Anda di halaman 1dari 2

Kromatografi Cair Vakum

Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi yaitu
dengan memisahkan crude extract menjadi fraksi-fraksinya yang lebih sederhana. Pemisahan
tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fasa geraknya dibantu dengan
pompa vakum. Fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel atau alumunium oksida
(Hendayana sumar, 2018).

Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada tekanan
lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya gas nitrogen.
Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan menggunakan kromatografi kolom
vakum cair, oleh karena itu syarat utama adalah mengetahui gambaran pemisahan cuplikan
pada kromatografi lapis tipis (Sudjadi, 2016).

Kromatografi vakum cair dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit


sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dan menggunakan
pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Sudjadi, 2016)

Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas kering
(biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 μm) dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah
dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah sampai kering dan
sekarang siap dipakai (Sudjadi, 2016).

Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV. Proses
penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu (Sudjadi,2016):

a. Cara Basah

Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam dalam fase
gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dibuat
merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan fase diam yang tetap dan
rata, kemudian aliran dihentikan.

b. Cara kering

Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan fase diam
yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya dibasahi
dengan pelarut yang akan digunakan.Preparasi sampel saat akan dielusi dengan KCV juga
memiliki berbagai metode seperti preparasi fasa diam. Metode tersebut yaitu cara basah dan
cara kering (Handayana Sumar, 2018).

Preparasi sampel cara basah dilakukan dengan melarutkan sampel dalam pelarut yang
akan digunakan sebagai fasa gerak dalam KCV. Larutan dimasukkan dalam kolom
kromatografi yang telah terisi fasa diam. Bagian atas dari sampel ditutupi kembali dengan
fasa diam yang sama. Sedangkan cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel
dengan sebagian kecil fase diam yang akan digunakan hingga terbentuk serbuk. Campuran
tersebut diletakkan dalam kolom yang telah terisi dengan fasa diam dan ditutup kembali
dengan fase diam yang sama (Sudjadi, 2016).

Kolom dapat berupa kolom dengan adsorben  grade-KLT normal atau fase terhisap
dengan adanya penurunan tekanan pada ruang labu penampung . Fraksi dikoleksi dan
ditampung sebagai alikoet eluen dengan satu sifat tingkat kepolaran. Aliokuot eluen
selanjutnya dapat dirancang untuk menghasilkan elusi gradient bertahap. Pengemasan fase
diam kromatografi kolom dapat dilakukan dengan beberapa carra seperti dengan metode
kering. Kelebihan metode ini  agar diperoleh kerapatan kemasan fase diam secara maksimal.
Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituang kepermukaan penjerap lalu
vakumkan lagi  dan siap dipakai. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan
langsung pada bagaian atas kolom atau pada lapisan penjerap dan dihisap perlahan-lahan
kedalam kemasan dengan mengvakumkannnya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang
cocok, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi ( Sudjadi,2016).

Keuntungan KCV dibandingkan dengan kromatografi konvensional terletak pada


jumlah fase gerak yang digunakan, pada KCV konsumsi fase gerak hanya 80% atau lebih
sedikit dibandingkan dengan kromatografi konvensional. Sedangkan kekurangannya adalah
membutuhkan waktu yang cukup lama (Sudjadi, 2016).

Anda mungkin juga menyukai