Anda di halaman 1dari 5

Security Dilemma

Dilema keamanan merupakan situasi dimana adanya upaya peningkatan pertahanan oleh
suatu pihak dalam rangka meningkatkan keamanannya, dimana peningkatan keamanan ini justru
mengancam keamanan negara atau pihak lain. Dilema keamanan merupakan situasi zero-sum
yang mana peningkatan keamanan pihak lain mengakibatkan penurunan keamanan atau rasa
aman pihak lain. Hal ini menjadi pilihan yang sulit bagi suatu negara. Disatu sisi, hubungan yang
damai memerlukan suatu bentuk pertahanan yang longgar agar tidak menciptakan ancaman bagi
pihak lain. Namun pertahanan yang longgar menjadi berbahaya dan menciptakan kerentanan
suatu negara pada kemungkinan serangan pihak lain. Disisi lain, upaya memperkuat pertahanan
justru memiliki efek negative bagi keamanan jangka panjang karena akan dimaknai pihak lain
sebagai upaya persiapan perang dan akan mendorong terjadinya perlombaan senjata. Banyak
pengamat yang melihat bahwa konflik militer besar dalam Perang Dunia 1 disebabkan oleh
dilemma keamanan yang tidak terkelola dengan baik (Griffiths et al, 2002)

Menurut Perwita dkk (2013) Dilema kemanan memilik tiga asumsi dasar. Pertama,
sistem internasional bersifat anarki yang mana tidak ada otoritas sentral secara global yang dapat
mengatur tatanan hubungan antar negara. Kedua, kepentingan utama negara yaitu terjaminnya
keamanan mereka, sehingga negara-negara akan berusaha memaksimalkan keamanan mereka
(negara sebagai security maximize atau pure security seeker) dan bukan power mereka (negara-
negara bukan power maximize). Ketiga, negara-negara tidak yakin akan niat dan motif pihak lain.
Dari ketiga asumsi ini, melahirkan logika dilema keamanan yaitu dilema keamanan hadir. Hal ini
muncul karena negara yang hidup dalam kondisi anarki dan saling tidak mengetahui niat dan
rencana masing-masing berusaha memaksimalkan kemanaan mereka dengan berusaha untuk
meningkatkan kekuatan militer mereka dengan tujuan pertahanan. Namun peningkatan
keamanan ini dianggap sebagai ancaman bagi pihak lain karena pihak lain tidak mengetahui
motif dan intensi negara tersebut, sehingga menimbulkan respon balancing dalam bentuk
peningkatan persenjataan oleh pihak lain. Hal ini membawa pada perlombaan senjara (arms
race).

Robert Jervis dalam bukunya yang berjudul “Cooperation under the Security Dilemma”
mengemukakan bahwa dilema keamanan hadir karena alat instrument yang digunakan oleh suatu
negara untuk meningkatkan keamanannya justru dimaknai sebagai ancaman oleh pihak lain,
karenanya pihak yang merasa terancam akan membalas dengan melakukan peningkatan alat
pertahanan yang setara hingga menghasilkan interaksi berulang dalam bentuk spiral. Sehingga
menciptakan adanya perlombaan senjata. Menurut Jervis, kondisi dilema keamanan akan sangat
ditentukan oleh apakah alat atau instrument yang digunakan bisa dibedakan penggunaannya
apakah untuk tujuan ofensif atau defensif (offense-defense differentiation).Untuk membedakan
apakah alat tersebut digunakan sebagai ofensif atau difensif sedikit sulit karena kita tidak
mengetahui niat suatu negara, sehingga kita tidak mengerti pula tujuan apa adanya senjata
terrsebut. Menurut Jervis, hal ini yang menjadi sebab negosiasi perlucutan senjata pada periode
antar perang (interwar period) tidak bisa berjalan dengan sukses. Bahkan apabila kita dapat
membedakan tujuan senjata itu untuk ofensif ataupun defensive, masalah dilema kemanan masih
tetap ada (Jervis,1978).

Dilema kemanan dari segi perimbangan offense-defense, kekuaatan offensif lebih


dominan daripada defensif. Dominasi ofensif ditandai dengan mudahnya negara-negara
melakukan serangan terhadap negara lain. Dengan kata lain, biaya yang digunakan untuk
menaklukan negara lain lebih kecil dibanding dengan biaya mempertahankan negara dari
serangan negara lain. Negara yang melakukan ofensif akan menyebabkan ancaman terhadap
negara lain. Dan negara yang merasa terancam akan melakukan hal yang sama, yaitu melakukan
ofensif. Sehingga perlombaan senjata terjadi. Akibatnya muncul kerentanan dan ketidakamanan
yang dirasakan oleh negara yang melakukan ofensif terlebih dahulu karena telah membangkitkan
kemampuan ofensif pihak lain yang terasa terancam dan membahayakan dirinya sendiri. Ketika
defensif lebih dominan, negara-negara akan cenderung mengakumulasikan peralatan defensif
dan ini akan mengurangi terjadinya perlombaan senjata (Perwita dkk, 2013).

Dalam kondisi dimana negara-negara memiliki motif ofensif, dilema keamanan tidak
akan ada, karena negara-negara mengakumulasi persenjataan bukan untuk memperkuat
keamanan seperti yang disyaratkan oleh konsepsi dilema keamanan, namun mengakumulasinya
untuk tujuan menyerang negara lain. Menurut Shiping Tang (2009), disimpulkan ada delapan
aspek dilema keamanan yang meliputi: Pertama, sumber utama dilema keamanan adalah hakikat
anarkis sistem internasional. Kedua, dalam sistem yang anarki, negara-negara tidak yakin
dengan niat lawan. Akibatnya, negara hidup dalam ketakutan karena menganggap negara lain
sebagai predator. Ketiga, dilema keamanan pada dasarnya bersifat ‘tidak sengaja’ karena hanya
ada diantara dua negara realis yang punya sifat defensif dimana mengutamakan keamanan tanpa
bermaksud untuk mengancam pihak lain. Keempat, karena ketidakpastian akan niat pihak lain
dan ketakutan akan serangan pihak lain, negara-negara cenderung mengakumulasi kekuatan dan
memperbesar kemampuan militer sebagai alat pertahanan dan kemampuan ini memiliki beberapa
elemen kemampuan ofensif. Kelima, dinamika dilema keamanan berkembang karena adanya
dorongan sendiri dan seiringi berjalannya waktu mengakibatkan spiral negative seperti
memburuknya hubungan dan perlombaan senjata. Keenam, dinamika dilema keamanan
cenderung membuat beberapa tindakan untuk meningkatkan keamanan. Ketujuh, siklus dilema
keamanan dapat mengakibatkan konsekwensi yang tragis seperti perang. Kedelapan, dilema
keamanan dapat dikendalikan dengan faktor-faktor material dan psikologis.

Dilema keamanan disebabkan oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi tiga. Yaitu
individual, negara, dan struktur internasional. Yang pertama yaitu analisis individual. Rasa tidak
aman muncul karena manusia memiliki kemampuan untuk menyakiti pihak lain. Di lain sisi
manusia memiliki sifat negatif seperti tamak, agresif, dan ceroboh yang menyebabkan
munculnya konflik antar manusia. Kekhawatiran ini mendorong manusia selalu berpikir bahwa
setiap tindakan dari pihak lain adalah ancaman bagi dirinya sendiri. Yang kedua yaitu analisis
negara. Dilemma keamanan muncul ketika informasi yang diberikan oleh unit-unit mengalami
distorsi. Distorsi umumnya terjadi karena persepsi subjektif suatu organisasi atau orang-orang
dalam unit melihat lawan. Persepsi ini umumnya berupa analisis yang terlalu melebih-lebihkan
kekuatan lawan dan potensi ancaman yang ditimbulkan. Sehingga mendorong negara untuk
melakukan penyeimbangan kekuatan terhadap potensi ancaman tersebut. Yang ketiga yaitu
analisis struktur internasional. Para peneliti berargumen bahwa dilema kemanan pada dasarnya
merupakan hasil dari sistem internasional yang anarki. Dalam kondisi anarki dimana
pemerintahan global yang menjamin keamanan bersama menjadi tidak ada, negara-negara
menjadi selalu waspada dengan skenario terburuk atas lawn masing-masing. Sistem internasional
tidak menyediakan jaminan keamanan yang diperlukan oleh negara-negara sehingga sikap pasif
dalam menghadapi peningkatan persenjataaan oleh pihak lain menjadi hal yang sangat
berbahaya.

Untuk mengurangi ketegangan dalam dilema keamanan, dua negara harus memberikan
sinyal yang tidak memancing pihak lain untuk mengimbangi kekuaatan senjata, sehingga dapat
menghindari perlombaan senjata. Negara-negara perlu mengkomunikasikan motif satu sama lain
melalui kebijakan militer, yaitu: pertama, kesepakatan kontrol senjata dalam rangka mengurangi
kemampuan negara-negara untuk melakukan misi-misi ofensif. Kedua, mengadopsi kebijakan
militer defensif secara unilateral untuk meyakinkan pihak lain bahwa motif negara kita hanya
defensif. Ketiga, mengadopsi kebijakan pengekangan diri secara unilateral dengan cara
mengurangi kapabilitias militer hingga berada dibawah level yang memungkinkan bagi detterent
bekerja secara efektif (Glaser 1997).

Terdapat tiga jenis dilema keamanan menurut Paul Roe (2005). Pertama, dilema
keamanan 'ketat' ('tight'security dilemma). Dilema keamanan seperti ini terjadi ketika dua atau
lebih aktor dengan kebutuhan keamanan yang selaras salah pandang dalam melihat hakikat
hubungan mereka dan karenanya mengambil tindakan bedasarkan ketidak selarasan ilusif ini.
Kedua, dilema keamana 'reguler' ('reguler' security dilemma). Dileman keamanan ini terjadi
ketika kepentingan keamanan suatu negara bertabrakan dengan kepentingan dan kebutuhan
keamanan negara lain. Ketiga, dilema keamanan 'longgar' ('loose' security dilemma) . Dalam
jenis dilema keamanan ini, motif suatu negara-apakah security seeker atau power maximizer-
tidaklah penting.

Kasus dilema keamanan dalam hal ini, seperti yang terjadi pada Cina dan Jepang yang
terlibat sengketa kepulauan di Laut Cina Timur pada tahun 2016 lalu. Pulau tersebut di klaim
Jepang dengan pulau Senkaku dan di klaim Cina dengan Diaoyu. Hal ini sikap Kementrian
Pertahanan Jepang ingin menanmbah 200 jet tempur F-5 miliknya untuk bsa membawa rudal-
rudal udara dua kali lipat lebih banyak. Hal itu dilakukan Jepang untuk menghadapi kemungkina
konfrontasi dengan pasukan udara Tiongkok diwilayah sengketa pulau-pulau Laut Cina Timur.
Dalam hal ini lembaga kajian strategis Center for Strategic and International Studies (CSIS)
bedasarkan foto satelit, Cina membangun hanggar pesawat di aset yang diakuinya di Laut Cina
Selatan. Hanggar tersebut diperkirakan untuk menampung jet-jet tempur milik angkatan udara
cina. Fenomena ini seperti yang dijelaskan Paul Roe, Kondisi dimana suatu Negara
meningkatkan kapasitas keamanan nasionalnya dengan menambah kapabilitas militer, dimana
aksi nasionalnya dengan menambah kapabilitas militer, aksi ini dianggap mengancam oleh
nnegara lain. Hal ini kemudian mengakibatkan negara lain itu juga meningkatkan kapabilitas
militenya. Dilemma keamanan sangat berkaitan dengan realisme struktural, yang mana sering
dikaitkan dengan realisme defensif dimana negara memperkuat power, untuk mempersipakan
diri apabila negara lain (lawan) menyerang.

Anda mungkin juga menyukai