Anda di halaman 1dari 58

i

ii
iii
TEKNIK PENGOLAHAN AIR
UNTUK BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL

iv
DAFTAR ISI

PRAKATA

BAB 1. SEKILAS TENTANG LELE ........................ 1


1.1. Klasifikasi Ikan Lele ........................................ 2
1.2. Jenis Lele di Indonesia ..................................... 3

BAB 2. PEMBUATAN KOLAM ..................................... 7


3.1. Peralatan ........................................................... 7
3.2. Bahan yang Diperlukan ................................... 9
3.3. Langkah Pembuatan ........................................ 10

BAB 3. PENGELOLAAN AIR UNTUK BUDIDAYA


LELE ............................................................... 17
3.1. Pengolahan Air Metode Fermentasi ................ 19
3.2. Pengolahan Air Metode Filterisasi .................. 21
3.3. Pengolahan Air Metode RWS .......................... 27
3.4. Pengolahan Air Untuk Proses Pembesaran .... 29

BAB 4. AGRIBISNIS LELE ...................................... 32


4.1. Potensi Agribisnis Lele ..................................... 32
4.2. Segmentasi Usaha Lele .................................... 35
4.3. Produk Olahan Lele .......................................... 46

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 50

v
PRAKATA

Usaha budidaya lele baik pembenihan atau pembesaran sangat


banyak ditekuni oleh masyarakat. Potensi yang sangat luar biasa
besarnya menjadi faktor pendukung usaha ini banyak diminati. Selain
itu, untuk menjalankan usaha ini tidak memerlukan modal yang besar
dengan teknis pemeliharaan yang relatif mudah.
Salah satu faktor penting dalam menjalankan usaha budidaya lele
adalah melakukan manajemen pengolahan air agar kualitas air tetap
terjaga. Kualitas air yang memenuhi standar akan memberikan kondisi
yang nyaman bagi lele, tidak mudah terserang penyakit, memiliki nafsu
makan yang tinggi dan persentase lele hidup pada saat panen sangat
tinggi. Teknik pengolahan air untuk budidaya lele dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Cara yang umum dilakukan yaitu pengolahan
air dengan metode fermentasi. Alternatif lain yaitu menggunakan
metode filterisasi yang dapat digunakan untuk air gambut dengan pH
rendah. Cara baru yang banyak dikembangkan yaitu pengolahan air
menggunakan metode RWS.
Pemilihan kolam dalam menjalankan usaha budidaya lele juga
harus diperhatikan. Hal ini terkait dengan perhitungan ekonomis
pemeliharaan. Kolam semi permanen berbahan terpal yang dapat
dibongkar pasang merupakan salah satu pilihan dalam menyiasati
keterbatasan lahan yang ada. Dengan kolam terpal, kegiatan budidaya
dapat dilakukan di tempat sempit seperti di samping rumah, halaman
depan bahkan dapat dilakukan di dalam rumah.
Potensi agribisnis lele saat ini berkembang pesat di tengah
masyarakat. Kegiatan ini didukung oleh menjamurnya warung makan
yang memakai lele sebagai menu utamanya. Selain dijual di warung
makan, lele juga banyak dijual di restoran mewah, supermarket dan
pasar tradisional. Selain dijual dalam bentuk segar lele juga dapat
dijadikan produk olahan. Produk olahan dapat meningkatkan waktu
simpan agar lama produk olahan yang beredar di pasaran menjadi lebih
lama. Berbagai produk olahan berbahan dasar lele antara lain adalah
bakso, abon, krupuk, nugget, lele asap dan lain sebagainya. Peluang
usaha untuk agribisnis lele sebenarnya sangat terbuka lebar. Selain
dijual utuh dan dibuat produk olahan, jenis lain dari usaha agribisnis
lele adalah usaha pakan, kolam pemancingan, peralatan budidaya
hingga obat-obatan. Hal tersebut dapat dijalankan tergantung dari
kejelian dalam melihat pangsa pasar yang tersedia.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada pembudidaya lele, teman sejawat serta semua pihak yang telah
memberikan saran dan masukan serta berkontribusi dalam
penyelesaian buku ini. Terutama untuk Direktorat Penelitian dan

vi
Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi yang telah mendanai kegiatan ini. Buku ini
merupakan bentuk luaran dari kegiatan pengabdian berjudul IbM
Kelompok Usaha Budidaya Lele di Desa Lumbang. Buku ini diharapkan
dapat menjadi panduan bagi pembaca atau pembudidaya lele dalam
menjalankan usahanya. Semoga, buku ini memberikan manfaat bagi
setiap pembaca. Amin

Sambas, November 2016

Penulis

vii
1
SEKILAS TENTANG
IKAN LELE

Ikan lele (Clarias) adalah jenis ikan yang paling mudah ditemui.
Ikan ini dapat hidup di air tawar, sedikit payau atau di dataran rendah.
Di alam lele dapat kita temui di danau, waduk, rawa, sumur, parit serta
sungai yang airnya tidak berarus deras. Lele lebih menyukai hidup di
air yang tenang dan lingkungan yang terlindungi, teduh dan gelap.
Sebagai tempat perlindungan, lele biasanya membuat lubang sebagai
tempat bersembunyi dengan menggali tanah pada tepian sumur, parit
atau sungai.

Ciri khas ikan lele yaitu memiliki kumis (sungut) yang panjang

1
Ikan lele aktif bergerak untuk mencari makan pada malam hari
sedangkan siang hari ikan lele lebih jarang melakukan aktifitasnya dan
lebih memilih untuk berlindung pada tempat-tempat
persembunyiannya. Namun dalam sistem budidaya, lele dapat dilatih
untuk aktif pada siang hari dengan membiasakan melakukan
pemberian pakan pada pagi atau sore hari.
Lele mudah dikenali karena cirinya yang khas yaitu memiliki
kumis (sungut) yang panjang diarea sekitar mulutnya. Kumis ikan lele
berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau mencari makan. Ikan
lele termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Di habitat aslinya ikan
lele memangsa kutu air, jentik-jentik, cacing dan serangga air lainnya
sebagai makanan. Ikan lele memiliki kemampuan untuk bertahan
hidup dalam kondisi yang kurang baik seperti air asam, kandungan
oksigen rendah dan air dengan kualitas buruk. Namun, pada keadaan
tersebut pertumbuhan lele akan terhambat. Ikan lele bahkan dapat
bertahan hidup berjam-jam di darat tanpa air karena memiliki alat
pernapasan tambahan yang disebut arboresence.

1.1. Klasifikasi Ikan Lele


Klasifikasi ikan lele perlu dilakukan untuk memudahkan
pengelompokkan lele. Menurut Mahyuddin (2011), berdasarkan bentuk
tubuhnya, maka lele dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum Chordata Hewan bertulang belakang


Kelas Pisces Bernapas dengan insang
Subkelas Telestoi Ikan yang bertulang keras
Ordo Ostariophysi Memiliki tulang weber sebagai
alat perlengkapan
keseimbangan
Subordo Siluroidae Bentuk tubuhnya memanjang
berkulit licin dan tidak bersisik
Famili Clariidae Berkepala pipih dengan lempeng
tulang keras, bersungut (kumis)
empat pasang, sirip dadanya
terdapat patil dan mempunyai
alat pernapasan tambahan di
bagian depan rongga insang
Genus Clarias
Spesies Clarias sp
- Clarias batrachus Ikan lele lokal
- Clarias gariepinus Ikan lele dumbo

Di setiap daerah ikan lele memiliki berbagai nama yang berbeda


seperti di Aceh lele disebut gayo, di Sumatera Barat disebut kalang, di
Kalimantan Selatan disebut pintet, di Kalimantan Timur disebut
penang, di Jawa Tengah disebut lindi, di Sulawesi Selatan disebut
2
keeling cepi. Di berbagai negara lele juga memiliki nama yang khas
seperti di Malaysia disebut keli, di Thailand disebut plamond, di
Srilangka disebut gura magura, di Afrika disebut mali, di Inggris
disebut catfish, mudfish atau walking catfish.
Secara umum tubuh ikan lele memiliki 3 bagian utama yaitu
kepala, badan dan ekor. Sekilas ikan lele menyerupai seperti seekor
ular. Kepala lele berbentuk pipih serta bagian atas dan bawahnya
ditutupi tulang. Lele memiliki mata berbentuk bulat dan berukuran
kecil dengan tepi orbital yang bebas. Mulut lele berada dibagian ujung
kepala yang disekitarnya terdapat 4 pasang sungut. Lele juga memiliki
sepasang lubang hidung yang terdapat diatas mulut yang berfungsi
sebagai alat untuk mendeteksi mangsanya. Badan lele memiliki bentuk
dengan ciri khas yaitu agak pipih memanjang, licin dan tidak bersisik.
Pada bagian tengah, potongan tubuh lele berbentuk bulat, sedangkan
bagian belakang berbentuk pipih ke samping. Pada tubuh terdapat sirip
punggung, sirip perut, sirip dubur dan sirip dada. Pada sirip dada
terdapat patil (duri) yang berfungsi sebagai alat untuk
mempertahankan diri, membantu lele melompat keluar dari permukaan
air serta untuk berjalan di darat dalam jangkauan jarak yang cukup
jauh. Bagian ekor lele relatif berbentuk bulat yang berfungsi untuk
membantu lele bergerak maju.

Mata Sirip punggung Ekor

Sirip dada

Sungut Sirip perut Sirip dubur

Bagian-bagian utama tubuh lele

1.2. Jenis Lele di Indonesia


Ikan lele merupakan ikan konsumsi yang sangat populer bagi
masyarakat indonesia. Selain rasanya yang enak, ikan lele juga
memiliki kandungan protein yang tinggi. Protein tersebut sangat
dibutuhkan bagi ibu hamil serta janin yang ada dalam kandungan. Oleh
karena itu ikan lele banyak dijadikan sebagai menu utama beberapa
warung makan di nusantara. Di beberapa negara Timur Tengah lele
dijadikan sebagai jenis ikan hias yang dipelihara di akuarium.

3
Sekarang banyak jenis ikan lele yang sudah dikembangkan sebagai
ikan budidaya. Pada mulanya ikan lele yang dibudidayakan adalah
jenis ikan lele lokal. Namun karena banyaknya permintaan dan
tingginya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan lele maka para
pembudidaya berusaha untuk memunculkan jenis-jenis ikan lele baru
yang unggul dengan pertumbuhan yang cepat agar masa panen menjadi
lebih singkat. Teknik perkawinan silang antara beberapa jenis ikan lele
yang ada dilakukan untuk mendapatkan jenis lele unggul. Dari hasil
perkawinan silang tersebut muncul beberapa jenis ikan lele baru
diantaranya : lele dumbo, lele sangkuriang, lele phyton, lele masamo
dan lele mutiara.

a. Lele Dumbo
Secara umum lele dumbo mirip dengan lele lokal namun ukuran
lele dumbo lebih besar dan lebih panjang bila dibandingkan dengan lele
lokal. Selain perbedaan pada ukuran, perbedaan juga terdapat pada
sirip keras (patil) dan pada kumis (sungut). Patil lele dumbo lebih
pendek dan lebih tumpul bila dibandingkan dengan patil lele lokal. Patil
lele dumbo tidak begitu beracun seperti patil lele lokal. Sungut lele
dumbo relatif lebih panjang dibandingkan sungut pada lele lokal.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa lele dumbo merupakan hasil
perkawinan silang antara dua spesies, yakni antara ikan betina Clarias
fuscus dari Taiwan dengan lele jantan Clarias mossambicus dari Kenya,
Afrika. Dari hasil perkawinan tersebut, diduga sifat-sifat lele jantan
lebih dominan.

(a) (b)
(a) Lele dumbo (b) Lele sangkuriang

b. Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang merupakan hasil rekayasa genetik yang
dilakukan oleh BBAT Sukabumi dalam upaya perbaikan mutu ikan lele.
Lele Sangkuriang adalah hasil perkawinan antara lele dumbo betina F2
(induk betina generasi kedua) dengan lele dumbo jantan F6 (induk
jantan generasi keenam) yang menghasilkan lele dumbo jantan F2-6.
Selanjutnya lele dumbo jantan F2-6 dikawinkan kembali dengan lele
dumbo betina F2 sehingga menghasilkan lele varietas baru yang

4
menjadi varietas unggulan dari lele dumbo dengan nama lele
sangkuriang.

c. Lele Phyton
Lele phyton merupakan hasil perkawinan silang antara induk
betina lele Thailand dengan induk jantan lele dumbo F6. Perkawinan
silang tersebut meghasilkan lele yang mempunyai ciri-ciri warna dan
bentuk kepala seperti ular phyton. Selain itu lele jenis ini memiliki
mulut kecil dan kepala pipih memanjang. Ciri-ciri lain dari lele ini
adalah memiliki punuk dibelakang kepala, memiliki ekor yang bulat
dan memiliki sungut yang lebih panjang dibanding dengan lele dumbo
biasa. Keunngulan lain dari lele jenis ini adalah pertumbuhannya yang
lebih cepat, berukuran relatif lebih seragam, tingkat hidupnya tinggi
dan relatif lebih tahan terhadap penyakit. Lele phyton dikembangkan
dan keperkenalkan oleh Teja Suwarna, Sonar Raja dan Wawan
Setiawan dari Pandeglang Banten.

d. Lele Masamo
Lele masamo memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
lele yang lain, diantaranya bertubuh besar ; tahan terhadap penyakit ;
sifat kanibalnya rendah ; strees toleransi tinggi ; tingkat keseragaman
tinggi ; rakus makan tapi tetap efisien ; sifat induk memiliki tingkat
rata-rata penetasan produktifitas telur yang tinggi. Lele masamo
merupakan hasil pengumpulan sifat plasma nutfah lele dari beberapa
negara antara lain lele dumbo dan clarias macrocephalus (bighead
catfish) yang merupakan lele afrika dengan dikohabitasi di Thailand.
Lele masamo memiliki ciri-ciri khas fisik yag cukup berbeda
dengan lele dumbo, lele sangkuriang dan lele phyton yang lebih dahulu
terkenal. Bentuk kepala lele masamo lebih lonjong, patil lebih tajam,
badan lebih panjang dan berwarna kehitaman. Selain ciri-ciri diatas,
lele masamo juga memiliki bintik seperti tahi lalat di sekujur tubuh
yang berukuran besar, memiliki tonjolan di tengkuk kepala. Lele
masamo diproduksi oleh PT. Matahari Saksi (MS) Mojokerto Jawa
Timur dan didistribusikan secara terbatas di dijaringan mitra internal
perusahaan mereka.

(c) (d)
(c) Lele phyton (d) Lele masamo

5
e. Lele Mutiara
Lele mutiara merupakan hasil seleksi dari persilangan induk lele
dumbo lokal, lelemesir, lele phyton dan lele sangkuriang. Lele mutiara
memiliki banyak keunggulan seperti laju pertumbuhan yang tinggi
sehingga 40% dibandingkan lele yang saat ini dibudidayakan. Dengan
persentase laju pertumbuhan tersebut maka waktu pemeliharan akan
menjadi lebih singkat. Bibit ukuran 5-7 cm dapat dipanen dalam waktu
45-50 hari dengan ukuran panen 6-9 ekor/kg dan tingkat keseragaman
ukuran dapat mencapai 80%. Keunggulan lain dari lele mutiara adalah
irit dalam penggunaan pakan yang berpengaruh pada penghematan
biaya pengeluaran pakan. Selain itu lele mutiara lebih tahan terhadap
serangan penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti
dari Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan (BPPI) membuktikan bahwa
dengan merendam ikan lele mutiara didalam bakteri aeromonas sp
selama 60 jam, hanya terdapat 30% ikan yang mati.

6
2
TEKNIK PEMBUATAN
KOLAM TERPAL

Kolam merupakan sarana sebagai tempat pembudidayaan ikan.


Kolam yang baik sangat menentukan keberhasilan budidaya lele.
Pemilihan jenis kolam dalam usaha budidaya harus
mempertimbangkan beberapa faktor penting seperti biaya, lahan yang
tersedia dan tingkat kesulitan dalam pembuatan kolam. Jenis kolam
yang umumnya digunakan untuk budidaya lele antara lain kolam
semen, kolam terpal plastik dan kolam tanah. Selain kolam, wadah
tertentu juga dapat dijadikan tempat budidaya ikan seperti keramba
jaring apung, bak fiberglass, drum, keramba biasa, longyam dan lain
sebagainya.
Kolam terpal merupakan jenis kolam yang banyak dimanfaatkan
oleh pelaku usaha budidaya lele. Kolam terpal banyak dipilih
pembudidaya karena memiliki banyak keunggulan yaitu pembuatannya
lebih praktis, biaya pembuatan relatif murah, dapat dibuat di lahan-
lahan sempit serta mudah dipindahkan dan dibongkar pasang. Terpal
untuk bahan pembuatan kolam sebaiknya dipilih yang berkualitas
terbaik agar kolam lebih awet dan tidak mudah bocor. Warna terpal
disarankan berwarna gelap karena lele lebih menyukai kondisi yang
gelap.
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat
kolam terpal. Pada buku ini, teknik yang digunakan untuk membuat
kolam terpal adalah teknik yang biasa penulis terapkan berdasarkan
pengalaman dilapangan. Berikut akan dijelaskan tahapan dalam
pembuatan kolam terpal.

2.1. Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan kolam terpal adalah
sebagai berikut :
a. Gergaji kayu
b. Gergaji besi
c. Palu
7
d. Meteran
e. Cangkul
f. Kapak / parang
g. Selang plastik
h. Staples tembak

a c

f e

h g

Peralatan yang perlu dipersiapkan untuk membuat kolam terpal

8
2.2. Bahan yang Diperlukan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan kolam terpal adalah :
a. Terpal
b. Papan
c. Kayu cerocok / kasao / pancang / bambu
d. Paku
e. Paralon
f. Elbow
g. Tatal kayu / sekam padi
h. Karet dalam ban sepeda motor

a d

c b

f e h

Bahan-bahan untuk pembuatan kolam terpal

9
2.3. Langkah Pembuatan
Langkah pembuatan kolam terpal :
a. Persiapkan lokasi pembuatan kolam dengan membersihkan dan
meratakan permukaan tanah tempat kolam akan dibuat.
b. Ukur sudut kolam, selanjutnya tandai dengan memancangkan kayu
cerocok di setiap sudut.
c. Potong papan sesuai dengan ukuran kolam yang diinginkan lalu
pasang pada kasao / kayu cerocok yang telah ditancapkan.
d. Ketinggian pemasangan kayu dapat diukur menggunakan pipa
plastik yang diberi air (waterpass).
e. Jika jarak antar sudut terlalu jauh (lebih dari 1 meter) dapat
ditancapkan kasao / kayu cerocok tambahan.
f. Potong kelebihan kayu kasao / kayu cerocok setinggi kolam yang
diinginkan agar kolam terlihat lebih rapi.
g. Potong papan/kayu sebagai penyangga agar kolam menjadi lebih
kuat.
h. Tambahkan sekam padi atau serbuk kayu pada permukaan dasar
kolam. Pemberian ini bertujuan agar bagian bawah kolam menjadi
lebih empuk sehingga meminimalisir terjadinya kebocoran pada
terpal. Selain itu, sekam padi atau serbuk kayu juga dapat mencegah
terjadinya perubahan temperatur yang mendadak pada air.
i. Pasang terpal pada rangka kolam yang telah dibuat. Pemasangan
dapat dilakukan dengan tali tambang atau dapat dilakukan dengan
staples tembak.

Pengukuran perlu dilakukan dengan cermat, agar kolam yang dihasilkan


lebih presisi.

10
j. Buat lipatan khusus pada sudut terpal. Hal ini dilakukan untuk
mencegah benih ikan tersangkut pada terpal.
k. Buat saluran pembuangan air pada kolam. Saluran ini dibuat untuk
mengatur volume air pada kolam. Caranya dengan melubangi terpal
sebesar diameter elbow pada saluran. Selanjutnya ikat elbow dan
terpal menggunakan karet ban dalam dengan kencang agar air
kolam tidak bocor. Hubungkan elbow dengan paralon saluran
pembuangan air kolam.

Pasang papan pada kayu kasao / kayu cerocok yang telah ditancapkan

Gunakan pipa plastik yang diberi air (waterpass) untuk memasang papan
agar ketinggian papan sama.
11
Potong kelebihan kayu penahan setinggi kolam

l. Bersihkan kolam terpal yang telah jadi dengan air untuk


menghilangkan bau dan zat kimia lainnya yang dapat berbahaya
bagi ikan.
m. Langkah terakhir adalah menjemur kolam terpal dibawah terik
matahari hingga air yang digunakan untuk membersihkan kolam
benar-benar kering.

Penyangga perlu diberikan pada kolam agar lebih kuat

12
Pemberian sekam padi atau serbuk kayu untuk mencegah terjadinya
perubahan temperatur yang mendadak pada air

Pemasangan terpal pada rangka papan dapat dilakukan dengan staples


tembak

13
Bagian sudut kolam adalah bagian terpal yang paling akhir dikerjakan

Pembuatan lipatan pada sudut kolam perlu dilakukan untuk mencegah


benih ikan tersangkut pada sudut kolam.

14
Saluran pembuangan air pada kolam bertujuan untuk mengatur volume air
pada kolam.

Bersihkan kolam terpal dengan air untuk menghilangkan bau dan zat kimia
lainnya yang dapat berbahaya bagi ikan.

15
Keringkan kolam terpal dan jemur dibawah terik matahari

16
3
PENGOLAHAN AIR UNTUK
BUDIDAYA LELE

Manajemen pengolahan air untuk budidaya lele sangat diperlukan


untuk mendapatkan produksi lele yang optimal. Kualitas air yang
memenuhi standar akan memberikan kondisi yang nyaman bagi lele.
Kondisi air yang tidak layak akibat pengolahan air yang buruk
menyebabkan lele rentan terserang penyakit, mudah stress, tidak
memiliki nafsu makan dan akhirnya berakhir dengan kematian.
Parameter kualitas air yang diperlukan untuk budidaya lele antara lain
memiliki pH netral 6,5 – 8,5, suhu 25 – 30oC, kandungan oksigen
terlarut 5 – 6 ppm, tidak berbau, bebas ammonia dan tidak berbusa.
Pengelolaan kualitas air yang benar dan berkelanjutan dapat
menentukan keberhasilan dalam usaha budidaya lele.

Sumber air gambut banyak terdapat di wilayah Kalimantan

17
Nilai pH air yang netral sangat dibutuhkan dalam budidaya lele.
Sebenarnya lele masih dapat beradaptasi pada air dengan pH 6 – 9,
namun pada kondisi ini pertumbuhan lele akan terhambat. Nilai pH
yang terlalu rendah dapat menyebabkan ikan malas bergerak,
mengeluarkan lendir yang berlebihan dan dapat menyebabkan
kematian, begitu juga jika nilai pH yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan ikan lele stress dan perkembangan lele menjadi lambat.
Permasalahan air banyak dialami para pembudidaya lele di
sebagian daerah Kalimantan. Hal ini disebabkan sumber air berupa
aliran sungai dan sumur merupakan air gambut. Air gambut
merupakan air permukaan yang terdapat di lahan gambut, umumnya
memiliki ciri khas yaitu mengandung zat organik dan zat besi tinggi,
berasa asam, memiliki pH rendah (3 - 5), tingkat kesadahan rendah,
berwarna merah, coklat atau kehitaman. Air yang terdapat di lahan
gambut bersumber dari hujan, luapan air sungai atau dari air tanah.
Karakteristik air gambut dapat beragam, tergantung dari jenis dan
kandungan mineral, ketebalan gambut, usia gambut serta jenis
tanaman pembentuk lahan gambut di daerah tersebut. Warna merah,
coklat atau kehitaman pada air gambut merupakan akibat tingginya
kandungan senyawa organik yaitu asam humus yang terdiri dari asam
humat, asam fulvat dan humin yang berasal dari dekomposisi bahan
organik sisa tumbuhan seperti daun dan kayu. Asam tersebut juga
sangat mempengaruhi sifat asam pada air gambut.

Kualitas air yang buruk merupakan sumber penyakit bagi lele

Selama ini, pembudidaya menggunakan air hujan yang sudah


diendapkan beberapa hari untuk budidaya lele. Permasalahan akan
terjadi jika musim kemarau tiba, karena persediaan air sangat kurang,
sehingga mau tidak mau pembudidaya lele akan menggunakan air
tersebut secara terus menerus walaupun sudah sangat berbau dan
berwarna agak kehitaman. Hal inilah yang dapat mengurangi

18
produktifitas budidaya lele, karena kualitas air yang buruk dapat
menyebabkan banyak lele terserang penyakit. Penggunaan air sumur
atau air sungai sulit dilakukan, karena kandungan asam yang tinggi
sehingga perlu dilakukan pengolahan lanjutan untuk meningkatkan
kualitas air agar dapat digunakan untuk budidaya lele.

3.1. Pengolahan Air Metode Fermentasi


Terdapat beberapa teknik pengolahan air yang umumnya
diterapkan para pembudidaya lele. Pengolahan air umumnya dilakukan
sebelum bibit ditebar, saat pembesaran dan pengolahan air setelah
panen. Benih lele siap ditebar ke kolam jika air pada kolam telah
memenuhi kelayakan untuk budidaya lele. Bahan-bahan yang
diperlukan dalam pengolahan air metode fermentasi adalah kapur
(dolomit / kulit kerang) dan kotoran ternak.

Kotoran ternak dan kapur dolomit adalah bahan yang biasa digunakan
pembudidaya lele untuk pengolahan air

Teknik perlakuan yang digunakan pembudidaya lele dengan


pengolahan air metode fermentasi adalah sebagai berikut :
1. Siapkan air yang akan diolah.
Tampung air yang berasal dari sungai, sumur atau air hujan dalam
kolam yang telah disediakan. Air yang berasal dari sungai umumnya
memiliki pH dan tingkat kekeruhan yang rendah. Air yang berasal
dari sumur umumnya bersifat agak keruh, kadang berwarna agak
kekuningan dan pH sedikit lebih tinggi dibanding air sungai. Air
hujan memiliki pH lebih tinggi dibanding air sungai dan sumur serta
berwarna bening, namun sulit untuk diperoleh saat musim kemarau
tiba.
2. Biarkan kolam terbuka dan terkena sinar matahari.
Penyinaran ini bertujuan agar pH air dapat sedikit demi sedikit
meningkat.
3. Tambahkan bahan yang mengandung kalsium (Ca) pada air.

19
Bahan ini dapat berupa kulit kerang, cangkang siput, batu kapur,
bubuk kalsium karbonat dan lain-lain. Bahan yang banyak
digunakan oleh pembudidaya lele adalah kalsium karbonat seperti
dolomit atau kalsit dengan dosis 100 – 150 gram/m3. Penambahan
dolomit dapat mempercepat waktu peningkatan pH air. Cara
pemberian dolomit dilakukan dengan menaburkan secara merata di
dalam kolam.
4. Lakukan proses fermentasi.
Jika pH air telah mencapai lebih dari 5 – 5,5 maka selanjutnya
lakukan proses fermentasi pada air dengan cara pemupukan.
Fermentasi pada air bertujuan untuk menguraikan racun yang
terdapat pada air, membunuh parasit, meningkatkan pH,
mensterilkan air dengan harapan lele menjadi lebih sehat, memiliki
nafsu makan tinggi dan dapat tumbuh lebih maksimal. Bahan yang
digunakan untuk fermentasi adalah kotoran sapi, kambing atau
kerbau dengan dosis 0,8 – 1 kg/m2 kolam. Sebagian peternak ada
yang memberikan tambahan probiotik starbio dengan dosis 5 – 10
mL/m2. Cara fermentasi dapat dilakukan dengan mencampur
kotoran sapi, kambing atau kerbau dengan probiotik kemudian aduk
hingga merata. Pada saat diaduk dapat diberi sedikit air untuk
mempermudah pencampuran selanjutnya taburkan kedalam kolam
secara merata. Kegiatan ini diperlukan pada air kolam pembesaran
dengan tujuan untuk menyediakan unsur hara bagi plankton sebagai
pakan bagi ikan lele.

Proses fermentasi dapat dilakukan dengan cara merendam kotoran


ternak yang telah dibungkus

Beberapa pembudidaya melakukan fermentasi dengan cara


membungkus kotoran ternak dalam kain atau pakaian bekas.
Selanjutnya bungkusan tersebut direndam pada permukaan air

20
kolam. Dengan teknik ini kotoran ternak tidak berserakan di dasar
kolam dan air kolam menjadi lebih bersih.
5. Tunggu hingga mikroorganisme muncul.
Proses fermentasi pada air kolam dapat dilakukan selama 4 – 7 hari,
tergantung dari kondisi air yang diperlakukan. Air yang
difermentasi umumnya akan berwarna gelap kehijauan atau
kehitaman. Benih lele dapat ditebar di kolam jika pada air kolam
telah terdapat mikroorganisme seperti jentik nyamuk, cacing darah,
kutu air dan plankton. Mikroorganisme ini dapat dijadikan makanan
tambahan alami untuk benih lele. Dengan munculnya
mikroorganisme menunjukkan bahwa air sudah layak digunakan
untuk kegiatan budidaya.
Proses pengolahan air dengan cara ini dari awal hingga air layak
digunakan untuk kegiatan budidaya membutuhkan waktu sekitar 10
sampai 20 hari. Metode lain yang dapat digunakan untuk pengolahan
air adalah metode filterisasi menggunakan karbon aktif. Karbon aktif
dapat digunakan untuk meningkatkan pH air, membunuh parasit dan
menyerap racun yang terdapat pada air. Dengan metode ini, waktu
yang dibutuhkan untuk menaikkan pH air menjadi lebih singkat.

3.2. Pengolahan Air Metode Filterisasi


Tahapan dalam metode pengolahan air dengan cara filterisasi
dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapkan alat
Alat yang diperlukan dalam pembuatan pengolahan air dengan
metode filterisasi untuk budidaya lele adalah sebagai berikut :
a. Gergaji besi.
Gergaji besi berfungsi untuk memotong pipa, dengan bentuk
mata gergaji yang halus dan memiliki banyak gerigi. Gergaji ini
memiliki gagang yang melengkung seperti huruf U.
b. Meteran.
Meteran digunakan untuk mengukur jarak potongan pada pipa.
Meteran yang digunakan merupakan meteran logam dengan
perumahan, yang dapat ditarik keluar masuk perumahan
meteran.
c. Spidol.
Spidol berfungsi untuk memberi tanda pada pipa atau bagian
lain yang akan dipotong.
d. Obeng.
Obeng yang digunakan merupakan obeng plus (+) berfungsi
untuk mengencangkan baut pada tutup housing catridge agar
terikat dengan kuat pada dudukan penahan housing catridge.

2. Persiapkan bahan
Alat pengolah air gambut untuk budidaya lele yang dijelaskan dalam
buku ini merupakan alat pengolah air gambut yang menggunakan

21
karbon aktif dan greensand. Bahan-bahan untuk membuat alat
pengolah air gambut selengkapnya sebagai berikut :
a. Karbon aktif.
Pemberian karbon aktif bertujuan untuk menjernihkan air,
menyerap bau, rasa serta racun pada air.
b. Greensand.
Pemberian greensand berfungsi untuk menghilangkan
kandungan Mangan, Besi, Hidrogen Sulfida yang tampak seperti
lapisan berminyak pada permukaan air.
c. CTO.
CTO merupakan katrid filter berbahan karbon aktif padat
berfungsi sebagai penyaring partikel sekaligus mengurangi bau
dan menjernihkan air.
d. Housing catridge.
Housing catridge berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan
katrid yang telah diisi bahan-bahan penjernih seperti karbon
aktif dan greensand. Housing catridge yang digunakan
berukuran 10 Inch serta memiliki ulir dalam pada tabungnya
agar mudah dilepas dan dipasang untuk mengganti media
penyaringan.
e. Katrid (catridge) kosong
Katrid berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan berbagai
media penjernih dan dipasang di dalam housing catridge.
f. Tangki Air.
Tangki air berfungsi sebagai tempat penampungan air kotor
maupun air bersih. Sebaiknya memilih tangki air dari bahan
polyethylene murni (bukan daur ulang) karena tahan terhadap
radiasi ultraviolet dan tahan terhadap segala jenis cuaca.
g. Paralon 3/4 Inch.
Paralon yang digunakan adalah paralon 3/4 Inch yang berfungsi
sebagai wadah untuk mengalirkan air dari sumber air ke tangki
penampungan, saringan, tangki air bersih dan mengalirkannya
lebih lanjut
h. Sambungan L 3/4 Inch.
Sambungan L berfungsi untuk membelokkan arah aliran air.
Jumlah sambungan L dalam suatu rangkaian diharapkan
seminimal mungkin, karena jumlah sambungan L yang banyak
dapat menyebabkan kerugian head (head loss) yang besar.
i. Sock drat luar 1/2 x 3/4 Inch dan 3/4 Inch.
Sock drat luar 1/2 x 3/4 Inch digunakan untuk menghubungkan
pipa paralon dari tangki air, sedangkan sock drat luar 3/4 Inch
digunakan untuk menghubungkan housing filter.
j. Stopkran 3/4 Inch.
Stopkran dapat digunakan untuk menghubungkan pipa serta
untuk membuka atau menutup aliran air dengan kapasitas yang
dapat diatur besarnya.

22
k. Seal tape.
Seal tape berfungsi sebagai perapat pada sambungan perpipaan
yang memiliki drat agar terhindar dari kebocoran.
l. Lem PVC.
Lem PVC berfungsi untuk merekatkan dan menguatkan
sambungan pipa jenis PVC. Lem PVC memiliki warna bening,
berbau menyengat dan agak cair.

a b k

e d c f

g i j

Bahan untuk membuat pengolahan air metode filterisasi

23
3. Instalasi alat pengolah air
Alat pengolah air gambut untuk budidaya yang dibuat dalam buku
ini merupakan alat pengolah air gambut sederhana yang mudah dibuat,
karena hanya merangkai komponen penjernih serta mudah dalam
penggantian media penjernih. Langkah-langkah pembuatan alat
pengolah air gambut dapat dilakukan dengan cara berikut :

Tangki air

Pompa

Sumber air
Filter

Saluran keluar

Desain instalasi pengolahan air metode filterisasi

a. Persiapkan komponen penjernih air.


Pasang masing-masing bahan penjernih seperti karbon aktif dan
greensand pada catridge yang telah disediakan, lalu masukkan
masing-masing catridge yang telah terisi bahan penjernih ke
dalam housing catridge. Pasang housing catridge yang telah terisi
bahan penjernih pada dudukan yang telah disediakan pada
rangka menggunakan obeng plus (+). Pada saluran masuk dan
keluar housing catridge diberi sock drat luar 3/4 Inch selanjutnya

24
masing-masing housing catridge dihubungkan dengan paralon 3/4
Inch.
b. Persiapkan sambungan pipa dari sumber air ke tangki.
Pasang sock drat luar 3/4 Inch pada saluran masuk dan saluran
keluar pompa. Jangan lupa memberikan seal tape pada drat
untuk meminimalisir kebocoran sambungan tersebut. Kemudian
rangkai saluran perpipaan sesuai dengan gambar desain.
c. Hubungkan pipa dari tangki air ke penjernih.
Pasang sock drat 1/2 x 3/4 Inch pada saluran keluar dan saluran
buang tangki air. Hubungkan saluran keluar pada tangki air ke
komponen penjernih yang telah terpasang pada rangka
menggunakan pipa memakai 2 – 3 buah sambungan L.
Hubungkan saluran buang pada tangki air dengan pipa
pembuangan yang dilengkapi dengan stop kran.

4. Hasil pengolahan
Alat pengolahan air yang telah terinstal dapat langsung
digunakan. Hasil pengolahan air gambut menunjukkan terdapat
perubahan yang signifikan pada kenaikan PH air gambut setelah
dilakukan pengolahan.
Menurut Suhendra dan Syahrizal (2016), hasil pengukuran nilai
pH air sungai setelah dilakukan proses pengolahan menggunakan alat
pengolahan air yang telah terinstal menunjukkan kenaikan rata-rata
pH air sungai sebesar 0,9 - 1,4. Debit aliran rata-rata yang dihasilkan
adalah 2,2 liter/menit. Diperlukan waktu sekitar 12 jam untuk mengisi
1 kolam berukuran 1 x 1 x 2,5 m. Sebelum menggunakan alat
pengolahan air ini, pembudidaya membutuhkan waktu sekitar 2 – 3
minggu dengan perlakuan tertentu untuk mengolah air sungai agar
dapat digunakan untuk kegiatan budidaya lele. Dengan alat pengolahan
ini, air yang dihasilkan dapat langsung digunakan untuk kegiatan
budidaya. Dampak yang dirasakan pelaku usaha budidaya lele adalah
tersedianya pasokan air yang lebih stabil. Dengan kondisi ini pelaku
usaha dapat secara kontinyu membudidayakan lele tanpa terkendala
musim, produksi lele menjadi lebih stabil dan pemasaran menjadi lebih
mudah.
Menurut Suhendra dkk. (2016), lamanya waktu air keluar dari
kolom penjerap memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
kenaikan pH air gambut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa air pada
kondisi awal keluar dari kolom penjerap berbahan karbon aktif
mengalami kenaikan nilai pH yang paling tinggi. Karbon aktif memiliki
kemampuan untuk meningkatkan pH air gambut. Dengan semakin
banyaknya air gambut yang melewati karbon pada kolom penjerap
menyebabkan kemampuan karbon untuk menaikkan nilai pH air
semakin berkurang. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik yang
menunjukkan penurunan nilai pH dengan semakin lamanya waktu air

25
keluar dari kolom penjerap. Nilai kenaikan pH air gambut sangat
tergantung pada jumlah dan jenis karbon aktif yang digunakan.

Penggunaan alat pengolahan air tipe filterisasi

Hubungan antara waktu aliran air keluar terhadap nilai pH air


Sumber : Suhendra dkk (2016)

Keterangan :
TP = Air gambut tanpa perlakuan
A, B dan C = Jenis air gambut
26
Kelemahan pengolahan air menggunakan sistem ini adalah
membutuhkan biaya investasi awal yang relatif mahal. Setiap
pengolahan air untuk mengisi kolam berukuran 1,5 x 2,5 m diperlukan
pergantian karbon aktif dalam housing catridge.

3.3. Pengolahan Air Metode RWS


Beberapa metode pengolahan air telah dikembangkan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Metode yang sedang berkembang
dan banyak diterapkan oleh pembudidaya lele adalah metode
pengolahan air tipe RWS (red water system). Teknik ini digunakan
dalam proses pembesaran ikan menggunakan bakteri Lactobacillus dan
Saccharomyces dengan cara fermentasi yakult, ragi tape dan molasses.
Sistem RWS memanfaatkan kotoran ikan dan sisa pakan di dasar
kolam sebagai pakan utama bakteri pengurai tersebut. Jadi terbentuk
hubungan yang saling menguntungkan antara ikan dan bakteri
tersebut. Dengan metode ini, tidak diperlukan pergantian air kolam
dari penebaran benih hingga panen karena kondisi air akan selalu
terjaga. Lele yang dihasilkan dari metode RWS memiliki daging yang
lebih padat, jeroan ikan lebih bersih dan ikan tidak berbau.
Luas kolam yang dapat diisi oleh benih lele menggunakan sistem
RWS maksimal sebanyak 300 ekor/m2 kolam tanpa aerasi dan maksimal
500 ekor/m2 kolam dengan aerasi. Penggunaan sistem RWS dapat
menghemat waktu dan tenaga karena pembudidaya tidak perlu
dipusingkan dengan masalah air yang kotor. Penyakit pada lele relatif
lebih mudah dikontrol dan penggunaan obat untuk lele dapat dikurangi
sehingga lebih menghemat biaya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem RWS adalah
kemungkinan adanya sisa kotoran yang tidak dapat diserap oleh bakteri
pengurai. Oleh karena itu, penggunaan arang perlu dilakukan dengan
ditempatkan di pinggir kolam. Arang ini berfungsi untuk menyerap sisa
kotoran lele yang tidak dapat diserap oleh bakteri. Jumlah arang yang
dapat diberikan pada kolam adalah sebanyak 1 kg/m2 kolam.
Bahan yang diperlukan untuk pengolahan air metode RWS
khususnya untuk lele sangkuriang antara lain adalah :
a. 15 – 18 liter air bersih
b. 2 butir ragi tape
c. 4 botol yakult
d. 1 liter gula merah / gula jawa / molasses
e. Air kelapa yang dapat diperoleh dari 1 buah kelapa tua.
f. 0,5 kg dedak halus
g. Jerigen 20 kg
Cara pembuatan bahan untuk fermentasi RWS adalah :
a. Siapkan air bersih untuk membuat fermentasi.
b. Tambahkan bahan-bahan seperti yakult, gula merah, ragi yang
telah dihaluskan, air kelapa dan dedak halus ke dalam air yang
telah disiapkan.

27
c. Aduk bahan-bahan yang telah dicampurkan hingga merata.
d. Masukkan bahan yang telah diaduk ke dalam jerigen, kemudian
tutup rapat dan simpan bahan tersebut sampai terjadi proses
fermentasi yang ditandai dengan perubahan warna air menjadi
cokelat dan berbau alkohol. Proses fermentasi ini umumnya
terjadi selama 6 – 7 hari.
e. Setelah 7 hari, buka tutup jerigen. Jika aroma yang keluar
berbau alkohol dan cairan berubah warna menjadi coklat berarti
fermentasi berhasil, tetapi jika berbau busuk berarti hasil
fermentasi gagal.

Perubahan warna air kolam pada pengolahan air sistem RWS


Sumber : bp4kgresik.wordpress.com

Cara penggunaan adalah dengan memasukkan bahan yang telah


difermentasi setiap hari ke dalam kolam lele yang telah terisi air
dengan dosis 100 - 150 mL/m3. Akibatnya, air kolam akan mengalami
perubahan warna dari hijau, cokelat hingga akhirnya menjadi berwarna
merah. Jangan heran melihat kondisi tersebut, karena hal tersebut
memang diharapkan terjadi. Kondisi air kolam berwarna merah
merupakan kondisi air yang diinginkan dalam budidaya lele, karena
bakteri telah dapat tumbuh di kolam. Pemberian bahan fermentasi
dapat dihentikan ketika warna air kolam telah berwarna merah. Jika
terdapat air hujan yang memasuki kolam saat terjadi hujan, maka
dapat ditambahkan lagi bahan fermentasi. Sangat disarankan memakai
sistem aerasi pada kolam yang berfungsi agar terjadi percampuran yang
merata pada bakteri di dalam kolam. Benih lele dapat dimasukkan pada
hari ke 7 atau 8 setelah pemberian bahan fermentasi.

28
Lele siap panen pada kolam dengan sistem RWS

Pakan yang diberikan untuk benih lele sebaiknya disiram dengan


air hangat, cairan fermentasi atau campuran nutrisi tertentu lalu
dianginkan supaya pakan tersebut menjadi lebih lembut. Kegiatan ini
dilakukan dengan tujuan agar benih lele terhindar dari penyakit luka
pada usus dan perut kembung, dengan demikian persentase benih lele
tumbuh besar menjadi relatif tinggi. Pada hari pertama benih
dimasukkan ke dalam kolam, sebaiknya jangan diberikan pakan, pada
hari kedua diberikan sedikit saja, pada hari ketiga baru dapat diberikan
pakan secara normal.

3.4. Pengolahan Air Untuk Proses Pembesaran


Pada saat proses pembesaran lele, kondisi air kolam dapat
berubah-ubah. Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab
perubahan kondisi air kolam adalah kondisi cuaca yang tidak menentu,
atau masuknya air hujan ke dalam kolam. Ketika hal ini terjadi,
kemungkinan terjadi perubahan pH air kolam. Kondisi ini harus diatasi
agar lele yang berada pada kolam tidak mengalami stress atau mati
mendadak.
Berdasarkan pengalaman, cara yang banyak digunakan oleh
pembudidaya lele untuk meningkatkan nilai pH air adalah
menggunakan daun pepaya. Caranya, daun pepaya yang telah dipetik
dapat langsung diletakkan dalam air kolam. Bahan lain yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pH air adalah menggunakan garam
atau bonggol pisang. Pemberian bahan tersebut juga harus kita kontrol,

29
karena kalau diberikan dalam jumlah yang terlalu banyak dapat
menimbulkan efek samping yang buruk terhadap ikan.
Cara lain yang dilakukan oleh bapak Supriatna adhya dalam
menjaga kualitas air kolam untuk lele adalah dengan membuat racikan
dari beberapa bahan. Beliau menggunakan bahan-bahan antara lain : 5
lembar daun pepaya, 5 lembar daun sirih, daun jawer kotok dan 1 liter
urine kelinci. Jika sulit mendapatkan urine kelinci dapat diganti
dengan 4 kg kotoran kambing yang masih baru. Cara membuatnya
yaitu dengan memotong halus daun pepaya, daun sirih dan daun jawer
kotok. Potongan tersebut kemudian dicampur dengan urine kelinci atau
kotoran kambing, lalu aduk hingga merata dan simpan dalam wadah
tidak tertutup selama 18 – 22 hari. Dosis dan cara pemakaian yaitu
dengan mengambil 250 mL atau sekitar 1 gelas larutan kemudian
campur dengan 3 sendok garam dan 1 ember air lalu aduk hingga
merata. Hasil campuran tersebut selanjutnya ditebarkan ke dalam
kolam dengan luas 6 – 8 m2 secara merata. Pemberian dapat diberikan
jika kualitas air kolam sudah menurun atau saat terjadi penurunan pH
air kolam karena masuknya air hujan.

Daun pepaya dan daun jawer kotok dapat dijadikan campuran racikan untuk
menjaga kualitas air kolam

Pemberian vitamin dan nutrisi pada saat proses pembesaran lele


juga merupakan faktor yang sangat penting. Selain untuk menjaga
kesehatan lele pemberian bahan ini juga berfungsi untuk menjaga
kondisi air kolam agar tidak cepat berbau. Pemberian bahan tambahan
seperti Viterna Plus, POC, Hormonik dan TON juga lazim digunakan
oleh pembudidaya lele sebagai suplemen campuran pakan ikan.
Penggunaan Viterna Plus, POC dan Hormonik dapat dilakukan
sekaligus dengan mencampur semua bahan tersebut selanjutnya diaduk
hingga merata. Perbandingan untuk campuran Viterna Plus : POC :
Hormonik adalah 5 : 5 : 1. Jumlah campuran yang digunakan adalah
setiap 1 tutup botol (sekitar 10 mL) dapat untuk pakan pelet sebanyak 3
- 4 kg. Cara pemakaian yaitu dengan menambahkan 1 tutup botol
bahan campuran dengan 1 liter air, lalu campurkan dengan pelet dan
aduk hingga merata atau dapat dilakukan dengan menyemprotkan
30
campuran tersebut pada pelet. Pelet yang telah diberi campuran bahan
tersebut sebaiknya dianginkan hingga kering. Campuran bahan
tersebut sudah merupakan vitamin dan nutrisi dengan kandungan dan
komposisi yang lengkap sehingga tidak diperlukan lagi penambahan
vitamin lainnya. Namun bahan tersebut bisa ditambah dengan vaksin
dan antibiotik untuk ikan.

Pemberian Viterna Plus, POC, Hormonik dan TON berfungsi menjaga


kesehatan lele dan meningkatkan kualitas air kolam

Produk TON juga banyak digunakan oleh pembudidaya lele untuk


menjaga kualitas air kolam. TON adalah pupuk untuk kolam ikan yang
berfungsi mempercepat pertumbuhan plankton, mengurangi senyawa
beracun pada air, menyediakan suplai oksigen terlarut dan menjaga
agar kondisi kolam menjadi kondusif. Penggunaan TON pada budidaya
lele yaitu dengan mencampur 1 - 2 sendok makan TON dengan 10 liter
air. Campuran tersebut selanjutnya dapat disiramkan pada permukaan
kolam secara merata. Pemberian TON pada kolam dapat dilakukan
setiap 1-2 minggu sekali, dapat juga diberikan pada saat hujan lebat
turun atau saat air kolam sudah berbau menyengat.

31
4
AGRIBISNIS LELE

4.1. Potensi Agribisnis Lele


Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia diperkirakan sekitar
25 kg/kapita/tahun. Jumlah tersebut masih jauh dari tingkat konsumsi
ideal yang diharapkan yaitu 50 kg/kapita/tahun (Nugroho dan
Kristanto, 2008). Faktor rendahnya tingkat konsumsi ikan dipengaruhi
oleh kemampuan daya beli masyarakat dan rendahnya kesadaran
terhadap pentingnya manfaat mengkonsumsi ikan. Meningkatnya
pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan akan protein hewani
dari ikan semakin meningkat. Akan tetapi, ikan yang diperoleh dari
perikanan tangkap sudah semakin berkurang, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan akan protein hewani khususnya ikan konsumsi
yang sebelumnya dipasok dari perikanan tangkap sekarang sudah
beralih pada perikanan budidaya.
Potensi Lahan Budidaya dapat digolongkan menjadi budidaya laut,
tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah. Dari penggolongan
lahan budidaya di atas, berdasarkan data tahun 2008, lahan budidaya
kolam mampu berproduksi dengan volume sebesar 222.792 ton atau
sebesar 20,6 % dari seluruh jenis budidaya di Indonesia (Dinas
Kelautan dan Perikanan, 2009). Dalam kegiatan budidaya ikan air
tawar, budidaya ikan lele merupakan salah satu komoditas unggulan.
Produksi lele ukuran konsumsi secara nasional mengalami kenaikan
sebesar 18,3% per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi
57.740 ton pada tahun 2003 (Mahyuddin, 2011).
Lele merupakan ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat.
Bagi sebagian orang, lele merupakan binatang yang menggelikan dan
jorok karena bentuknya yang menyerupai ular serta senang
mengkonsumsi segala jenis makanan baik bangkai, limbah, kotoran
hewan bahkan kotoran manusia. Setelah tahun 1990-an, lele mulai
dikembangkan oleh masyarakat secara luas karena sangat
menguntungkan dari segi finansial dan telah menjadi salah satu
komoditas yang diunggulkan di kalangan masyarakat.

32
Agribisnis lele saat ini telah marak dan berkembang pesat di
tengah masyarakat. Kegiatan ini didukung oleh menjamurnya warung
makan di berbagai daerah yang memakai lele sebagai menu utamanya.
Selain dijual di warung makan, lele juga banyak dijual di restoran
mewah, supermarket, pasar tradisional bahkan banyak dijadikan bahan
dasar pada industri olahan. Kebutuhan akan lele terus bertambah
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga komoditas
lele memiliki peluang pasar yang cukup besar serta tidak akan ada
habisnya.

Pecel lele merupakan menu favorit yang banyak digemari masyarakat

Warung makan dengan menu lele banyak ditemui di pinggir-pinggir jalan

Kebutuhan akan lele disebagian wilayah masih mengalami banyak


kekurangan pasokan seperti di Jabodetabek membutuhkan sekitar 150
ton lele konsumsi perhari yang harus dipasok dari berbagai daerah

33
lainnya. Menurut tempo interaktif (2009), dalam satu hari masyarakat
di Yogyakarta mengkonsumsi 14 ton ikan lele, sedangkan para petani
ikan lele di Yogyakarta hanya mampu menghasilkan empat ton per
hari. Begitu pula dengan beberapa daerah lainnya yang masih
membutuhkan pasokan ikan lele segar.
Banyaknya yang menggemari lele tidak lepas karena rasanya yang
lezat serta harganya yang terjangkau. Selain itu, daging lele
mengandung asam lemak omega 3, omega 6, Vitamin B 12, fosfor, kaya
akan protein serta mengandung kalium dan natrium yang cukup tinggi.
Kandungan tersebut dapat menjaga kesehatan jantung dan otak,
membantu pembentukan tulang dan gigi, membantu memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh dan dapat mempercepat proses penyembuhan
luka.
Bagi peternak, lele merupakan ikan yang mudah dipelihara, usia
panen pendek, tidak memerlukan perlakuan khusus dan modal yang
dibutuhkan peternak lele relatif kecil. Bisnis budidaya lele memiliki
peluang usaha yang sangat besar dalam rangka meningkatkan
penghasilan dan mengurangi tingkat pengangguran. Hal ini didukung
oleh permintaan lele yang sangat besar sehingga kebutuhan akan
pasaran lele selalu ada.

Lele yang siap panen berjumlah 9 – 12 ekor per kg

Ikan lele yang dapat diterima pasaran umumnya memiliki ukuran


tertentu. Pedagang akan membeli lele dengan harga tinggi jika lele
berjumlah 9 – 12 ekor per kg, atau lele dengan bobot 0,1 – 0,08 kg/ekor.
Lele ukuran tersebut paling banyak diminati konsumen, jika ukuran
lele kurang atau lebih dari ukuran tersebut maka harga ikan lele akan

34
lebih murah. Hal ini disebabkan pasaran lele di Indonesia didominasi
oleh rumah makan, rumah tangga dan restoran untuk konsumsi.
Sementara untuk pasar retail (supermarket), industri olahan dan
ekspor menginginkan ukuran lele yang jauh lebih besar. Pasar ekspor
untuk lele membutuhkan lele dengan kualitas terbaik yaitu ukuran
yang seragam, tekstur daging halus dan tidak berwarna putih. Agar lele
diterima di pasar ekspor, peternak lele harus dapat menjaga kualitas
dan dapat memenuhi permintaan pasar tersebut.

Pemasangan akuaponik dapat memanfaatkan kandungan nutrisi dari sisa


pakan dan kotoran lele

4.2. SEGMENTASI USAHA LELE


Secara umum, segmentasi usaha lele dibagi menjadi dua kegiatan
usaha yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran. Pembudidaya
biasanya hanya memilih salah satu dari usaha tersebut, namun ada
juga yang menjalankan keduanya. Pembudidaya lele dapat melakukan
usaha tersebut secara terpisah atau dapat dijalankan sekaligus
tergantung dari kebutuhan pasar. Oleh karena itu, pembudidaya harus
dapat membaca kebutuhan pasar agar perputaran modal usaha lebih
cepat dan keuntungan yang diperoleh lebih besar.

1. Usaha Pembenihan
Pembenihan merupakan suatu kegiatan untuk memproduksi benih
sampai batas ukuran tertentu yang diperlukan. Benih lele yang dapat
ditemui di pasaran umumnya berukuran 5 – 7 cm, 7 – 9 cm, 9 – 10 cm
dan 10 – 12 cm. Jika permintaan pasar membutuhkan ukuran yang
lebih kecil, maka para pembenih lele dapat menjual benih yang

35
berukuran kurang dari 7 cm atau yang masih berbentuk larva. Hal ini
kurang dianjurkan, karena tingkat persentase lele hidup umumnya
cukup rendah, apalagi kalau jarak pengangkutan benih lele dari lokasi
pembenihan menuju lokasi tujuan cukup jauh, maka resiko benih lele
mati akan cukup besar.
Usaha pembenihan banyak digeluti para pembudidaya ikan karena
sangat menjanjikan, waktu perputaran modal yang lebih cepat
dibanding usaha pembesaran dan biaya investasi yang diperlukan
relatif lebih kecil. Disamping itu, usaha ini dapat dilakukan di lahan
sempit menggunakan kolam terpal, atau bisa juga menggunakan kolam
tembok. Namun usaha pembenihan lebih sulit dibanding usaha
pembesaran karena menuntut pengetahuan, ketekunan, keterampilan
dan pengalaman untuk melakukan pembenihan lele. Tidak jarang para
pembenih lele yang mengalami kegagalan dalam melakukan
pembenihan akibat banyak benih yang mati karena keteledoran pelaku
usaha pembenihan terkait tidak melakukan penanganan dan
pengolahan air yang sesuai untuk benih serta lemahnya usaha
pengendalian hama (penyakit).
Tingkat keberhasilan pemijahan lele sangat ditentukan oleh
pengalaman, pengetahuan dan pemahaman pelaku usaha di lapangan.
Hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan teknologi pembenihan yang
banyak dilakukan oleh para pelaku usaha berpengalaman untuk
meningkatkan keberhasilan pemijahan dan menekan kematian benih.
Pemijahan lele dapat dilakukan di kolam khusus pemijahan yang
terbuat dari bahan fiberglass, kolam tembok atau wadah dengan ukuran
yang besar. Selain itu, untuk pemijahan sebaiknya pilih lokasi dengan
suasana tenang.
Langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam usaha
pembenihan lele antara lain memilih indukan, mempersiapkan kolam
pemijahan, melakukan proses pemijahan, pembesaran larva,
pendederan dan penjualan benih.

a. Memilih indukan
Pemilihan indukan yang baik harus benar-benar diperhatikan
karena dapat meningkatkan keberhasilan pemijahan. Indukan lele yang
dipilih harus memenuhi beberapa kriteria yaitu harus dalam keadaan
sehat, sudah memasuki masa matang gonad, tidak cacat dan pilihlah
indukan dengan bobot yang seimbang. Indukan sebaiknya dipilih bukan
berasal dari satu keturunan yang sama. Bobot indukan jantan dapat
dipilih berukuran lebih dari 1 kg atau minimal sama dengan ukuran
indukan betina, dengan umur sekitar 1 tahun, sedangkan indukan
betina dapat dipilih yang berukuran 0,8 – 1,2 kg dengan umur lebih dari
8 bulan. Syarat lengkap indukan lele betina dan jantan yang baik dapat
dilihat pada Tabel 1.

36
Tabel 1. Syarat indukan lele betina dan jantan yang baik
Induk Betina Induk Jantan
Perut membesar atau buncit dan Alat kelaminnya tampak
terasa lembek jika diraba jelas dan lebih meruncing
Pergerakannya lambat dan jinak Alat kelaminnya memerah
Alat kelamin bulat, berwarna Terdapat perubahan warna
kemerahan dan tampak membesar tubuh menjadi cokelat
(bengkak) kemerahan
Warna tubuh menjadi cokelat Tubuh ramping dan
kemerahan gerakannya lincah
Kadang-kadang warna sirip tampak
kemerahan
Jika perut diurut, kadang-kadang
akan keluar telur yang warnanya
kuning tua.
Sumber : Mahyuddin, 2011

b. Mempersiapkan kolam pemijahan


Mempersiapkan kolam pemijahan perlu dilakukan untuk
mendapatkan kondisi optimal bagi indukan lele dalam melakukan
proses pemijahan. Kolam yang baik untuk pemijahan sebaiknya terbuat
dari bahan semen atau fiberglass. Bahan ini dipilih karena mudah
dibersihkan dan air untuk pemihajan tidak akan mudah keruh. Kolam
untuk pemijahan dapat berukuran panjang 2 – 3 m, lebar 1 – 2 m dan
tinggi 1 m. Sebelum indukan dimasukkan ke dalam kolam, terlebih
dahulu kolam untuk pemijahan dikuras airnya kemudian dibersihkan.
Pembersihan ini mutlak diperlukan untuk membuang kotoran serta
jamur yang menempel di dinding dan bagian bawah kolam agar
indukan tidak mudah terserang penyakit. Selanjutkan lakukan
pengeringan kolam dengan menjemur kolam selama 1 – 2 hari hingga
kolam benar-benar kering.
Kolam pemijahan yang telah siap selanjutnya diisi air bersih
sedalam 50 – 70 cm. Air sangat menentukan proses pemijahan dan
mempengaruhi persentase larva hidup, oleh karena itu pilihlah air yang
bersih, kadar pH seimbang dan jernih. Jika air yang digunakan kurang
jernih maka lakukan proses filterisasi atau dengan mengendapkan air
selama 1 – 2 minggu tergantung kondisi air sampai air tersebut layak
digunakan untuk proses pemijahan. Dalam proses pemijahan juga
diperlukan sirkulasi air untuk menjaga kebersihan air dan
menyediakan kadar oksigen yang cukup pada air. Jumlah sirkulasi air
tergantung dari ukuran kolam pemijahan, semakin besar ukuran kolam
maka dibutuhkan sirkulasi air yang lebih banyak. Agar air pada kolam
pemijahan tidak meluap, maka pelimpahan pada kolam perlu diatur.
Kolam pemijahan yang telah siap selanjutnya diisi dengan indukan
yang telah terseleksi dengan kapasitas tidak melebihi 6 ekor/m 2.
Lakukan pemberian pakan berkualitas baik secara teratur untuk

37
mempercepat pematangan gonad. Jumlah pakan yang diberikan sekitar
2 – 3 % dari total berat induk setiap hari dengan frekuensi 2 – 3 kali
sehari. Pilihlah pakan berprotein tinggi seperti pellet serta dapat
tambahkan pula bekicot, rayap atau belatung. Hindarkan pemberian
pakan cacing sutera karena mengandung kadar lemak yang tinggi.
Pemberian pakan berupa bekicot dapat dilakukan dengan merebus
kemudian mencacah bekicot sampai halus. Pemberian pakan tambahan
dapat menekan biaya produksi, selain itu pemberian pellet dan bekicot
dapat mempercepat pemulihan induk betina untuk menghasilkan telur.
Kolam pemijahan juga harus dilengkapi dengan kakaban yaitu
tempat untuk menempelnya telur agar telur tidak tenggelam dan
berserakan di dasar bak. Kakaban umumnya terbuat dari ijuk yang
telah bersih, disusun rapi dan dijepit dengan bilah bambu9.
Pemasangan kakaban sebaiknya disusun berjajar dan jepit lagi dengan
bambu agar tidak berantakan saat disentuh indukan saat pemijahan.
Lakukan perendaman kakaban dengan meletakkan kakaban sekitar 5 –
10 cm dibawah permukaan air, caranya yaitu dengan memberikan
pemberat.

Kakaban umumnya terbuat dari ijuk dan terletak 5 – 10 cm dibawah


permukaan air

c. Proses pemijahan
Menurut mahyuddin (2011), terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk memijahkan lele yaitu melalui pemijahan alami
(tradisional), pemijahan semiintensif (induce spawning) dan pemijahan
intensif / buatan (induce breeding). Masing-masing teknik pemijahan
memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu, para pelaku
bisnis pembenihan harus mengetahui teknik mana yang paling tepat
untuk diterapkan.
1. Pemijahan alami

38
Pemijahan secara alami umumnya dilakukan oleh para pelaku
usaha pembenihan lele skala kecil karena biaya yang dibutuhkan
relatif kecil dan dilakukan dengan alat dan cara yang sederhana.
Namun kelemahan menggunakan cara ini adalah tingkat
keberhasilan pembenihan kurang optimal. Persyaratan mutlak yang
harus dipenuhi dalam pemijahan alami adalah indukan yang dipilih
harus sudah matang gonad dan bobot induk jantan dan betina harus
seimbang. Pemijahan cara ini tidak memerlukan suntikan horman
perangsang, sehingga penetasan telur akan berjalan secara alami
dan kemungkinan benih unggul yang diperoleh akan lebih banyak.
Indukan yang telah diseleksi dan siap dipijahkan dapat
dimasukkan ke dalam kolam pemijahan pada sore hari (sekitar
pukul 16.00 – 17.00). Pada pagi harinya, biasanya indukan telah
mulai memijah dan kakaban yang disusun telah dipenuhi oleh telur
yang sudah dibuahi. Terdapat 2 warna pada telur yaitu berwarna
transparan berarti telur sudah dibuahi dan berwarna putih susu
berarti telur tidak dibuahi. Setelah itu, lakukan pemisahan masing-
masing induk dari kolam pemijahan ke kolam indukan.

2. Pemijahan semiintensif (induce spawning)


Pemijahan semiintensif (induce spawning) merupakan teknik
pemijahan yang dilakukan dengan penyuntikan hormon perangsang
pada induk jantan atau betina untuk merangsang pertumbuhan dan
pematangan sel telur. Persyaratan indukan yang dipilih sama
dengan persyaratan pada pemijahan alami yaitu harus sudah
matang gonad. Adanya penambahan hormon perangsang dapat
memaksimalkan jumlah benih yang dihasilkan, karena hormon
perangsang dapat menambah jumlah telur yang dihasilkan.
Pemijahan semiintensif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
menggunakan suntikan hormon atau suntikan kelenjar hipofisa.
Hormon yang umumnya digunakan untuk merangsang pemijahan
pada lele adalah Ovaprim, hCG dan Chorulon. Teknik pemijahan
dengan suntikan hipofisa dilakukan sama dengan menggunakan
suntikan hormon perangsang. Hanya saja, cara ini sedikit tidak
praktis karena harus mengorbankan ikan lain. Kelenjar hipofisa
diperoleh dengan cara membelah kepala ikan mas atau lele yang
telah dewasa dan dalam kondisi sehat. Ikan lele yang akan
didonorkan untuk diambil kelenjar hipofisanya harus memiliki bobot
yang hampir sama dengan dengan bobot lele yang akan dijadikan
induk. Indukan yang telah disuntik menggunakan hormon
perangsang atau kelenjar hipofisa selanjutnya dimasukkan ke dalam
kolam pemijahan. Perlakuan terhadap kolam pemijahan dan proses
pemijahan sama dengan proses pemijahan lele secara alami.
3. Pemijahan intensif / buatan (induce breeding).
Pemijahan intensif merupakan pemijahan dengan proses
pembuahan dilakukan dengan bantuan manusia menggunakan
wadah sebagai tempat mencampur sel telur dan sperma jantan
39
Pemijahan dengan cara ini dilakukan dengan menyuntik induk
betina kemudian urut bagian perut induk betina untuk
mengeluarkan sel telur dan sperma. Induk jantan diambil
spermanya dengan cara membelah perutnya. Sel telur dan sperma
jantan yang telah siap selanjutnya dicampur ke dalam wadah yang
telah dipersiapkan sedikit demi sedikit, aduk dengan bulu ayam
sampai rata, tambahkan air bersih, selanjutnya masukkan
campuran tersebut ke dalam tempat penetasan.

d. Pembesaran larva
Larva (benih) lele hasil penetasan telur harus segera ditangani
dengan baik yaitu dengan mensirkulasikan air kolam atau
menggunakan aerator agar pasokan oksigen dalam kolam terpenuhi.
Larva baru masih belum membutuhkan pakan karena memiliki
cadangan makanan sendiri berupa kuning telur (yolk). Setelah 3
atau 4 hari kemudian baru larva lele diberi pakan kuning telur rebus
yang dilarutkan dalam air. Dalam rentang waktu ini, kualitas air
kolam perlu dijaga dengan membersihkan air kolam atau mengganti
15 – 25% volume air kolam. Larva lele sudah dapat diberi cacing
ketika berumur 7 – 8 hari dengan frekuensi 3 kali sehari. Pemberian
pakan dilanjutkan dengan memberikan tepung pellet ketika umur
benih telah mencapai 2 – 3 minggu. Lele pada umur ini sudah dapat
dilakukan pemisahan antara benih ukuran kecil dan besar, atau
dapat dilakukan penjarangan benih untuk mengoptimalkan lagi
pertumbuhan pada benih.

e. Pendederan
Pendederan dapat dilakukan jika benih lele telah mencapai
umur sekitar 3 minggu setelah menetas. Kegiatan ini dilakukan
dengan memindahkan benih lele dari kolam pemijahan ke kolam
pendederan hingga benih lele siap untuk dijual atau ditebar di kolam
pembesaran. Kolam pendederan perlu disiapkan sedemikian rupa,
dengan menjaga kondisi lingkungan kolam dari perubahan ekstrim.
Penebaran benih pada kolam pendederan perlu dilakukan dengan
hati-hati karena benih masih rawan mati dan tidak tahan terhadap
perubahan kondisi lingkungan yang mendadak. Cara memindahkan
benih dengan menggunakan wadah untuk mengambil lele sekaligus
air kolam pemijahan, selanjutnya letakkan wadah tersebut ke dalam
kolam pendederan secara perlahan dan biarkan terjadi percampuran
air dari kolam pemijahan dengan air dari kolam pendederan. Jika
kondisi sudah tenang, maka benih lele dapat dilepas dengan
mengangkat wadah tersebut. Benih lele pada kolam pendederan
umumnya dapat diberi pakan pelet berbentuk tepung.

f. Penjualan benih
Benih lele siap dijual ketika telah berumur 5 – 6 minggu setelah
menetas. Ukuran lele yang dijual dapat bervariasi tergantung dari
40
permintaan pasar yaitu 5 – 7 cm, 7 – 9 cm, 9 – 10 cm dan 10 – 12 cm.
Penjualan benih lele umumnya menggunakan satuan ekor namun
ada juga pedagang yang menjual benih menggunakan sistem borong
yaitu dengan menaksir jumlah benih yang ada pada kolam. Panen
benih juga harus dilakukan dengan hati-hati karena benih lele masih
rentan terhadap luka dan mudah stress. Caranya dengan
mengurangi air kolam secara bertahap hingga benih mengumpul
pada titik tertentu, lalu ambil benih menggunakan serokan berbahan
halus dan tempatkan pada wadah yang telah diisi dengan dari kolam
pendederan yang sama.

Setelah 5 – 6 minggu menetas, benih lele dapat dijual

g. Pengangkutan benih
Ukuran benih yang telah disortir dapat dijual sesuai dengan
permintaan pembeli. Jika jarak pengangkutan benih dari lokasi penjual
ke lokasi pembeli cukup jauh maka diperlukan perlakuan khusus agar
benih masih dalam kondisi sehat ketika sampai di tempat tujuan. Cara
yang dapat digunakan untuk pengangkutan benih adalah dengan
pengangkutan terbuka dan tertutup. Pengangkutan terbuka dapat
menggunakan wadah yang terbuat dari drum, jirigen dan fiberglass.
Pengangkutan tertutup biasanya menggunakan kantong plastik untuk
mengangkut benih lele. Teknik pengangkutan benih lele menggunakan
sistem tertutup dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Ikat sudut bawah plastik menggunakan karet untuk menghindari
adanya benih yang terperangkap pada sudut plastik.

41
2. Isi 1/4 – 1/5 bagian plastik dengan air selajutnya masukkan benih
dengan perlahan.
3. Keluarkan udara pada plastik dan tambahkan oksigen ke dalam
plastik.
4. Ikat plastik dengan rapat menggunakan karet agar oksigen tidak
keluar dari plastik.

Tahapan dalam pengemasan untuk pengangkutan benih lele dengan sistem


tertutup

2. Usaha Pembesaran
Usaha pembesaran lele merupakan usaha yang banyak diminati
oleh para pembudidaya lele. Usaha pembesaran banyak digeluti karena
tidak sulit dilakukan serta tidak menuntut pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi, hanya dibutuhkan ketekunan dari
pembudidaya. Hanya saja usaha dibidang ini memerlukan waktu
perputaran modal yang relatif lebih lama dan investasi relatif lebih
besar dibanding usaha pembenihan.
42
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha pembesaran
lele adalah persiapan kolam sumber air yang tersedia dan penanganan
kualitas air. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah
keamanan lingkungan, lokasi pemasaran lele dan ketersediaan sarana
transportasi. Jika semua hal tersebut mendukung, maka usaha
pembesaran akan memberikan hasil yang optimal bagi pembudidaya.

a. Persiapan kolam pembesaran


Persiapan kolam dalam kegiatan pembesaran lele penting
dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang optimal dalam proses
pembesaran. Kegiatan ini meliputi pengkondisian kolam dan
penanganan air pada kolam. Pengkondisian kolam dilakukan dengan
melakukan pengeringan kolam terlebih dahulu, kemudian bersihkan
dalam kolam dan jemur dibawah terik matahari. Kegiatan ini bertujuan
untuk menghilangkan senyawa beracun dan membasmi bibit penyakit
pada ikan.
Penanganan air pada kolam pembesaran perlu dilakukan agar
pertumbuhan lele menjadi optimal. Kondisi air yang diinginkan dalam
proses pembesaran lele adalah pH air seimbang, tidak berbau dan bebas
senyawa beracun. Agar kondisi ini dapat terpenuhi maka kegiatan
pengapuran dan pemupukan perlu dilakukan. Pada kolam terpal,
pengisian air perlu dilakukan terlebih dahulu kemudian endapkan
hingga beberapa hari. Selanjutnya lakukan pengapuran pada air yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai pH air kolam, membunuh hama
dan penyakit ikan. Kapur yang diberikan berupa kapur dolomit
diberikan tergantung dari banyaknya air kolam dan tingginya pH air.
Semakin rendah pH air kolam maka kapur yang diberikan semakin
banyak dan sebaliknya. Teknik pengolahan air secara lengkap dapat
dilihat pada bab 2 dalam buku ini.

Pemasangan kain paranet perlu dilakukan agar ikan lele tidak melompat
melewati kolam

43
b. Penebaran benih
Kolam pembesaran yang telah siap dapat diisi dengan benih lele.
Pilihlah benih lele dengan ukuran yang seragam, sehat, gerakannya
gesit dan tidak cacat. Sebelum benih lele ditebar, sebagian pembudidaya
memberikan sel multi pada air kolam sebanyak 1 tutup botol untuk
kolam ukuran luas 1,5 x 3 m. Penebaran benih pada kolam pembesaran
perlu dilakukan dengan hati-hati karena benih lele rawan stress dan
mati. Hal ini karena kondisi asal benih tidak sama dengan kondisi pada
kolam pembesaran baik pH, suhu air serta lingkungan yang berbeda.
Cara penebaran benih lele pada kolam pembesaran dapat dilakukan
dengan mengapungkan wadah berisi benih ke dalam kolam pembesaran
beberapa menit hingga suhu air dari benih mendekati atau sama
dengan suhu air pada kolam pembesaran. Jika suhu telah tercapai,
maka benih lele dapat dimasukkan ke dalam kolam secara perlahan
atau biarkan benih lele keluar dengan sendirinya ke kolam. Waktu
penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, dimana
suhu udara sekitar sudah tidak terlalu panas. Tingkat kepadatan
penebaran benih lele dalam kolam pembesaran berkisar antara 200 –
400 ekor/m2. Jika kolam terlalu padat dapat menyebabkan persaingan
lele dalam mencari pakan dan lele rentan terserang penyakit. Hal ini
akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan lele dan menurunkan
produktifitas hasil panen lele.

Penebaran benih dilakukan dengan mengapungkan wadah berisi benih lalu


membiarkan benih lele keluar dengan sendirinya ke kolam

c. Pemberian pakan
Pemberian pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya
pembesaran lele. Pemberian pakan yang tidak tepat menyebabkan
pertumbuhan ikan tidak maksimal. Dalam suatu budidaya pembesaran,
pakan merupakan bagian dengan biaya tertinggi. Pakan yang umumnya
diberikan pada proses pembesaran lele adalah pakan berbentuk pellet.

44
Pakan yang baik adalah pakan yang dapat memenuhi semua nutrisi
yang dibutuhkan oleh lele antara lain mengandung protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral dengan jumlah yang mencukupi.

Pakan berkualitas sangat mempengaruhi perkembangan lele

Jumlah pemberian pakan harian untuk lele dapat diberikan


sebanyak 4 – 8 % dari berat ikan yang dipelihara. Pemberian pakan
yang terlalu banyak dapat menyebabkan air kolam menjadi cepat busuk
dan berbau akibat banyak pakan yang tidak dimakan lele. Tapi jika
pemberian pakan kurang maka pertumbuhan ikan menjadi lambat,
atau bisa lebih parah lagi dimana lele menjadi kanibal dengan
memakan saudaranya sendiri.
Frekuensi pemberian pakan dalam usaha pembesaran lele dapat
dilakukan 3 – 5 kali sehari. Disarankan frekuensi pemberian pakan
untuk lele lebih banyak dilakukan saat hari mulai gelap atau pada
malam hari karena lele merupakan binatang nokturnal yaitu senang
beraktivitas pada malam hari terutama untuk mencari makan. Ukuran
pakan berupa pelet dapat diganti secara bertahap menyesuaikan
dengan umur dan bukaan mulut lele. Jika ingin mengganti ukuran pelet
maka lakukanlah dengan mencampur pelet lama yang berukuran kecil
dengan pelet baru yang berukuran lebih besar. Setelah ikan beradaptasi
maka pemberian pelet baru dapat diberikan tanpa harus mencampur
lagi dengan pelet lama.
Pakan berupa pelet berkualitas baik yang diproduksi oleh pabrik
umumnya memiliki harga jual yang tinggi. Pemberian pakan berupa
pelet secara kontinyu kurang menguntungkan bagi pelaku usaha
pembesaran lele karena biaya produksi menjadi sangat tinggi. Oleh
karena itu, pembudidaya umumnya menggunakan pakan tambahan
sebagai pendukung pelet dalam menjalankan usahanya. Pakan
tambahan untuk lele antara lain dapat berupa ikan kecil, daging
bekicot, limbah peternakan dan lain sebagainya.

45
d. Pemanenan
Panen dilakukan jika lele sudah mencapai ukuran yang layak
untuk dijual yaitu berjumlah 9 – 12 ekor/kg. Penentuan waktu panen
harus benar-benar diperhitungkan karena penundaan panen dapat
menyebabkan bobot lele akan melebihi bobot yang diterima pasar. Jika
bobot lele berlebihan maka lele akan semakin sulit dijual atau dapat
dijual tapi dengan harga yang lebih murah. Usahakan lele dalam
keadaan hidup ketika sampai pada pembeli, karena kalau mati maka
harga lele akan jauh turun atau malah tidak laku sama sekali.
Upaya meminimalisir hal tersebut maka dapat dilakukan beberapa
hal sebagai berikut :
- Panen lele sebaiknya dilakukan pada sore hari saat cuaca tidak lagi
panas
- Pemberian pakan pada lele dihentikan 1 hari sebelum panen
- Penyortiran dan penimbangan harus dilakukan dengan cepat dan
akurat
- Pastikan pembeli sebelum panen dilakukan
- Siapkan alat angkut (wadah) untuk lele dan alat transportasinya

Ukuran lele yang siap panen memiliki harga jual tinggi di pasaran

4.3. PRODUK OLAHAN LELE


Pada saat panen raya, harga jual lele segar umumnya akan
mengalami penurunan. Banyak sekali orang yang berhasil dalam
budidaya lele tapi belum tentu dapat berbisnis lele dengan baik. Para
pembudidaya umumnya memiliki kemampuan teknis yang mumpuni
tapi tidak dalam hal pemasaran. Hal ini merupakan permasalahan
terbesar yang dihadapi para pembudidaya lele. Harga lele segar yang
dijual terkadang tidak dapat menutupi biaya perawatan yang
dikeluarkan sehingga banyak petani lele yang merugi atau bahkan

46
sampai gulung tikar. Dalam kondisi ini, diperlukan kejelian dari pelaku
usaha budidaya lele untuk melihat perkembangan pasar. Pelaku usaha
harus memiliki data harga dan jumlah kebutuhan lele di pasaran.
Dengan mengetahui data tersebut, pelaku usaha dapat memperkirakan
fluktuasi harga pemasaran lele segar. Selanjutnya, pelaku usaha dapat
merencanakan lamanya pemeliharaan dan waktu panen lele sehingga
diperoleh harga jual lele yang relatif lebih tinggi pada saat panen agar
kerugian saat panen dapat dihindari. Faktor pengambilan keputusan
yang cepat dan tepat dalam hal teknis maupun nonteknis sangat
menentukan keberhasilan usaha agribisnis lele.
Upaya lain untuk meningkatkan nilai jual selain dalam bentuk lele
segar adalah dengan membuat produk olahan berbahan dasar lele.
Semua bagian-bagian lele dapat dimanfaatkan mulai dari daging,
kepala bahkan tulang lele dapat dijadikan bahan olahan. Produk olahan
lele akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pelaku usaha,
karena produk olahan dapat meningkatkan waktu simpan sehingga
lama produk olahan yang beredar di pasaran menjadi lebih lama.
Beberapa produk olahan berbahan dasar lele antara lain adalah bakso,
abon, krupuk, nugget, lele asap dan lain sebagainya. Berbagai produk
olahan lele dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap lele
karena sebagian masyarakat tidak mengkonsumsi lele dalam bentuk
utuh.

Produk olahan lele banyak digeluti oleh industri rumah tangga

Bisnis olahan lele merupakan sesuatu yang sangat menarik


untuk digeluti. Usaha ini sangat didukung oleh ketersediaan lele di
pasaran sehingga pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan masalah
pasokan bahan baku. Apalagi kalau usaha ini didukung oleh teknologi
dalam pengolahan dan pengemasan, maka sangat memungkinkan
produk olahan ini dapat dipasarkan secara nasional atau bahkan bisa
sampai diekspor ke luar negeri.
Banyak sekali cerita tentang suksesnya seseorang menjalankan
usaha produk olahan berbahan baku lele. Modal keberanian dan tekad

47
merupakan kunci sukses untuk menggeluti usaha ini. Kegiatan ini
umumnya dimulai dengan produk rumahan yang dilakukan dengan
cara coba-coba. Penggiat usaha ini banyak diminati ibu-ibu PKK untuk
sekedar mengisi waktu luang atau memang untuk mencari penghasilan
tambahan. Pengolahan produk olahan lele dapat menumbuhkan
industri rumah tangga dan memberikan lapangan pekerjaan baru. Tapi
terkadang usaha rumahan ini lambat berkembang karena beberapa
permasalahan. Permasalahan yang terjadi umumnya terkendala pada
modal, manajemen usaha, teknologi dan usaha tersebut masih
dijalankan secara individu.

Berbagai jenis produk olahan lele

Kreativitas penggiat usaha produk olahan lele untuk menghasilkan


ide-ide unik sangat dibutuhkan. Hal-hal sepele seperti kemasan produk
dapat mempengaruhi nilai jual di pasar. Seorang pembeli lebih memilih
produk dengan kemasan yang baik dengan isi yang sama walaupun
harga sedikit lebih mahal. Pemilihan warna, rasa dan bentuk produk
juga harus menyesuaikan selera pasar. Jika hal ini dapat terpenuhi,
maka produk olahan akan mudah diterima pasar.
Peran serta lembaga pemerintah baik dari dinas terkait atau
lembaga pendidikan tinggi dalam rangka mendukung usaha produk
olahan berbahan baku lele sangat dibutuhkan. Penyediaan modal,
teknologi maupun pembekalan keterampilan kepada pelaku usaha
dalam bentuk pelatihan-pelatihan dapat membantu tumbuhnya usaha
pengolahan lele. Hubungan kerjasama yang baik antara pelaku usaha,
lembaga pemerintah dan perguruan tinggi dapat menumbuh
kembangkan usaha produk olahan berbahan baku lele.
Teknik pemasaran produk olahan lele juga harus diperhatikan oleh
pelaku usaha dibidang ini. Salah satu cara paling ampuh untuk
mengenalkan produk olahan lele yaitu melalui ikan diberbagai media
baik cetak atau elektronik. Pemasangan iklan pada media cetak atau
elektronik sebenarnya cukup mahal, tapi hal ini dapat disiasati dengan
cara lain. Cara yang paling ngetren sekarang adalah melalui sistem

48
online baik dengan media sosial seperti facebook, twitter, email, BBM,
Line, WhatsApp atau dengan membuat blog tersendiri untuk
pemasaran produk olahan. Dengan cara tersebut, pelaku usaha dapat
mengiklankan sekaligus memasarkan produk. Cara lain untuk
memasarkan produk yaitu melalui sistem penjualan online yang lagi
marak seperti tokopedia, bukalapak, kaskus, shopee, OLX dan lainnya.
Sistem pemasaran ini dapat dilakukan secara gratis cukup hanya
membeli kuota internet dan melakukan registrasi pada situs tersebut
maka pelaku usaha sudah dapat membuka toko online sendiri. Hal ini
dapat membantu pelaku usaha dalam mengenalkan produk, selain itu
sistem penjualan online akan memudahkan pelaku usaha untuk
mengontrol usahanya karena pemasaran dapat dilakukan dimana saja
dan kapan saja melalui smartphone. Pemanfaatan teknologi yang tepat
dapat mendukung dan meningkatkan keberhasilan usaha pemasaran
produk olahan lele. Oleh karena itu, teknik pemasaran menuntut agar
pelaku usaha selalu kreatif dan inovatif dalam memasarkan produk
olahan lele agar mudah dijual dan cepat dikenal di masyarakat.
Peluang usaha untuk agribisnis lele sebenarnya sangat terbuka
lebar. Selain dijual utuh dan dibuat produk olahan, jenis lain dari usaha
agribisnis lele adalah usaha pakan, kolam pemancingan, peralatan
budidaya hingga obat-obatan. Hal tersebut dapat dijalankan tergantung
dari kejelian dalam melihat pangsa pasar yang tersedia.

49
DAFTAR PUSTAKA

Adhya, Supriatna, 2012, Manfaatkan Daun Dan Kohe Kambing Serta


Urine Kelinci Untuk Menjaga Kualitas Air
Dinas Kelautan dan Perikanan, 2009
https://bp4kgresik.wordpress.com/2015/01/26/budidaya-lele-rws-red-
water-system-di-desa-sidorukun/ diakses tanggal 26 Oktober 2016
Mahyuddin, Kholish, 2011, Panduan Lengkap Agribisnis Lele, Cetakan
V, Penebar Swadaya, Jakarta
Nugroho, Estu dan Kristanto, A.H., 2008, Panduan Lengkap Ikan
Konsumsi Air Tawar Populer, Penebar Swadaya, Jakarta
Nugroho, Estu, 2008, Kiat Agribisnis Lele, Panduan Teknik dan Non-
Teknis Pembenihan dan Pembesaran, Penebar Swadaya, Jakarta
Suhendra dan Syahrizal, Iman, 2016, Laporan Akhir IbM, IbM
Kelompok Usaha Budidaya Lele di Desa Lumbang, Politeknik
Negeri Sambas.
Suhendra, Winda Apriani, Ellys Mei Sundari, 2016, Uji Kinerja Alat
Penjerap Warna dan pH Air Gambut Menggunakan Arang Aktif
Tempurung Kelapa, Jurnal POSITRON, Vol. VI, No. 1, FMIPA,
UNTAN
Suparinto, Cahyo, 2012, Budidaya Ikan di Kolam Terpal, Penebar
Swadaya, Jakarta
Tempo Interaktif, 2009, Penduduk Yogya Kekurangan Ikan Lele,
Tempo.Co

50
Tentang Penulis

Suhendra, lahir di Tebas pada tanggal 9


Agustus 1982. Gelar Sarjana Teknik (S1)
diperoleh pada tahun 2005 di Jurusan Teknik
Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta.
Selanjutnya, tahun 2008 melanjutkan
pendidikan S2 di Jurusan Teknik Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang
diselesaikan pada tahun 2010. Giat
melakukan berbagai penelitian dan
pengabdian tentang pengolahan air
khususnya tentang air gambut yang telah dipublikasi dalam bentuk
jurnal maupun buku. Sekarang bekerja sebagai tenaga pengajar di
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sambas. Buku ini merupakan
salah satu hasil karya yang berhubungan dengan kegiatan pengabdian
pada masyarakat yang telah dilaksanakan.

Iman Syahrizal, lahir di Sekura


Kabupaten Sambas Kalimantan Barat pada
tanggal 22 Agustus 1972. Menyelesaikan
program S1 di Jurusan Teknik Mesin di
Universitas Muhammadiyah Pontianak
pada tahun 2002 dan menyelesaikan
program Pasca Sarjana Manajemen Energi
di Jurusan Teknik Elektro Universitas
Tanjungpura Pontianak pada tahun 2013.
Sejak tahun 2008 sampai sekarang aktif
mengajar di Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sambas. Buku ini
merupakan salah satu hasil karya yang berhubungan dengan kegiatan
pengabdian pada masyarakat yang telah dilaksanakan.

51

Anda mungkin juga menyukai