Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dengan judul Menjelaskan dan Menghitung
Penyesuaian Dosis Digoxin sebagai tugas Farmakokinetika Klinik dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk
mencapai hasil terbaik namun keterbatasan pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki
mejadikan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, untuk kepentingan perbaikan makalah-makalah berikutnya maka
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Terima kasih.

Medan, 15 Desember 2017


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Digoxin merupakan komponen tertua dalam pengobatan kardiosvakular yang
terus menerus digunakan dalam praktek kedokteran saat ini. Obat ini merupakan obat
yang paling sering diresepkan dan sejak dulu menjadi penyebab efek samping obat
yang paling umum. Meskipun pada kenyataannya salah satu preparat digitalis ini telah
banyak digunakan lebih dari 200 tahun,diagnosis intoksifikasi digoksin masih sulit
ditegakkan. Gejala dan tanda intoksifikasi tidak spesifik,begitu pula gambaran
perubahan EKG,sementara kadar terapi dan toksik tumbang tindih.
Digoxin adalah agen inotrokpik yang terutama digunakan untuk mengobati gagal
jantung (congestive heart failure CHF) dan fibrilasi atrial. Agen ini sebagian di
absorpsi dan setelah diabsorbsi,fraksi yang besar di bersihkan oleh ginjal. Dalan
situasi perawatan akut,umumnya dosis muatan digoksin= 1 mg/70 kg/hari. Dosis
muatan dan pemeliharaan digoksin ini diperoleh pada saat kadar targetnya bernilai 1
hingga 2 mcg /L dan dosis harian yang mngkin berkisar setengahnya akan lebih
umum pada pasien dengan gagal jantung. Karena memiliki waktoksin diberikan sekali
paruh eliminasi yang panjang, digksin diberikan sekali sehari. Peneyesuaian dosis
yang dapat menjadi penting untuk pasien yang mengalami perubahan dari terapi
parentral keoral, atau sebaliknya; pasien dengan gagal ginjal, CHV, atau abnormalitas
tiroid tanda titik koma atau pasien yang mengomsumsi Amiodaron secara bersamaan.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui ambang terapetik dikonsentrasi toksik MPCT,parameter


farmakokinetik klinik,pengaruh kondisi patofisiologi pasien dan regimen dosis serta contoh
dan kasus dari obat digoksin.

1.3 Manfaat

Agar mahasiswa/i dapat mengetahui cara ambang terapetik dikonsentrasi toksik


MPCT,parameter farmakokinetik klinik,pengaruh kondisi patofisiologi pasien dan regimen
dosis serta contoh dan kasus dari obat digoksin.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Digoxin

Digoxin suatu glikosida jantung dan alkaloida digitalisyang digunakan dalam


pengobatan gagal jantung dan aritmia supraventikular. Alkaloid diperoleh dari daun tanaman
digitalis termasuk Digitalis Purpurea (purple foxglove) dan Digitalis lanata (woolly
foxglove). Terdapat tiga jenis alkaloid yang sangat penting yaitu digitoxin, digoxin, gitoxin
(Wiwin, 2016).

Digoxin merupakan obat yang berhubungan dengan Na-K ATP-Ase : yaitu


penghambatan ikatan sub unit alfa pada Na+- K+ ATPase (pompa sodium). Penghambatan ini
akan mengakibatkan terjadinya pertukaran Na+ - Ca++, yang akibatnya akan meningkatkan
influx ion Ca++ kedalam sel, yang mengakibatkan dikeluarkannya zat-zat yang dapat
mengakibatkan munculnya protein kontarktil sehingga akan meningkatkan kekuatan
kontraksi myocardial. Jadi digoxin digunakan untuk pasien lemah jantung. Penghambatan
terhadap pompa sodium dapat juga meningkatkan sensitivitas baroreceptor pada gagal
jantung dan dapat menjelaskan efek hormonal digoxin. Digoxin juga memiliki efek
parasimpatik, sebagian pada atrioventicular (Wiwin, 2016).

Khasiat digoxin yaitu : inotropik positif, yaitu mengakibatkan kontraktil otot


meningkat, sehingga digunakan untuk congestif heart failure yaitu untuk udema jantung atau
paru. Kronotropik negative yaitu frekuensi jantung menurun, sehingga memberikan
kesempatan otot jantung untuk melakukan recovery, sehingga pukulan menjadi kuat. Berikut
adalah beberapa keuntungan pemberian digoxin pada penderita gagal jantng yang
kemungkinan berhubungan dengan efek modulasi terhadap abnormalitas neurohormonal.
Pertama, efek simpatoinhibitor : Dimana digoxin memiliki efek simpatoinhibitor langsung
yang tidak terlihat yang ad hubungannya pada peningkatan cardiacoutput yang dihasilkan
oleh obat. Kedua, digoxin memiliki efek vagomimetik, yaitu meningkatkan vagaltone yaitu
menurunkan sinoatrial dan konduksi antriventricular (Wiwin, 2016).

2.2 Ambang Terapetik dan Konsentrasi Toksik (MTC)

Walaupun terdapat variasi yang sangat besar diantara pasien, konsentrasi plasma
digoxin secara umum bernilai ~ 1 hingga 2 mcg/L (ng/mL) biasanya diangap berada didalam
kisaran terapeutik. Data saat ini mengindikasikan bahwa kisaran terapeutik 0,5 hingga 0,9
mcg/L diindikasikan untuk pasien dengan CHF (congestive heart failure). Kisaran target yang
lebih rendah ini didasarkan pada fakta bahwa kebanyakan pasien dengan disfungsi ventricular
kiri tidak menunjukkan manfaat terapeutk tambahan dari penggunaan konsentrasi digoxin
yang lebih tinggi dan pasien tersebut memiliki resiko yang lebih besar terhadap toksisitas
dengan konsentrasi digoxin ≥ 1,2 mcg/L. untuk pasien penderita fibrilasi atrial yang
menggunakn digoxin, tujuan penggunaan digoxin ini adalah pengendalian lajunya.
Pengendalian laju diperoleh melalui penghambatan nodus atrioventrikular (AV) dan mungkin
membutuhkan konsentrasi digoxin yang lebih tinggi. Penggunaan farmakokinetika untuk
menyesuaikan regimen dosis yang dapat mengurangi terjadinya toksisitas digoxin (Wiwin,
2016).

2.3 Parameter Farmakokinetika Klinik

2.3.1 Absorbsi

Absorbsi digoxin melalui difusi pasif tergantung luas area dan kosentrasi meningkat
karena dosis yang meningkat dan absorbs yang meningkat. Digoxin tablet diabsorbsi 60-
80%,sedangkan dalam bentuk kapsul digoxin diabsorbsi lebih dari 90% jika diberikan dalam
1-3 jam. Hal ini akan dilanjutkan dengan distribusi terhadap jaringan selama 6-8 jam. Pada
beberapa pasien,kemuadian digoxin peroral sebagian akan diinaktivasi oleh bakteri,sehingga
antibiotic akan dapat meningkatkan aborbsi digoxin (Wiwin, 2016).

2.3.2 Distribusi

K+ -Na+ ATPase,mengakibatkan hipokaliemia,dimana distribusi meningkat dan


volume distribusi meningkat. Otot skelet akan mengikat 50% dari total digoxin (Wiwin,
2016).

2.3.3 Metabolisme

Hanya 16% digoxin yang telah diabsorbsi akan dimetabolisme yang akan dikeluarkan
dalam bentuk tak berubah melewati urin. Metabolime digoxin terjadi dihepar dimana reaksi
reduksi dan oksidasi (lebih kecil dibandingkan didalam lambung). Didalam lambung terjadi
reaksi hidrolisis menghasilkan dogoxigenin dan menjadi D-monodigitoxic dan selanjutnya
digoxigenin yang merupakan metabolit yang tidak aktif. Dalam usus terjadi reaksi reduksi
menjadi dihidrodigoxin yang akan menjadi metabolit tidak aktif (Wiwin, 2016).
2.3.4 Ekskresi

Ekskresi digoxin melewati dua jalur yaitu ekskresi bilier dan ekskresi renal. Tetapi
klirens total = 180 ml/menit atau 1,73m2. Klirens renal = 140 ml/menit atau 1,73m2. Jadi
klirens hepatik tidak begitu berpengaruh. Digoxin biasa digunakan 1 kali sehari. Dan karena
digoxin diperuntukan pada pasien gagal jantung yang memerlukan pengobatan segera maka
diperlukan Loading Dose atau dosis muatan, sehingga konsentrasi digoxin langsung
mencapai range terapi. Tetapi menurut beberapa pustaka Loading Dose kurang rasional
karena efek digoxin baru muncul setelah 8-12 jam (karena harus menembus myocard untuk
memberikan efek) (Wiwin, 2016).

T ½ digoxin 36 – 48 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal dan 3,5 – 5 hari
pada pasien anuria. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal pemberian secara oral setiap hari
dengan dosis pemeliharaan tanpa pemberian Loading Dose akan menyebabkan konsentrasi
saat steady state tercapai dalam 7 hari (Wiwin, 2016).

2.4. PENGARUH KONDISI PATOFISIOLOGI PASIEN TERHADAP PARAMETER

Seperti dikketahui bahwa sistem sirkulasi memegang peran sentral disposisi obat.
Begitu obat terabsorpsi dari sistem gastro – intestinal, topikal ( otot), atau langsung masuk ke
dalam sistem sirkulasi sesudah pemberian intravena, fraksi obat bebas (protein unbound)
akan terdistribusi ke seluruh organ tubuh, termasuk reseptor dan organ tereliminasi.
Vaskularisasi dan kecepatan aliran darah yang menuju dan berada di dalam organ tentuu
menentukan disposisi obat, kadarnya dalam darah, dan target obat( enzim metabolisme dan
reseptor). Hampir semua organ tubuh terjangkau dengan baik oleh pembuluh darah, sehingga
memungkinkan obat terdistribusi relatif homogen ke seluruh tubuh, tergantung sifat fisiko-
kimiawi tubuh dan obat (ritschel & kearns, 2004; shargel dkk, 2005). Masalahnya sekarang
seberapa cepat dan banyak obat dihantarkan ke organn-organ tubuh, akan sangat tergantung
normalitas sistem kardiovaskular. Oleh sebab itu penting dibicarakan faktor-faktor yang
dapat mengganggu abnormalitas distributor obat, sehingga dapat meperkirakan profil
disposisi obat dalam tubuh (Lukman, 2016).
2.4.1 Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung, suatu kelainan fungsi jantung , menimbulkan ketidakcukupan aliran


darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, baik ketika istirahat ataupun beraktivitas
norrmal. Spektum gagal jantung meliputi gagal jantung kongesti ringan-shock kardiogenik .
Dalam merespon penurunan fungsi jantung, terjadilah gangguan atau sejumlah reaksi untuk
mengkompensasi penurunan tersebut. Terjadinya retensi natrium dan air akan menimbulkan
ekspansi volume darah dan penaikan tekanan ppengisisan oleh jantung , sehingga menaikkan
volume stroke melalu mekanisme Frank-sterling , namun juga akan meningkatkan tekanan
pembuluh darah vena paru dan vena sistemik. Akibatnya massa otot jantung membesar dan
sistem saraf simpatis memacu kontraktilitas otot jantung. Jika sistem kompensasi tidak
memadahi , maka curah jantung terhenti (Benowitz,1984;Katzung & Parmley,2009) . Sebagai
akibat stimulasi syaraf simpatis , aliran darah mengalami redistribusi secara tidak
prroporsional , sebagian menuju ke otak dan hati , sebagian ke ginjal, kulit , dan jaringan
splanchnik , bbegitu pula redistribusi aliran darah di dalam organ seperti ginjal dan paru.
Penurunan aliran darah karena pengurangan curah jantung dan / atau adanya vasokonstriksi
lokal akan mengurngi perfusi organ , sistemik dapat menyebabkan kongesti viseral dan
gangguan fungsi organ . Perubahan aktivitas saraf otonom akan menyebabkan kelainan
motilitas gastro-intestinal(Katzung & Parmley, 2009) (Lukman, 2016).

2.4.2 Parameter Farmakokinetika

2.4.2.1 Absorbsi Obat


Gagal jantung dapat mengubah ketersediaan hayati obat disebabkan karena
perlambatan kecepatan aliran darah di tempat-tempat absorpsi. Misalnya, terjadinya
vasokonstriksi pada otot skelet yang diatur oleh syaraf simpatis, memperlambat kecepatan
absorpsi obat setelah pemberian intramuskular pada pasien. Gangguan syaraf otonom
(kenaikan aktifitas syaraf simpatis, penurunan aktitifitas syaraf parasimpatis) atau terjadinya
hipoperfusi jaringan dapat mengurangi mutilitas gastro-intestinal, sehingga memperlama
waktu transit obat. Akibat perubahan sistem gastro-intestinal terhadap ketersediaan hayati
bisa kompleks, tergantung sifat fisiko-kimiawi obat. Seperti yang telah
dikemukakan,perlambatan motilitas usus akan menunda obat masuk kedalam sistem sirkulasi
sehingga terjadi penundaan obat mencapai puncak didalam darah. Namun perlambatan aliran
darah usus halus akan mengurangi klirens obat-obat rasio ekstraksi hepatic tinggi (Eh tinggi)
yang seharusnya mengalami first-pass metabolism di usus, terbukti dari kenaikan
ketersediaan hayati prazosin dan hidralazin peroral, dan tidak berubah pada digoxin, atau
eratik pada prokainamid yang memiliki Eh rendah (Benowitz,1984) (Lukman, 2016).

2,4,2.2 Distribusi Obat


Respon syaraf otonom terhadap gagal jantung tersebut merupakan sumber perubahan
distribusi obat. Ketika terjadi penurunan fungsi jantung timbul autoregulasi aliran darah
(aliran darah ke otak dan otot lebih jantung besar), sehingga sebagian besar obat didalam
darah di alirkan ke otak jantung, dan sisanya dalam porsi kecil menuju ke ginjal otak dan
organ splanchnik, karna aliran darah ke organ-organ berkurang. Didalam ginjal aliran darah
di alirkan melalui aliran korteks ke juxtamedulla nefron. Penurunan aliran darah juga
menyebabkan kekurangan kecepatan dan kemungkinan jumlah obat yang diambil oleh
volume cairan ekstraseluler, obat akan terdistribusi lebih banyak dari normal, sehingga
memperbesar volume distribusi obat. Pada menit-menit obat didalam masih cukup tinggi
karena perlambatan distribusi obat ke jaringan .namun seperti stimulasi yang dilakukan pada
lidokain, obat akan diambil oleh paru dalam proporsi yang cukup besar,dan secara perlahan
didistribusi keseluruh organ termasuk hati dan ginjal.karna terjadi perlambatan aliran darah
kehati maka klirens lidokaen berkurang dari normal. Begitu pula yang terjadi dengan di
goxin, meskipun obat ini sangat kecil termetabolisme, namun karena aliran darah ke dan
ginjal lebih lambat ,maka klirens renal dan total digoxin lebih rendah dari normal. Akibat
perlambatan klirens tersebut, kadar lidokain atau digoxin dalam darah lebih tinggi di
bandingkan subyek dengan jantung normal (Lukman, 2016).

2.4.2.3. Klirens obat

Karena perubahan kecepatan aliran darah ke tempat-tempat eliminasi utama (hati dan
ginjal), maka klirens hepatik dan renal obat juga akan berubah. Perlambatan aliaran darah
karena gagal jantung (atau karena obat-obat penekan jantung, misalnya norepinefrin,
propranolol) akan memperlambat klirens hepatik obat-obat Eh tinggi sebab terjadi
perlambatan aliran darah hepatik, sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah jika dosis
maintenance obat tidak dikurangi. Gagal jantung dapat mengurangi kapasitas metabolisme
hati melalui dua cara, yaitu kerusakan sel hati (karena kongesti atau hipoperfusi), atau
hipoksemia sehingga mengganggu proses oksidasi oleh enzim CYP (Lukman, 2016).
2.4.3 Regimen Dosis

Digoxin pada dosis rendah, mengakibatkan kosentrasi digoxin pada plasma kurang
dari 1 ng/ml, memiliki efek hemodinamik, neurohormonal dan klinik yang menguntungkan.
Penelitian retrospektif terhadap analisis digoxin dalam plasma menduga bahwa digoxin
memiliki efek, dengan kemungkinan dapat menurunkan angka kematian jika konsentrasi pada
plasma berkisar antara 0,5 – 0,9 ng/ml dan dapat meningkatkan kematian ketika kadar plasma
diatas 1ng/ml (Wiwin, 2016).

Terdapat data dari penelitian terhadap kadar plasma digoxin yang menduga bahwa
pasien dengan fungsi ginjal normal yang tidak mendapat pengobatan bahwa kemungkinan
untuk kenaikan kadar plasma digoxin, dengan dosis 0,125 mg setiap hari akan diperoleh
kadar plasma sekitar 0,8 ng/ml. Penetapan kadar plasma digoxin secara rutin tidak diperlukan
karena kadar plasmanya dapat diprediksi dari penggunaan dosisnya. Hanya pada setelah fase
distribusi (12-24 jam setelah pemberian) akan berguna untuk mengevaluasi apakah dosis
digoxin dapat memberikan kadar plasma yang sesuai (Wiwin, 2016).

Dewasa : Pada penderita dewasa jika klirens kreatinin lebih > 20 ml/menit = 0,5 mg
2x sehari jarak 6 jam. Jika diberikan secara i.v maka 0,375 mg 2x sehari jarak 6 jam (Wiwin,
2016).

Gagal ginjal : Pada penderita gagal ginjal dimana klirens kreatinin < 20 ml/menit =
0,25 2x sehari jarak 6 jam (Wiwin, 2016).

Dan jika diberikan secara i.v maka dosis nya 0,1875 mg 2x sehari jarak 6 jam. Anak-
anak : Usia > 2 tahun : 30-40 µg/kg, Bayi : Premature : 20 µg/kg, bayi = < 2 bulan = 30
µg/kg dan < 2 tahun = 40-50 µg/kg. Berat badan rendah : Berat badan < 40 kg = 0,1875 mg
2x sehari jarak 6 jam (Wiwin, 2016).

DL (bisa diterima oleh pasien) D maintanace/pemeliharaan = 0,25 mg/hari (CLcr


> 20 ml/min) CLcr < 2ml/menit & BB < 40 kg 0,12 mg/kg (Wiwin, 2016).

2.5 Contoh Dan Kasus

Estimasikan dosis muatan digoxin yang akan menghasilkan konsentrasi plasma


sebesar 0,8 mcg/L untuk pasien yang berusia 50 tahun dan berat badan 70 kg dengan klirens
kreatinin 80 mL/menit, serta sedang menjalani pengobatan untuk gagal jantung kongestif
(Michael, 2012).
Maka :

Dalam mengestimasi dosis muatan dibutuhkan pengetahuan mengenai volume


distribusi obat. Walaupun seseorang mempertimbangkan untuk mengunakan nilai rerata V
digoxin literatur (7,3 L/kg), suatu pendekatan yang lebih konservatif dan atau logis adalah
untuk mengunakan estimasi parameter pada pasien tertentu. Dengan mempertimbangkan
fungsi ginjal pasien (Clcr = 80 mL/menit), maka volume distribusi pasien dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :

VDigoxin (L) = (3,8 L/kg) (Berat dalam kg) + (3,1) (Clcr dalam mL/menit)

= (3,8 L/kg) (70 kg) + (3,1) (80 mL/menit)

= 266 L + 248 L

= 514 L

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan berikut dosis muatan dapat di hitung sebagai
berikut :

( V ) (C)
Dosis Muatan =
( S ) (F)

( 512 L ) (0,8 mcg/ L)


=
( 1 ) (0,7)

411 mcg
=
0,7

= 587 mcg atau 500 mcg (Michael, 2012).

Pada kasus ini, diasumsikan bahwa dosis muatan diberikan secara oral dalam bentuk
tablet. Oleh sebab itu, bioavailibilitas (F) yang digunakan adalah 0,7. Jika dosis muatan
diberikan secara intravena, maka (F) nya bernilai 1 dan dosis muatan yang dihitung akan
bernilai 411mcg (= 375 mcg) (Michael, 2012).

Dosis muatan digoxin umumnya tidak diberikan pada pasien CHF dalam kondisi
rawat jalan. Dosis muatan dalam kondisi perawatan akut. Perbedaannya dapat berupa tingkat
ketajaman, kemampuan untuk memantau pasien secara ketat selama proses pemberian
muatan, dan kemungkinan tekanan ekonomi yang memaksa klinisi untuk mencapai tujuan
terapeutik secepat mungkin (Michael, 2012).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Digoxin suatu glikosida jantung dan alkaloida digitalisyang digunakan dalam


pengobatan gagal jantung dan aritmia supraventikular. Alkaloid diperoleh dari daun tanaman
digitalis termasuk Digitalis Purpurea (purple foxglove) dan Digitalis lanata (woolly
foxglove). Terdapat tiga jenis alkaloid yang sangat penting yaitu digitoxin, digoxin, gitoxin.

Digoxin pada dosis rendah, mengakibatkan kosentrasi digoxin pada plasma kurang
dari 1 ng/ml, memiliki efek hemodinamik, neurohormonal dan klinik yang menguntungkan.
Penelitian retrospektif terhadap analisis digoxin dalam plasma menduga bahwa digoxin
memiliki efek, dengan kemungkinan dapat menurunkan angka kematian jika konsentrasi pada
plasma berkisar antara 0,5 – 0,9 ng/ml dan dapat meningkatkan kematian ketika kadar plasma
diatas 1ng/ml.

3.2 Saran

Kami mengharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan atau
kekeliruan baik kata-kata atau penyusunan agar dapat memberikan saran dan kritik yang bisa
mengubah penulis kearah yang lebih baik dalam penulisan.
DAFTAR PUTAKA

Hakim Lukman, 2016. Farmakokinetik Klinik. Bursa Ilmu : Yogyakarta

Herdwiani wiwin, Peranginangin Jason Merari, Dewi Lucia Vita Inandha, 2016. Buku Ajar
Farmakokinetik Klinik. Penerbit: Trans Info Media : Jakarta

Winter, Mihael E, 2012. Farmakokinetika Klinis Dasar Edisi V. Penerbit: Buku Kedokteran
EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai