Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Meniskus

2.1.1 Anatomi Meniskus

Sendi lutut terdiri dari struktur meniskus, yang terdiri dari komponen medial dan lateral

yang terletak antara kondilus femur dan tibia plateau. Meniskus adalah suatu jaringan

fibrokartilago berbentuk huruf C berpasangan, dimana masing-masing berwarna putih mengkilat,

yang terdiri dari komponen selular khususnya molekul ekstraselular matriks yang memiliki

inervasi dan vaskularisasi secara spesifik (Hauser et al., 2010; Makris et al., 2011).

Meniskus sangat penting sebagai stabilitas sendi, meredam gaya goncangan, berperan

sebagai landasan atau bantalan ketika adanya suatunya impaksi kekuatan femur dan tibia,

memberikan lubrikasi pada sendi, dan sebagai fungsi proprioseptif. Meniskus medial berbentuk C.

Ujung (horn) posteriornya lebih besar daripada ujung (horn) anteriornya. Pada bagian ujung (horn)

anterior dari medial meniskus sebagai tempat perlekatan dari tulang. Sedangkan ujung (horn)

posterior terletak sebelah anterior dari posterior cruciate ligament. Meniskus lateral berbentuk

semisirkular dan membungkus sebagian besar permukaan artikular dari tulang tibia jika

dibandingkan dengan meniskus medial. Ujung (horn) anterior dari meniskus lateral letaknya

berdekatan dengan anterior cruciate ligament. Sedangkan ujung (horn) posterior dikenal sebagai

ligamen meniskofemoral yang disebut juga dengan Humphries and Wrisberg ligament, dimana

menghubungkan bagian ujung (horn) posterior dengan bagian lateral dari kondilus medial femur

(Howell et al., 2014). Hanya sekitar 46 % dari orang - orang yang memiliki kedua ligamen ini, dan

sekitar 100 % dari orang - orang yang memiliki salah satunya (Fox et al., 2012; Makris et al.,

2011).

6
Permukaan meniskus secara nyata dan mikroskopis tampak seperti sesuatu yang lembut.

Meniskus manusia bagian medial dan lateral masing - masing memiliki perbedaan dimensi, yaitu

: panjang meniskus lateral sekitar 32.4 - 35.7 mm dan lebarnya sekitar 26.6 - 29.3 mm, sedangkan

meniskus medial panjangnya sekitar 40.5 - 45.5 mm dan lebarnya sekitar 27 mm. Secara

keseluruhan, meniskus dibagi menjadi dua zona, yaitu red – red zone (kaya akan pembuluh darah

dan saraf) dan white – white zone (daerah avaskular dan aneural). Dan kedua zona tersebut diatas

dipisahkan oleh red – white zone (Makris et al., 2011).

Gambar 2.1 Anatomi Meniskus (Makris et al., 2011).

2.1.2 Vaskularisasi Meniskus

Vaskularisasi pada meniskus memiliki relevansi yang sangat tinggi. Dari perkembangan

prenatal sampai setelah kelahiran, meniskus mendapatkan vaskularisasi secara penuh. Setelah anak

– anak berumur 10 tahun, vaskularisasi menjadi sekitar 10-30% meniskus, dan maturitas dari

menikus hanya terdiri dari vaskularisasi dan saraf pada daerah perifer (sekitar 10 - 25% dari

meniskus). Pada daerah perifer, meniskus disuplai oleh medial dan lateral arteri geniculate, yang

merupakan cabang dari arteri popliteal, dimana memberikan vaskularisasi utama pada daerah

superior dan inferior dari meniskus. Arteri geniculate merupakan cabang kecil posterior dimana

7
mampu menembus oblique popliteal ligament pada bagian tepi posteromedial dari sendi

tibiofemoral. Capillary network dari meniskus diawali dari pembuluh darah arteri tersebut dan

berakhir di dalam jaringan sinovial dan kapsular dari bagian perifer meniskus. Hanya sekitar 10-

30% bagian perifer dari meniskus bagian medial dan sekitar 10-25% bagian perifer dari meniskus

bagian lateral menerima suplai pembuluh darah secara langsung. Pembuluh darah

endoligamentosus pada ujung (horns) anterior dan posterior berjalan sangat dekat ke dalam

meniskus dan membentuk suatu terminal yang mengakomodasi nutrisi. Dan sisanya (sekitar 65-

75% meniskus) menerima suplai nutrisi dari cairan sinovial melalui proses difusi (Brindle et al.,

2001; Fox et al., 2012; Makris et al., 2011).

Gambar 2.2 Vaskularisasi Meniskus (Brindle et al., 2001).

2.1.3 Persarafan Meniskus

Sendi lutut diinervasi oleh cabang posterior articular dari saraf tibia posterior dan

kumpulan cabang dari safar obturator dan femoral. Serat saraf menembus kapsul sendi bersamaan

8
dengan suplai pembuluh darah, dan melayani meniskus. Terdapat tiga bagian komponen

mekanoreseptor yang menginervasi bagian perifer dari meniskus yaitu (Brindle et al., 2001; Fox

et al., 2012):

1. Mekanoreseptor tipe I (Ruffini)

Penghantaran sinyalnya bersifat lambat dan lebih lambat dalam mengadaptasi suatu perubahan

posisi sendi dalam keadaan statis dan tekanan.

2. Mekanoreseptor tipe II (Pacinian)

Penghantaran sinyalnya bersifat lambat dan lebih cepat dalam mengadaptasi suatu rengangan

ketika sendi dalam keadaan akselerasi.

3. Mekanoreseptor tipe III (Golgi)

Penghantaran sinyal terjadi pada saat sendi lutut akan melakukan pergerakan dan berhubungan

dengan inhibisi neuromuskular.

2.1.4 Kandungan Biokimia dan Sel Meniskus

Kandungan biokimia dari meniskus mengandung sekitar 72% air dan sisanya sekitar 28%

bahan – bahan organik, terutama ekstraselular matriks dan sel – sel. Secara umum, kolagen

membentuk bahan – bahan organik ini, yang diikuti oleh GAG (glycosaminoglycans) 17%

(chondroitin 6 sulfate, dermatan sulfate, chondroitin sulfate, dan keratin sulfate), DNA

(deoxyribonucleic acid) 2%, adhesion glycoprotein (fibronectin, thrombospondin, dan kolagen VI)

kurang dari 1%, dan elastin kurang dari 1%. Komponen – komponen tersebut proporsinya berbeda

pada setiap manusia, karena bergantung dari umur, trauma, dan keadaan patologis lainnya.

Kolagen merupakan komponen utama dalam kandungan biokimia dari meniskus manusia. Pada

red – red zone, kolagen tipe I merupakan komponen yang utama, komposisinya sekitar 80% dari

9
berat kering, dan sisanya berupa kolagen varian (tipe II, III, IV, VI, dan XVIII sekitar kurang dari

1%). Pada white – white zone, kolagen komposisinya sekitar 70% dari berat kering, dimana 60%

berupa kolagen tipe II dan sekitar 40% kolagen tipe I. Pada red – red zone terdiri dari banyak sel

– sel fibroblas yang akan memproduksi matriks ekstraselular serat kolagen tipe 1. Komponen

selain kolagen dalam meniskus adalah elastin yang sampai saat ini fungsinya dalam meniskus

belum diketahui. Kemudian juga terdapat proteoglikan (aggrecan, biglycan, dan decorin) yang

merupakan molekul glikosilat dalam membentuk ekstraselular matriks meniskus (Fox et al., 2012;

Makris et al., 2011).

Dewasa ini, karakteristik dari sel – sel meniskus, masih diperdebatkan dan secara literatur

masih menimbulkan banyak kontroversi. Secara umum dikenal dengan berbagai macam istilah

untuk sel – sel meniskus tersebut, seperti dikenal fibrosit, fibroblas, fibrokondrosit, dan kondrosit.

Meskipun berbagai macam istilah yang digunakan, sel meniskus terlihat oval pada zona terluar,

bentuknya fusiform, dan tampak memiliki persamaan dengan penampilan dan perilaku yang sama

dengan fibroblas. Oleh karena itu dikenal dengan istilah fibroblast like cells. Sel ini menunjukkan

perluasan sel yang panjang dengan memfasilitasi hubungan komunikasi dengan sel lainnya dan

matriks ekstraselular. Matrik yang membungkus sel meniskus mengandung kolagen tipe I, dan

sebagian kecil terdiri dari glikoprotein dan kolagen tipe III dan V. Hal ini berbanding terbalik

dengan zona terdalam sel, dimana tampak bulat dan matriks ekstraselularnya mengandung kolagen

tipe II, GAG, dan aggrecan. Untuk itu sel meniskus diklasifikasikan dengan sebutan

fibrochondrocytes atau chondrocyte like cells (Fox et al., 2012; Makris et al., 2011).

10
Gambar 2.3 Zona dan Populasi Sel Meniskus (Makris et al., 2011).

2.1.5 Cedera Meniskus

Cedera meniskus dapat terjadi baik trauma maupun non trauma. Cedera meniskus oleh

karena non trauma, biasanya terjadi pada orang usia dewasa pertengahan dan usia tua. Hal ini

disebabkan oleh suatu proses degeneratif seperti osteoarthritis. Sedangkan cedera meniskus oleh

karena trauma, umumnya terjadi pada orang muda dan berhubungan dengan kegiatan olahraga

(sepakbola, basket, ski, dan baseball). Mekanisme injuri dari cedera meniskus karena trauma ini

biasanya berhubungan dengan gerakan lutut yang melakukan gaya twisting, cutting, hiperekstensi,

atau akibat adanya kekuatan yang begitu besar. Cedera meniskus biasanya berhubungan dengan

cedera anterior cruciate ligament (sekitar >80% kasus) (Makris et al., 2011).

Klasifikasi cedera menikus bergantung pada lokasi, ketebalan, stabilitasnya, dan bentuk

robekannya. Berdasarkan lokasinya, robekan meniskus dapat terjadi pada bagian perifer (red – red

zone), bagian transisi (red – white zone), dan bagian dalam (white – white zone). Sedangkan

berdasarkan bentuk robekannya, dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu : vertikal –

longitudinal (bucket handle), flat/oblique, vertikal radial/transverse, dan horisontal/kompleks

(degeneratif). Semua kategori tersebut diatas disertai dengan adanya pemeriksaan pasien melalui

11
anamnesis yang akurat, pemeriksaan fisik yang baik, dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang

yang memadai (MRI), sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan dan efektifitas

terapi (Makris et al., 2011).

Gambar 2.4 Bentuk Robekan Meniskus (Mordecai et al., 2014).

Cedera meniskus berdasarkan lokasinya, dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu (Makris et

al., 2011):

1. Cedera meniskus bagian perifer (daerah vaskular)

Berbagai macam teknik operasi telah digambarkan dan dilaksanakan dalam memperbaiki

cedera meniskus di daerah perifer (vaskular). Meskipun berbagai macam teknik operasi terus

berkembang, namun tetap secara prinsip teknik operasi meniskus menggunakan empat

kategori teknik (inside out, outside in, dan all inside arthroscopic techniques, dan open repair).

Keberhasilan penyembuhan meniskus pada zona ini adalah sangat baik sekitar 69-91%.

2. Cedera meniskus bagian dalam (daerah avaskular)

Cedera meniskus pada daerah avaskular ini merupakan suatu bagian yang paling luas,

kompleks, dan sering berhubungan dengan prognosis yang buruk jika dilakukan tindakan

12
perbaikan meniskus. Untuk peningkatan proses penyembuhan meniskus pada daerah ini,

menjadi suatu tantangan bagi para klinis dan peneliti. Banyak teknik operasi termasuk banyak

penelitian – penelitian dilakukan untuk meningkatkan proses penyembuhan di daerah

avaskular meniskus ini, namun hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Oleh karena itu, para

dokter sering melakukan tindakan menisektomi pada daerah avaskular meniskus ini, namun

memberikan efek buruk bagi permukaan tulang rawan.

2.1.6 Manajemen Cedera Meniskus

Penanganan cedera meniskus secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu (Brindle et

al., 2001) :

1. Non Operatif

Penanganan non operatif untuk cedera meniskus biasanya untuk cedera meniskus yang bersifat

asimtomatis dan pasien usia tua yang tidak mampu mengubah gaya hidupnya. Semua pasien

seharusnya ditangani dengan RICE (rest, ice compression, elevation, and NSAID). Rehabilitasi

dilakukan pada cedera meniskus untuk mengurangi nyeri, latihan ROM secara penuh, dan latihan

penguatan otot – otot lutut.

Pada tindakan artroskopi lutut, jika didapatkan adanya robekan meniskus, kemudian tidak

dilakukan tindakan abrasi parameniskus untuk mempercepat proses penyembuhan. Oleh karena

itu ada beberapa hal yang tidak memerlukan tindakan operasi pada cedera meniskus, seperti :

- partial thickness splits

- full thickness vertical atau robekan oblik yang panjangnya kurang dari 5 mm (kondisi

stabil)

- short radial atau robekan minor pada bagian sentral meniskus

13
- robekan karena proses degeneratif khususnya pada kasus osteoartritis yang disertai

tanpa gejala mekanikal

- robekan yang bersifat stabil dengan tidak adanya pergeseran ke arah sentral yang lebih

besar dari 3 mm

2. Operatif

Penanganan cedera meniskus dengan tindakan operasi direkomendasikan untuk pasien yang

memiliki keluhan nyeri secara menetap, usia muda dengan aktivitas yang aktif (atlet), ada keluhan

locking knee, dan pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda – tanda dari robekan meniskus.

Tindakan operatif tersebut, meliputi :

- Menisektomi total

Prosedur ini dilakukan dengan membuang semua meniskus dan diindikasikan pada

kasus – kasus meniskus yang mengalami proses degeneratif. Hal tersebut tentu saja

akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan tulang rawan, penyempitan celah

sendi, perubahan geometri tulang, dan pembentukan osteofit.

- Menisektomi parsial (sebagian)

Prosedur ini dilakukan dengan membuang sebagian meniskus yang cedera, khususnya

yang mengalami puntiran atau bagian yang tidak stabil (flaps, complex tear,

degenerative dan central/radial tear) dengan menyisakan kontur atau bentuk dari

sebagian meniskus sehat yang tersisa.

- Repair (penjahitan) meniskus

Prosedur ini dilakukan dengan mempertahankan meniskus dan dilakukan perbaikan,

seperti penjahitan (dengan menggunakan benang polydioxanone dan nonabsorbable)

terhadap meniskus yang mengalami robekan. Beberapa teknik penjahitan meniskus,

14
meliputi : open meniscal repair, inside – out arthroscopic repair, outside – in

arthroscopic repair, dan all – inside arthroscopic repair.

- Transplantasi meniskus

Prosedur ini merupakan perkembangan termuktahir dalam penanganan cedera

meniskus. Dengan cara ini mampu mencegah terjadinya perubahan proses degeneratif

pada pasien – pasien paska dilakukan tindakan menisektomi total atau parsial. Indikasi

prosedur ini adalah usia pasien kurang dari 45 tahun, rasa nyeri maupun tidak nyaman

yang berkepanjangan, osteoartritis stadium kurang dari 4 tanpa disertai dengan cedera

ACL dan tidak adanya malalignment yang signifikan. Sedangkan kontraindikasinya

adalah umur pasien lebih dari 60 tahun dengan adanya perubahan arsitektur tulang,

beresiko infeksi, malalignment yang signifikan, dan instability.

2.1.7 Mekanisme Penyembuhan Meniskus

Mekanisme penyembuhan meniskus dapat melalui dua bentuk pathway yaitu (de Albornoz

& Forriol, 2012) :

1. Extrinsic Pathway

Terjadi pada daerah lesi meniskus yang mempunyai vaskularisasi dan penyembuhan ini

melibatkan pembuluh darah kapiler yang mensuplai nutrisi untuk sel – sel mesenkimal dalam

mempercepat proses penyembuhan meniskus.

2. Intrinsic Pathway

Berdasarkan kemampuan penyembuhan diri sendiri dari fibrokartilago meniskus dan cairan

sinovium. Semakin sentral lokasi dari cedera menikus, maka akan menyebabkan respon

intrinsik sangat rendah untuk sembuh. Pada kasus ini biasanya diperlukan faktor – faktor

15
lainnya yang dapat memberikan respon biologis untuk penyembuhan meniskus serta

diperlukan peran cairan sinovial untuk mempercepat proses penyembuhan.

Selain hal diatas, faktor - faktor yang diperlukan untuk proses perbaikan meniskus adalah

kemampuan sel – sel dan mediator – mediator inflamasi. Pembentukan pembekuan darah adalah

fase awal dalam menyediakan formasi dalam pembentukan matriks dan merangsang kemotaksis

sebagai elemen selular yang telibat dalam penyembuhan cedera (Rath & Richmond, 2000).

2.2 VEGF

Vaskular Endotelial Growth Factor (VEGF) merupakan homodimerik glikoprotein dimana

sekitar 20% struktur asam aminonya homolog dengan Platelet Derived Growth Factor (PDGF).

VEGF diproduksi oleh berbagai macam tipe sel dalam suatu proses penyembuhan luka, yaitu sel

endotelial, sel fibrolas, sel otot polos, platelet, neutrofil, dan makrofag. Pada manusia VEGF

berikatan dengan 2 reseptor tyrosinkinase, yaitu reseptor Flt-1 dan KDR pada permukaan sel

endotelial dan pembuluh darah yang sudah matang dalam suatu proses penyembuhan luka serta

akan menginduksi fosforilasi dan memicu migrasi dari sel endotelial dan proses angiogenesis

VEGF akan menginduksi pergerakan membran sel endotelial, proses kemotaksis, dan proliferasi

dari sel endotelial. VEGF merupakan faktor pertumbuhan angiogenik paling kuat, menstimulasi

pembentukan pembuluh darah baru. Efek fisiologis termasuk meningkatnya angiogenesis,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi (Bao et al., 2009).

2.2.1 Peranan VEGF Pada Kaskade Angiogenesis

Salah satu peran dari VEGF yang penting dalam suatu proses penyembuhan luka adalah

menstimulasi angiogenesis. Proses angiogenesis dari penyembuhan luka melibatkan berbagai

16
proses seperti vasodilatasi, degradasi membran sel basal, migrasi sel endotel, dan proliferasi sel

endotel. Kemudian akan terjadi pembentukan pipa – pipa kapiler darah serta diikuti oleh

pembentukan anastomosis pararel dari kapiler dan akhirnya terjadi pembentukan membran sel

basal yang baru (Bao et al., 2009).

Gambar 2.5 Peranan VEGF Dalam Proses Kaskade Angiogenesis

(Johnson & Wilgus, 2014).

VEGF memberikan efeknya pada sel endotelial dengan berikatan dan mengaktifasi

reseptor tirosin kinase yang berada pada permukaan sel. VEGF A mampu berikatan dengan banyak

reseptor termasuk VEGF reseptor 1 (VEGFR-1) dan VEGF reseptor 2 (VEGFR-2). VEGFR-1

17
berikatan dengan ligan VEGF dengan daya tarik yang sangat tinggi, sedangkan VEGFR-2

menunjukkan perlekatan yang kuat dari aktivitas tirosin kinase. VEGFR-2 dipercaya memerankan

peranan yang lebih penting dibandingkan reseptor lainnya dalam mengontrol fungsi sel endotel

dan mengatur proses angiogenesis melalui suatu proses kaskade angiogenesis. Setelah berikatan

dengan VEGF, sisa fosforilasi tirosin pada VEGF akan menyebabkan perangsangan aktivasi dari

protein kinase B, dimana berfungsi untuk menghambat apoptosis, dan akan mengaktivasi mitogen

activated protein kinase (MAPK), yang berfungsi untuk merangsang terjadinya proses proliferasi.

Selain itu, aktivasi dari Src kinase, focal adhesion kinase, dan p38 MAPK akan menyebabkan

terjadinya proses migrasi sel. (Johnson & Wilgus, 2014).

Dalam proses suatu penghantaran sinyal VEGF akan terjadi suatu ikatan antara VEGF –

VEGFR, yang akan menyebabkan proses dimerisasi dan autofosforilasi dari VEGFR. Fosforilasi

VEGFR akan menggerakkan aktivasi PI3K dan fosforilasi dari Akt. Bentuk aktif dari Akt. Akan

menghentikan proapoptotic molecules BAD dan caspase – 9, yang kemudian akan menyebabkan

sel-sel menjadi bertahan. Sinyal VEGF juga akan mengaktivasi beberapa kinase yang akan

menyebabkan terjadinya proses migrasi sel, termasuk Src, FAK, dan p38 MAPK. Aktivasi

pathway yang banyak ini akan diikuti oleh fosforilasi VEGFR yang menyebabkan penghantaran

sinyal MAPK (fosforilasi dari MEK/ERK), yang kemudian akan menstimulasi proliferasi sel – sel.

(Johnson & Wilgus, 2014).

2.3 Serat Kolagen

Nama “kolagen”, berasal dari terminologi protein yang membentuk susunan triple helix

dari tiga rantai polipeptida, dan semua jenis dari kolagen membentuk struktur supramolekular pada

matriks ekstraselular walaupun ukuran, fungsi, dan distribusi jaringannya berbeda satu dengan

18
yang lainnya. Sampai saat ini, terdapat 26 jenis kolagen yang berbeda secara genetik (Gao et al.,

2013).

Berdasarkan struktur dan susunan supramolekularnya, kolagen dapat dikelompokkan

menjadi : fibril forming collagens, fibril associated collagens (FACIT), network forming

collagens, anchoring fibrils, transmembran collagens, basement membran collagens, dan lain lain.

Berbagai tipe kolagen dikarakterisasikan dengan kompleksitas dan perbedaan dari struktur, ada

atau tidaknya domain non helikal, susunan, dan fungsinya. Keluarga terbesar dari kolagen, yang

mencakup 90% dari keseluruhan jenis kolagen adalah fibril forming collagens. Kolagen fibril tipe

I dan V berkontribusi terhadap struktur tulang, sementara kolagen tipe II dan XI berkontribusi

terhadap matriks fibril dari articular cartilage. Stabilitas torisional dan tensile strength berperan

terhadap stabilitas dan integritas dari jaringan ini. Kolagen tipe IV memiliki susunan triple helix

yang lebih fleksibel. Kolagen mikrofibril tipe VI memiliki susunan disulfida dan berkontribusi

terhadap hubungan filamen yang berikatan dengan fibril kolagen lainnya. Fibril Associated

Collagens (FACIT) dengan struktur interrupted triplehelices seperti tipe IX, XII, dan XIV

berhubungan dengan molekul tunggal dengan fibril kolagen berukuran besar dan memaikan peran

dalam regulasi diameter fibril kolagen. Kolagen tipe VIII dan X membentuk susunan heksagonal,

sedangkan tipe XIII dan XVII menyusun membran sel (Gelse et al., 2003; Kruger et al., 2013).

Kolagen merupakan salah satu struktur protein penting pada vertebrata. Unit struktural dari

kolagen adalah tropokolagen, protein yang tipis dan panjang (280 nm) dan dengan lebar 1.5 nm

yang utamanya mengandung kolagen tipe I. Tropokolagen dibentuk dalam sel fibroblas sebagai

prokolagen, yang kemudian disekresikan dan dipecah di ekstraselular menjadi kolagen.

Karakteristik kolagen adalah terdapat sedikitnya satu triple helical domain yang terdiri dari rantai

polipeptida dengan sekuen Gly-X-Y (Bode, 2002).

19
Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang sama atau identik yaitu rantai alpha dengan

33% glisin di setiap posisi ketiga, 15% hidroksiprolin dan 15% residu lisin pada posisi X dan Y.

Glisin meningkatkan stabilitas dengan membentuk ikatan hidrogen di antara 3 rantai. Kolagen juga

mengandung 2 asam amino hidroksiprolin dan hidroksilisin yang jarang ditemukan pada protein

lainnya (Bode, 2002).

Biosintesis kolagen dimulai dengan proses transkripsi gen prokolagen dan

pembentukannya di dalam sel mRNA untuk setiap polipeptida rantai alpha. Polipeptida rantai

alpha dipasang pada poliribosom yang terikat pada membran retikulum endoplasmik yang kasar.

Kemudian polipeptida tersebut disuntikan ke dalam sisterna sebagai molekul preprokolagen.

Sinyal peptida pada rantai akhir aminoterminal dipotong oleh signal peptidase setelah translokasi

melewati retikulum endoplasmik kasar dan membentuk prokolagen. Kemudian prokolagen akan

keluar menuju matriks ekstraseluler dan propeptida kolagen fibrilar akan membelah dan kolagen

akan dibentuk menjadi fibril dan terjadi cross link antara hidroksiprolin dan lisin residual. Sekitar

setengah dari prolin dan beberapa lisin terhidroksilasi, tepat sebelum rantai memuntir menjadi

triple helix untuk membentuk prokolagen. Enzim yang memediasi memerlukan besi dan vitamin

c sebagai kofaktor (Xiong & O'Brien, 2012).

Matriks ekstraselular dari jaringan konektif terdiri dari susunan yang kompleks yang terdiri

dari berbagai jenis protein yang berbeda yang memiliki integritas struktur dan fungsi fisiologis

yang berbeda. Susunan supramolekular dari elemen fiber, mikrofibril, glikoprotein, dan berbagai

jenis molekul lainnya menentukan karakteristik biofisik. Komposisi dan struktur berbeda beda

antara jaringan konektif yang satu dengan yang lain. Sintesis dari protein struktural dan komponen

glikoprotein yang berbeda, menghasilkan karakteristik jaringan fungsional dan biologis yang unik

pada tempat yang berbeda (Gelse et al., 2003).

20
Walaupun berbagai tipe kolagen mempunyai struktur yang sangat berbeda beda antar satu

dengan yang lainnya, semua anggota dari keluarga kolagen mempunyai sebuah ciri khas: right

handed triple helix yang tersusun dari tiga buah rantai a. Hal ini dapat tersusun dari tiga rantai

yang saling identik (homotrimers), seperti tampak pada kolagen II, III, VII, VIII, X, dan lainnya,

atau dua atau lebih rantai yang berbeda (heterotrimers), seperti yang tampak pada kolagen tipe I,

IV, V, VI, IX, dan XI. Setiap tiga dari rantai a di dalam molekul akan membentuk left handed helix

dengan 18 asam amino setiap putarannya. Ketiga rantai ini, dengan residu yang relatif satu dengan

yang lainnya, menggulung pada bagian sentral ke arah kanan dan membentuk triple helix. Struktur

yang dibutuhkan untuk pembentukan triple helix adalah residu glycine, asam amino yang paling

kecil, pada setiap posisi ketiga dari rantai polipeptida, sehingga membentuk Glycine X-Y, Rantai

a berkumpul pada bagian tengah dengan suatu cara sehingga seluruh residu glycine terposisikan

pada bagian tengah triple helix, dan rantai lainnya menyusun posisi bagian luar. Hal ini

memungkinkan bentuk yang rapat dari molekul ini. Posisi X dan Y sering diisi oleh prolin dan

hidroksiprolin. Tergantung dari tipe kolagen, residu dari proline dan lysine dimodifikasi oleh post

translational enzymatic hydroxylation. Isi dari 4 – hydroxyproline penting untuk formasi dari

ikatan hidrogen intramolekular dan berkontribusi pada stabilitas triple helix. Beberapa dari

hidroksilisin akan dimodifikasi lebih lanjut melalui proses glikosilasi. Panjang dari bagian triple

helix berbeda antar kolagen. Ikatan helix Gly X-Y yang berulang adalah struktur yang

mendominasi fibril forming collagens (I, II, III), dimana pada panjang 300 nm, tersusun atas 1000

asam amino. Pada kolagen tipe lainnya, domain kolagen ini jauh lebih pendek dan mengandung

struktur non triple helix. Oleh karena itu, kolagen tipe VI atau X mengandung triple helix dengan

200-460 asam amino. Walaupun triple helix adalah fitur kunci dari seluruh kolagen dan mewakili

bagian utama dari fibril forming collagen, domain non kolagen juga merupakan komponen

21
struktural yang penting. Oleh karena itu, C – propeptida memiliki peran yang penting dalam

pembentukan triple helix¸dan N – propeptida berperan dalam regulasi diameter fibril primer.

Telopeptida non helical terlibat dalam ikatan kovalen molekul kolagen dan juga ikatan struktur

molekul dengan matriks disekitarnya (Gao et al., 2013).

2.3.1 Fibril Forming Collagens – Kolagen Tipe I, II, III, V, dan XI

Kolagen – kolagen ini dikarakterisasi dengan kemampuannya untuk membentuk agregat

supramolekular dengan karakteristik suprastruktur, dengan tipikal diameter quarter – staggered

fibril – array diantara 25-400 nm (Gelse et al., 2003). Pada mikroskop elektron, fibril didefinisikan

sebagai pola banding dengan periodisitas sekitar 70 nm, berdasarkan susunan monomer kolagen

individual. Kolagen tipe I adalah tipe yang paling banyak dan tipe yang paling banyak dipelajari

(Gao et al., 2013). Kolagen tipe I membentuk lebih dari 90% dari struktur organik tulang dan

merupakan kolagen utama dari tendon, kulit, ligamen, kornea dan jaringan konektif intersisial,

dengan pengecualian beberapa jaringan seperti kartilago hialin, otak, dan badan vitreous. Triple

Helix dari kolagen tipe I disusun oleh heterotrimer oleh dua rantai a – 1 yang identik dan satu

rantai a – 2. Fiber triple helix tersusun menjadi suatu komposit yang mengandung kolagen tipe III

(pada kulit dan jaringan retikular) atau kolagen tipe V (pada tulang, tendon, kornea). Pada organ,

khususnya tendon dan fasia, kolagen tipe I berperan dalam tensile stiffness, dan pada tulang

berperan dalam biomekanisnya yang berhubungan dengan load bearing, tensile strength, dan

torsional stiffness setelah proses kalsifikasi (Polewski et al., 2010).

Fibril forming kolagen tipe II didominasi oleh komponen kartilago hialin. Akan tetapi,

kolagen ini tidak spesifik terbatas pada kartilago, juga terdapat pada badan vitreous, epitelium

kornea, notochord, nucleus pulposus, dan epitelial embrionik. Triple Helix dari kolagen tipe II

22
disusun oleh tiga rantai a – 1 yang membentuk molekul homotrimerik yang berukuran dan

memiliki properti biomekanis yang sama dengan kolagen tipe I. Kolagen fibril pada kartilago

mewakili heterofibril yang mengandung kolagen tipe II, juga tipe XI, dan IX, sehingga membatasi

diameter fibril sekitar 15-50 nm. Dibandingkan dengan kolagen tipe I, rantai kolagen tipe II

menunjukkan jumlah hidroksilisin yang lebih tinggi dan juga residu glucosyl dan galactosyl, yang

memediasi interaksi dengan proteoglikan (komponen dari matriks kartilago hialin). Kolagen tipe

III adalah homotrimer dari tiga rantai a – 1 dan banyak terdapat pada jaringan yang mengandung

kolagen tipe I, kecuali tulang. Kolagen ini merupakan komponen yang penting pada jaringan

retikular pada jaringan intersisial dari paru – paru, hepar, dermis, limpa, dan pembuluh darah.

Molekul homotrimerik ini juga berkontribusi dalam mixed fibril dengan kolagen tipe I dan banyak

terdapat pada jaringan elastik.

Kolagen tipe V dan XI dibentuk oleh heterotrimer dari tiga rantai a yang berbeda,

Kombinasi dari kolagen tipe V dan XI tampak pada berbagai jaringan. Kolagen tipe V membentuk

heterofibril dengan tipe I dan III dan berkontribusi dalam pembentukan matriks tulang organik,

stroma kornea dan matriks intersisial dari otot, hepar, paru – paru, dan plasenta. Kolagen tipe XI

banyak terdapat pada articular cartilage ( Wallace et al., 2010;Gao et al., 2013)

23

Anda mungkin juga menyukai