Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

“Hipertiroid”

Disusun Oleh:
Nama : Yulis Setiawati
NIM : 1413010012

Pembimbing:
dr. Rastri Mahardika, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
“Hipertiroid”

Disusun Oleh:

Nama : Yulis Setiawati


NIM : 1413010012

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Selasa, 25 September 2018

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Rastri Mahardika, Sp.PD

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Alamat : Dolog bakalrejo-susukan kabupaten Semarang
Status : Menikah
Masuk RS : 07 September 2018

B. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama
Nyeri dada
2) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Ny. E datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan nyeri
dada. Nyeri dada sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan tidak
menyebar, nyeri dada disertai nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak saat
aktivitas +, palpitasi +, cepat lelah +, keringat berlebih +, tangan
lembab +, diare +, mudah mengantuk +, kaki tangan bengkak +, sulit
menelan +, mengkonsumsi PTU +
3) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Ny. E mengaku mempunyai riwayat hipertiroid sejak satu tahun
yang lalu. Pasien terdiagnosis hipertiroid dan dianjurkan opname
selama 7 hari di salah satu rumah sakit lalu dilanjutkan dengan
pengobatan rawat jalan selama 1 tahun dan rutin mengkonsumsi PTU.
Riwayat penyakit hipertensi, jantung, dan alergi disangkal.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengeluh sakit serupa. Riwayat
penyakit DM, hipertensi, alergi, dan sakit jantung pada keluarga
disangkal.

1
5) Riwayat Personal Sosial
Pasien tidak memiliki riwayat mengonsumsi alcohol dan
merokok.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Kesan Umum : Kesakitan
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
 Vital Signs
Tekanan Darah : 159/75 mmHg
Nadi : 72x/menit
Heart rate : 120x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
 Head to toe
Kepala & Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-),
Deviasi trakea (-), JVP 5+1
Thorax (Pulmo)
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terapat jejas.
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
teraba
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di
lapang paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Thorax (Cor)
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di SIC VI midclavicularis
sinistras
Perkusi Cardiomegali (+)
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar iregular dan tidak ada
bising ataupun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Diameter abdomen > thorax, tidak ada jejas.
Auskultasi Peristaltik usus (+)
Palpasi Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, shifting
dullness (-)

2
Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Edema tungkai (+)
Palpasi Pitting edema (-), akral dingin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 1.1. rontgen thorax 26 agustus 2018


Hasil :
Cor : CTR > 50% : ventrikel Sn membesar, elongatio arcus
aorta
Pulmo Corakan bronchovaskuler meningkat
Tak tampak bercak infiltrat pada pulmo Dx/Sn
Tak tampak massa dan coins lession pada pulmo Dx/Sn
Tak tampak pleural line di hemithorax Dx/Sn
Sinus costofrenicus Dx/Sn lancip
Sinus cardiofrenicus Dx/Sn tumpul
Scoliosis columna V. thorax

Kesan :
Cor : cardiomegali suspec LVH
Pulmo : gambaran bronchitis scoliosis columna V. thorax

3
Gambar. 1.2. Hasil EKG 28 agustus 2018
Hasil:
a. Irama : Atrial flutter
b. Frekuensi : 300/3 = 100x/menit ireguler
c. Axis : lead 1 : +5, Avf : +1 normal axis
d. Gelombang P : tinggi 3 mm terdapat P pulmonal pada lead
e. P-R interval : 0,12 normal tidak memanjang
f. Kompleks QRS: normal tidak ada Q patologis
g. Segmen ST : tidak terdapat elevasi dan depresi segmen ST
h. Gelombang T : 2 mm, tidak terdapat kelainan

4
1. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (07 September 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 8.43 4.50-11.00 ribu/ul
Eritrosit 3.80 3.8 – 5.8 juta/ul
Hemoglobin 10.7 11.5 – 16.5 gr/dL
Hematokrit 33.4 35– 47 vol%
MCV 88.0 80 – 96 Fl
MCH 28.2 28 – 33 Pg
MCHC 32.0 33– 36 gr/dL
Trombosit 150 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah O
Hitung Jenis
Eosinofil 0.4 2–4 %
Basophil 0.4 0–1 %
Limfosit 29.2 25 – 60 %
Monosit 2.3 2–8 %
Neutrofil 67.7 50 – 70 %
Kimia
GDS 105 < 140 mg/dL
Ureum 15 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0.5 1.0 – 1.3 mg/dL
SGOT 28 < 31 U/L
SGPT 12 < 32 U/L
Elektrolit
Natrium 143 135-155 mml/e
Kalium 3.1 3.6-5.5 mml/e
Chlorida 105 95-108 mmol/l
Kalsium 8.1 8.4-10.5 mg/%
Magnesium 1.6 1.70-2.5 mg/dl

2. DIAGNOSA BANDING
Hipertiroid
Grave disease
Iodine-induced thyrotoxicosis
Adenoma toksik
Cor pulmonal chronik
3. DIAGNOSA KERJA
Hipertiroid

5
4. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana 7-9-2018 (IGD)
- Infus RL 20 tpm - ISDN 5 mg tablet 3x1
- Oksigen 3L/menit - Clopidogrel tablet 1x1
- Injeksi intravena mg
Omeprazol 1 amp 1x1 - Aspilet 1mg tablet
- Injeksi intravena 1x1
Ondansetron 1 amp - Alprazolam 0,5 mg
1x1 tablet 1x1
- Prophylthiouracyl 200
mg tablet 3x1

Tatalaksana 08-9-2018
- Alprazolam 0,5 mg tablet 1x1
- Sucralfate susp 100 ml 3x1 cth
- Isosorbid dinitrat 5 mg tablet 3x1
- Prophylthiouracyl 200 mg tablet 3x1
- Clopidogrel 75 mg tablet 1x1
- Atrovastatin 20 mg 1x1
- Arixtra 25 mg/ml 1x1
Tatalaksana 09-9-2018
- Arixtra injeksi 25 mg/ml 1x1
- Ondansetron 4 mg/ml 3x1
- Asering 500 ml infus 20 tpm
- KSR 600 mg tablet 2x1
- Clopidogrel 75 mg tablet 1x1
- Atrovastatin 20 mg tablet 1x1
Tatalaksana 10-9-2018
- Nitrokaf 5 mg tablet 2x1
- Paracetamol 500 mg tablet 3x1
- Prophylthiouracyl 200 mg tablet 3x1
- Alprazolam 0,5 mg tablet 1x1
- Clopidogrel 75 mg tablet 1x1

6
- Atrovastatin 20 mg tablet 1x1
- Aspilet 160 mg tablet 1x1
- KSR 600 mg tablet 2x1
- Erycaf 100 mg 3x1
- Curcuma 20 mg 3x1
Tatalaksana 11-9-2018
- Nitrokaf 5 mg tablet 2x1
- Paracetamol 500 mg tablet 3x1
- Prophylthiouracyl 200 mg tablet 3x1
- Alprazolam 0,5 mg tablet 1x1
- Clopidogrel 75 mg tablet 1x1
- Atrovastatin 20 mg tablet 1x1
- Aspilet 160 mg tablet 1x1
- KSR 600 mg tablet 2x1
- Erycaf 100 mg 3x1
- Curcuma 20 mg 3x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertiroid
1. Definisi
Penyakit hipertiroid merupakan salah satu bentuk tirotoksikosis
yang disebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid (PERKENI, 2017).
2. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi berbagai bentuk tirotoksiksis

Dengan hipertiroid

7
Sering ditemukan Jarang ditemukan
Penyakit Graves Hipertiroid kongenital
Adenoma toksik Hashitoxicosis
Struma multinodusa toksik TSH-secreting pituitary adenoma
Iodine-induced thyrotoxicosis* Tumor trofoblastik
Metastasis karsinoma tiroid
Struma ovarii
Tanpa hipertiroid
Sering ditemukan Jarang ditemukan
Subacute De Quervain’s thyroiditis Tirotoksikosis faktitia
Tiroiditis nir nyeri Tirotoksikosis iatrogenik
Tiroiditis postpartum
Iodine-induced thyrotoxicosis*
*Bisa terbentuk hipertiroid asli atau proses destruktif tiroid. Sumber perkeni, 2017.

Perkeni 2017 membagi kelainan tiroid bedasarkan bentuknya, dapat


dibedakan dalam 2 bentuk:
 Difus: pembesaran kelenjar yang merata, bagian kanan dan kiri
kelnjar sama-sama membesar dan disebut struma difusa (tiroid
difus).
 Nodul: terdapat benjolan seperti bola, bisa tunggal (mononodosa)
atau banyak (multinodosa), bisa padat atau berisi cairan (kista) dan
bisa berupa tumor jinak/ganas.
Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3 jenis:
 Hipotiroid: kumpulan manifestasi klinis akibat berkurang atau
berhentinya produksi hormon tiroid.
 Hipertiroid (tiroksikosis): merupakan kumpulan manifestasi klinis
akibat kelebihan hormon tiroid.
 Eutiroid: keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya
normal.
3. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan penyakit gangguan tiroid
adalah (kemenkes,2015):
 Umur: usia di atas 60 tahun mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipotiroid atau hipertiroid.
 Jenis kelamin: perempuan lebih berisiko terjadi gangguan tiroid.
 Genetik: di antara banyak faktor penyebab autoimunitas terhadap
kelenjar tiroid, genetik dianggap merupakan faktor pencetus utama.

8
 Merokok: merokok dapat mengakibatkan kekurangan oksigen di otak
dan nikotin dalam rokok dapat mamacu peningkatan refleksi
inflamasi.
 Stres: stres juga berkorelasi dengan antibodi terhadap antibodi TSH-
reseptor.
 Zat kontras yang mengandung iodium: hipertiroidisme terjadi setelah
mengalami pencitraan menggunakan zat kontras yang mengandung
iodium.
 Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tiroid:
amiodaron, lithium karbonat, aminoglutethimide, interferon alfa,
thalidomide, betaroxine, stavudine.
 Lingkungan: kadar iodium dalam air kurang.
4. Manifestasi
Keadaan hipertiroid akan menyebabkan keluhan seperti palpitasi, cepat
lelah, dispnoe d’effort, takikardi.
Tabel 2. Keluhan dan gejala klinik penyakit hipertiroid

Keluhan Gejala klinik


Suka hawa dingin Berat badan turun
Berat badan turun walau nafsu makan Sikap hiperkinesis, tidak tenang,
meningkat. limfadenopati, mata menonjol, edema
Mata menonjol, kelopak mata bengkak palpebra, khemosis, kelemahan otot mata
Nyeri atau iritasi mata ekstraokuler
Struma , ketajaman mata berkurang, papiledema,
Dyspnea perdarahan retina dan edema, pembesaran
Palpitasi kelenjar getah bening, Thrill dan bruit
Edema tungkai tiroid.
Otthopnea, takikardia paroksismal, nyeri Takikardi, kardiomegali, otot lemah,
angina, congestive heart failure onicholysis (kuku plummer) miksedema
Sering buang air besar, poliuria, haid pretinlal, hiperpigmentasi.
berkurang, haid ireguler atau amenorrhea,
fertilitas menurun, lelah, lemah, tremor.
Insomnia, nervous, banyak keringat,
vitiligo, pigmentasi bertambah

Sumber: perki, 2017

Tabel 3. Gejala dan tanda hipertiroid

Organ Gejala dan tanda


Susunan saraf Labil/ emosional, menangis tanpa alasan
yang jelas (iritabel), psikosis, tremor,
nervositas, sulit tidur, sulit konsentrasi
Mata Pandangan ganda, melotot
Kelenjar tiroid Pembesaran tiroid

9
Jantung dan paru Sesak nafas (dispnoe), hipertensi, aritmia,
berdebar-debar, gagal jantung, tekana nadi
meningkat (takikardi)
Saluran cerna Sering buang air besar, lapar, banyak
makan, haus, muntah, berat badan turun
cepat, toleransi obat
Sistem reproduksi Tingkat kesuburan menurun, menstruasi
berkurang, tidak haid, libido menurun
Darah-limfatik Limfositosis, anemi, pembesaran limpa,
pembesaran kelenjar limfe leher
Tulang Osteoporosis, epifisis cepat menutup, nyeri
tulang
Otot Cepat lela, tangan gemetar
Kulit Berkeringat berlebihan di beberapa tempat
Sumber: pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2015

5. Fisiologi

a. Kerja hormon tiroid


 Hormon tiroid meningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR), rerata
penggunaaan oksigen dibawah standar atau kondisi basal (bangun
tidur, istirahat dan puasa), dengan menstimulasi penggunaan
oksigen seluler untuk memproduksi ATP. Ketika BMR meningkat,
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein meningkat;
 Efek mayor kedua adalah menstimulasi sintesis sodium-potassium
pumps (Na+/K+ ATPase) yang menggunakan banyak ATP untuk
bisa terus menerus mengeluarkan Na+ dari sitosol ke cairan
ekstraseluler, dan K+ dari cairan ekstraseluler ke dalam sitosol.
Sebagaimana sel menghasilkan dan menggunakan ATP, juga
banyak panas yang dihasilkan dan suhu tubuh meningkat.
Fenomena ini disebut efek kalorigenik. Pada keadaan ini hormon
tiroid berperan penting dalam menjaga suhu tubuh.
 Dalam regulasi metabolisme, hormon tiroid menstimulasi sintesis
protein dan meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak
untuk produksi ATP. Hormon tiroid juga meningkatkan lipolisis
dan meningkatkan ekskresi kolesterol, sehingga menurunkan
kadar kolesterol;
 Hormon tiroid meningkatkan kerja katekolamin (epinefrin dan
norepinefrin) dengan meng-upregulation reseptor β (beta).
 Bersama dengan hGH dan insulin hormon tiroid meningkatkan
pertumbuhan terutama pertumbuhan sistem saraf dan skeletal.

10
b. Pengaturan sekresi hormon tiroid
Sintesis dan penglepasan hormon tiroid dipicu oleh Thyrotropin-
realising hormone (TRH) dari hipotalamus dan Thyroid-stimulating
hormone dari pituitari anterior

Gambar.1.2. Regulasi sekresi dan kerja hormon tiroid

 Kadar T3 dan T4 darah yang rendah atau BMR yang rendah menstimulasi
hipotalamus untuk mensekresi TRH;
 TRH memasuki hypophyseal veins dan mengalir ke pituitari anterior yang
menstimulasi thyrotrophs untuk mensekresi TSH;
 TSH menstimulasi hampir seluruh aspek aktifitas sel folikuler tiroid,
termasuk iodide trapping, sintesis dan sekresi hormon dan pertumbuhan
sel folikeler;
 Sel folikuler tiroid melepas T3 dan T4 ke darah sampai laju metabolik pulih
menjadi normal;
 Kanaikan kadar T3 menghambat penglepasan TRH dan TSH (umpan balik
negatif)
Untuk menghasilkan hormon tiroid,  kelenjar tiroid memerlukan
yodium, yaitu suatu elemen esensial yang terdapat di dalam makanan dan
air, tanpa adanya yodium proses sintesis hormon tiroid tidak akan terjadi.
Kelenjar tiroid menangkap yodium dan mengolahnya menjadi hormon
tiroid. Setelah hormon tiroid digunakan, beberapa yodium di dalam
hormon kembali kedalam kelenjar tiroid dan didaur-ulang untuk kembali
menghasilkan hormon tiroid. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid
utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya
yaitu triyodotironin (T3) (PERKENI, 2017).

11
TSH/Thyrotropin merupakan hormon yang memegang peranan
dalam menstimulasi terjadinya sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid.
TSH  merupakan   satu   dari   empat   hormon  yang  dihasilkan  oleh
kelenjar pituari anterior. Produksi TSH terjadi oleh adanya stimulasi
dari Thyrotropin Releasing Hormone (TRH), yang dihasilkan oleh
hipotalamus yang kemudian akan menstimulasi kelenjar pituari sehingga
menghasilkan TSH. Pada keadaan normal kadar TSH yang terdapat di
dalam tubuh berkisar antara 0.5-5 mU/ml (mikroUnit/mililiter)
(PERKENI,2017).

TSH berperan penting mengatur kadar hormon tiroid, menstimulasi


terjadinya uptake yodida melalui suatu transporter hingga terjadinya
pelepasan T3 dan T4 kedalam sirkulasi, di sirkulasi hormon tiroid akan
terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA). Ketika jumlah T3 dan T4 dalam sirkulasi sedikit
maka hipotalamus akan menghasilkan jumlah TRH yang besar dan
meningkatkan pembentukan TSH. Sebaliknya ketika jumlah T3 dan T4 di
sirkulasi meningkat maka melalui mekanisme negative feedback yang
dilakukan oleh T3 dan T4 pada hipotalamus, menyebabkan produksi TSH
menurun untuk menjaga keseimbangan produksi hormon tiroid pada
kelenjar tiroid.

Gambar 2.2. mekanisme terbentuknya hormon tiroid


Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma

12
menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan-
bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan  dengan reseptor yang
mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam
sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,
berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya
sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan


hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut,
sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. 

Gambar 3.2. mekanisme gejala klinis hipertiroid

6. Diagnosa
a. Penentuan kadar TSHs serum mempunyai tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan digunakan uji saring fungsi tiroid, kadar
TSHs tersupres di bawah nilai acuan menunjukkan suatu keadaan
hipertiroid, sedangkan bila nilainya di atas nilai acuan menunjukkan
keadaan hipotiroid.
b. Dinyatakan hipertiroid bila kadar TSs di bawah nilai acuan disertai
dengan kadar fT4 lebih tigi dari nilai acuan.

13
c. Dinyatakan menderita T3 toksikosis bila kadar TSHsdi bawah nilai
acuan disertaidengan kadar T3 lebih tinggi dari nilai acuan tetapi kadar
fT4 normal.
d. Dinyatakan menderita hipertiroid subklinik bila kadar TSHs di bawah
nilai acuan, tetapi kadar T4 dan T3 normal, sebaliknya pada hipotiroid
subklinik kaar TSHs di atas nilai acuan dengan kadadr T4 dan T3
normal
e. Indeks Dianostik Wayne dapat digunakan sebagai acuan untuk
menegakkan diagnosa penyakit hipertiroid secara klinik.
f. Sidik tiroid diperlukan bila diduga ada adenoma toksis/nodul tiroid
otonom atau struma multinodusa toksik.
g. Pemeriksaan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui morfologi
serta membedakan kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Diagnosa penyakit hipertiroid ditegakan berdasarkan keluhan dan
gejala yang dikonfirmasi dengan ji diagnostik tiroid, walaupun tidak
semua uji dilakukan.
Tabel 4. Uji diagnostik tiroid
Uji fungsi tiroid  Thyrotropin (TSH) sensitif
 Tiroksin (T4) total dan bebas
 Triidotironin (T3) total dan bebas
 Indeks diagnostik wayne
 Uji tangkap iodium radioaktif
(radioiodine uptake test)

Morfologi kelenjar tiroid  Sidik tiroid


 Ultrasonografi
 CT, MRI, PETscan

Etiologi  Biopsi Aspirasi Jarum Halus


(BAJAH)
 Antibodi antireseptor TSH
(TRAb)
 Antibodi antitriobulin (ata)
 Antibodi Antimikrosomal/ Anti
Thyroxine Peroxidase (Anti TPO)

TSHs (sensitive Thyroid Stimulating Hormone) digunakan sebagai


uji saring disfungsi tiroid.

14
Gambar 4.2. Penentuan kadar TSHs sebagai uji saring lapis pertama.

Indeks Diagnostik Wayne merupakan alat diagnostik sederhana


yang digunakan sebagai acuan untuk membantu menegakkan diagnosa
hipertiroid secara klinis. Indeks tersebut digunakan terutama bila belum
tersedia fasilitas laboratorium biokimia untuk menentukan kadar hormon
tiroid. Bila nilai skor Indeks Wayne sama atau lebih dari 19 pasien
dinyatakan dalam keadaan hipertiroid.
Tabel 5. Indeks Diagnostik Wayne

Gejala awitan baru Skor Tanda klinik Jika ada Jika tidak ada
Dyspnea d’efforrt +1 Tiroid teraba/ membesar +3 -2
Palpitasi
Lelah +2 bruit di tiroid +2 -2
Lebih suka suhu hangat Eksoftalmus
Lebih suka suhu dingin +2 Retraksi kelopak mata +2 -
Keringat berlebih Lid lag
Gugup/gelisah Hiperkinesis +2 -
Nafsu makan naik -5 Tangan panas
Nafsu makan turun Tangan lembab +1 -
Berat badan naik +5 Denyut nadi sewaktu
Berat badan turun >80x/menit,
+3 >90x/menit +4 -2
Fibrilasi atrial
+2 +2 -2

+3 +1 -1

-3 - -3

-3 +3 -

+3 +4 -
Interpretasi skor total >19 : hipertiroid
11-19: ekuivokal

15
<11 : eutiroid/non-toksik

7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroid meliputi:
pengobatan umum, pengobatan khusus dan pengobatan dengan penyulit.
Pengobatan umum meliputi:
 Istirahat: hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita
tidak makin meningkat. Penderita tidak dianjurkan melakukan
pekerjaan yang melelahkan.
 Diet: diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral.
Hal ini antara lain karena terjadinya peningkatan metabolisme,
kesimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium
yang negatif.
Pengobatan khusus meliputi:
1) Obat Anti Tiroid (OAT)
OAT yang digunakan adalah turunan thiourea yaitu Methimazole,
Carbimazole, Thiamazol atau Propylthiouracil (PTU).
Mekanisme kerja obat tersebut adalah:
 Menghambat penggunaan iodium oleh kelenjar tiroid,
khususnya menghambat organifikasi peningkatan iodium
ke residu tyrosine di dalam titoglobulin.
 Menghambat “coupling” iodotyrones.
 Menghambat konversi T4 menjadi T3.
 Mempunyai efek imunosupresi.
Methimazole dapat digunakan pada semua pasien kecuali
PTU lebih dianjurkan untuk digunakan pada trimester pertama
kehamilan, atau pada ada krisis tiroid atau pada psien yang kurang
berhasil dengan methimazole dan menolak diberikan iodium
radioaktif atau menjalani pembedahan.
Ada 2 cara pemberian OAT yaitu cara pertama dengan
metode titrasi memberikan dosis awal methimazole 20-30 mg
sehari atau PTU 300-600 mg sehari sampai mencapai eutiroid,
kemudian dosis diturunkan bertahap dan dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan serendah mungkin, biasanya 2,5 mg methimazole

16
atau 100 mg PTU sehari, untuk menjaga penderita tetap dalam
keadaan eutiroid, eutiroid biasanya dicapai dalam waktu 4-12
minggu tergantung berat ringannya penyakit, ukuran kelenjar, dan
dosis obat antitiroid yang diberikan.
Cara kedua adalah dengan metode block-supplement, yaitu
setelah eutiroid dicapai ditambahkan I-tiroksin (100-150 mcg
setiap hari), tujuanny untuk menurunkan angka kekambuhan dan
antisipasi terjadinya hipotiroid. Methimazole mempunyai
masa kerja yng lebih panjang dibandingkan PTU (masa kerja PTU
12-24 jam sedangkan methimazole lebih dari 24 jam), sehingga
methimazole dapat dipakai dalam dosis tunggal sekali sehari. Pada
tahap pertama obat antitiroid diberikan selama 12-24 bulan. Bila
terjadi kekmbuhan, pilihannya ulangi lagi pemberian obat antitiroid
atausebagai alternatif dapat dlakukan operasi tiroidektomi sub-total
atau terapi ablasi dengan iodium radioaktif.
Pasien dinyatakan mencapai remisi apabila kadar TSH serum, T4
bebas dan T3 total normal satu tahun setelah OAT
dihentikan.penyakit hipertiroid seringkali disebut juga sebagai
“remitting and relapsing disease” , artinya penyakit ini sering
sembuh dan kambuh. Hanya 40-50% kasus penyakit hipertiroid
yang akan mengalami remisi sempurna. Dari suatu meta-analysis
diketahui angka remisi tidak akan membaik bila OAT digunakan
lebih dari 18 bulan. Angka remisi rendah pada pria perokok, pasien
dengan struma membesar >80 g, dosis methimazole awal yang
tinggi 60-80 mg.

17
Gambar 5.2. Perbandingan efek farmakologi obat antitiroid

2) Obat adjuvant
Obat adjuvant lain adalah tranquillizer atau sedativa,
lithium carbonate dan iodium stabil obat tersebut menghambat
pelepasan hormon dari kelenjar tiroid. Penyekat beta (Beta
Blocker) digunakan untuk mengurangi gejala perifer dan
menghambat konversi T4 menjadi T3. Terjadinya keluhan dan
gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensivitas pada
sistem simpatis, meningkatnya sistem simpatis ini diduga akibat
meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. propanolol
merupakan obat yang masih digunakan ,biasanya dalam 24-36 jam
setelah pemberian akan tampak penurunan gejala.
Khasiat propanolol:
 Penurunan denyut jantung prmenit
 Penurunan Cardiac output
 Perpanjangan waktu refleks achilles
 Pengurangan nervoitas
 Pengurangan produksi keringat
 Penguranagan tremor
Pengobatan penyakit hipertiroid dan gangguan sistem
kardiovaskuler atau irama jantung adalah beta blocker, yang dapat

18
digunakan antara lain propanolol dengan dosis 40 mg – 240 mg
sehari. Dila disertai dengan gagal jantung berikan digitalis dan
diuretika.
Pada sebagian besar pasien pengelolaan penyakit hipertiroid
yang tepat dengan obat antitiroid atau iodium radioaktif mampu
mengembalikan ritme sinus. Bila pasien sudah menjadi eutiroid
dan fibrilasi atrial tetap ada, terutama pada pasien berusia lebih dari
60 tahun, dapat dilakukan kardioversi elektrikal atau
farmakologikal. Disopyramide 300 mg/hari digunakan untuk
mempertahankan ritme sinus setelah kardioversi elektrikal.
Hipertiroid yang berta dan berkepanjangan disertai denga
takikardi sinus atau fibrilasi atrial dapat menyebabakan rate-
related disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung. Penyakit jantung
iskemik, penyakit katup jantung atau hipertensi merupakan faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada penyakit hipertiroid.
Pada pasien berusia lebih dari 60 tahun kadar TSH rendah dapat
meningkatkan risiko fibrilasi atrial, yang pada giliranny dapat
menyebabakan gagal jantung. Pengobatan ablasi tiroid dengan
iodium radiokatif merupakan pilihan pada pasien penyakit
hipertiroid dengangangguan sistem kardiovaskular.
3) Pengobatan dengan iodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan iodium radioaktif adalah:
penyakit hipertiroid graves, adenoma toksik/nodul tiroid otonom
toksik, struma multinodular toksik, struma multinodusa on-toksik,
struma yang kambuh, ablasi jaringan sisa tiroid setelah operasi dan
metastasis karsinoma tiroid. Pengobatan iodium radioaktif
dilakukan bila pengobatan penyakit hipertiroid dengan obatntitiroid
tidak berhasil dan sering kambuh atau diperlukan pengobatan
definitif seperti pada penyakit jantung tiroid.
Tidak ada bukti bahwa iodium radioaktif mempunyai efek
teratogenesis, leukemogenesis, karsinoenesis, dan menyebabkan
kemandulan, juga tidak ada batas umur utuk melakukan
pengobatan dengan iodiumradioaktif. Pengobatan dangan iodium

19
radioaktif tidak boleh dilakukan dan merupakan kontraindikasiada
wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui, ko-morbid dengan
karsinoma tiroid atau diduga karsinoma tiroid, dan pasien
hipertiroid dengan oftalmopatia yang aktif kaena akan
memperburuk oftalmopatia tersebut.
Iodium radioaktif diberikan dengan cara diminum per oral,
bila diperlukan bisa diulang 3-6 bulan kemuian, besar dosis
ditentukan pada besarnya kelenjar dan berat ringanny penyakit.
Rumus dosis (g)x150-200 uCi/g x 1/24 hour uptake in %. Pasien
dengan risiko tinggi untuk terjadinya perburukan hipertiroid (gejala
yang hebat atau kadar f4 mencapai 2-3 di atas batas normal) dapat
terlebuh dahulu diberikan penyekat beta sebelum pengobatan
iodium radioaktif, ada juga yang menyarankan pengobatan rutin
dengan OAT sebelum pengobata iodium radioaktif.
Setelah minum radioaktif pasien penyakit hipertiroid tidak
diperkenankan bertemu dengan anak-anak usia 13 tahun ke bawah
atau wanita hamil selama paling kurang tiga hari, menghindari
konsumsi makanan tinggi kadar iodium, serta tidak boleh hamil
selama 6 bulan pertama setelah minum iodium radioaktif. Respon
terhadap pengobatan iodium radioaktif biasanya baru tampak
setelah 2-4 bulan, bila setelah waktu itu eutiroid belum tercapai,
pemberian iodium radioaktif dapat diulangi. Faktor yang
mempengaruhi pengobatan adalah ukuran kelenjar besar dan ada
nodularitas kelenjar. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoparatiroid, tiroiditis radiasi, eksaserbasi hipertiroid akibat
kebocoran hormon tiroid ke aliran darah, kekeringan saliva,
oftalmopati aktif dan gastritis radiasi.
Hipotiroid bukan merupakan efek samping tetapi sesuatu
yang tidak dapat dihindari akibat ablasi jaringan tiroid oleh iodium
radioaktif. Pasca pengobatan fungsi tiroid perlu dipantau secara
berkala biasanya setiap 6 bulan sekali, bila terjadi hipotiroid segera
berikan pengganti hormon tiroid levotiroksin untuk seumur hidup.
4) Pembedahan

20
Indikasi pembedahan adalah struma besar, adenoma toksik
atau struma multinodusa toksik, atau penyakit hipertiroid yang
sering kambuh. Sebelum pembedahan pasien harus menjadi
eutiroid terlebih dahulu dengan memberikan OAT, dengan atau
tanpa obat penyekat beta. Bila pasien tidak mungkin dijadikan
eutiroid sedangkan tiroidektomi perlu segera dilakukan atau pasien
alergi terhadap OAT, pasien harus terlebih dahulu diobati dengan
penyekat beta, kalium iodida, glukokortikoid, dan cholestyramine
sebelum dilakukan tindakan operasi. Tiroidektomi total risiko
kambuhnya 0%. Risiko bedah antara lain berupa terputusnya
n.recurrens laryngeus, hipoparatiroid dan hipotiroid.

BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Ny. E datang ke IGD RSUD Salatiga pada tanggal 7 september
2018 mengeluhkan nyeri dada, nyeri dada sejak 2 hari yang lalu, nyeri
dirasakan tidak menyebar, nyeri dada disertai nyeri ulu hati, nyeri perut,
sesak saat aktivitas +, palpitasi +, cepat lelah +, keringat berlebih +, tangan
lembab +, diare +, mudah mengantuk +, kaki tangan bengkak +, sulit
menelan +, dan saat ini proses dalam pengobatan penyakit hypertiroid
(mengkonsumsi PTU).

21
Keluhan yang dirasakan oleh pasien yang dialami sekarang perlu
dicurigai mempunyai hubungan dengan riwayat penyakit dahulu yakni
terdiagnosis hipertiroid sejak satu tahun yang lalu diperkuat dengan pasien
masih mengkonsumsi obat PTU sampai saat ini. Terjadinya kekambuhan
setelah pengobatan hipertiroidisme terutama dengan obat antitiroid cukup
tinggi. Secara umum faktor-faktor risiko terjadi kekambuhan
hipertiroidisme adalah sebagai berikut: berusia dari 40 tahun, ukuran
goiter tergolong besr, merokok, serum TSH-receptor Antibody (TSAb)
masih terdeteksi di akhirpengobatan dengan obat anti tiroid, faktor
psikologis eperti depresi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium, dengan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 8.43 4.50-11.00 ribu/ul
Eritrosit 3.80 3.8 – 5.8 juta/ul
Hemoglobin 10.7 11.5 – 16.5 gr/dL
Hematokrit 33.4 35– 47 vol%
MCV 88.0 80 – 96 Fl
MCH 28.2 28 – 33 Pg
MCHC 32.0 33– 36 gr/dL
Trombosit 150 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah O
Hitung Jenis
Eosinofil 0.4 2–4 %
Basophil 0.4 0–1 %
Limfosit 29.2 25 – 60 %
Monosit 2.3 2–8 %
Neutrofil 67.7 50 – 70 %
Kimia
GDS 105 < 140 mg/dL
Ureum 15 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0.5 1.0 – 1.3 mg/dL
SGOT 28 < 31 U/L
SGPT 12 < 32 U/L
Elektrolit
Natrium 143 135-155 mml/e
Kalium 3.1 3.6-5.5 mml/e
Chlorida 105 95-108 mmol/l
Kalsium 8.1 8.4-10.5 mg/%
Magnesium 1.6 1.70-2.5 mg/dl

Hasil hemoglobin pada pasien mengalami penurunan kadar yaitu


menjadi 10,7 gr/dL, hematokrit 33,4 dan kalium 3,1. Kelainan elektrolit

22
khususnya kalium dapat menimbulkan gejala klinis seperti palpitasi pada
pasien.
Dari pemeriksaan EKG pada tanggal 25 agustus 2018 didapatkan
sinus takiardi pada semua lead dan atrial flutter pada lead II, III, dan V1.
Aritmia adalah variasi-variasi di luar irama normal jantung berupa
kelainan pada kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls, atau urutan
aktivasi, dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang
mendasari. Hormon tiroid memiliki hubungan secara langsung dan tdak
langsung terhadap miokardium dan mempengaruhi sistem saraf otonom
pada jantung yang menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Peningkatan tekanan intraatrial kiri akibat peningkatan Left Ventricular
Mass, gangguan relaksasi ventrikel, serta penurunan durasi potensial aksi
lebih menonjol terjadi pada atrium kanan daripada atrium kiri sehingga
meminimalkan perbedaan durasi potensial aksi interatrium. Mekanisme
reentry dan aktivitas ektopik merupakan mekanisme aritmogenik utama
yang menginisiasi timbulnya atrial flutter.
Hasil rontgen pada tanggal 26 agustus 2018 didapatkan hasil
cardiomegali suspek LVH. Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung
yang disebabkan oleh pengaruh hormon tiroid. Hormon tiroid
meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara
tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung, hormon tiroid
menyebabkan efek inotropik dan kronotropik yang mirip dengan efek
stimulasi adrenergik. Secara anatomis, hormon tiroid dapat mengakibatkan
hipertrofi jantung sebagai akibat meningkatnya sintesis protein.
Peningkatan isi semenit disebabakn oleh peningkatan frekuensi denyut
jantung dan isi sekuncup, penurunan resistensi perifer, dan adanya
vasodilatasi perifer akibat pemanasan karena peningkatan metabolisme
jaringan. Pengaruh hormon tiroid pada hemodinamik jantung dapat terjadi
akibat meningkatkan kontraktilitas otot jantung. Peran hormon tiroid
dalam mengakibatkan gagal jantung melalui peningkatan oksigen. Gagal
jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidisme dapat ditegakkan
dengan menggunakan kriteria framingham, yaitu bila gejala dan tanda

23
gagal jantung memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor (wantania, 2014).
Hasil pemeriksaan elektrokardiografi pada tanggal 7 september
2018 didapatkan hasil ST depresi di V1, V2, V3. Adanya ST depresi pada
EKG menggambarkan adanya NSTEMI anteroseptal,oklusi parsial pada
arteri koroner. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen
miokardium pada hipertiroidisme adalah peningkatan kebutuhan oksigen
yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan metabolisme jaringan.
Pengobatan pasien ini dibagi menjadi 2 yaitu menangani juga
penyebabnya dan juga menangani gejala klinis pasien.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi farmakologi sebagai berikut
(Redaksi ISO Indonesia, 2014).
Pasien terdiagnosis hipertiroid sehingga diberikan Propylthiouracil,
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid
golongan thionamide. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja
enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke
thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu obat
anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi
limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel.
Pasien diberikan omeprazole karena mengeluhkan nyeri perut,
Omeprazole merupakan sebuah inhibitor yang sangat efektif terhadap
sekresi asam lambung yang secara spesifik menghambat sistem enzim
H+/K+ ATPase pada permukaan sekresi dari sel parietal lambung. Mual
muntah diberikan ondansetron, ondansetron bekerja sebagai antagonis
selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3 dengan cara
menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga meneka terjadinya
refleks muntah.
Isosorbid dinitrat (ISDN) adalah suatu obat golongan nitrat yang
digunakan secara farmakologis sebagai vasodilator pembuluh darah,
digunakan untuk pencegahan angina, nitrat meredakan pasokan oksigen
miokard dengan dilatasi artei koroner dan mendistribusikan aliran darah,
meningkatkan suplai oksigen ke daerah iskemik, karena pada kasus ini
pasien mengeluhkan nyeri dada.

24
Clopidogrel bekerja secara selektif menghambat adenosin difosfat
(ADP) untuk mengikat reseptor platelet yang berperan penting dalam
agregasi platelet dan pengikatan oleh protein fibrin. Senyawa ini juga
mengaktivasi glikoprotein komplek GPIIb/IIa yang merupakan reseptor
besar dari fibrinogen sehingga agregasi trombosit dapat dikurangi.
Aspilet mempunyai kandungan asam asetilsalisilat sebagai
komponen aktif dan bekerja pada tubuh dengan cara menghambat aktivasi
siklo-oksigenase melalui proses asetilasi yang bersifat ireversibel dan
mencegah pebentukan tromboksan A2 sehingga terjadi pencegahan
terhadap penimbunan platelet dan pencegahan terhadap pembekuan darah.

Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat


benzodiazepines atau disebut juga minor transquillizer dimana golongan
ini merupakan obat anti ansietas. Mekanisme kerja alprazolam berikatan
dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap GABA di beberapa
tempat di SSP, termasuk sistem limbik dan formattio retikuler.
Peningkatan efek inhibisi GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas
terhadap ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan
stabilisasi. Pasien diberikan obat ini karena pasien mengeluhkan sulit
tidur.
Sucralfate adalah obat saluran pencernaan yang digunakan untuk
mengobati ulkus duodenum aktif. Sucralfate bekerja pada lingkungan
asam, bereaksi dengan asam klorida dalam lambung untuk membentuk
komploks kental sebagai penyangga asam. Obat ini juga merangsang
bikarbonat dan bertindak seperti buffer asam dengan sifat sitoprotektif.
Sucralfate menempel pada protein di permukaan ulkus, seperti albumin
dan fibrinogen untuk membentuk kompleks larut stabil. Komleks ini
berfungsi sebagai penghalang dan pelindung permukaan ulkus, mencegah
kerusakan lebih lanjut yang disebabkan karena asam, pepsin dan empedu.
Atorvastatin adalah obat golongan statin, inhibitor HMG-CoA
reduktase yang selektif dan kompetitif digunakan untuk menurunkan kadar

25
koleterol total dan LDL, apoB dan trigliserida sekaligus meningkatkan
kolesterol HDL.
Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Efeknya menghambat
biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim sikloogsigenase
dan mengambat sintese prostaglandin dan juga menghambat tromboksan
A2. Ketorola tromethamine memberikan efek antiinflamasi dengan
menghambat pelepasan granulosit pada pembuluh darah yang rusak,
menstabilkan membran lisosom dan menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan.
KSR diindikasikan untu kekurangan kalium dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pasien diberikan oba ini karena pada
pemeriksaan elektolit didapatkan kalium 3,1 (kurang dari normal).
Arixtra merupakan obat yang digunakan untuk mengobati
terjadinya pembekuan darah dan mencegah terjadinya tromboemboli vena.
Nitrokaf merupakan obat yang digunakan untuk membantu
mengobati angina, bekerja dengan memperlebar pembuluh darah dan
membantu meningkatkan kerja jantung yang mempompa darah ke seluruh
tubuh.
Ericaf mengandung ergtamine dan caffein, kombinasi ini
digunakan untuk mencegah dan membantu mengobati sakit kepala.
Curcuma adalah suplemen makanan dari ekstak temulawak untuk
meningkatkan nafsu makan serta memperbaiki fungsi hati.
B. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penanganan pasien maka dapat
diambil keputusan secara umum penanganan pasien sesuai teori yang ada.
Pasien membaik merupakan tanda ketepatan dalam tatalaksana.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian kesehatan RI (2015). INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kementrian kesehatan RI situasi dan analisis penyakit tiroid. Jakarta:
Departemen Keseharan Republik Indonesia.

PERKENI (2017), pedoman pengelolaan penyakit hipertiroid, Jakarta:

Perkumpulan Edokrinologi Indonesia.

Redaksi ISO Indonesia.2014. ISO Indonesia. Jakarta: PT. ISFI.

27

Anda mungkin juga menyukai