Anda di halaman 1dari 22

BAB I

BASIC SCIENCE

1.1 Anatomi Mata


Mata memiliki 3 lapisan:
1. Tunika fibrosa (lapisan paling luar)
a. Sklera
b. Kornea
2. Tunika vaskulosa (lapisan tengah)
a. Koroid
b. Badan Siliaris
3. Tunika nervosa (lapisan dalam)
a. Retina
1.2 Otot- Otot Mata
1.3 Histologi Mata
• Sklera
Berwarna putih, mengandung serabut kolagen, fibroblas, zat-zat utama
• Kornea
Transparan, tidak berwarna, mengandung 5 lapisan:
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Lamina propria
4. Membran Descemet
5. Endotel
• Koroid
Dibagi menjadi 4 lapisan:
1. Suprakoroid
Mengandung lamella(merupakan membran tipis)
2. Pembuluh darah (stratum vasculosa)
- Lapisan luar: pembuluh darah besar
- Lapisan dalam: pembuluh darah sedang
3. Lamina koriokapiler
Mendistribusikan nutrisi untuk bagian terluar retina
4. Lamina vitrea, lamina elastika/basalis/membran Bruch
- Merupakan membran non-selular, ada 2 lapisan:
- Lamella elastika eksterna (sangat tipis)
- Lamella kutikula interna (lebih tebal)
• Badan Siliaris
Dibagi atas 2 zona:
1. Orbikulus Silliaris (Pars Plana)
2. Korona Silliaris (Pars Plicata)
• Iris  yang membagi 2 bilik (anterior dan posterior)
• Bilik anterior : didepan iris
• Bilik posterior : dibelakang iris.
• Badan vitreous : bahan berbentuk agar-agar transparan yang dibatasi oleh : lensa,
membran bagian dalam retina. membran posterior zonula.
• Lensa
Lensa merupakan suatu organ transparan, dengan bentuk bikonveks.
Lensa memiliki 3 komponen struktur:
1. Kapsul lensa : berisi serat-serat lensa yang terbentuk oleh sel-sel epitel, sepitel
selapis kuboid hanya ada pada permukaan lensa.
2. Korteks : Terdiri dari korteks anterior (depan nukelus) dan korteks
posterior (belakang nukleus).
3. Nukleus : Terletak pada bagian sentral.
• Retina
Memiliki 10 lapisan, kecuali pada fovea centralis, diskus optikus. 10 lapisan tersebut,
yaitu:
1. Epitel pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Membran limitan luar
4. Lapisan nukleus luar/lapisan granular
5. Lapisan fleksiformis luar/lapisan molekular
6. Lapisan nukleus dalam/lapisan granular
7. Lapisan fleksiformis dalam/lapisan molekular
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serabut saraf
10. Membran limitan dalam
BAB II
CLINICAL SCIENCE

2.1 Trauma Mata


2.1.1 Definisi
Merupakan penyebab kebutaan unilateral yang umum pada anak-anak dan orang dewasa
muda.
2.1.2 Epidemiologi
- Paling sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda
- WHO memperkirakan 55 juta trauma mata terjadi setisp tahun., 750 ribu
membutuhkan perawatan di bangsal RS, 200 ribu merupakan trauma bola mata
terbuka
2.1.3 Etiologi
- Kecelakaan saat bekerja
- Kecelakaan lalu lintas
2.1.4 Klasifikasi
1. Trauma fisik
a. Retinopati Solaris
Penyebabnya adalah sinar ultraviolet matahari. Individu yang terkena biasanya
pengamat gerhana matahari, pelaut, dan tukang las. Mekanisme jejas berupa
proses fotokimia karena gelombang pendek (400 nm), yang mengakibatkan
timbulnya skotoma sentral, maupun retinitis serta makulopati.

b. Retinopati Alat Optik


Bisa disebabkan penggunaan oftalmoskop indirek dan pemeriksaan fundus
dengan lensa kontak dan lampu celah. Pengaruh cahaya pada mata adalah sebagai
berikut:
- Bila panjang gelombang atau alfa kurang dari 400 nm, maka reaksi fotokimia
akan terjadi pada retina.
- Sinar dengan alfa > 700 nm akan menimbulkan pemanasan retina, dan alfa
antara 400 – 700 nm aman untuk retina.
c. Retinopati Radiasi
Dapat terjadi pada radioterapi retinoblastoma atau melanoma koroid karena sinar
merusak endotel kapiler. Karena endotelnya terganggu maka bisa terjadi
perdarahan retina (kalau endotel rusak), edem makula (kalau permebilitasnya
meningkat). Hal ini terjadi setelah 18 – 36 bulan proses radiasi. Dosis radiasi
aman adalah <1500 cGy.
 Trauma Radiasi Elektromagnetik
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah:
– Sinar Inframerah
 Sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari
dan saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat
terkonsentrasinya sinar infra merah .
 iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas, sehingga
berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi
sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan
eksfoliasi kapsul lensa.
 Akibat sinar ini pada lensa, maka katarak mudah terjadi pada pekerja
industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar infra merah akan
mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-
posterior dan koagulasi pada khoroid. Bergantung pada beratnya lesi
akan terdapat skotoma sementara atau permanen.
 Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi,
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang
yang timbul.
– Sinar ultraviolet
 Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada
kornea, sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata
terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa
waktu, dan tidak akan memberikan gangguan ketajaman pengelihatan
yang menetap.
 Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan
4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata
seperti kelilipan atau seperti kemasukan pasir, foto fobia,
blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
 Kornea akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaannya, yang
kadang-kadangdisertai dengan kornea yang keruh dan uji floresensi
positif. Keratitis teutama terdapat padafisura palpebra. Pupil akan
terlihat miosis, tajam penglihatan akan terganggu.
 Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mataditutup selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah
48 jam.
– Sinar X dan sinar terionisasi
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
a) Sinar alfa yang dapat diabaikan-
b) Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan-
c) Sinar gamma dan
d) Sinar-x
 Sinar ionisasi dan sinar-x dapat menyebabkan katarak dan rusaknya
retina.
 Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
secara tidak normal.
 Sinar-x merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapilar, perdarahan,
mikroaneuris mata , dan eksudat.
 Luka bakar akibat sinar-x dapat merusak kornea, yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diamati. Biasanya akan terlihat
sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan.
 Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva
atrofi sel goblet yang akan menggangu fungsi air mata.
 Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik topikal dengansteroid 3
kali sehari dan sikloplegik 1 kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada
konjungtifadilakukan tindakan pembedahan.
2. Trauma mekanis :
a. Trauma Tumpul
Adalah trauma yang disebabkan karena benda tumpul secara langsung mengenai
organ atau akibat (sekunder) dari getaran yang ditimbulkannya oleh benturan
dengan benda tumpul.
1) Hematoma kelopak
Merupakan pembengkakan atau menimbunan darah dbawah kulit kelopak
akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Etiologi : pukulan tinju atau benda keras lainnya
Jenis :
- Hematoma kacamata
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kacamata hitam yang sedang dipakai. Merupakan keadaan sangat
gawat
Terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika  darah masuk kedalam rongga
orbita melalui fissure orbita  darah tidak dapat menjalar lanjut karena
dibatasi septum orbita kelopak mata  berbentuk gambaran hitam pada
kelopak seperti orang memakai kacamata
Penanganan :
1. Diberikan kompresi dingin (dini)  untuk menghentikan perdarahan
dan menghilangkan rasa sakit.
2. Kompres hangat (lama)  memudahkan absorpsi darah
2) Trauma Tumpul Konjungtiva
Tanda :
- Konjungtiva merah dengan batas tegas, yang dengan penekanan tidak
menghilang atau menipis
- Lama-lama mengalami perubahan warna, membiru, menipis, dan
umumnya diserap dalam waktu 2-3 minggu.
- Kemosis (edema konjungtiva)
- Krepitus konjungtiva
Edema konjungtiva
Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena
angina tanpa dapat mengedip dapat mengakibatkan edema konjungtiva

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak


menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.
Tatalaksana :
- Dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan didalam selaput
lender konjungtiva
- Pada kemotik konjungitva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan
konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut
Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya PD yang terdapat pada atau dibawah konjungtiva (a.
konjungtiva, dan a. episklera)
Etiologi : batuk rejan, trauma tumpul basis kranil (hematoma kacamata),
keadaan PD yang rentan dan mudah pecah.
Pemeriksaan : funduskopi
Tek. Bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva  lakukan eksplorasi bola mata cari
kemungkinan adanya rupture bulbus okuli
Terapi : kompres hangat
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu
tanpa diobati
3) Trauma tumpul pada kornea
Edema kornea
Tanda :
- Penglihatan kabur
- Terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat
- Kornea keruh
- Uji plasido +
Terapi :
1. Larutan hipertonik : NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glucose
40% dan larutan albumin
2. Asetazolamida (jika TIO tinggi)
3. Lensa kontak lembek  menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam
penglihatan
Erosi Kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras pda epitel kornea
Tanda:
- Sakit sekali
- Mata berair dengan blefarospasm
- Lakrimasi
- Fotofobia
- Penglihatan terganggu oleh media kornea yang keruh
Pemeriksaan : fluorescein (+) (berwarna hijau)
Terapi :
1. Anestesi topical
2. Kupas/lepaskan epitel yang terkelupas
3. Antibiotik spektrum luas : Neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid
tetes mata
4. Siklopegik aksi pendek : tropikamida (u/ spasme siliar)
Erosi kornea rekuren
Terjadi akibat cedera yang merusak membrane basal. Epitel yang menutup
kornea akan mudah lepas kembali diwaktu bangun pagi. Terjadi erosi
kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea.
Sukarnya epitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan
membrane basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea.
Terapi:
Tujuan : melumasi permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat
lepas untuk membentuk membrane basal kornea
1. Siklopegik untuk menghilangkan rasa sakit, mengurangi gejala radang
uvea yang mungkin timbul
2. Antibiotik tetes
3. Mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah
infeksi sekunder
4. Lensa kontak lembek : mempertahankan epitel berada di tempat dan
tidak dipengaruhi kedipan kelopak mata.
4) Trauma Tumpul Uvea
Iridoplegia
Trauma tumpul uvea  kelumpuhan otot sfingter pupil atau iridoplegia 
pupil menjadi lebar atau midriasis.
Tanda :
- Sulit melihat dekat
- Silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil
- Pupil anisokor/pupil irregular/pupil tidak bereaksi terhadap sinar
Terapi : istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan
pemberian roboransia
Iridiodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris  bentuk
pupil menjadi berubah
Tanda :
- Penglihatan ganda dengan 1 matanya
- Pupil lonjong
Terapi : pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas
Hifema
Adalah adanya darah dibilik mata depan, darah ini bisa berasal dari iris dari
badan siliar yang robek. Dibedakan primer (terjadi sesaat setelah terjadinya
trauma, sedangakan sekunder terjadi sesudah hari ke 3 antara lain 3 hingga 5
hari terjadinya trauma
Tanda :
- Sakit disertai epifora dan blefarospasme
- Penglihatan sangat menurun. Terjadi imbisisi hemoglobin di
kornea/endotel yang mengakibatkan pewarnaan kornea (kornea staining)
 kekeruhan kornea  penglihatan menurun.
- Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik
mata depan/ seluruh ruang bilik mata depan
- Kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis
Komplikasi hifema :
- Glaukoma sekunder atau akut. Terjadi jika jalinan filtrasi tersumbat oleh
fibrin dan sel-sel atau jika terbentuk gumpalan darah yang menyebabkan
hambatan pupil. Bisa juga terjadi jalinan filtrasi akibat getaran trauma
tumpul  menghambat aliran aquos humor.

Terapi :

1. Merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat


pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup

2. Asetazolamida bila terjadi penyulit glaukoma, TIO meningkat


3. Asam traneksamat : menghambat aktivasi plasminogen dan fibrinolysis
sebagai koagulansia

4. Bedah hifema:

- Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan : pada


hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder,
hifema penuh dan berwarna hitam atau bila 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang.

Teknik : penderita diberi anestesi lokal dengan pantokain 1 %, kemudian


tusuk daerah limbus pada arah jam 6 dengan spuit injeksi. Selain itu bisa
dilakukan irigasi aspirasi dan insisi luas bila sudah ada jendalan (endapan)
darah. Bila darah tidak keluar seluruhnya  bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologik. Luka tidak perlu dijahit

Iridosiklitis
Trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklisis atau radang uvea anterior.
Tanda:
- Mata merah
- Pupil mengecil
- Penglihatan menurun
Terapi :
1. Tetes mata midriatik
2. Steroid topika
b. Trauma Tajam
Merupakan kerusakan yang terjadi dapat berupa penetrans, dimana sebagian
dinding bola mata melalui kornea/sklera mengalami kerusakan atau perforans
dimana seluruh ketebalan dinding bola mata rusak.
Bila robekan konjungtiva <1cm tidak dilakukan penjahitan, jika robekan
konjungtiva > 1 cm maka diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah
terjadinya granuloma.
Tanda:
- Tajam penglihatan menurun
- Tekanan bola mata rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihatnya ada rupture pada kornea dan sklera
- Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan
kaca, atau retina
- Konjungtiva kemotis

Bila terlihat salah 1 tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata 
pemberian antibiotic topical dan mata ditutup – rujuk untuk dilakukan
pembedahan

Terapi :

1. Pada pasien dengan luka tembus bola matanya selamanya diberikan antibiotic
sistemik atau IV dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.

2. Anti tetanus profilaksis

3. Analgetik

4. Jangan diberikan salep

5. Benda yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan alat magnet rakasa.
Benda yang tidak bersifat magnetic dikeluarkan virektomi
Penyulit : endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraocular, ftisis
bulbi.

3. Trauma kimiawi
 Disebabkan asam atau alkali sering terjadi di laboratorium atau pabrik industry
 Alkali menyebabkan kerusakan mata yang lebih buruk dari asam karena
menyebabkan penetrasi kornea bahkan sampai ke retina secara cepat
 Gejala :
- Konjungtiva, kornea, palpebra dan kulit sekelilingnya tampak memucat dan
nekrosis
- Koagulasi jaringan kornea menyebabkan kekeruhan kornea
- Rasa nyeri
- Visus menurun
 Klasifikasi Thoft
• Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
• Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.
• Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel
kornea.
• Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

 Tindakan :
- Segera irigasi dengan air, forniks dibersihkan
- Teteskan midriatik dan topikal antibiotik dan ditutup dengan perban
- Bila disebabkan oleh kapur, teteskan EDTA (Etil Diamin Tetraasetik Acid)
yang mampu menarik kalsium yang telah berikatan dengan jaringan kornea
 Kompikasi :
- Simblefaron
- Jaringan sikatrik pada kornea
- Infeksi sekunder

c. Trauma Asam
 Asam merusak ikatan protein intramolekular dan menyebabkan koagulasi.
Terjadinya reaksi koagulasi ini berfungsi sebagai barrier penetrasi lebih lanjut
sehingga proses berhenti. Dengan demikian trauma kimia karena asam lebih
ringan daripada karena basa.
 Penyulit yang bisa terjadi adalah katarak, glaukoma, hipotoni, abnormalitas air
mata, iritis, entropion, trikiasis, dan simblefaron.
 Penanganannya dengan irigasi dengan air atau larutan garam fisiologis,
pengontrolan pH, dan pertimbangan terapi lainnya mirip pada trauma basa.

d. Trauma Basa
 Trauma basa berakibat lebih buruk
dari pada asam. Ini disebabkan pada
trauma basa, terjadi reaksi penyabunan, sehingga sel dan jaringan menjadi
rusak atau nekrosis. Sel yang nekrosis ini menghasilkan enzim kolagenase.
Enzim ini menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Membran sel rusak sehingga
terjadi nekrosis sel karena penetrasi melalui membran sel yang rusak.
Akibatnya kornea keruh dalam beberapa menit, terjadi simblefaron sehingga
gerakan mata terbatas, terbentuk jaringan parut palpebra dan kelenjar air mata.
 Tekanan intraokular bisa berubah dan lensa dapat menjadi keruh.
 Penanganannya dengan irigasi air/larutan garam fisiologis 2000 ml dan
netralisasi sampai pH air mata kembali normal (pH air mata 7,3).
 Berikan EDTA dan antibiotika. Debridement dilakukan untuk mencegah
infeksi sekunder.
e. Trauma Kimia
• Tindakan :
1. Segera irigasi dengan air, forniks dibersihkan
2. Teteskan midriatik dan topikal antibiotik dan ditutup dengan perban
3. Bila disebabkan oleh kapur, teteskan EDTA (Etil Diamin Tetraasetik
Acid) yang mampu menarik kalsium yang telah berikatan dengan jaringan
kornea
• Kompikasi :
1. Simblefaron
2. Jaringan sikatrik pada kornea
3. Infeksi sekunder

4. Trauma Benda Asing


Jenis benda asing yang melukai mata bias saja benda logam, dengan atau tanpa sifat
magnetic, dan bias juga benda bukan logam (inert yaitu benda yang terbuat dari bahan
yang tidak atau menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga tidak mengganggu fungsi
mata, missal batu, kaca, porselin, plastic; maupun benda reaktif yaitu benda yang
menimbulkan reaksi jaringan berupa perubahan selular dan membrane sehingga
menimbulkan gangguan fungsi missal tumbuhan, bahan pakaian, bulu mata, bulu
ulat)
 Tanda dan gejala siderosis (reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion besi pada
jaringan) :
- Gangguan tajam penglihatan
- Terjadi kerusakan kornea, lensa, iris maupun sklera penglihatan.
- Lapang pandang menyempit
- Endapan karat besi di kornea dan lensa (berwarna kuning kecoklatan)
- Pupil lebar dengan reaksi lambat
Tanda dan gejala kalkalosis (reksi jaringan mata akibat pengendapan ion
tembaga pada jaringan):
 Minggu pertama  reaksi purulent bias terjadi

 Diagnosis:
1. Anamnesis
- Apakah terjadi perforasi, trauma tembus, dll
- Penyebab trauma
- Waktu terjadinya
2. Pemeriksaan Mata
Alat-alat:
- Lampu penerangan (sentolop)
- Kaca pembesar
- Lampu celah (slitlamp)
- Oftalmoskop : memeriksa adanya benda asing dalam badan kaca atau retina. Bila
tampak kekeruhan badan kaca  prognosis kurang baik
3. Pemeriksaan penunjang
- Radiologis untuk mengetahui adanya suatu benda asing yang radioopak serta
menentukan lokasi benda tersebut dalam mata. Pemeriksaan paling sederhana
adalah foto sinar-X polos orbita posisi posteroanterior (PA) dan lateral.

 Terapi :
1. Anestesi topical diberikan pada keadaan dimana terdapat biofare spasme berat
2. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedang untuk basa
larutan asam borat, asam asetat 0.5% atau buffer asam asetat pH 5.4% untuk
menetralisir
3. Untuk bahan basa diberikan EDTA.
4. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotic topical, siklopegik dan bebat mata
masih sakit
 Prognosis
Mata tanpa luka perforasi  prognosis baik
Mata dengan luka perforasi  prognosisnya tergantung dari:
- Benda asing inert  baik (tidak atau sedikit menimbulkan reaksi jaringan)
- Benda logam magnet  lebih baik (pengeluarannya lebih mudah)
- Benda yang terletak dibilik mata depan prognosisnya lebih baik (mudah terlihat
sehingga mudah dikeluarkan )
- Bila terjadi luka perforasi yang berat, banyak bahan kaca yang prolapse  ablasi
retina

2.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
- Kapan terjadinya?
- Dimana tempat kejadian trauma
- Obyek penyebab trauma/jenis benda
- Apakah pasien mendapat pertolongan sebelumnya? Jenis pertolongannya? Dan
kapan pertolongan tadi diberikan
- Keadaan visus sebelum terjadi trauma rw pemakaina kacamata, penyakit mata
sebelumnya dan ada tidaknya trauma.

2. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan visus
- Apakah ada rupture palpebra atau konjungtiva
- Afakah kelainan kornea berupa erosi, vulnus, dan perforasi
- Keadaan bilik mata depan, apakah dalam, dangkal apakah ada hifema, benda asing
di bilik mata, serta adanya pralapsus irirs
- Adakah rupture bulbi  pupil tidak bulat, khemosis yang sangat hebat, TIO sangat
menurun
- Benda asing di kornea atau konjungtiva superior  eversi
- Benda asing intraocular (trauma tembus)
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Pertolongan pertama atau tindakan yang dilakukan sesaat setelah kejadian trauma
2. Rujuk
Prinsip penanganan trauma :
- Mengurangi meluasnya kerusakan jaringan untuk membatasai daerah yang rusak
- Menghindari infeksi  memberikan antibiotic topical dan melakukan tindakan
asepsis
- Merujuk dengan cepat ke pusat pelayanan mata

2.1.7 Prognosis
- Semakin besar gaya atau benda penyebab maka akan semakin berat trauma ang
terjadi. Semakin sederhana jenis kerusakan maka akan semakin baik prognosisnya.
- Semakin kompleks kerusakannya (rupture palpebra disertai rupture bulbi dengan
adanya benda asing intraaokuler) maka prognosisnya lebih jelek.
Semakin superfisial semakin baik prognosisnya

2.1.8 Pencegahan
- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam
- Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti
bahan apa saja yang ada di tempat kerjanya
- Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las
dengan memakai kacamata
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.

Anda mungkin juga menyukai