia burung dara dari gading.
Ia utusan Bapa dan Dirinya.
Akan diminumnya dari tuwung Ia tebing yang dipukuli arus air.
kencana
anggur darah lambungnya sendiri - Lapangkanlah dadamu, ya Domba
dan pada tarikan napas terakhir Kudus!
bertuba
—Bapa, selesailah semua! + Yang dirobek oleh dendam.
Yang dipaku di kayu topangan dosa.
Puisi “Ballada Penyalipan” merupakan Yang menggenggam duri-duri di
sebuah dramatisasi kisah penyaliban Yesus dagingnya
Kristus yang dipadukan dengan refleksi dan Yang ditelanjangi dan membuka
doa yang berasal dari lubuk hati yang paling hatinya.
dalam. Pilihan katanya menyiratkan Yang mengampuni si penikam
penghormatan yang tinggi terhadap sosok durjana.
Kristus. Perhatikan penggunaan frase “bagai Yang dipeluhkan bintik darah.
domba kapas putih”, “domba putih menyerap
azab dan dera”, “merunduk oleh tugas - Limpahkanlah kiranya berkatMu
teramat dicinta”, “jantung berwarna paling bagai air!
agung,” “Air mawar merah dari tubuhnya
menyiram jalanan kering”. + Raja tanpa emas tanpa permata.
Raja yang dimahkotai duri
LITANI BAGI DOMBA KUDUS Raja yang menyusuri jalanan para
WS Rendra miskin
Raja yang dibaptiskan pertapa dina.
+ Yesus kecil domba yang kudus Raja yang diminyaki pelacur yang
dipalingi muka
- Lapangkanlah dadamu, ya Domba Raja yang ditampar pada pipinya.
Kudus!
- Meluaplah ampun dari samodra
+ Yang terbantai di tengah siang. kasihMu!

- Limpahkanlah kiranya berkatMu + Anak buah tubuh perawan benar


bagai air! perawan
Anak yang dihadap tiga raja dari
+ Yang berdarah bagai anggur. Timur.
Anak yang mengucap kalimat Ilahi
- Meluaplah ampun dari samodra Anak yang putih bagai mawar putih
kasihMu! Anak yang menutup mata diriba
bundanya.
+ Yang menyala bagai kandil. Anak emas dari kawanan kijang emas.
Anak penuh bunga di mata
- Kami semua adalah milikmu! bundanya.

+ Duhai, daging korban sempurna - Kami semua adalah milikMu!


Ia tempat lari segala jiwa yang papa.
Ia bunga putih, keputihan, dan + Domba korban segala umat
bunga-bunga; manusia.
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 7

Domba yang berlutut di taman iman Kristiani tetapi juga mengungkapkan


zaitun. iman itu dalam bahasa sastra yang indah.
Domba yang dibantai dan bangkit Dramatisasi kisah sengsara Yesus Kristus
dari kematian. seperti yang dilakukan WS Rendra di atas,
Domba yang duduk di kanan Bapa. dipertunjukkan pula oleh Joko Pinurbo
Domba anak dari segala terang. dalam puisinya yang berjudul “Mandi”. Jika
Domba yang diludahi di Golgota. dramatisasi yang dilakukan WS Rendra
Domba yang manis, Domba kami sesuai dengan gambaran historis seperti
semua. dikisahkan di dalam Kitab Suci (lihat Lukas,
22: 14-23; Yohanes, 18: 13-24, Mateus, 26:
- Lapangkanlah dadaMu, ya domba 53-66; Markus, 14: 57-64), gambaran Joko
Kudus. Pinurbo benar-benar kreatif, sesuai dengan
Limpahkanlah berkatMu bagai air. kecenderungan kepenyairannya sendiri. Kisah
Meluaplah ampun dari samodra penyaliban Yesus Kristus digambarankannya
kasihMu. seperti orang-orang yang dengan paksa
Kami semua adalah milikMu: memandikan korbannya. Penderitaan
pengkhianat, pezinah, pemberontak, mahadahsyat pun dapat kita rasakan dari
pembunuh, puisi ini.
pendusta dan perampok,
Lapangkanlah dadaMu, ya Domba MANDI
Kudus.
Mereka tiba di kamar mandi
Puisi “Litani Domba Kudus” menjelang tengah malam ketika
mengungkapkan penghayatan iman dan langit terang dan bulan sedang
harapan yang mendalam terhadap proses cemerlang. Pemimpin rombongan
penyelamatan Yesus Kristus. Dalam agama segera angkat bicara: “Hadirin
Katolik, dikenal doa litani. Kata “litani” sekalian, malam ini kita berkumpul
berasal dari bahasa Latin “litania”, yang di sini untuk mengantar mandi salah
merupakan terjemahan kata Yunani “litaneia”. seorang saudara kita. Mari kita
Litani berarti untaian doa permohonan yang sakiti dia agar sempurnalah
diserukan atau dinyanyikan pemimpin doa mandinya.”
bersahut-sahutan dengan umat. Bentuk doa
semacam litani ini barangkali diambil Gereja Korban segera diseret ke kamar
awal dari cara berdoa umat Yahudi (bdk mandi dan diperintahkan berdiri di
Mzm 118 dan 136). Doa litani dalam Gereja depan. Wajahnya tertunduk pucat,
Katolik cukup banyak. Contohnya: Litani tubuhnya gemetar, dan matanya
Santa Hati Yesus Yang Mahakudus (PS 209), seperti kenangan yang redup
Litani Nama Yesus Yang Tersuci (PS 208), perlahan. Belum sempat pemimpin
Litani Orang Kudus (PS 128), Litani Santo rombongan menanyakan tanggal
Yusuf (PS 219), Litani Santa Perawan Maria lahir dan asal-usul korban, orang-
(PS 214). Bahkan ada juga litani untuk orang orang yang sudah tak sabar
kudus tertentu, misalnya litani Santo Vinsensius, menyaksikan sekaratnya berseru
Litani Santo Aloysius, Litani Santo Antonius, nyaring: “Mandikan dia! Mandikan
dan lainnya. dia!”
“Litani Domba Kudus” karya WS
Rendra ini banyak didaraskan sebagai doa Tubuh tak bernama yang terlampau
oleh umat Katolik. Puisi ini mengungkapkan tabah menerima cambukan waktu
semua dimensi keilahian dan keagungan yang gagah perkasa. Mandikanlah dia.
Sang Kristus yang tidak saja sesuai dengan
8 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Mulut tanpa kata yang tak perlu lagi menjerit pilu pada Ibunya: “Ibu, tolong
mengucap segala yang tak lepaskan aku, Ibu!”
terucapkan kata. Mandikanlah dia. Penyair lain yang mengekspresikan visi
tentang Kristus sebagai juru selamat umat
Hati paling rasa yang tak pernah manusia dikemukakan oleh penyair Muslim,
usai memburu cinta di rimba raga. Saiki K.M.2 Perhatikan puisinya berikut ini.
Mandikanlah dia.
HIMNE
Mandikanlah dia hingga tak tersisa Saini K. M.
lagi luka.
Bahkan batu-batu yang keras dan
Pembantaian sebentar lagi dimulai. bisu
Hadirin segera pergi setelah masing- Mengagungan namaMu dengan cara
masing menghunjamkan nyeri ke sendiri
ulu hati. Korban dibiarkan terkapar Menggeliat derita pada lekuk dan
di kamar mandi. liku bawah sayatan khianat dan
dusta.
Sepi yang tinggi besar melangkah
masuk sambil terbahak-bahak. Dengan hikmat selalu kupandang
Korban diperintahkan berdiri. patungMu
Mandi!” bentaknya. Dengan geram menitikkan darah dari tangan dan
diterkamnya tubuh korban dan kaki dari mahkota duri dan
kemudian dikuliti. Lihatlah, korban sembulan paku
sedang mandi. Mandi dengan tubuh Yang dikarati dosa manusia.
berdarah-darah.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
Bahkan bulan tak berani bicara; dunia kehilangan sumber kasih
dengan takut-takut ia melongok Besarlah mereka yang dalam nestapa
lewat genting kaca. Sepi makin mengenalmu tersalib di dalam hati.
beringas. Ia cengkeram tubuh kurus
korban, ia serahkan lehernya kepada Saini K.M. menggambarkan sosok
yang terhormat tali gantungan. Kristus dengan sebuah penghayatan yang
Krrrkk! Sepi melenggang pergi sangat intensif. Sekalipun penyair ini bukan
sambil terbahak-bahak, penganut agama Kristen, keagungan Kristus
meninggalkan korban berkelejatan dipandangnya sebagai sesuatu yang nyata.
sendirian. Lalu, di hening malam “Bahkan batu-batu yang keras dan bisu//
itu, tiba-tiba terdengar seorang bocah Mengagungkan namaMu dengan cara
menjerit pilu: “Ibu, tolong lepaskan sendiri.” Penderitaan Kristus adalah “sayatan
aku, Ibu!” khianat dan dusta” manusia. Maka sebagai
manusia, “kupandang patungMu”, sesuatu
(2003) yang biasa dilakukan orang Kristen sambil
merefleksikan dosa manusia. Makna penyaliban
Dilema dalam sejarah penderitaan itu pun dipahami sebagai tugas penyelamatan
Yesus Kristus dari sisi manusiawinya pun dunia. “Tanpa luka-luka yang lebar terbuka/
terungkap dalam puisi ini. Jika di dalam /dunia kehilangan sumber kasih”.
kisah historis Yesus berdoa kepada Bapak- Di puncak refeleksinya, penyair teguh
Nya di surga, “Bapa-Ku, kalau mungkin, berkeyakinan, “Besarlah mereka yang
biarlah cawan ini berlalu dari-Ku” (Mateus, dalam nestapa//mengenalmu tersalib di
26:38), dalam puisi “Mandi”, penyair dalam hati.”
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 9

Keyakinan akan peran Kristus sebagai Yesus yang seksi dan murah hati,
Juru Selamat umat manusia terlihat pula Malam ini aku akan baca puisi
dalam puisi Joko Pinurbo, “Kredo Celana”. Di sebuah gedung pertunjukan
Penyair yang selalu mempersoalkan berbagai Dan akan kupakai celanamu
ihwal substansif-filosofis dengan metafora Yang sudah agak pudar warnanya.
pengalaman yang paling empirik ini Boleh dong sekali-sekali aku
mengibaratkan sejarah penyelamatan Kristus tampil gaya.
dengan sejarah celana jins. Celana jins Yesus
yang sudah robek dan bernoda darah di (2007)
dengkulnya, diperolehnya di pasar loak.
Iman akan celana itu barangkali pernah 4.2 Kristus Menyadarkan Pendosa
dimiliki pencuri yang kelaparan, guru yang untuk Bertobat
dihajar hutang, atau pengarang yang
dianiaya kemiskinan. Siapapun yang pernah Kehadiran Kristus sebagai manusia suci
mengimani dan memiliki celana itu tidak terkadang juga menimbulkan rasa bersalah
penting. Kini sudah menjadi milik penyair, pada manusia. Manusia menjadi teringat
yang dengan bangga menggunakannya (dan bertobat?) akan dosa-dosanya. Kristus
membaca puisi di sebuah gedung pertunjukan. bukanlah figur pembawa damai dan
Dan yang lebih penting lagi adalah penyair ketenteraman batin, melainkan sebaliknya
itu bangga mengenakan celana Yesus. justru memojokkan manusia. Hal ini tampak
dalam puisi “Aku MenatapMu” dan “Apa
KREDO CELANA Yang Sesungguhnya Harus Kukatakan”, Pa
Sia Pa”, dan “Tell Me Is There Any Reason
Yesus yang seksi dan baik hati, Why Should I Be Born? Tanya si Suilin si
kutemukan celana jeans-mu yang Nyamuk” karya Darmanto Jatman; “Chatedrale
koyak disebuah pasar loak. de Chartes,” “Kamar I, Kepada Madame Z.”
Dengan uang yang tersisa dalam karya Sitor Situmorang, dan “Leiden 12/
dompetku kusambar ia jadi milikku. 1078” karya Subagio Sastrowardoyo.
Anehnya, kesadaran semacam ini
Ada noda darah pada dengkulnya. kebanyakan muncul pada para penyair yang
Dan aku ingat sabdamu: berlatar belakang Kristiani.
“Siapa berani mengenakan celanaku
akan mencecap getir darahku.” AKU MENATAPMU
Mencecap darahmu? Siapa takut! Darmanto Jatman
Sudah sering aku berdarah,
walau darahku tak segarang Maka malam pun sobek
darahmu. Matahari gugur dalam ledakan bom
Ketika pertempuran
Siapa gerangan telah melego tanpa medan
celanamu? tanpa lawan
Pencuri yang kelaparan, itu
pak guru yang dihajar hutang,
atau pengarang yang dianiaya Jarak kita
kemiskinan? Sengkarut sistem moral
Entahlah. Yang pasti celanamu macam-macam
pernah dipakai bermacam-macam Yang membenamkan
orang. Tuhan ke dasar rawa
Sengkerut dogma theologia
macam-macam
10 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

……………. Seperti waktu aku dulu


meninggalkanmu?”
Kekasihku
Betapapun kemelutnya (Seperti Nuh membuka
Jangan lepaskan tanganmu! jendela kapalnya
Tangan kita yang Berharap
bertautan ‘Semoga ada daratan
—Itulah Kristus pada dengan bunga-bunga
jaman farisi serta buah-buah”
Tangan kita yang Kami pun sama-sama
bertautan melepas burung dara)
—Itulah kedamaian
kita kini. Dulu
Kalau aku duduk di muka jendela ini
Puisi ini menggambarkan dilema yang Kuberondongkan seribu tembakan
sangat mendalam tentang pertobatan di (Suara tanpa rupa)
satu pihak, dengan pengkhianatan (menurut Yang menghancurkan nestapa
sistem moral) di lain pihak. Kristus dan yang menyergapku
sejarah penyelamatan serta pertobatan umat apabila aku dihukum ibu.
manusia memang menjadi keutamaan
Kristiani. Akan tetapi kelekatan pada Dan sekarang
kekasih (gelap) juga memberikan kedamaian Bahkan seribu tambah satu
di hati mereka. Karena itu, mereka tetap tembakan
menerima Sang Kristus, seperti kaum Farisi Tak mampu melukai duka
yang bersikap munafik dan pura-pura yang menyerbuku.
menjalankan ajaran agamanya. Mereka pun
berketetapan hati untuk tetap berselingkuh. Sementara perhitungan
“Kekasihku//Betapapun kemelutnya// teliti
Jangan lepaskan tanganmu!” Memunculkan berbagai-
Mengapa pilihan “tetap dengan bagai ancaman
kekasih gelap” itu yang diambil? Karena ada Lawan yang tersembunyi
kedamaian di dalamnya, seperti di jaman Serta medan yang tak
hidup Yesus dan kaum Farisi. “Tangan kita terpetakan
yang bertautan//—Itulah Kristus pada (Namun toh tiada malu-
jaman farisi//Tangan kita yang bertautan/ malunya kita berdoa:
/—Itulah kedamaian kita kini”. ‘Semoga terjadilah
Tema pertobatan dari “kekasih gelap” Semoga
atau dari “Cinta yang selalu bikin repot Sedang kepadamu
orang saja” juga jelas terungkap dalam puisi kukatakan selalu
“Apa yang Sesungguhnya Harus Kukatakan”. Wahai)
Perhatikan puisinya berikut ini. ‘Hidupku adalah keajaiban
Heran
APA YANG SESUNGGUHNYA Kenapa belum paham-
HARUS KUKATAKAN3 paham juga?!”
Darmanto Yatman
——
Lewat jendela kamarku Di bawah pohon-pohon kenari
Aku menjengukmu Di sepanjang bukit-bukit
‘Adakah kau sehat-sehat saja Kabut berjalan dengan diam-diam
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 11

Lalu berbisik: bantuan legitimasi mempersatukan “cintaku,”


Siapakah yang mati? yaitu “cinta yang selalu bikin repot orang
Akupun pucat saja” menjadi cinta yang abadi—sekalipun
Namun tak urung: pasi—karena cinta yang mereka alami
Manusia adalah cinta yang bersifat manusiawi.
Ya Dalam puisi Darmanto Jatman yang
Manusia terbaik abad ini. lain berjudul “Pa sia Pa” 4, penyair yang
merasa mengenal, memuja, dan takut pada
Bah! Tuhan, tiba pada kesadaran baru bahwa dia
Apakah gunanya aku berbantah- justru tidak takut pada Tuhan. Mengapa
bantah dengan Tuan demikian? “Tuhan sudah menghadiahi aku/
Toh Ia selalu lebih benar? /kesukaran//sebagai jodohku”.

Kabut menghampiri jendelaku Nah, Tuhan


Sia-sia kuberondongkan tembakanku ?
Satu kali lagi Setiap orang memang merasa
Sebelum sampai putus asa mengenalmu
Aku menyaksikan dosaku: Tak kecuali aku
Cinta yang selalu bikin repot orang Setiap orang memang pernah
saja! memujamu
Tak kecuali aku
Percuma usul kita: Semua orang memang takut
‘Tuhan kepadamu
Harap yang begini-begini
Kau beri hak hidup juga Kecuali aku:
Betapapun terbatasnya’ Sialan
Sebab Tuhan sendiri toh tak pernah Tuhan sudah menghadiahi aku
kesepian Kesukaran
Sekalipun Ia bujangan. Sebagai jodohku!

Wah. Sekalipun dia mendeklarasikan diri


Lewat jendela kamarku sebagai salah satu orang yang tidak takut
Kukirimkan suratku kepada-Nya pada Tuhan, bunyi dentang lonceng yang
: Kristus terdengar di kesunyian dalam irama “pa sia
Seandainya Kau kesasar dalam pa”, yang seolah-olah mencari para pendosa
perjalananMu selalu membuatnya was-was bahkan takut.
Mampirlah ke rumahku
Aku sangat butuh bantuan-Mu Lonceng pun berdentang
Aku pengin coba-coba menulis pesan meloncat dari satu dahan
ke dahan lainnya
Cintaku dalam irama ‘pa siapa’
Yang abadi dan kita pun merangkak pelan-pelan
Yang penuh pasi pada baris-baris sajak
Yang manusiawi yang tak mampu berkata apa-apa.
Yang belum lagi jadi milikku kini. (Khotbah-khotbah para mandor
menara Babel, atau
Puisi ini barangkali belum sampai Pidato penuh ruh para rasul para
pada makna pertobatan sejati. Sebaliknya, Pantekosta (?))
kehadiran Kristus dipandang bisa memberikan
12 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Di akhir kisah yang digambarkan puisi macam jelita mana


ini, ketakutan penyair berubah menjadi tubuhnya
keterkejutan. Lonceng itu selalu mencarinya. yang pedat darah namun
daging
Matahari pun menggeleser yang absolete
Jam pun berdentang namun jelita
Dan kita pun terkejut:
Wah. Masih dalam irama itu-itu mampu menciptakan
juga! beribu nuansa
(Pa si apa imaginasi sorgawi
Pa si apa). uhm
kok seperti jesus ya
Renungan penyair tentang Sang Kristus seems like jesus …
dalam tema pertobatan terungkap pula
dalam puisi berujudl “Tell Me, Is There Any hai!
Reason Wahy Should Be Born? –Tanya Si Sui jesus! jesus!
Lin Si Nyamuk”. Puisi ini menceritakan apakah engkau itu jesus
pengalaman nyamuk bernama Sui Lin yang yang serupa anak memelas
terpesona dengan kulit hangat Jesus pada mencoba menjajakan cinta pada
pagi Paskah. Paskah adalah pesta peringatan turis?
kebangkitan Kristus dari kubur setelah Dia
disiksa, disalibkan, dan dikuburkan. Paskah bau keringat jesus
selalu identik dengan pertobatan. membikin sui lin
menggelinjang berahi
TELL ME memacu arus angin
IS THERE ANY REASON WHY gelombang menyikat
SHOULD I BE BORN? bendungan mimpinya
— TANYA SI SUI LIN SI seperti judas yang gugup
NYAMUK5 mencoba memutar nasib
dengan mengembalikan 30
pada pagi paskah
kepeng upah
mengapung mimpi somnambulistik
pengkhianatannya –
si sui lin
kucari jesus ke seluruh
nyamuk yang suka dansa swing
penjuru bumi!
ditingkah tembang
kinanti panglipur wuyung
O jesus! jesus! yang malang
dan sukmaku. sukmaku
pada masa persaingan
tergelincir pada arus deras manoa
antara kumpeni ini
stream
kau butuh konglomerat
terdampar di waikiki beach
raksasa
di antara tubuh-tubuh gosong di
dan manager maha
bawah matahari sub tropis
manager
untuk memasyarakatkan
sementara angin terjun dalam wangi
cinta-mu.
plumeria
si sui lin terpesona kulit hangat jesus:
(sementara gareng pung
pada pohonan salam
wah. jelita macam mana
menyulukkan jejer
dia
lahirnya jesus:
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 13

hoong o jesusku malang. jesusku


bumi gonjang ganjing merpati kembarku waktu
langit kelap kelap aku dilahirkan dulu
katon lir kincanging aris tak sanggup lagi aku main
…. peran lambang seperti ini
dog. dog. dog. dog: menjadi nyamuk
apa saja yang mungkin jadi yang tak urung mesti
pada dia jadilah!). menghisap darahmu
— wahai
eh. kok seperti jesus ya ampunilah aku.
astagafirilah. betul dia!
terduduk lesu di sudut — plak!
nightclub di down town
Kisah tragis perempuan malang (si
— hmm. tak satu turis pun mau nyamuk Sui Lin) yang begitu jatuh cinta
daganganmu? pada Jesus Kristus berakhir dengan
— belum barangkali kematiannya, —plak!
— bangsat mereka semua! Sang Kristus dan misi pertobatan umat
— aku menjual barang yang tidak manusia dapat ditemukan pula dalam puisi
mereka butuhkan barangkali Sitor Situmorang berjudul “Chatedrale de
— hanya barang-barang terbaik yang Chartes”. Suasana syahdu yang dibangun
jesus jual penyair ini mengarah pada pertobatan
— hei. kau tahu aku? kontemplatif yang jernih.
— my blue eyed god jesus
sudah kutempuh dua samudra CHATEDRALE DE CHARTES6
satu padangpasir Sitor Situmorang
berpuluh-puluh pulau
untuk menemuimu Akan bicarakah Ia di malam sepi
— takkan lena aku oleh samaranmu Kala salju jatuh dan burung putih-
(biuuh. bukankah demosthenes jauh putih
di bawahku?) Sekali-sekali ingin menyerah hati
— bolehkah aku percaya? Dalam lindungan sembahyang bersih
— nyawaku jaminannya
(ee, ini bukan pembujukan gaya Ah, Tuhan, tak bisa kita lagi bertemu
judas lho) Dalam doa bersama kumpulan umat
Ini kubawa cinta di mata kekasih kelu
dan pada pagi paskah itu Tiada terpisah hidup dari khianat
aku terjaga di tengah gara-gara
disalibnya jesus Menangis ia tersedu di hari Paskah
diseling gendakan para ledek dalam Ketika kami ziarah di Chartres di
tayuban: trek tek tek gereja
dung tek dung tek dung Doanya kuyu di warna kaca basah
Kristus telah disalib manusia habis
dan sukmaku. sukmaku kata
swaying ditingkah jesus christ
superstar Ketika malam itu sebelum ayam
surfing di pasifik berkokok
mendarat di antara sukma-sukma Dan penduduk Chartres
sesat ciblon di pesisir meninggalkan kermis
14 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Tersedu ia dalam daunan malam dilakukan pada malam Paskah itu tidak
rontok tuntas karena justru di depan Salib itu si aku
Mengembara ingatan di hujan membawa pula “kekasih kelu” sampai ia
gerimis merasa berkhianat “Pada ibu, istri, anak serta
Isa//Hati tersibak antara zinah dan setia//
Pada ibu, istri, anak serta Isa Kasihku satu, Tuhannya satu//Hidup dan
Hati tersibak antara zinah dan setia kiamat bersatu padu”
Kasihku satu, Tuhannya satu Kesadaran akan dosa, kelemahan,
Hidup dan kiamat bersatu padu kelalaian ‘meminum darah Kristus’ terungkap
dalam puisi Joko Pinurbo “Di Perjamuan”
Demikianlah kisah cinta kami dan “Di Kalvari”.
yang Bermuda di pekan kembang
Di pagi buta sekitar Notre Dame de DI PERJAMUAN
Paris
Di musim bunga dan mata remang Aku tak akan minta anggur
darahMu lagi.
Demikianlah kisah hari Paskah Yang tahun lalu saja belum habis,
Ketika seluruh alam diburu resah masih tersimpan di kulkas.
Oleh goda, zinah, cinta dan dosa Maaf, aku sering lupa meminumnya,
Karena dia, aku dan istri yang setia kadang bahkan lupa rasanya.
Aku belum bisa menjadi pemabuk
Maka malam itu di ranjang yang baik dan benar, Sayang.
penginapan
Terbawa kesucian nyanyi gereja (2006)
kepercayaan
Bersatu kutuk nafsu dan rahmat Dalam puisi “Di Perjamuan”, penyair
Tuhan berkomunikasi dengan Kristus, yang
Lambaian cinta setia dan pelukan disapanya dengan sangat mesra, seperti
perempuan seorang kekasih, “Sayang!” Dengan rendah
hati, penyair ‘minta maaf” pada Sang
Demikianlah Kekasih di perjamuan (Ekaristi Kudus),
Cerita Paskah bahwa dia tak meminta anggur darah Kristus
Ketika tanah basah lagi karena yang lama, yang pernah diberikan
Air mata resah pun belum dihabiskannya, hanya disimpannya
Dan bunga-bunga merekah di kulkas. Dia menyadari dirinya belum
Di bumi Perancis menjadi pemabuk (orang yang sungguh-
Di bumi manis sungguh mencintai dan meminum anggur
Ketika Kristus disalibkan darah-Nya itu habis-habisan).

1953 DI KALVARI

Sajak ini mengungkapkan suatu konflik Salibmu tinggi sekali.


antara Tuhan (Sang Kristus) dan nafsu Ya, lebih baik kaupanjat tubuhmu
kelamin yang ada pada manusia (“Bersatu sendiri.
kutuk nafsu dan Rahmat Tuhan). Episode
dari penyaliban Kristus pada hari Paskah 2007
dibawakan dengan penuh khusuk dan
mengena. Pandangan Sitor Situmorang Dalam perenungan kontemplatif
terkokus pada Antroposentis (lihat Atmosuwito, tentang penderitaan Kristus di atas kayu
1989: 58). Pertobatan yang memang hendak salib di Bukit Kalvari, muncul kesadaran
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 15

penyair akan begitu tingginya Salib dan Mereka membuat sekolah dan kantor
penderitaan Kristus itu. Yang bisa dilakukan pos
umat manusia adalah ‘memanjat tubuhmu gereja dan restoran.
sendiri” untuk mencapai tingginya Salib itu, Tapi tidak buatku.
sebuah refleksi pertobatan atas dosa-dosa Tidak buatku.
manusia sendiri.
Diamku di batu-batu pinggir kota
4.3 Ironi antara Iman pada Kristus di gubug-gubug penuh nyamuk
dan Kenyataan di rawa-rawa berasap.

Dalam beberapa puisi Indonesia modern, Mereka boleh memburu


tema ironi antara iman (kepada Kristus) dan Mereka boleh membakar
kenyataan (melupakan penderitaan sesama Mereka boleh menembak
manusia) direfleksikan dengan cukup tajam
dan mendalam. Kristus dipahami sebagai Tetapi istriku terus berbiak
“kristusnya orang kulit putih”. Sementara seperti rumput di pekarangan
itu, tingkah laku orang kulit putih (yang mereka
mendapat konteksnya yang paling tegas seperti lumut di tembok mereka
yakni di Afrika Selatan dengan politik seperti cendawan di roti mereka.
Apartheidnya yang sangat rasialistis dan Sebab bumi hitam milik kami
sangat merendahkan kaum kulit hitam) Tambang intan milik kami.
begitu memuakkan. Sekalipun kelakuan Gunung natal milik kami.
mereka demikian itu, mereka tetaplah
menyanyikan “Hosannah” dan “ ramai Mereka boleh membunuh.
berarak ke sorga”. Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
AFRIKA SELATAN7 Sebab mereka kulit putih
Subagio Sastrowardoyo dan kristus pengasih putih wajah.

Kristus pengasih putih wajah. Jarak antara iman dan kenyataan itu
—kulihat dalam buku injil semakin jelas digambarkan Subagyo
bergambar Sastrowardoyo di dalam puisinya” Jarak”.
dan arca-arca gereja dari marmer—
Orang putih bersorak: “Hosannah!” JARAK
dan ramai berarak ke sorga.
Bapak di sorga, Biar kita jaga jarak
Tapi kulitku hitam. ini antara kau dan aku
Dan sorga bukan tempatku berdiam. Kau hilang dalam keputihan ufuk
bumi hitam Dan aku tersuruk ke hutan buta.
iblis hitam Hiburku hanya burung di dahan
dosa hitam dan jauh ke lembah
Karena itu: gerau pasar di dusun.
aku bumi lata Aku tahu keriuhan ini hanya sekali
aku iblis laknat terdengar
aku dosa melekat Sesudah itu padam segala suara
aku sampah di tengah jalan. dan aku memburu ke pintu rumah.

Mereka membuat rel dan sepur Bapak di sorga,


hotel dan kapal terbang. biarlah kita jaga jarak ini
16 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Sebab aku ini manusia mual II


Sekali kau tampak telanjang di Mati adalah untuk hidup kembali
hutan dalam gaung waktu
Aku akan berteriak seperti Jahudi: di mana yang hakiki menyeringai
“Salib!” menanti
Dan kau akan tinggal sebungkah di bukit-bukit penyamunan
lumpur lekat di kayu. orang-orang tidak pernah kembali.
Suatu waktu
Yesus yang ada di Salib tidak bermakna kita begitu bijak: melawan maut
apa-apa selain sebungkah lumpur yang dengan tinju
dilekatkan di kayu. Doa umat manusia pun Kita tinju dinding, kita hardik keliling
jelas: meminta jarak itu tetap dijaga. Jika Seperti pahlawan yang pulang dari
Yesus adalah ufuk (fajar) yang terang, aku medan perang
adalah kegelapan hutan yang buta. penuh bulu. Keyakinan begitu akrab
Dalam puisi “Kristus Sawomatang”, dalam dencing peluru.
Rusli Marzuki Saria menggambarkan Kristus Ah, kematian bukanlah salahsatu
secara metaforis sebagai “sebutir puntung jalan terbaik
rokok” berwarna sawomatang yang dipungut buat lari dari kenyataan hidup se-
tukang sapu di jalanan. Sebagai puntung hari-hari!
rokok, Kristus sesungguhnya diinjak-injak Itu desismu.
semua orang yang lalu lalang. Sementara itu,
di Katedral, orang-orang yang merayakan III
misa berseru dan berjanji kepada Kristus Saat yang paling baik adalah ketika
untuk “menyandang Salib ke Golgota” mendongengi
sambil merenungkan kata-kata Yesus sendiri anak-anak dengan cerita kancil.
di puncak kesengsaraannya, “Eli, Eli, Lama Tidak terlihat dalam kerut
Sabahtani!” Penyair menunjukkan sebuah kening. Sederhana dan tidak ada
ironi antara iman akan Kristus yang disalib filsafat
(yang ada di dalam Katedral) dengan kondisi seperti tukang sapu yang
nyata Kristus berkulit sawomatang yang menemukan Kristus sawomatang
tergeletak di jalanan, yang tidak dihiraukan di jalan.
semua orang yang lalu-lalang. Sajak sajakku
adalah sapu
KRISTUS SAWOMATANG8 dan aku si tukang sapu yang
temukan puntung rokok
I tergeletak di jalan.
Kristus sawomatang tergeletak di jalan
kemudian di pungut tukang sapu Dengan judul “Kristus Sawomatang”,
yang berkeringat. Sebutir puntung puisi ini menyimpangi konvensi bahwa
rokok termangu Kristus itu berkulit putih. Siapakah Kristus
setelah di pijak orang lalu. Sawomatang itu? Dia adalah orang-orang
Katedral sedang mengantarkan misa: tertunta-lunta di luar Katedral yang diinjak-
Kristus kami menyandang injak orang yang lalu lalang. Dalam
Salib ke Golgota keprihatinannya, penyair yang adalah si
“Eli, Eli, Lama Sabahtani!” tukang sapu itu memungut sampah puntung
rokok Kristus Sawomatang itu dan mematrinya
ke dalam sajak-sajaknya.
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 17

4. KRISTUS DIRAGUKAN dan dengan serempak berteriak:


KESUCIAN-NYA “Jina
Jina
Ada juga sebuah pemahaman yang Jina!”
kurang populer di kalangan para penganut (Apa yang kita yakin sebagai cinta)
agama Kristen, yakni: Kristus diragukan dan
kesuciannya. Dalam studi ini ditemukan satu “Iblis
puisi karya Darmanto Jatman berjudul Iblis
“Apakah Kristus Pernah (?)” Pertanyaan Iblis”
retoris ini sesungguhnya dijawab sendiri oleh (Apa yang kita jalani secara wajar
penyairnya, yakni penyair benar-benar saja).
meragukan Ke-Allah-an” Yesus Kristus.
Namun daun-daun belimbing toh
APAKAH KRISTUS PERNAH (?)9 luruh
Darmanto Yatman Bunga-bunga belimbing toh gugur
Kitapun tercenung
Malaekat-malaekat Tak faham bahasa para ulama
Menobatkan Kita yang membawa berkat-berkat
sebagai raja dan ratu yang kudus dan penuih cahaya.
Sodom & Gomora.
Sambil berjalan di antara rumah-
Kita pun terasing rumah tua
saling asing serta dongeng-dongeng setan yang
dan bicara dalam bahasa melingkupinya
berbeda —hujan mengalunkan lagunya:
Kita adalah Nimrod-nimrod (Apakah Kristus pernah (?))
kecil
yang berteriak dari puncak Apakah Kristus pernah
menara Babel: menggigil kehujanan?
Cintailah aku –
hhh Tapi ia memang pernah menggigil
Nimisi Sinimi! ketakutan
di Gethsemane
Ketika matahari menggeliat ketika hendak disalibkan.
di atas daun-daun belimbing—
aku menghitung batu satu-satu Apakah Kristus pernah
dan teringat Yesus: geram akan kata orang?
“Yang merasa dirinya tiada berdosa
hendaklah ia melepar batu yang Tapi ia memang pernah geram luar
pertama biasa
atas kepala penjinah itu!” di Sinagoge
ketika melihat orang jualan.
Malaekat-malaekat
bersijingkat jenaka Diam-diam
ketika para ulama dengan ringan
dengan menggenggam salib di aku pun menjanjikan
tangannya segala kesukaran
menuding kita yang menghentikan langkahku,
18 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

Satu Lama sebelum Hitler membaun


Dua Bahwa manusia hanya cinta
Satu
Dua Kini musim dan rambut ubanan
Aku pun menuju Menyejuk wajah kenangan
ke rumahmu kata sepi yang tak berkata-kata
Jinahanku. Adakah Ia penipu ataukah anak
Tuhan?
Puisi Darmanto Jatman berjudul “Apakah
Kristus Pernah (?)” secara implisit (karena Puisi “Kamar I” mengungkapkan
tidak berani mengungkapkannya secara kontradiksi antara cinta dan pengkhianatan,
eksplisit) mempertanyakan (desas-desus, issu, antara pembantaian dan penebusan. Penyair
rumor) bahwa Kristus pernah berselingkuh. dengan tegas mengemukakan latar belakang
Dalam sejarahnya, Kristus kadang-kadang seorang madam sebagai “Yahudi yang diburu”
diduga melakukan perselingkuhan dengan (oleh Hitler di Jerman) dan keinginanku
Maria Magdalena, pelacur cantik yang untuk memberikan perlindungan penuh
pernah mengurapi kaki-Nya dengan minyak cinta kepada sang madame di Paris, Seine.
wangi. Perhatikan uraian Dan Brown dalam Di tempat ini mereka “endapkan hidup”
bukunya yang kontroversial berjudul “The demi Yerusalem dan Isa. Penyair kemudian
Da Vinci Code” tentang misteri perselingkuhan membawa permenungan kita secara
Yesus dengan Maria Magdalena itu. kontradiktif pada peran Isa (yang berperang
Dengan keyakinan bahwa Yesus di tengah gurun demi cinta) dan Hitler (lama
Kristus saja pernah berselingkuh, Darmanto sebelum Hitler membaun…membunuh
Jatman dengan ringan langkah mengatakan, jutaan orang Yahudi). Dalam situasi
“Aku pun menuju//ke rumahmu// permenungan yang kontras dan tajam ini,
Jinahanku.” penyair mempertanyakan perihal cinta yang
Dalam puisi “Kamar I” yang ditujukan diajarkan Isa, yang seharusnya dipercaya
kepada Madame Z, penyair Sitor Situmorang dan diyakini kebenarannya oleh siapapun.
secara eksplisit mempertanyakan, “Adakah Jika kita tidak percaya pada ajaran
Ia penipu ataukah anak Tuhan?” Mengapa cinta yang dibawakan oleh Sang Kristus,
penyair mengajukan pertanyaan yang “Adalah Ia penipu ataukah anak Tuhan?”
menggugat seperti ini? Pertanyaan retoris ini menuntut jawaban
yang tegas dari para pengikut-Nya.
KAMAR I10 Puisi Subagio Sastrowardoyo berjudul
Kepada Madame Z “Leiden” merupakan sebuah ekspresi pemikiran
tentang sengsara dan wafatnya Yesus Kristus
Kalau kau Yahudi diburu justru dari perspektif Yesus Kristus sendiri,
Aku kotamu yang menunggu yang berbeda dengan tugas dan karya
Daerah ramah yang satu penyelamatan yang dijalankan Kristus.
Paris, Seine, rindu pemburu
LEIDEN11
Mari kita endapkan hidup 12/10/78 (LARUT MALAM)
Di lukisan di dinding redup Subagio Sastrowardoyo
Karena Bakh dan putih senja
Karena Yerusalem, dan karena Isa mengapa selalu harus ada siksa
sebelum bisa terucap geliat nyawa
Laskar pergi memburu anak
manusia dia yang disalib
Berperang di tengah gurun ditusuk lambungnya dengan tombak
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 19

derita senantiasa menghukum yang berdosa.


darahnya titik memurnikan sabda Bahkan Ia juga hakim yang tidak mengenal
kata ampun dan pengampunan dosa. Hal
kebahagiaan melumpuhkan tenaga ini terlihat dalam puisi Sitor Situmorang
berkata berikut ini.

sebelum sama sekali bisu KRISTUS DI MEDAN PERANG12


biar kujatuhkan diri dari menara Sitor Situmorang
sehingga terlepas sengsara dalam
syair paling merdu Ia menyeret diri dalam lumpur
mengutuk dan melihat langit gugur;
Melalui perspektif Jesus versi Subagio Jenderal pemberontak segala zaman,
Sastrowardoyo, refleksi tentang sengsara dan Kuasa mutlak terbayang di angan!
penderitaan yang dialami Yesus menjadi
sebuah refleksi yang sangat manusiawi dan Tapi langit ditinggalkan merah,
berciri antroposentris. Refleksi itu diawali pedang patah di sisi berdarah,
dengan pertanyaan tentang penyiksaan yang Tapi mimpi selalu menghadang,
harus dialami untuk menyelamatkan jiwa- Akan sampai di ujung: Menang!
jiwa: “mengapa selalu harus ada siksa//
sebelum bisa terucap geliat nyawa”. Sekeliling hanya reruntuhan.
Melalui perspektif antroposentris, jauh manusia serta ratapan,
penyair kemudian mengemukakan sikap dan Dan di hati tersimpan dalam:
pandangannya pribadi, yang mengingkari Sekali ‘kan dapat balas dendam!
sejarah keselamatan Kristus sendiri. Penderitaan
dan siksaan terhadap Yesus Kristus membuat Saat bumi olehnya diadili,
Injilnya menjadi semakin murni, “dia yang dirombak dan dihanguskan,
disalib//ditusuk lambungnya dengan Seperti Cartago, habis dihancurkan,
tombak derita//darahnya titik memurnikan dibajak lalu tandus digarami.
sabda”.
Akan tetapi, bayangan siksa dan Tumpasnya hukum lama,
penderitaan itu membuat penyair memilihkan Menjelmanya hukum Baru,
jalan nasib yang berbeda bagi Yesus Kristus. Ia, yang takkan kenal ampun,
Yesus Kristus justru dilepaskannya dari siksa Penegak Kuasa seribu tahun!
dan penderitaan itu, dengan mengikuti ajakan
setan “menjatuhkan diri dari menara”. 1955

sebelum sama sekali bisu Dalam puisi ini, gambaran tentang


biar kujatuhkan diri dari menara Sang Kristus sebagai hakim yang kejam
sehingga terlepas sengsara dalam didukung oleh pilihan kata dan suasana yang
syair paling merdu dibangunnya. Puisi ini diawali dengan
gambaran dan dramatisasi yang dahsyat,
Dengan gambaran seperti ini, tampak lumpur, kutuk, gugur. “Ia menyeret diri dalam
jelas bahwa Yesus Kristus menurut versi lumpur//mengutuk dan melihat langit
Subagio justru jatuh ke dalam godaan setan. gugur”. Ia bahkan digelari pemberontak
segala zaman dengan kekuasaan (menghukum)
4.5 Kristus adalah Hakim Yang Kejam yang mutlak di tangan-Nya. “Jenderal
pemberontak segala zaman,//Kuasa mutlak
Dalam puisi “Kristus di Medan Perang”, terbayang di angan!”
Sang Kristus dipahami (atau dialami?) Oleh karena manusia tidak juga
sebagai seorang hakim yang kejam, yang bertobat, “jauh manusia serta ratapan”, Dia
20 Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 1-21

yang sudah berkorban jiwa dan raga akan yang lebih banyak merefleksikan Sang
balas dendam “Sekali ‘kan dapat balas Kristus dibandingkan dengan penyair
dendam!” Dan pembalasan itu begitu Kristen menunjukkan bahwa Dia tidak hanya
dahsyatnya, “Seperti Cartago, habis dikenal oleh penyair-penyair yang beragama
dihancurkan,//dibajak lalu tandus Kristiani, tetapi juga oleh para penyair non-
digarami.” Kristiani.
Studi ini menemukan lima tema pokok
yang muncul dari kajian terhadap puisi-puisi
5. KESIMPULAN modern yang berkaitan dengan Sang Kristus.
Kelima tema itu adalah: 1) Kristus Juru Selamat
Percy Bysshe Shelley menegaskan umat manusia; 2). Kristus menyadarkan
bahwa puisi adalah rekaman detik-detik pendosa untuk bertobat; 3) Ironi antara
pengalaman puncak (peak experience) dalam iman pada Kristus dan kenyataan; 4) Kristus
hidup manusia, termasuk pengalaman puitis diragukan kesucian-Nya; dan 5) Kristus
dan religiositasnya. Pengalaman puitik dan adalah Hakim yang Kejam.
religiositas berhubungan dengan aspek ‘di Puisi-puisi yang ditulis oleh berbagai
dalam lubuk hati’, riak getaran hati nurani penyair Indonesia yang berkaitan dengan
pribadi; sikap personal yang mungkin Sang Kristus merupakan ekspresi pengenalan,
menjadi misteri bagi orang lain, karena pemahaman, iman religious, atau bahkan
menafaskan intimitas jiwa kedalaman si mempertanyakan segi-segi tertentu dalam
pribadi manusia. Penyair-penyair Indonesia kehidupan Yesus Kristus ataupun kehidupan
merekam pengalaman puitik dan religiositasnya penyair sendiri. Semua ekspresi itu menjadi
(kadang-kadang imannya) berkaitan dengan tanda yang jelas bahwa sosok Sang Kristus
sosok Sang Kristus. Dari kajian singkat di hadir dalam kesadaran para penyair Indonesia
atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat modern di bumi Nusantara ini. Ada
Indonesia kini sudah lebih banyak mengenal fenomena, penyair non-Kristiani dapat lebih
tokoh Sang Kristus dibandingkan dengan era mengenal, memahami, bahkan mengimani
sebelum tahun 1970-an. Dapat dikatakan Kristus dan Injil-nya dibandingkan dengan
bahwa kini Sang Kritus sudah cukup populer penyair yang benar-benar hidup dalam
di bumi Nusantara. Jumlah penyair Muslim tradisi dan iman Kristiani.

DAFTAR PUSTAKA Hartoko, Dick, 1982. Tonggak Perjalanan


Budaya: Sebuah Antologi. Yogyakarta:
Abrams, M. H., 1981. A Glossary of Literary Kanisius.
Terms: Fourth Edition. New York, Hartoko, Dick. 1991. Manusia dan Seni.
Chicago: Holt, Rinehart and Winston. Yogyakarta: Kanisius.
Atmazaki, 1993. Analisis Sajak: Metodologi dan Luxemberg, Jan Van, 1985. Pengantar Teori
Aplikasi. Bandung: Angkasa. Sastra. Diindonesiakan oleh Dick
Atmosuwito, Subijantoro, 1989. Perihal Sastra Hartoko. Jakarta: Gramedia.
dan Religiositas dalam Sastra. Bandung: Mangunwijaya, Y.B., 1988. Sastra dan
C.V. Sinar Baru. Religiositas. Yogyakarta: Kanisius.
Brown Dan, 2003. The Da Vinci Code. New Pradopo, Rachmat Djoko, 1990. Pengkajian
York: Doubleday. Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis
Driyarkara, N. 1980. Driyarkara tentang Struktural dan Semiotik. Yogyakarta:
Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Gadjah Mada University Press.
Drost, J., SJ. 1983. “Lembaga Pendidikan Sutrisno, Mudji dan Christ Verhaak, 1993.
Katolik” dalam Prisma No. 9 September Estetika: Filsafat Keindahan. Seri Pustaka
1983 Tahun XII. Jakarta: LP3SE Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Yoseph Yapi Taum – Sang Kristus dalam Puisi .... 21

Taum, Yoseph Yapi, 1995. “Teks dan Estetika: Teeuw, A., 1980. Tergantung Pada Kata.
Sebuah Refleksi” dalam Majalah Jakarta: Pustaka Jaya.
Kebudayaan Umum Basis, September 1995 - Teeuw, A., 1982. “Sang Kristus dalam Puisi
XLIV - No. 9. Yogyakarta: Andi Offset. Indonesia Baru” dalam Sejumlah
Teeuw, A., 1978. Sastra Baru Indonesia. Ende: Masalah Sastra (Satyagraha Hoerip,
Percetakan Arnoldus. Ed.). Jakarta: Sinar Harapan.
Teeuw, A., 1979. Sastra dan Ilmu Sastra: Waluyo, Herman J., 1991. Teori dan Apresiasi
Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Puisi. Jakarta: Erlangga.
Pustaka Jaya – Giri Mukti Pasaka. Yunus, Umar, 1981. Puisi Indonesia dan Melayu
Modern. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

CATATAN AKHIR 6
Dikutip dari Sitor Situmorang, “Rindu Kelana:
Pilihan Sajak 1948-1993” Dipilih dan diberi kata
penutup oleh Dr. Riris K. Toha Sarumpaet. Jakarta:
1
Dalam tulisan ini, WS Rendra dimasukkan ke dalam Gramedia Widiasarana, 1994: 11-12.
penyair beragama Katolik (agama yang dianut 7
Dari Kumpulan Puisi Simphoni, 1971. Jakarta:
Rendra sebelum berpindah keyakinan ke agama Pustaka Jaya.
Islam). Selain karena warna khas iman Katolik yang 8
Dikutip dari kumpulan Ada Ratap Ada Nyanyi
ditemukan dalam dua puisi yang mengungkapkan karya Rusli Marzuki Saria Penerbitan kesembilan
Sang Kristus, puisi-puisi ini pun ditulis Rendra Puisi Indonesia, Jakarta, 1976.
ketika masih menganut kepercayaan Katolik. 9
Dikutip dari Kumpulan Puisi Sang Darmanto karya
2
Dikutip dari “Makna Puisi untuk Kehidupan Kita Darmanto Jatman. Penerbitan Kesebelas Puisi
Dewasa Ini” MS Hutagalung, Majalah Bahasa dan Indonesia. Jakarta, 1976.
Sastra, Tahun II Nomor 1, 1976. Jakarta: Pusat 10
Dikutip dari Kumpulan Surat Kertas Hijau, Jakarta:
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, halaman 39. PT Dian Rakyat (h. 35).
3
Dikutip dari Kumpulan Puisi “Sang Darmanto” 11
Dari Kumpulan Puisi Buku Harian, 1979. Jakarta:
karya Darmanto Jatman. Penerbitan Kesebelas PUISI Budaya Jaya.
INDONESIA, Jakarta, 1976. 12
Dikutip dari Sitor Situmorang, “Rindu Kelana:
4
Dikutip dari Kumpulan Puisi “Sang Darmanto” Pilihan Sajak 1948-1993” Dipilih dan diberi kata
karya Darmanto Jatman. Penerbitan Kesebelas PUISI penutup oleh Dr. Riris K. Toha Sarumpaet. Jakarta:
INDONESIA, Jakarta, 1976. Gramedia Widiasarana, 1994: 47
5
Dikutip dari Kumpulan Puisi “Bangsat!” karya
Darmanto Jatman. Penerbitan Ketiga PUISI
INDONESIA, Jakarta, 1974.

Anda mungkin juga menyukai