Anda di halaman 1dari 58

Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

Kata Pengantar

P
enyakit jantung dan kehamilan merupakan salah satu penyebab
kematian maternal non-obstetrik yang cukup penting. Angka kejadian
penyakit jantung dalam kehamilan bervariasi antara 0,4- 4,1 %.
Sedangkan angka kejadian penyakit jantung dalam kehamilan di Indonesia
pada tahun 2005 – 2006 sekitar 1,2 %. Pada kenyataannya angka kejadian di
Indonesia bisa lebih besar, karena sistem pencatatan atau rekam medic kita
yang belum berjalan dengan baik. Dengan berkurangnya kejadian penyakit
jantung reumatik dan semakin baiknya penanganan penyakit jantung
congenital pada masa anak-anak atau remaja, maka kebanyakan jenis penyakit
jantung pada kehamilan adalah penyakit jantung congenital maupun sekuele
yang ditinggalkanya.
Beberapa perubahan sistem kardiovaskuler maupun hematologis selama
kehamilan dapat mempersulit penegakan diagnosa penyakit jantung maupun
dapat memperberat penyakit jantung itu sendiri khususnya pada periode
intrapartum. Pada periode intrapartum maupun post partum merupakan masa
yang kritis dimana kebanyakan kematian terjadi pada periode ini.
Dibutuhkan konseling pra-konsepsi yang baik pada penderita penyakit
jantung mengenai resiko bertambah buruknya penyakit jika penderita hamil
sehingga memerlukan manajemen khusus selama kehamilan dan
dikelompokkan pada kehamilan resiko tinggi. Selanjutnya pada saat hamil
dibutuhkan manajemen multidisiplin antara obstetrikus, kardiologis,
anestesiologis, dan neonatologis.
Terimakasih kami ucapkan karena kami telah diberi kepercayaan oleh
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI untuk menyusun buku panduan
tentang tatalaksana kehamilan dengan penyakit jantung.

Halaman | i
Panduan klinis praktis ini bertujuan untuk membantu para klinisi dalam
penanganan penyakit jantung pada kehamilan dengan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dari setiap prosedur diagnostik maupun
penatalaksanaan. Buku ini disusun dengan menyertakan rekomendasi
manajemen yang didasarkan pada evidence based medicine. Adapun
rekomendasi tersebut diberikan berdasarkan kelas dan level bukti seperti yang
ditunjukkan pada Appendiks 1&2. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
sejawat sekalian terutama dalam rangka ikut menurunkan angka kematian ibu
dan bayi di Indonesia.

Malang, Maret 2012


Tim Penyusun

Prof. dr. H. Soetomo Soewarto, SpOG-K


Ketua

ii
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

Tim Penyusun
Ketua : Prof. dr. H. Soetomo Soewarto, SpOG-K
Anggota : dr. H. Imam Wahjudi, SpOG-K
Dr. dr. Kusnarman Keman, SpOG-K
dr. Nugrahanti Prasetyorini, SpOG-K
dr. Bambang Rahardjo, SpOG
dr. Mukhamad Nooryanto, SpOG
Prof. Dr. dr. H. Djanggan Sargowo , SpPD, SpJP, FIHA
dr. Sasmoyo Widito, SpJP
dr. Djujuk Rahmat Basuki, SpAn

Kontributor : HKFM Medan


HKFM Padang
HKFM Palembang
HKFM Jakarta
HKFM Bandung
HKFM Semarang
HKFM Jogjakarta
HKFM Surabaya
HKFM Surakarta
HKFM Malang
HKFM Denpasar
HKFM Ujungpandang
HKFM Manado

Halaman | iii
Daftar ISI
1.  Pendahuluan 1 
1.1.  Perubahan sistem kardiovaskuler pada kehamilan 1 
1.2.  Klasifikasi penyakit jantung 3 
1.3.  Penilaian Risiko 5 
1.4.  Prediktor komplikasi maternal 7 
1.5.  Komplikasi neonatal 8 
2.  Diagnosis Penyakit  Jantung Dalam Kehamilan 9 
2.1.  Anamnesis & Pemeriksaan Fisik 9 
2.2.  Pemeriksaan noninvasif 10 
2.3.  Alur Diagnostik 11 
3.  Penatalaksanaan Umum 13 
3.1.  Prekonsepsi 13 
3.2.  Antepartum 14 
3.3.  Intrapartum 14 
3.4.  Laktasi 17 
3.5.  Kontrasepsi 17 
3.6.  Terminasi Kehamilan 18 
4.  Tatalaksana  Pada Kelainan Spesifik 19 
4.1.  Defek septum atrium/ Atrial Septal Defect (ASD) 19 
4.2.  Defek septum ventrikel/ Ventricular Septal Defect (VSD) 20 
4.3.  Defek septum atrioventrikuler/ Atrioventricular Septal Defect
(AVSD) 20 
4.4.  Koarktasio Aorta 21 
4.5.  Tetralogi Fallot 21 
4.6.  Transposition of the Great Arteries (TGA) 22 
4.7.  Sindroma Marfan 22 

iv
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

  Penyakit Jantung Valvular 25 
4.8.  Stenosis katup mitral/ Mitral stenosis (MS) 25 
4.9.  Stenosis katup aorta /Valvular Aortic Stenosis (AS) 27 
4.10.  Regurgitasi mitral 30 
4.11.  Regurgitasi trikuspidal 31 
4.12.  Stenosis dan regurgitasi katup pulmonal 31 
  Risiko Maternal Tinggi (WHO kelas III &IV) 32 
4.13.  Hipertensi pulmonal 32 
4.14.  Sindroma Eisenmenger 33 
4.15.  Penyakit jantung sianotik tanpa hipertensi pulmonal 34
  Sindroma Koroner Akut/  Acute Coronary Syndrome (ACS) 35 
  Kardiomiopati Peripartum 36 
5.  Obat‐Obatan Pada Kehamilan  Dengan Penyakit Jantung 39 
5.1.  Antibiotik Profilaksis 43 
5.2.  Antikoagulan 43 
6.  Kesimpulan 45 
  Referensi 46 
  Lampiran 48 

Halaman | v
daftar singkatan
ACC/AHA : American College of Cardiology/ American Heart Association
CO : Cardiac Output
EKG : Elektrokardiografi
HF : Heart Failure
HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir
LMWH : Low Molecular Weight Heparin
LVEF : Left Ventricle Ejection Fraction
MS : Mitral Stenosis
MSCT : Multislice Computed Tomography
NST : Non Stress Test
NYHA : New York Heart Association
PAH : Pulmonary Artery Hypertension
PAP : Pulmonary Artery Pressure

vi
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

1. Pendahuluan
1.1. Perubahan sistem kardiovaskuler pada kehamilan

P erubahan hemodinamik terjadi selama kehamilan, inpartu, persalinan dan


pascapersalinan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Perubahan ini
dimulai sejak usia kehamilan 5 hingga 8 minggu dan mencapai
puncaknya di akhir trimester kedua. Pada pasien dengan adanya gangguan
jantung sebelumnya, dekompensasi seringkali terjadi pada puncak perubahan
ini.
Tabel 1.1Perubahan hemodinamik normal selama kehamilan (1,2, 3)
PARAMETER  INPARTU DAN  PASCA‐ 
KEHAMILAN NORMAL 
HEMODINAMIK  PERSALINAN  PERSALINAN 
↓  
Volume darah  ↑ 20%‐50%  ↑ 
(auto diuresis) 
Denyut jantung ↑ 10‐15 denyut/menit ↑ ↓ 
↑ 30%‐50% diatas  ↑ 
Cardiac output (CO)  ↓ 
baseline  tambahan 50% 
Tekanan darah ↓ 10mmHg ↑ ↓ 
↑ 
Stroke volume (SV)  ↑ 30%  ↓ 
(300‐500mL/kontraksi) 
Resistensi vaskular 
↓20%  ↑  ↓ 
sistemik 

Volume plasma mencapai maksimum 40% diatas baseline pada usia kehamilan
24 minggu (2). Hampir sama pula, cardiac output (CO) mencapai 30% hingga
50% diatas baseline, mencapai puncaknya pada akhir trimester kedua dan
plateau hingga persalinan (1). Pada awal kehamilan, peningkatan CO
berhubungan dengan peningkatan stroke volume (SV), sedangkan pada akhir
kehamilan, denyut jantung menjadi faktor yang utama peningkatan CO.
Denyut jantung mulai meningkat saat usia kehamilan 20 minggu dan terus
meningkat hingga usia kehamilan 32 minggu. Hal ini terus bertahan tinggi
hingga 2-5 hari setelah persalinan (2). Peningkatan CO terjadi oleh karena tiga
faktor : peningkatan preload dikarenakan volume darah yang bertambah,
pengurangan afterload dikarenakan penurunan resistensi vaskuler sistemik, dan
peningkatan denyut jantung maternal 10-15 denyut/menit. SV meningkat

Halaman | 1
PENDAHULUAN

selama trimester pertama dan kedua, tetapi menurun saat trimester ketiga
dikarenakan kompresi vena kava inferior oleh uterus. Tekanan darah menurun
sekitar 10 mmHg dibawah baseline pada akhir trimester kedua dikarenakan
oleh vasodilatasi aktif melalui aksi mediator lokal seperti prostasiklin dan nitric
oxide (2), serta penurunan resistensi vaskuler sistemik akibat penambahan
pembuluh darah baru di uterus dan plasenta (1).
Kontraksi uterus, posisi (miring kiri vs supinasi), nyeri, cemas, perdarahan,
dan involusi uterus menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan
saat inpartu dan pascapersalinan. CO meningkat 15% pada awal inpartu, 25%
saat kala 1, dan 50% selama usaha mengedan (4). Tiap kontraksi uterus
memberikan 300-500 ml darah ke sirkulasi umum. SV meningkat, dengan
resultan peningkatan CO bertambah 50% tiap kontraksi. Kehilangan darah
selama persalinan sekitar 300 hingga 400 mL saat persalinan pervaginam dan
500 hingga 800 mL saat seksio sesarea dapat berpengaruh terhadap stres
hemodinamik.

Gambar 1.1 Grafik perubahan hemodinamik selama kehamilan


Segera setelah lahir, tekanan pengisian jantung (cardiac filling pressure)
meningkat karena adanya dekompresi vena cava inferior dan kembalinya
darah dari uterus ke dalam sirkulasi sistemik. Hal ini mencapai peningkatan
80% CO pada awal pascapersalinan dikarenakan autotransfusi yang

2
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

berhubungan dengan involusi uterus dan resorpsi dari edema tungkai. Hal ini
juga menyebabkan suatu diuresis.
Kehamilan juga mengawali suatu perubahan dari hemostasis, yaitu
peningkatan konsentrasi faktor koagulasi, fibrinogen, dan adhesi platelet serta
berkurangnya fibrinolisis yang menyebabkan hiperkoagulabilitas dan
peningkatan risiko kejadian tromboemboli. Selain itu, hambatan dari
kembalinya aliran darah vena oleh pembesaran uterus meningkatkan risiko
tromboembolisme (2).

1.2. Klasifikasi penyakit jantung


1.2.1. Klasifikasi berdasarkan fungsional
Menentukan fungsi jantung adalah penting bagi pasien hamil dengan penyakit
jantung. Status fungsional untuk pasien dengan penyakit jantung umumnya
dikelompokkan menurut sistem klasifikasi New York Heart Association
(NYHA) seperti pada Tabel 1.2. Pasien dengan NYHA kelas I atau II memiliki
risiko komplikasi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pada kelas III
atau IV (5).
Tabel 1.2 Sistem klasifikasi fungsional jantung menurut New York Heart
Association (NYHA) ( 6)
KELAS  DESKRIPSI 
Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik. 
Kelas I  Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispneu atau nyeri 
angina. 
Pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan sedikit keterbatasan aktivitas fisik. 
Kelas II  Akan merasa lebih baik dengan istirahat. Aktivitas fisik biasa menimbulkan 
kelelahan, palpitasi, dispneu ataupun nyeri angina. 
Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman 
Kelas III  saat istirahat. Aktivitas fisik yang kurang dari biasanya menyebabkan kelelahan, 
palpitasi, dispneu ataupun nyeri angina. 
Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk melakukan semua 
Kelas IV  aktivitas fisik. Gejala insufisiensi jantung dapat muncul saat istirahat. Jika aktivitas 
fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat. 

1.2.2. Klasifikasi berdasarkan kelainan anatomis


Selain itu adanya kelainan anatomis pada jantung dapat mempersulit
penanganan gagal jantung selanjutnya. Menurut American College of
Cardiology/ American Heart Association ACC/AHA Heart Failure Guideline
2001, gagal jantung dibagi menjadi 4 stadium (lihat Tabel 1.3)

Halaman | 3
PENDAHULUAN

Tabel 1.3 Stadium gagal jantung menurut ACC/AHA (7 )

STADIUM  DESKRIPSI  CONTOH 

Pasien dengan resiko tinggi berkembang 
menjadi gagal jantung karena adanya 
Hipertensi sistemik, penyakit arteri koroner, 
kondisi  yang berhubungan. Tidak 
diabetes melitus, riwayat terapi obat 
teridentifikasi  adanya abnormalitas 
A  struktural atau fungsional perikardium, 
kardiotoksik ataupun penyalahgunaan 
alkohol, riwayat demam reumatik, riwayat 
miokardium, atau katup jantung dan 
keluarga kardiomiopati. 
tidak pernah menunjukkan tanda atau 
gejala gagal jantung. 

Pasien dengan penyakit jantung 
Fibrosis  atau hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi 
struktural yang erat hubungannya dengan 
atau hipokontraktilitas ventrikel kiri, penyakit 
B  berkembangnya gagal jantung tetapi 
katup jantung asimptomatik, infark miokard 
tidak pernah menunjukkan tanda atau 
sebelumnya.  
gejala gagal jantung. 

Pasien yang saat ini atau sebelumnya  Dispneu atau kelelahan akibat disfungsi 
memiliki gejala gagal jantung  sistolik ventrikel kiri, pasien asimtomatik yang 
C  berhubungan dengan penyakit jantung  menjalani terapi untuk gejala gagal jantung 
struktural yang menyertainya.  sebelumnya. 

Pasien yang menjalani rawat inap berulang 
karena gagal jantung atau tidak bisa 
Pasien dengan penyakit jantung 
dipulangkan secara aman dari rumah sakit, 
struktural lanjutan dan didapatkan gejala 
pasien di rumah sakit menunggu transplantasi 
D  gagal jantung saat istirahat meski dengan 
jantung, pasien di rumah dengan dukungan 
terapi medis maksimal dan memerlukan 
intravena secara berkelanjutan untuk 
intervensi khusus. 
meringankan gejala atau didukung dengan 
alat bantu sirkulasi mekanik. 

1.2.3. Klasifikasi berdasarkan etiologi


Berdasarkan etiologinya, penyakit jantung pada kehamilan dapat
diklasifikasikan menjadi
1. Penyakit jantung kongenital
a. Penyakit jantung kongenital asianotik
b. Penyakit jantung kongenital sianotik
2. Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
a. Penyakit jantung rematik
b. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati
peripartum

4
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

1.3. Penilaian Risiko


Penilaian risiko maternal dilakukan menurut klasifikasi risiko yang
dimodifikasi menurut World Health Organization (WHO). Klasifikasi risiko
ini mengintegrasikan semua faktor risiko kardiovaskuler maternal yang ada
termasuk penyakit jantung penyerta dan komorbiditas lainnya. Klasifikasi ini
ditunjukkan pada Tabel 1.4
Tabel 1.4. Klasifikasi WHO yang dimodifikasi untuk risiko kardiovaskuler
maternal
KELAS 
RESIKO KEHAMILAN BERDASARKAN KONDISI MEDIS 
RISIKO 
Tidak terdeteksi peningkatan risiko mortalitas maternal dan 

tanpa/peningkatan ringan dalam morbiditas. 
Sedikit peningkatan risiko mortalitas maternal atau peningkatan moderat 
II 
dalam morbiditas. 
Peningkatan risiko mortalitas maternal signifikan atau morbiditas berat. 
Konseling dengan ahli diperlukan. Jika diputuskan hamil, pengawasan spesialis 
III 
jantung dan kandungan secara intensif dibutuhkan selama kehamilan, 
persalinan, dan nifas. 
Risiko mortalitas maternal sangat tinggi atau morbiditas berat, 
dikontraindikasikan hamil. Jika kehamilan terjadi, terminasi perlu didiskusikan. 
IV 
Jika kehamilan berlanjut, dirawat seperti kelas III 
 

KONDISI DIMANA RESIKO KEHAMILAN TERMASUK WHO I 
Tanpa komplikasi, kecil atau ringan
- Stenosis pulmonal 
- Patent ductus arteriosus 
- Prolaps katub mitral 
Perbaikan lesi sederhana yang berhasil (defek septal ventrikular atau atrial, patent ductus 
arteriosus, anomali aliran vena pulmonalis) 
Denyut ektopik ventrikular atau atrial, isolated
KONDISI DIMANA RESIKO KEHAMILAN TERMASUK WHO II ATAU III 
WHO II (jika dinyatakan baik dan tanpa komplikasi)
- Defek septal atrial atau ventrikular yang tidak dioperasi  
- Repaired tetralogi fallot  
- Sebagian besar aritmia 
WHO II‐III (tergantung individu) 
- Gangguan ventrikel kiri ringan 
- Kardiomiopati hipertrofik  
- Sindroma Marfan tanpa dilatasi aorta 
Aorta <45 mm pada gangguan aorta berhubungan dengan katup bikuspidal aorta 
- Koarktasio yang diperbaiki 
 

Halaman | 5
PENDAHULUAN

WHO III 
- Katup mekanik  
- Penyakit jantung sianosis (tanpa perbaikan) 
- Penyakit jantung bawaan kompleks lainnya 
- Dilatasi aorta 40‐45 mm pada Sindrom Marfan 
Dilatasi aorta 40‐45 mm pada gangguan aorta berhubungan dengan katup 
bikuspidal aorta 
KONDISI DIMANA RESIKO KEHAMILAN TERMASUK WHO IV (kontraindikasi hamil) 
- Hipertensi arteri pulmonal dengan penyebab apapun
- Disfungsi ventrikel sistemik berat (LVEF <30%, NYHA III IV) 
- kardiomiopati peripartum sebelumnya dengan adanya sisa gangguan fungsi 
ventrikel kiri 
- Stenosis mitral berat, stenosis aorta simptomatik berat 
- Sindroma Marfan dengan dilatasi aorta >45 mm 
Dilatasi aorta >50 mm pada gangguan aorta berhubungan dengan katup aorta 
bikuspidal 

Penjelasan :
 WHO kelas I merupakan risiko sangat rendah, dan tindak lanjut
kardiologi selama kehamilan dapat terbatas pada satu atau dua
pertemuan.
 WHO kelas II merupakan risiko rendah atau moderat, dan
direkomendasikan untuk tindak lanjut tiap trimester.
 WHO kelas III, terdapat risiko komplikasi yang tinggi, dan
peninjauan kardiologi dan obstetrik berkala direkomendasikan tiap
bulan atau tiap dua bulan.
 WHO kelas IV perlu disarankan tidak hamil. Tetapi, jika hamil dan
tidak menginginkan terminasi, diperlukan peninjauan tiap bulan
ataupun dua bulan.
Berdasarkan risiko mortalitas maternal, maka penyakit jantung pada
kehamilan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.5.

6
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

(5)
Tabel 1.5 Mortalitas maternal penyakit jantung pada kehamilan
RISIKO 
KELOMPOK  PENYAKIT JANTUNG 
MORTALITAS 
- Atrial Septal Defect (ASD)
- Ventricular Septal Defect (VSD) 
- Patent ductus arteriosus (PDA) 
I  - Mitral stenosis – NYHA klas I&II  
< 1 % 
- Gangguan katup pulmonal/trikuspidal 
- Tetralogi Fallot yang dikoreksi 
2A 
- Mitral stenosis – NYHA klas III atau IV 
- Aorta Stenosis 
- Koarktasio aorta tanpa kelainan katup 
- Tetralogi Fallot tanpa koreksi 
II  - Sindroma Marfan dengan aorta normal 
5‐15 % 
- Riwayat miokard infark  
2B 
 Katup prostetik mekanis 
 Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi 
 Hipertensi pulmonal  
- Primer 
- Sindroma Eisenmenger 
III   Koarktasio aorta dengan kelainan katup  25‐50 % 
 Sindroma Marfan dengan kelainan aorta 
 Kardiomiopati peripartum dengan 
disfungsi ventrikel kiri persisten 

1.4. Prediktor komplikasi maternal


Skor risiko jantung berikut dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya
komplikasi selama kehamilan (Tabel 1.6). (2,5,8)
Tabel 1.6. Prediktor Resiko Maternal untuk Komplikasi Jantung
KRITERIA  CONTOH  POIN
Kejadian sakit  Gagal jantung, transient ischemic attack, stroke sebelum 

jantung sebelumnya  kehamilan, aritmia 
NYHA III atau IV 
  1 
atau sianosis 
Obstruksi jantung  Area katup aorta <1.5 cm2, area katub mitral <2 cm2, atau 

kiri  gradien puncak left ventricular outflow tract >30 mmHg 
LVEF <40%, kardiomiopati restriktif, atau kardiomiopati 
Disfungsi miokardial  1 
hipertrofik 

Halaman | 7
PENDAHULUAN

Risiko komplikasi maternal berhubungan dengan jumlah prediktor diatas


adalah sebagai berikut :
Jumlah  Risiko kejadian gangguan 
Prediktor  jantung dalam kehamilan 
0  5%
1  27%
>1  75%

1.5. Komplikasi neonatal


Terjadi pada 20–28% pasien dengan penyakit jantung dengan mortalitas
neonatal antara 1% dan 4% (8,9). Prediktor komplikasi neonatal adalah sebagai
berikut.
Tabel 1.7 Perkiraan maternal untuk kejadian neonatus pada wanita dengan
penyakit jantung (2)
1. Berdasar NYHA kelas >II atau sianosis 
2. Obstruksi jantung kiri maternal 
3. Merokok selama kehamilan 
4. Gestasi multipel 
5. Penggunaan antikoagulan oral selama kehamilan 
6. Prostesis katub mekanik 

8
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

2. Diagnosis Penyakit
Jantung Dalam Kehamilan
S esuai NYHA, poin penting dari proses diagnosis penyakit jantung yang
lengkap meliputi hal-hal sebagai berikut (10):
1. Etiologi. Apakah terjadi akibat penyakit kongenital, infeksius,
hipertensif, atau iskemik?
2. Kelainan anatomis. Bagian jantung mana yang terlibat? Apakah
hipertrofi, dilatasi, atau keduanya? Katup mana yang terkena? Apakah
bersifat regurgitasi dan/atau stenosis? Apakah didapatkan infark
miokardium?
3. Gangguan fisiologis. Apakah terdapat aritmia? Apakah didapatkan
bukti adanya gagal jantung kongestif atau iskemia miokardium?
4. Gangguan fungsional. Seberapa berat aktivitas fisik mempengaruhi
terjadinya gejala?
Penegakkan diagnosis penyakit jantung yang lengkap dan benar
membutuhkan proses anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama.
Sebagian besar diagnosis penyakit jantung dapat ditegakkan dengan prosedur
non-invasif misalnya anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG, foto toraks, maupun
ekokardiografi. Jika diperlukan dapat dilanjutkan dengan kateterisasi dan
fluoroskopi.

2.1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Beberapa gejala yang menyerupai penyakit jantung dapat muncul pada wanita
hamil seperti mudah lelah, dispneu, edema ekstremitas bawah, dan murmur.
Gejala dan tanda tersebut dapat merupakan kondisi normal pada wanita
hamil, namun demikian ada beberapa kondisi yang memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut. Gejala dan tanda kardiovaskuler yang dapat muncul selama
kehamilan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Murmur atau bising jantung salah satu tanda adanya kelainan jantung,
walaupun tidak semua bising jantung merupakan tanda penyakit jantung.
Murmur atau bising jantung dapat timbul pada hampir semua wanita selama

Halaman | 9
DIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

kehamilan. Murmur ini biasanya lemah, mid-sistolik, dan terdengar pada


sepanjang tepi tulang sternum kiri. Intensitasnya dapat meningkat sejalan
dengan peningkatan curah jantung selama kehamilan. Pemeriksaan dengan
ekokardiografi diperlukan jika didapatkan murmur diastolik, murmur
kontinum atau murmur sistolik (grade 2 atau lebih) – lihat Lampiran 3, atau
murmur yang berhubungan dengan gejala atau EKG yang abnormal.
Sangatlah penting untuk mengukur tekanan darah secara tepat yaitu dalam
posisi miring kiri, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan proteinuria,
khususnya pasien dengan riwayat hipertensi atau preeklampsia. Oksimetri
harus dipasang dan diperiksa saturasi oksigen dalam darah pada pasien dengan
penyakit jantung kongenital (2).
Tabel 2.1Gejala dan tanda kardiovaskuler pada kehamilan
NORMAL  ABNORMAL 
Lelah   Sinkop 
Dispneu  Dispneu paroksismal nokturnal 
Kadang‐kadang palpitasi Takikardia > 120 x / menit 
Murmur sistolik (1‐2/6)  Aritmia yang terus‐menerus 
Pulsasi vena leher  Nafas memendek saat istirahat 
Edema ekstremitas bawah Distensi vena leher
Suara S‐1 wide split dan keras Summation Gallop 
Murmur sistolik (4‐6/6) 
Murmur diastolik 
Nyeri dada 
Hemoptisis 
Sianosis  

2.2. Pemeriksaan noninvasif


2.2.1. Elektrokardiografi
Sebagian besar pasien hamil mengalami perputaran jantung ke kiri dan pada
EKG terdapat deviasi aksis kiri 15–20, khususnya selama trimester ketiga,
ketika diafragma terdorong keatas oleh uterus.
Temuan yang umum meliputi perubahan sementara dari segmen ST dan
gelombang T, adanya gelombang Q dan gelombang T terbalik pada lead III,
dan adanya penguatan (atenuasi) gelombang Q pada sadapan AVF, serta
gelombang T terbalik pada sadapan V1, V2, dan terkadang V3. Perubahan
EKG ini dapat berhubungan karena adanya perubahan secara bertahap pada
posisi jantung dan dapat menyerupai hipertrofi ventrikel kiri ataupun kelainan
struktur jantung lainnya.

10
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

2.2.2. Ekokardiografi
Penggunaan ekokardiografi lebih banyak digunakan untuk diagnosis penyakit
jantung dalam kehamilan karena bersifat non-invasif dan aman. Dengan
kemampuan M-Mode, 2-D dan Doppler (pulsed, continous wave dan colour
flow) dapat ditentukan kelainan struktural termasuk ukuran jantung, tekanan
arteri pulmonal, kontraktilitas ventrikel, adanya trombus, fungsi katup
maupun iskemia miokard. Ekokardiografi trans-esofageal dapat bermanfaat
pada beberapa kasus tertentu seperti endocarditis, diseksi aorta atau pada
keadaan kesulitan dilakukan ekokardiografi transtoraks.

 Ekokardiografi dilakukan pada semua pasien hamil dengan tanda-tanda


atau gejala-gejala kardiovaskular yang baru ataupun yang belum jelas
(Rekomendasi I-C)

2.2.3. Pemeriksaan dengan latihan


Pemeriksaan dengan latihan/ Exercise testing berguna untuk menilai secara
obyektif dari kapasitas fungsional, kronotropik dan respon tekanan darah.
Pemeriksaan ini menjadi bagian penting pada pasien dengan penyakit jantung
bawaan dan penyakit katup asimptomatis. Pada pasien dengan kelainan
jantung yang telah diketahui, diperlukan pemeriksaan sejak sebelum
kehamilan untuk menilai risiko komplikasi akibat kehamilan.
2.2.4. Pemeriksaan dengan Paparan Radiasi
Pemeriksaan radiografi toraks rutin harus dihindari, terutama pada trimester
pertama. Efek radiasi pada janin tergantung pada dosis radiasi dan usia
kehamilan saat terkena paparan. Jika memungkinkan, prosedur ini ditunda
setidaknya setelah masa organogenesis terlampaui (usia kehamilan 12
minggu).

 Foto Rontgen dada dengan memperisai janin, dapat dipertimbangkan


jika metode lain tidak berhasil dalam mengklarifikasi penyebab dispneu
(Rekomendasi IIb-C)
 Kateterisasi jantung dapat dipertimbangkan dengan indikasi, waktu, dan
memperisai janin dengan sangat ketat. (Rekomendasi IIb-C)

2.3. Alur Diagnostik

Halaman | 11
DIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

Ditemukannya Murmur 

Murmur sistolik  Murmur Kontinu 
atau diastolik

Grade I + II  Grade III atau >, 
Dan midsistolik  holosistolik, atau 
sistolik lambat

Asimptomatik dan tidak ada  Tanda atau gejala 
temuan yang berhubungan  lain dari penyakit 

Ekokardiografi 

EKG dan thorax foto  EKG dan thorax foto 
normal  abnormal 

Tidak perlu tindak  Konsultasi  
lanjutan   Ahli jantung 

Pemeriksaan 
lanjutan 

12
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

3. Penatalaksanaan Umum
3.1. Prekonsepsi
Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya penyakit
jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status kardiologinya
sebelum kehamilan. Evaluasi itu antara lain:
 Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
 Pemeriksaan fisik umum
 Pemeriksaan foto toraks dan EKG 12-lead
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Pemeriksaan trans-toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi spesifik
maupun menentukan fraksi ejeksi)
 Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)
 Pengelompokan penyakit jantung berdasarkan kelompok resiko
 Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCTscan jantung
Selain itu, dibutuhkan konseling individual oleh spesialis kandungan ataupun
kardiologi. Hal-hal penting yang perlu disampaikan meliputi :
 Lesi jantung yang menyertai (fungsi ventrikel, tekanan pulmonal,
besarnya lesi obstruktif, shunt, adanya hipoksemia)
 Status fungsional jantung pasien
 Kemungkinan bedah korektif maupun paliatif
 Faktor risiko tambahan seperti pemakaian antikoagulan dan pemakaian
prostetik
 Risiko kehamilan yang tergantung pada penyakit jantung spesifik dan
status klinis pasien. Oleh karena itu perlu dijelaskan risiko yang akan
terjadi jika akan hamil atau saat ini dalam kondisi hamil.
 Pemberian rekomendasi untuk kontrasepsi, dan masalah kehamilan jika
pasien masih aktif secara seksual.
 Harapan hidup dan kemampuan merawat anak
 Kemungkinan tatalaksana selama kehamilan
 Persalinan disarankan dilakukan di rumah sakit, ditangani bersama oleh
dokter ahli kandungan dan jantung sejak awal kehamilan.

Halaman | 13
PENATALAKSANAAN UMUM

 Penilaian risiko sebelum kehamilan dan konseling diindikasikan pada


semua wanita dengan penyakit kardiovaskular kongenital atau didapat
yang diketahui atau dicurigai (Rekomendasi I-C)
 Penilaian risiko harus dilakukan pada semua wanita dengan penyakit
jantung dari usia anak-anak (Rekomendasi I-C)
 Pasien risiko tinggi harus dirawat di pusat kesehatan khusus oleh tim
secara multidisiplin (Rekomendasi I-C)
 Wanita dengan saturasi oksigen dibawah 85% saat istirahat harus
disarankan agar tidak hamil (Rekomendasi III-C).

3.2. Antepartum
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan
antenatal antara lain :
 Pendekatan multidisiplin
 Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG
 Pemeriksaan ekokardiografi janin dilakukan pada usia kehamilan 20-24
minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung kongenital
 Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan
janin baik dengan biometri janin, Doppler velocimetry, maupun NST
dimulai saat usia kehamilan 30-34 minggu.
 Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia, anemia,
hipertiroid, maupun infeksi.
 Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan mode of delivery-nya

3.3. Intrapartum
Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pascapersalinan memerlukan
perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif oleh dokter ahli
kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesi, dengan pengalaman yang tinggi
terhadap unit dan obat maternal-fetal.
3.3.1. Waktu kelahiran
Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk melakukan
induksi persalinan. Waktu yang tepat sangatlah individual tergantung pada
status jantung gravida, skor Bishop, kesejahteraan janin dan maturitas paru
janin.

14
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

3.3.2. Induksi persalinan


Oksitosin dan pecah ketuban buatan diindikasikan jika skor Bishop >5.
Waktu induksi yang memanjang perlu dihindari jika serviks belum matang.
Metode-metode mekanik seperti penggunaan kateter Foley lebih baik jika
dibandingkan dengan agen farmakologis, khususnya pada pasien dengan
sianosis dimana adanya penurunan tahanan vaskular sistemik atau tekanan
darah akan sangat merugikan (2).
3.3.3. Monitor Hemodinamik
Pulse oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai kebutuhan. Tekanan
arterial sistemik dan denyut jantung ibu dipantau ketat dikarenakan anestesi
lumbal epidural dapat menyebabkan hipotensi.
3.3.4. Anestesia/analgesia
Analgesia lumbal epidural seringkali dianjurkan. Analgesia lumbal epidural
secara kontinyu dengan anestesi lokal atau opiat, atau anestesia spinal opioid
secara kontinyu dapat diberikan (11)
Anestesi regional dapat menyebabkan hipotensi sistemik, oleh karena itu harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan lesi katup obstruktif. Perfusi
intravena harus dipantau hati-hati (11).
3.3.5. Persalinan pervaginam atau perabdominam
Cara persalinan secara umum yang dipilih adalah pervaginam. Rencana
persalinan darus dilakukan per individu, hal yang perlu diinformasikan adalah
waktu persalinan, metode persalinan, induksi persalinan, anestesi analgesia /
regional, dan monitoring yang diperlukan.
Persalinan harus dilakukan di pusat kesehatan tersier dengan tim perawatan
multidisiplin.
Secara umum, persalinan sesar dilakukan bila ada indikasi obstetrik.
Persalinan sesar dianjurkan untuk wanita dengan:
1. Stenosis aorta berat (AS)
2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)
3. Gagal jantung akut
4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik
untuk mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang
terencana.

Halaman | 15
PENATALAKSANAAN UMUM

5. Sindrom Marfan
6. Diseksi aorta kronik atau akut

 Persalinan pervaginam direkomendasikan sebagai pilihan pertama pada


sebagian besar pasien (Rekomendasi I-C)
 Pada pasien dengan hipertensi berat, persalinan pervaginam dengan
epidural analgesia dan persalinan instrumental elektif perlu
dipertimbangkan (Rekomendasi IIa-C)
 Persalinan sesar harus dipertimbangkan untuk indikasi obstetrik atau
untuk pasien dengan dilatasi aorta ascenden >45 mm, stenosis aorta
berat, persalinan prematur dengan antikoagulan oral, sindrom
Eisenmenger, atau gagal jantung berat (Rekomendasi IIa-C)

3.3.6. Persalinan
Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stres
kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai dengan
penggunaan anestesi epidural inkremental awal lambat dan dibantu persalinan
pervaginam.
Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien pada posisi lateral dekubitus
serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak hemodinamik dari
kontraksi uterus (12). Kontraksi uterus harus dapat menurunkan kepala janin
hingga ke perineum tanpa adanya dorongan mengejan, untuk menghindari
efek samping dari manuver valsava (13,14). Persalinan sebaiknya dibantu dengan
forsep rendah atau ekstraksi vakum. Disarankan untuk melakukan monitoring
denyut jantung janin secara terus-menerus.
Berikut merupakan poin-poin yang harus diperhatikan selama persalinan :
 Monitoring ketat
 Posisi left lateral decubitus
 Balans cairan
 Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse oxymetri
 Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasif
 Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia
 Pada persalinan pervaginam dilakukan percepat kala II
 Pada pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2
minggu sebelum persalinan dan diganti heparin

16
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

3.3.7. Pascapersalinan
Infus oksitosin i.v lambat (<2 U/menit) diberikan setelah pengeluaran
plasenta. Metilergonovine dikontraindikasikan karena adanya risiko (>10%)
vasokonstriksi dan hipertensi (15,16).
Bantuan berupa pemasangan stoking elastik pada tungkai bawah, dan
ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi risiko tromboemboli.
Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan selama minimal 24 jam setelah
melahirkan. Selain itu diperlukan saran yang tepat tentang penggunaan
kontrasepsi.

3.4. Laktasi
Laktasi dapat berhubungan dengan risiko rendah terjadinya bakteremia
sekunder akibat mastitis. Pada pasien gangguan jantung berat/ simptomatis,
perlu dipertimbangan untuk menyusui menggunakan botol.

3.5. Kontrasepsi
Kontrasepsi ideal harus memenuhi kriteria: aman, efektif, dan dapat diterima.
Untuk wanita dengan penyakit jantung, tidak ada kontrasepsi yang benar-
benar ideal, karena risiko terjadinya komplikasi seperti trombosis dan infeksi.
3.5.1. Metode barier (kondom, diafragma)
Penggunaan metode barier kurang ideal karena angka kegagalan yang cukup
tinggi.
3.5.2. Alat kontraseptif dalam rahim
Pemakaian IUD harus hati-hati karena adanya risiko, infeksi dan refleks vagal
yang dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada
pasien yang memakai antikoagulan ada risiko perdarahan menstruasi yang
banyak.
IUD pelepas levonorgestrel adalah kontrasepsi yang paling aman dan paling
efektif yang dapat digunakan pada wanita dengan penyakit jantung sianosis
bawaan dan pembuluh darah pulmonal. Ini mengurangi kehilangan darah
menstruasi sebesar 40-50% (17) .
3.5.3. Pil kontraseptif oral
Kontrasepsi bebas estrogen walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti
aman untuk wanita dengan penyakit jantung.

Halaman | 17
PENATALAKSANAAN UMUM

Kontrasepsi oral dosis rendah yang mengandung 20 μg etinilestradiol aman


pada wanita dengan potensi trombogenik rendah, tetapi harus dihindari pada
wanita dengan penyakit katup yang kompleks seperti pada kelainan jantung
mitral stenosis, riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik,
kardiomiopati, dan sindroma Eisenmenger (18,19).
3.5.4. Injeksi
Suntikan bulanan yang mengandung medroksiprogesteron asetat tidak sesuai
untuk pasien dengan gagal jantung karena kecenderungan terjadinya retensi
cairan (2).
3.5.5. Sterilisasi
Sterilisasi dengan tubektomi atau vasektomi dianjurkan pada pasien yang
sudah tidak menginginkan anak, atau pada penyakit jantung dengan risiko
kehamilan yang tinggi. Adanya penggunaan anestesia dalam prosedur
sterilisasi, menyebabkan tetap perlunya perhatian khusus pada pasien dengan
penyakit jantung.

3.6. Terminasi Kehamilan


Dilatasi dan evakuasi adalah prosedur yang paling aman pada trimester
pertama dan kedua. Dapat pula digunakan prostaglandin E1 atau E2, atau
misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi.
Trimester pertama adalah waktu yang paling aman untuk terminasi kehamilan
elektif dan harus dilakukan di rumah sakit. Selain itu perlu juga perhatian
pada anestesi dan disesuaikan untuk tiap individu.

18
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

4. Tatalaksana
Pada Kelainan Spesifik
Pada sebagian besar wanita dengan penyakit jantung bawaan, kehamilan dapat
ditoleransi dengan baik. Risiko kehamilan tergantung pada penyakit jantung
yang mendasari serta pada faktor-faktor tambahan seperti fungsi ventrikel dan
katup, kelas fungsional, dan adanya sianosis.

4.1. Defek septum atrium/ Atrial Septal Defect (ASD)


Kehamilan dapat ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar wanita dengan
ASD. Satu-satunya kontraindikasi kehamilan adalah adanya PAH atau
sindrom Eisenmenger.
Pada wanita dengan ASD yang tidak diperbaiki, pertumbuhan janin
terhambat sering terjadi.
4.1.1. Pemeriksaan
 Auskultasi : murmur ejeksi sistolik pada tepi sternum kiri dan wide fixed
split dari suara jantung kedua.
 EKG : dapat ditemukan right bundle branch block parsial, deviasi aksis
kanan, dan kadang hipertrofi ventrikel kanan.
 Ekokardiogram : evaluasi ukuran defek, beratnya pirau, dan mengukur
tekanan arteri pulmonal.
4.1.2. Tatalaksana
Pasien dengan gejala atau rasio aliran pirau pulmonal-sistemik >2:1
dipertimbangkan untuk dilakukan penutupan dari defek.
Pencegahan stasis vena sangatlah penting. Hal ini dapat dilakukan dengan
penggunaan stoking kompresi elastis dan mencegah posisi telentang.
Pencegahan stasis vena dilakukan saat ambulasi dini setelah persalinan.
4.1.3. Persalinan
Persalinan pervaginam spontan dipilih pada sebagian besar kasus.

Halaman | 19
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

4.1.4. Komplikasi yang dapat terjadi


 Pasien dengan defek yang besar dan adanya pirau kiri-kanan yang
signifikan dapat menyebabkan arial fibrilasi dan gagal jantung kongestif
dalam kehamilan.
 Hipertensi pulmonal dapat terjadi dan berkembang menjadi sindroma
Eisenmenger (lihat Gambar 5)
 Emboli paradoksikal : emboli berasal dari ekstremitas bawah dan pelvis
atau dari defek yang dapat mencapi otak sehingga menyebabkan stroke.

4.2. Defek septum ventrikel/ Ventricular Septal Defect (VSD)


VSD dengan hipertensi pulmonal beresiko tinggi terhadap maternal. VSD
perimembran kecil (tanpa dilatasi jantung kiri) memiliki risiko rendah
komplikasi selama kehamilan
4.2.1. Pemeriksaan
 Auskultasi : thrill holosistolik dan murmur pada tepi kiri sternum.
 Ekokardiogram : menentukan ukuran lesi, arah aliran pirau, perkiraan
tekanan arteri pulmonal, dan fungsi ventrikel
- VSD kecil (0,5 cm) berisiko rendah terjadinya sindroma Eisenmenger
- Lesi VSD yang besar (>1 cm) dapat berkembang menjadi peningkatan
tekanan pulmonal dan sindroma Eisenmenger
- Jika lesi diperbaiki, kehamilan biasanya dapat ditoleransi dengan baik
 EKG : biasanya normal, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri atau
kanan
4.2.2. Persalinan
Persalinan pervaginam spontan dilakukan pada sebagian besar kasus. Seksio
sesarea dilakukan sesuai indikasi obstetri.

4.3. Defek septum atrioventrikuler/ Atrioventricular Septal Defect


(AVSD)
Pada pasien dengan AVSD yang telah dikoreksi, kehamilan biasanya dapat
ditoleransi dengan baik bila residu regurgitasi katup tidak berat dan fungsi
ventrikel normal (risiko WHO kelas II). Pasien dengan residu regurgitasi
katup atrioventrikular kiri berat disertai gejala dan / atau kegagalan fungsi

20
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

ventrikel harus diterapi sebelum hamil secara bedah (perbaikan katup). AVSD
dengan hipertensi pulmonal merupakan kondisi risiko tinggi maternal.
4.3.1. Tatalaksana
Tindak lanjut klinis dan ekokardiografi diindikasikan dilakukan setiap bulan
atau dua bulan pada pasien dengan regurgitasi katup sedang atau berat
ataupun gangguan fungsi ventrikel.
4.3.2. Cara Persalinan
Persalinan pervaginam spontan dilakukan pada sebagian besar kasus.

4.4. Koarktasio Aorta


Wanita dengan koarktasio aorta yang tidak diperbaiki, koartasio aorta dengan
hipertensi, koartasio aorta residual, atau aneurisma aorta memiliki
peningkatan risiko ruptur aorta dan ruptur aneurisma serebral selama
kehamilan dan persalinan.
4.4.1. Tatalaksana
Hipertensi harus diterapi.
4.4.2. Cara Persalinan
Persalinan pervaginam spontan lebih dipilih dengan menggunakan anestesia
epidural pada pasien hipertensi.

4.5. Tetralogi Fallot


Wanita dengan tetralogi Fallot yang diperbaiki biasanya mentoleransi
kehamilannya dengan baik (WHO risiko kelas II). Pada wanita simptomatik
dengan ditandai dilatasi ventrikel kanan karena regurgitasi pulmonal berat,
penggantian katup pulmonal sebelum kehamilan perlu dipertimbangkan.
4.5.1. Tatalaksana
Jika kegagalan ventrikel kanan terjadi selama kehamilan, terapi dengan
diuretik harus dimulai dan disarankan pasien untuk tirah baring. Implantasi
katup transkateter atau persalinan dini harus dipertimbangkan pada mereka
yang tidak berespon terhadap terapi konservatif.
4.5.2. Cara Persalinan
Persalinan pervaginam spontan dipilih pada sebagian besar kasus.

Halaman | 21
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

4.6. Transposition of the Great Arteries (TGA)


Setelah dilakukan atrial switch operation, sebagian besar wanita dapat
mentoleransi kehamilannya dengan baik, tetapi mereka tetap memiliki resiko
yang lebih tinggi terhadap komplikasi seperti aritmia (kadang mengancam
jiwa) dan gagal jantung (WHO risiko kelas II).
Beberapa wanita tersebut akan mengalami bradikardi atau ritme jungsional.
Pada skenario ini, b-bloker perlu digunakan secara hati-hati. Penurunan
ireversibel pada fungsi ventrikel kanan telah dikemukakan pada 10% kasus.
Pasien dengan gangguan fungsi ventrikal kanan yang berat atau regurgitasi
trikuspid yang berat harus disarankan untuk tidak hamil.
4.6.1. Tatalaksana
Hal yang perlu diawasi adalah ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan, dan
ritme jantung
4.6.2. Cara Persalinan
Pada pasien asimptomatik dengan fungsi ventrikel sedang atau baik,
persalinan pervaginam disarankan. Jika fungsi ventrikel memburuk, persalinan
sesar dini perlu direncanakan untuk mencegah perkembangan atau
pemburukan gagal jantung.
4.6.3. Rekomendasi

 Pasien dengan TGA dengan gangguan sedang atau lebih dari fungsi
ventrikel kanan dan/atau regurgitasi trikuspidalis berat harus disarankan
untuk tidak hamil. (Rekomendasi III-C).

4.7. Sindroma Marfan


Pada wanita hamil dengan sindroma Marfan, diameter aortic root >4 cm dan
peningkatan diameter aortic root selama kehamilan merupakan faktor risiko
terjadinya diseksi aorta. Peningkatan regurgitasi mitral dapat terjadi dan dapat
menyebabkan komplikasi seperti aritmia supraventrikular atau gagal jantung,
terutama pada pasien dengan regurgitasi sedang sampai berat sebelum hamil.
4.7.1. Follow up dan terapi medis
Follow up dan terapi medis tergantung dari diameter aorta. Pasien dengan
kelainan aorta harus dipantau dengan ekokardiografi pada interval 4-12
minggu selama kehamilan dan 6 bulan postpartum. Terapi dengan agen b-

22
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

bloker dapat mengurangi dilatasi aorta dan mungkin akan meningkatkan


angka kelangsungan hidup. Penggunaan b-bloker pada pasien dengan
sindroma Marfan selama kehamilan dilakukan untuk mencegah diseksi.
Perkembangan janin harus dipantau saat ibu mengkonsumsi b-bloker.
4.7.2. Intervensi
Intervensi bedah sebelum hamil direkomendasikan ketika aorta ascenden ≥45
mm, tergantung pada karakteristik individu. Pembedahan sebelum hamil
harus dipertimbangkan ketika aorta asenden ≥50 mm. Diseksi aorta ascenden
yang terjadi selama kehamilan merupakan kedaruratan bedah, ahli
kardiotoraks, ahli kardiologi, obstetrik, dan dokter anestesi harus bertindak
cepat untuk melahirkan janin (jika mampu hidup) melalui persalinan sesar.
4.7.3. Cara persalinan
Tujuan utama manajemen intrapartum pada pasien dengan pembesaran aorta
asenden adalah untuk mengurangi stres kardiovaskular dari persalinan. Jika
wanita tersebut mengkonsumsi b-bloker selama kehamilan sebaiknya
diteruskan hingga periode peripartum. Jika diameter aorta asendens adalah
40-45 mm, persalinan pervaginam dengan kala dua dipercepat dan anestesi
regional disarankan untuk mencegah peningkatan TD yang berakibat diseksi
aorta. Persalinan sesar harus dipertimbangkan ketika diameter aorta melebihi
45 mm.
4.7.4. Rekomendasi

 Wanita dengan sindroma Marfan perlu dikonseling tentang risiko


diseksi aorta selama kehamilan dan rekurensi risiko terhadap
keturunan. (Rekomendasi I-C)
 Pada pasien dengan sindrom Marfan, pencitraan seluruh aorta
(CT/MRI) perlu dilakukan sebelum hamil (Rekomendasi I-C)
 Wanita dengan sindroma Marfan dengan aorta ascenden >45 mm perlu
diterapi bedah sebelum hamil (Rekomendasi I-C)
 Pada sindrom Marfan dengan aorta 40-45 mm, perlu dipertimbangkan
persalinan pervaginam dengan anestesi epidural dan percepatan kala
dua. (Rekomendasi IIa-C)
 Pada sindrom Marfan, dan pasien lain dengan aorta 40-45 mm, operasi
sesar dapat dipertimbangkan. (Rekomendasi IIb-C)

Halaman | 23
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

 Pencitraan ekokardiografi ulang tiap 4-8 minggu harus dilakukan


selama kehamilan pada pasien dengan dilatasi aorta ascenden.
(Rekomendasi I-C)
 Untuk pencitraan wanita hamil dengan dilatasi aorta ascenden distal,
arkus aorta atau aorta, direkomendasikan MRI (tanpa gadolinium).
(Rekomendasi I-C)
 Pada wanita dengan katup aorta bikuspid, direkomendasikan pencitraan
aorta ascenden. (Rekimendasi I-C)
 Pada pasien dengan aorta ascenden <40 mm, persalinan pervaginam
lebih dipilih. (Rekomendasi I- C)
 Wanita dengan dilatasi aorta atau riwayat diseksi aorta sebaiknya
melahirkan di pusat kesehatan yang menyediakan bedah kardiotoraks.
(Rekomendasi I- C)
 Pada pasien dengan aorta ascenden >45 mm, persalinan sesar harus
dipertimbangkan. (Rekomendasi I-C)
 Terapi bedah sebelum hamil harus dipertimbangkan pada wanita
dengan penyakit aorta yang berhubungan dengan katup aorta bikuspid
ketika diameter aorta >50mm (atau >27 mm/m2 BSA).
(Rekomendasi IIa-C)
 Bedah profilaksis harus dipertimbangkan selama kehamilan jika
diameter aorta ≥50 mm dan meningkat secara cepat. (Rekomendasi
IIa-C)
 Pasien dengan (atau riwayat) diseksi tipe B harus disarankan untuk
tidak hamil. (Rekomendasi III-C)

24
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

Penyakit Jantung Valvular


Abnormalitas katub dapat kongenital ataupun didapat. Sebagian besar adalah
sekunder akibat demam rematik yaitu 90% dari keseluruhan kelainan jantung
dalam kehamilan (5). Derajat risiko berkembangnya komplikasi tergantung
pada lesi katup spesifik, jumlah katup yang terlibat, dan derajat obstruksi dari
katup khususnya katup mitral dan aorta.

4.8. Stenosis katup mitral/ Mitral stenosis (MS)


Stenosis mitral sedang atau berat memiliki toleransi buruk terhadap
kehamilan.

Gambar 2. Patofisiologi stenosis mitral


Risiko dekompensasi tergantung tingkat keparahan MS. Gagal jantung sering
terjadi pada wanita hamil dengan MS sedang atau berat, terutama selama
trimester kedua dan ketiga. Gagal jantung biasanya progresif. Edema
pulmonal dapat terjadi, terutama ketika MS tidak diketahui atau jika terjadi
Atrial fibrilasi (AF).
4.8.1. Penentuan derajat stenosis
 Tentukan beratnya stenosis dan ukuran atrium kiri dengan ekokardiogram.
‐ Biasanya tanpa gejala hingga area katup <2 cm2
‐ Stenosis mitral sedang : area katup 1 hingga 1,5 cm2
‐ Stenosis mitral berat : area katup <1 cm2

Halaman | 25
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

 Lakukan pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan adanya AF akibat


pembesaran atrium kiri. Dapat menunjukkan suatu pembesaran atrium
kiri, hipertrofi ventrikel kanan, dan pembesaran atrium kanan pada kasus
dengan hipertensi pulmonal.
 Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan suara jantung pertama yang keras,
adanya opening snap, dan rumbling diastolic murmur.
4.8.2. Tindak lanjut
Tindak lanjut klinis dan ekokardiografi diindikasikan dilakukan setiap bulan
atau dua bulan tergantung toleransi hemodinamik.
4.8.3. Tatalaksana
Tujuan dari terapi adalah :
1. Mencegah takikardia: manajemen nyeri, pemberian β-blocker. Target
denyut jantung <100 x/m
2. Menjaga pengisian ventrikel kiri (preload). Preload yang inadekuat dapat
menyebabkan pengisian ventrikel kiri yang inadekuat dan penurunan
cardiac output.
Apabila muncul gejala-gejala atau terjadi hipertensi pulmonal (secara
ekokardiografi diperkirakan PAP sistolik >50 mmHg), aktivitas harus dibatasi
dan diberikan terapi β1-selective blocker. Diuretik dapat digunakan jika gejala-
gejala menetap, hindari penggunaan diuretik dosis tinggi.
4.8.4. Persalinan
Persalinan pervaginam diperbolehkan pada pasien dengan MS ringan serta MS
sedang dan MS berat yang termasuk NYHA kelas I/II tanpa adanya hipertensi
pulmonal.
Operasi sesar dipertimbangkan pada pasien dengan MS sedang atau berat yang
termasuk NYHA kelas III/IV atau pasien dengan hipertensi pulmonal meski
telah dilakukan terapi medis, diantaranya komisurotomi mitral perkutaneus
yang tidak bisa dilakukan atau gagal.
Hindari penggunaan agen tokolitik yang dapat menyebabkan takikardia (con.
Terbutalin)
4.8.5. Hal yang harus dihindari
 Hindari takikardia (dapat menurunkan diastolic ventricular filling time)
 Hindari kelebihan cairan (dapat menyebabkan AF, edema pulmonal, dan
kegagalan ventrikel kanan)

26
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

 Hindari penurunan resistensi vaskuler sistemik/ hipotensi (penurunan


cardiac output)
 Hindari peningkatan resistensi vaskuler pulmonal (hipoksia)
4.8.6. Komplikasi yang dapat terjadi
 Edema pulmonalis, atrial fibrilasi, dan takikardia supraventrikuler adalah
yang paling sering terjadi.
 60% berkembang menjadi edema pulmonal antepartum, dengan rata-rata
usia kehamilan 30 minggu (5).
 Tromboembolisme dapat terjadi sebagai akibat dari dilatasi atrium kiri.
4.8.7. Rekomendasi

 Pada pasien dengan gejala-gejala atau hipertensi pulmonal, pembatasan


aktivitas dan β1-selective blocker direkomendasikan.
(Rekomendasi I-B)
 Diuretik direkomendasikan ketika gejala-gejala kongestif menetap
meski dengan β -blocker. (Rekomendasi I-B)
 Pasien dengan MS berat menjalani intervensi sebelum kehamilan.
(Rekomendasi I-C)
 Terapi antikoagulan direkomendasikan pada kasus dengan riwayat atrial
fibrilasi, trombosis atrium kiri, atau emboli sebelumnya.
(Rekomendasi I-C)
 Komisurotomi mitral perkutaneus harus dipertimbangkan pada pasien
hamil dengan gejala-gejala berat atau tekanan arteri pulmonal sistolik
>50 mmHg meskipun telah diterapi medis. (Rekomendasi IIa-C)

4.9. Stenosis katup aorta /Valvular Aortic Stenosis (AS)


AS kongenital paling sering disebabkan oleh katup aorta bikuspidal. Katup
aorta bikuspidal berhubungan dengan dilatasi aorta dan diseksi aorta, oleh
karena itu dimensi aorta harus diukur sebelum hamil dan selama hamil. Risiko
diseksi meningkat selama kehamilan. Semua wanita dengan katup aorta
bikuspid perlu menjalani pencitraan aorta ascenden sebelum hamil dan
pembedahan perlu dipertimbangkan jika diameter aorta >50 mm.

Halaman | 27
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

Gambar 3. Patofisiologi stenosis aorta

4.9.1. Penentuan derajat stenosis aorta


 Evaluasi ukuran pembukaan katup aorta, gradien aliran dari katup dan
fraksi ejeksi
 Stenosis berat (area katup <1 cm2, gradien puncak >75 mmHg atau fraksi
ejeksi <55%) memiliki risiko yang signifikan, dibutuhkan koreksi
prekonsepsi
 Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan suatu hipertrofi ventrikel berat
(dinding posterior >15 mm) dan pembesaran atrium kiri.
4.9.2. Follow up
Pada AS berat, evaluasi jantung dilakukan setiap satu bulan atau dua bulan,
termasuk ekokardiografi yang digunakan untuk menentukan status gejala,
progresi AS, atau komplikasi lain. Terapi medis diuretik dapat diberikan jika
terdapat gejala kongestif.
Kehamilan tidak perlu dicegah pada pasien yang tidak menunjukkan adanya
gejala, bahkan pada AS berat dengan ukuran dan fungsi LV yang normal serta
tidak ditemukannya hipertrofi ventrikel kiri yang berat.
Berdasarkan gejala yang tampak, pembedahan sebelum hamil harus
dipertimbangkan pada pasien dengan aorta asenden >50 mm (27,5 mm/m2).

28
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

4.9.3. Intervensi selama kehamilan


Selama hamil pada pasien dengan gejala yang berat dan tidak berespon
terhadap terapi medis, valvuloplasti perkutaneus dapat dilaksanakan pada
katup non-kalsifikasi dengan regurgitasi minimal.
4.9.4. Persalinan
Pada AS berat, terutama dengan gejala-gejala selama paruh kedua kehamilan,
dilakukan persalinan sesar dengan intubasi endotrakheal dan anestesia umum.
Pada AS yang tidak berat, persalinan pervaginam lebih dipilih. Hindari
penurunan tahanan vaskular perifer selama anestesi regional dan analgesia.
4.9.5. Komplikasi yang dapat terjadi
Komplikasi dapat terjadi akibat perfusi yang rendah atau justru berlebihan.
Perfusi yang rendah dapat mengancam nyawa. Target pulmonary artery wedge
pressure adalah 15-17 mmHg. Hati-hati dalam penggunaan diuretik.
Jika obstruksi tidak tertangani dan cardiac output tidak dapat dijaga :
‐ Angina : akibat perfusi koroner yang menurun
‐ Sinkop : akibat perfusi otak yang buruk
‐ Sudden death : akibat aritmia
Hipervolemia dapat menyebabkan edema pulmonum.
4.9.6. Rekomendasi

 Pasien dengan AS berat perlu menjalani intervensi sebelum hamil jika:


- simptomatik (Rekomendasi I-B)
- disfungsi LV ( LVEF <50%) (Rekomendasi I-C)
 Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu menjalani intervensi
sebelum hamil ketika mengalami gejala-gejala selama tes latihan.
(Rekomendasi I-C)
 Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu dipertimbangkan untuk
intervensi sebelum hamil ketika tekanan darah turun di bawah garis
dasar selama tes latihan terjadi. (Rekomendasi IIa-C)

Halaman | 29
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

4.10. Regurgitasi mitral

Gambar 4. Patofisiologi insufisiensi mitral

4.10.1. Penentuan derajat regurgitasi


Lakukan EKG untuk menilai beratnya regurgitasi dan mengevaluasi
pembesaran atrium kiri dan fungsi ventrikel. Selain itu untuk menyingkirkan
adanya AF dari pembesaran atrium kiri.
Pasien dengan gejala regurgitasi berat atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang
terkompensasi atau dilatasi ventrikel kiri perlu diarahkan untuk pembedahan
sebelum hamil untutk memperbaiki katup.
Persalinan pervaginam lebih dipilih. Pada pasien simptomatik, anestesia
epidural dan disarankan pemendekan kala dua.
4.10.2. Persalinan
Seksio sesarea dilakukan jika ada indikasi obstetri.
4.10.3. Hal yang harus dihindari
 Hindari aritmia (penanganan segera jika terjadi)
 Hindari bradikardia (meningkatkan regurgitasi)
 Hindari peningkatan resistensi vaskuler sistemik (peningkatan regurgitasi)
 Hindari obat-obatan depresan miokard

30
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

4.11. Regurgitasi trikuspidal


Pada regurgitasi trikuspidal simptomatik yang berat, perbaikan perlu
dipertimbangkan sebelum hamil. Cara persalinan yang dipilih adalah
pervaginam pada sebagian besar kasus.

4.12. Stenosis dan regurgitasi katup pulmonal


Stenosis katup pulmonal (SP) umumnya ditoleransi dengan baik selama
kehamilan. Pada wanita dengan gejala SP atau jika fungsi ventrikel kanan
abnormal karena regurgitasi pulmonal berat, penggantian katup pulmonal
sebelum kehamilan (lebih baik bioprostesis) harus dipertimbangkan.
4.12.1. Tatalaksana
SP ringan dan moderat dianggap lesi risiko rendah (WHO risiko kelas I dan
II). Pada SP berat, dilakukan evaluasi jantung tiap bulan atau dua bulan,
termasuk ekokardiografi. Pada kasus wanita hamil dengan SP simptomatik
berat yang tidak berespon terhadap terapi medis dan tirah baring, valvuloplasti
perkutaneus dapat dilakukan.
4.12.2. Persalinan
Persalinan pervaginam lebih dipilih pada pasien dengan SP tidak berat, atau
SP berat yang termasuk NYHA kelas I/II.
Operasi sesar dipertimbangkan pada pasien dengan SP berat yang termasuk
NYHA kelas III/IV yang telah gagal dilakukan terapi medis, tirah baring, dan
valvotomi pulmonal perkutaneus.
4.12.3. Rekomendasi

 Meringankan stenosis sebelum hamil (biasanya dengan valvulotomi


balon) harus dilakukan pada stenosis katup pulmonal berat (puncak
gradien Doppler >64 mmHg) (Rekomendasi I- B)
 Pasien dengan regurgitasi mitral atau aorta berat disertai gejala-gejala
atau gangguan fungsi ventrikel atau dilatasi ventrikel harus diterapi
secara bedah sebelum hamil. (Rekomendasi I-C)
 Terapi medis direkomendasikan pada wanita hamil dengan lesi
regurgitasi saat gejala-gejala muncul. (Rekomendasi I-C)

Halaman | 31
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

Risiko Maternal Tinggi (WHO kelas III &IV)


Pasien dalam kelas NYHA III / IV atau dengan penurunan fungsi ventrikel
sistemik sangat berat berada pada risiko tinggi selama kehamilan

4.13. Hipertensi pulmonal


Hipertensi pulmonal mencakup sekelompok penyakit dengan patofisiologi
yang berbeda yang meliputi Pulmonary Artery Hypertension (PAH), hipertensi
pulmonal yang berhubungan dengan penyakit jantung kiri, hipertensi
pulmonal yang berkaitan dengan penyakit paru-paru dan / atau hipoksia
kronis, hipertensi pulmonal trombo-emboli, hipertensi pulmonal dengan
mekanisme jelas dan atau multifaktorial PAH. Pulmonary Artery Pressure
(PAP) rata-rata ≥ 25 mmHg saat istirahat merupakan indikasi adanya
hipertensi pulmonal.
Tingkat kelangsungan hidup neonatal mencapai 87-89%.
4.13.1. Tatalaksana
Terminasi harus dipertimbangkan. Pusat kesehatan tersier berpengalaman
dalam pengelolaan pasien PAH, volume sirkulasi harus dipertahankan, hindari
hipotensi sistemik, hipoksia, dan asidosis yang dapat menimbulkan gagal
jantung refrakter. Terapi oksigen tambahan perlu diberikan jika hipoksemia.
Prostasiklin intravena atau iloprost aerosol digunakan saat antenatal dan
peripartum untuk memperbaiki hemodinamik selama persalinan.
Antikoagulasi juga harus dipertahankan selama kehamilan.
Pada kasus PAH yang terkait dengan pirau (shunting) jantung bawaan tanpa
hemoptisis signifikan, pengobatan antikoagulan harus dipertimbangkan pada
pasien dengan trombosis arteri pulmonal atau tanda-tanda gagal jantung.
Jenis antikoagulan selama kehamilan diputuskan secara individual.
4.13.2. Cara Persalinan
Cara persalinan dinilai secara individual. Persalinan sesar yang telah
direncanakan ataupun persalinan pervaginam lebih dipilih jika dibandingkan
dengan persalinan sesar darurat.

32
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

4.13.3. Rekomendasi

 Pada PAH, penggunaan antikoagulan perlu dipertimbangkan pada pasien


dengan kecurigaan emboli pulmonum sebagai akibat hipertensi
pulmonal (Rekomendasi IIa-C)
 Wanita dengan hipertensi pulmonal harus disarankan untuk tidak hamil
(Rekomendasi III-C)

4.14. Sindroma Eisenmenger


Pertimbangan khusus diberikan pada hipertensi pulmonal dengan sianosis
akibat pirau kanan ke kiri. Angka mortalitas maternal 20-50% pada saat
periode peri atau postpartum.

Gambar 5. Patofisiologi terjadinya sindroma Eisenmenger

Sianosis menimbulkan risiko signifikan bagi janin, angka kelahiran hidup


rendah (<12%) jika saturasi oksigen <85%.
Risiko yang ada harus didiskusikan dan ditawarkan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan juga berisiko. Jika pasien tetap ingin melanjutkan
kehamilan, perawatan harus dilanjutkan di unit spesialistik.
Pada pasien dengan gagal jantung, diuretik harus digunakan dengan hati-hati
dan dengan dosis efektif terendah. Kekurangan zat besi sering terjadi dan
harus ditangani dengan suplemen oral.

Halaman | 33
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

Perlu dilakukan tinjauan klinis berkala dengan pengukuran saturasi oksigen


dan pemeriksaan darah lengkap.
4.14.1. Cara Persalinan
Jika kondisi ibu atau janin memburuk, persalinan sesar dini harus
direncanakan. Jika pasien masuk rumah sakit tepat waktu, adanya persalinan
elektif yang terencana, dan anestesi regional inkremental dapat memperbaiki
keluaran maternal.

4.15. Penyakit jantung sianotik tanpa hipertensi pulmonal


Apabila saturasi oksigen saat istirahat adalah <85%, risiko kematian maternal–
fetal adalah tinggi dan kehamilan merupakan kontraindikasi.
Apabila saturasi oksigen saat istirahat adalah 85-90% disarankan untuk
mengukur kembali dengan tes latihan. Apabila saturasi menurun secara
signifikan, pasien harus disarankan bahwa kehamilannya memiliki prognosis
yang buruk.
Apabila saturasi oksigen maternal saat istirahat >90%, prognosis janin baik
(<10% kematian janin). Namun, jika saturasi oksigen maternal, <85%,
kemungkinan kelahiran hidup adalah <12% dan disarankan untuk tidak
hamil.
4.15.1. Tatalaksana
Dilakukan pembatasan aktivitas fisik, pemberian oksigen tambahan, dan
pencegahan stasis vena (penggunaan stoking kompresi dan menghindari posisi
telentang)
Trombo-emboli merupakan risiko utama pada pasien sianosis.
4.15.2. Terapi Medis
LMWH tromboprofilaksis harus dipertimbangkan jika hemostasis darah
normal.
Diuretik dan pemberian zat besi diindikasikan dan dikelola dengan cara yang
sama seperti pada pasien dengan sindrom Eisenmenger.
4.15.3. Cara Persalinan
Persalinan pervaginam disarankan pada sebagian besar kasus. Jika kondisi
maternal atau fetal memburuk, persalinan sesar dini perlu direncanakan.
Persalinan elektif terencana, dan anestesia regional inkremental dapat
meningkatkan keluaran maternal.

34
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

Sindroma Koroner Akut/


Acute Coronary Syndrome (ACS)

Kriteria diagnostik ACS selama kehamilan atau saat nifas yaitu nyeri dada,
perubahan EKG, dan terdeteksinya penanda enzim jantung. Diagnosis secara
tepat seringkali terlambat, karena gejala-gejala yang tampak seringkali salah
dihubungkan dengan kehamilan.
4.15.4. Intervensi dalam kehamilan
Langkah awal pada ACS dengan ST elevasi adalah merujuk pasien segera ke
pusat intervensi berpengalaman untuk diagnostik angiogram dan
percutaneuous coronary intervention (PCI) awal.
Angiografi koroner dengan kemungkinan PCI dipilih untuk trombolisis
karena juga dapat digunakan untuk mendiagnosis diseksi arteri koroner. Pada
wanita dengan ACS ST elevasi dengan kriteria risiko sedang atau tinggi,
merupakan indikasi untuk dilakukan pendekatan invasif untuk menilai
anatomi koroner. Jika pada kondisi stabil, dengan gejala-gejala yang mengarah
ke ACS dengan ST elevasi, dilakukan pengawasan ketat dan terapi medis.
4.15.5. Tatalaksana
Penggunaan ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, dan penghambat renin
dikontraindikasikan selama kehamilan. β-Blocker dan asam asetilsalisilat dosis
rendah relatif aman digunakan, Clopidogrel sebaiknya hanya digunakan
selama kehamilan ketika benar-benar dibutuhkan (misal setelah stenting) dan
untuk durasi pendek diperbolehkan.
4.15.6. Persalinan
Pada sebagian besar kasus, persalinan pervaginam lebih dipilih.
4.15.7. Rekomendasi

 EKG dan kadar troponin harus diperiksa pada kasus wanita hamil
dengan nyeri dada. (Rekomendasi I-C)

Halaman | 35
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

 Angioplasti koroner merupakan terapi reperfusi pilihan untuk STEMI


selama kehamilan. (Rekomendasi I-C)
 Manajemen konservatif perlu dipertimbangkan untuk ACS non-ST
elevasi tanpa kriteria risiko. (Rekomendasi IIa-C)
 Manajemen invasif harus dipertimbangkan untuk ACS non-ST elevasi
(Rekomendasi IIa-C)

Kardiomiopati Peripartum
Etiologi kardiomiopati yang berhubungan dengan kehamilan sangat beragam,
dengan bentuk kardiomiopati didapat dan kardiomiopati turunan
[kardiomiopati peripartum/ peripartum cardiomiopathy (PPCM),
kardiomiopati toksik, kardiomiopati hipertrofik/ hypertrophy Cardiomiopathy
(HCM), kardiomiopati dilatasi/ dilatation cardiomiopathy (DCM), dll].
Kriteria diagnosis dari kardiomiopti peripartum antara lain (semua harus
terpenuhi) (20,21) :
1. Adanya tanda & gejala gagal jantung yang terjadi bulan akhir
kehamilan atau lima bulan pascapersalinan
2. Tidak ditemukannya penyebab dari gagal jantung.
3. Tidak ada penyakit jantung yang diketahui sebelum akhir bulan
kehamilan.
4. Fraksi ejeksi <45%, atau kombinasi dari suatu M-mode fractional
shortening <30% dan dimensi end-diastolic >2,7 cm/m2
PPCM adalah kardiomiopati idiopatik yang ditandai dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kanan sekunder menjelang akhir kehamilan atau
beberapa bulan setelah persalinan. Ini adalah diagnosis eksklusi bila tidak
ditemukan penyebab lain dari gagal jantung. Ventrikel kiri mungkin tidak
membesar, tapi fraksi ejeksi hampir selalu di bawah 45%. Gagal jantung pada
PPCM dapat berkembang sangat cepat.

4.16. Terapi medis


Persalinan segera, tanpa memperhatikan usia kehamilan harus
dipertimbangkan pada wanita dengan gagal jantung stadium lanjut dan

36
Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit Jantung

ketidakstabilan hemodinamik. Segera setelah bayi dilahirkan, dan pasien stabil


secara hemodinamik, terapi standar untuk gagal jantung dapat diterapkan.
Selama kehamilan, penghambat ACE, ARB, dan penghambat renin
dikontraindikasikan karena toksis terhadap janin. Hidralazine dan nitrat dapat
digunakan sebagai pengganti dari penghambat ACE / ARB untuk mengurangi
afterload. Dopamin dapat digunakan jika obat inotropik diperlukan.
Pengobatan β-Blocker diindikasikan untuk semua pasien dengan gagal
jantung, jika ditoleransi. Obat β1-Selektif (yaitu metoprolol) harus
diutamakan. Atenolol tidak boleh digunakan.
Diuretik hanya boleh digunakan jika terdapat kongesti pulmonal karena
diuretik dapat menurunkan aliran darah plasenta. Furosemid dan
hidroklorotiazida adalah yang paling sering digunakan. Antagonis aldosteron
harus dihindari.
Aktivitas koagulasi meningkat selama kehamilan. Dalam konteks penurunan
fraksi ejeksi pada PPCM, pengobatan dengan LMWH atau antikoagulan oral
harus dipertimbangkan. Antikoagulan dianjurkan pada pasien dengan
trombus intrakardiak yang terdeteksi oleh pencitraan atau didapatkan adanya
tanda emboli sistemik, serta pada pasien dengan gagal jantung dan atrial
fibrilasi. LMWH atau antagonis vitamin K direkomendasikan untuk
mencegah stroke.

4.17. Cara persalinan


Persalinan pervaginam selalu lebih baik dibandingkan dengan persalinan
seksio sesarea jika hemodinamik pasien stabil dan tidak ada indikasi obstetrik.
Diperlukan monitor hemodinamik secara ketat dan lebih dipilih analgesia
epidural.
Persalinan lebih awal tanpa memperhatikan usia kehamilan harus
dipertimbangkan pada wanita dengan gagal jantung stadium lanjut dan
ketidakstabilan hemodinamik meskipun dalam pengobatan. Operasi seksio
sesarea direkomendasikan dengan kombinasi anestesi spinal dan epidural.

4.18. Laktasi
Beberapa ACE inhibitor (benazepril, captopril, enalapril) telah teruji pada
wanita menyusui dan dapat digunakan oleh ibu karena aman untuk bayi.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan bromokriptin untuk
terapi standar gagal jantung memiliki efek menguntungkan pada fraksi ejeksi

Halaman | 37
TATALAKSANA PADA KELAINAN SPESIFIK

ventrikel dan memberikan hasil klinis yang baik pada wanita dengan PPCM
berat akut. Selain itu, karena tuntutan metabolisme yang tinggi dari laktasi
dan menyusui, pencegahan pemberian laktasi dapat dipertimbangkan.
Kehamilan berikutnya membawa risiko kekambuhan untuk PPCM sekitar 30-
50%. Ketika fraksi ejeksi belum dinormalisasi, kehamilan berikutnya harus
dicegah. Bahkan jika fraksi ejeksi sudah kembali normal, masih dibutuhkan
konseling dan pemeriksaan dikarenakan adanya risiko kekambuhan saat
kehamilan baru.

 Wanita dengan DCM perlu diinformasikan tentang risiko pemburukan


kondisi selama gestasi dan peripartum. (Rekomendasi I-C)
 Pada pasien dengan riwayat lalu atau riwayat keluarga dengan kematian
mendadak, dilakukan pengawasan ketat. (Rekomendasi I-C)
 Terapi antikoagulasi dengan LMWH atau antagonis vitamin K
direkomendasikan untuk pasien dengan atrial fibrilasi. (Rekomendasi
I-C)
 Perlu dilakukan dengan proteksi β-blocker pada wanita dengan HCM.
(Rekomendasi IIa-C)
 β-blockers harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan HCM atau
ketebalan dinding maksimal >15mm untuk mencegah kongesti
pulmonal mendadak. (Rekomendasi IIa-C)
 Karena kebutuhan metabolik tinggi dari laktasi dan menyusui,
pencegahan laktasi pada PPCM dapat dipertimbangkan.
(Rekomendasi IIb-C)
 Pada wanita dengan PPCM, kehamilan berikutnya tidak
direkomendasikan jika fraksi ejeksi ventrikel kiri tidak kembali normal.
(Rekomendasi III-C)

38
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

5. Obat-Obatan
Pada Kehamilan
Dengan Penyakit Jantung
TRANSFER TO 
CLASSIFI‐ FDA  PLACENTA 
DRUGS  BREAST MILK  ADVERSE EFFECTS 
CATION  CATEGORY  PERMEABLE 
(FETAL DOSE) 
inadequate human 
Monoclonal  studies; should be given 
antibody with  only if the potential 
Abciximab  C  Unknown  Unknown 
antithrombotic  bene t outweights the 
effects  potential risk to the 
fetus. 
Embryophaty (mainly 
Yes (no 
first trimester), bleeding  
Vitamin K  adverse 
Acenocoumarola  D  Yes  (see further discussion 
antagonist  effects 
in section 5 for use 
reported) 
during pregnancy). 
Acetylsalicylic acid  Antiplatelet  No teratogenic effects 
B  Yes  Well‐tolerated 
(low dose)  drug  (large datasets). 
No fetal adverse effects  
Adenosineb  Antiarrhytmic  C  No  No  reported (limited human 
data) 
Unknown (limited 
Aliskiren  Rennin inhibitor  D  Unknown  Unknown 
experience). 
Thyroid insuf ciency 
(9%),hyperthyroidism, 
Antiarrhytmic 
Amiodarone  D  Yes  Yes  goiter, bradycardia, 
(Class III) 
growth retardation, 
premature birth. 
Ampicillin, 
amoxicillin, 
cephalosporins,  No fetal adverse effects  
Antibiotics  B  Yes  Yes 
erythromycin,  reported. 
mezlocillin, 
penicillin 
Imipenem, 
rifampicin,  Risk cannot excluded 
Antibiotics  C  Unkown  Unknown 
teicoplanin,  (limited human data) 
vancomycin 
Aminoglycosides,  Risk to the fetus exist 
quinoloes  Antibiotics  D  Unkown  Unkown  (reserved for vital 
teracyclines  indication) 

Halaman | 39
OBAT-OBATAN PADA KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

Hypospadias (first 
trimester):birth defects, 
low birth weight, 
c ‐blocker (class 
Atenolol   D  Yes  Yes  bradycardia and 
II) 
hypoglycaemia in fetus 
(second and third 
trimester) 
Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
Yese  growth retardation, 
Benazeprild  ACE inhibitor  D  Yes  (maximum  ossication disorders of 
1.6%)  skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 
‐blocker (class  Bradycardia and 
Bisoprol  C  Yes  Yes 
II)  hypoglycaemia in fetus 
Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
Angiotensin II  growth retardation, 
Unkown;not 
Candesartan  receptor  D  Unkown  ossication disorders of 
recomended 
blocker  skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 
Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
e growth retardation, 
Yes (maximum 
Captoprild  ACE inhibitor  D  Yes  ossication disorders of 
1.6%) 
skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 
Antiplatelet  No information during 
Clopidogrel  C  Unkown  Unkown 
drug  pregnancy available. 
My impair absorption of 
Yes‐lowering 
Colestipol,  Lipid‐lowering  fat‐soluble vitamins, e‐g, 
C  Unkown  fat soluble 
cholestyramine  drugs  vitamin K> cerebral 
vitamins 
bleeding (neonatal). 
No side effects (limited 
Danaparoid  Anticoagulant  B  No  No 
human data). 
Cardiac  Serum levels unreliable, 
Digoxinf  C  Yes 
e
Yes  
glycoside  safe. 
Calcium channel  Possible teratogenic 
Diltiazem  C  No  Yese 
clocker (class IV)  effects. 
Antiarrhythmic   
Disopyramide  C  Yes  Yese 
(class 1A)  Uterus contraction. 

40
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
growth retardation, 
d Yese(maximum 
Enalapril   ACE inhibitor  D  Yes  ossication disorders of 
1.6%) 
skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 
Aldosterone  Unkown (limited 
Eplereone  ‐  Unkown  Unkown 
antagonist  experience). 
Lipid‐lowering  No adequate human 
Feno brate  C  Yes  Yes 
drug  data 
Antiarrhytmic  e Unknown (limited 
Flecainide  C  Yes  Yes  
(class 1C)  experience) 
Yes 
New drug, (limited 
Fondaparinux  Anticoagulant  ‐  (maximum  No 
experience) 
10%) 
Well 
tolerated; milk 
Furosemide  Diuretic  C  Yes  Oligohydramnion. 
production 
can reduced 
Lipid‐lowering  No adequate human 
Gem brozil  C  Yes  Unkown 
drug  data. 

Glyceryl trinitrate  Nitrate  B  Unkown  Unkown  Bradycardia, tocolytic 

Long‐term 
application:seldom 
Heparine(low  osteoporosis and 
Anticoagulant  B  No  No 
molecular weigth)  markedly less 
thrombocytopenia than 
UF heparin. 
Long‐term application; 
Heparin 
Anticoagulant  B  No  No  osteoporosis and 
(unfractionated) 
thrombocytopenia. 
Maternal side effects: 
Yese  lupus‐like symptoms; 
Hydralazine  Vasodilator  C  Yes 
(maximum I%)  fetal tachyarrthmias 
(maternal use). 
Yes; milk 
production 
Hydrochlorothiazid  Diuretic  B  Yes  Oligohydramnion. 
can be 
reduced 
Renal or tubular 
dysplasia, 
Angiotensin II 
oligohydramnion, 
Irbesartand  receptor  D  Unknown  Unknown 
growth retardation, 
blocker 
ossication disorders of 
skull, lung hypoplasia, 

Halaman | 41
OBAT-OBATAN PADA KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 

Isosorbide dinitre  Nitrate  B  Unknown  Unknown  Bradycardia. 

Potential synergism with 
Calcium channel 
Isradipine  C  Yes  Unknown  magnesium sulfate may 
blocker 
induce hypotension. 
Intrauterine growth 
retardation (second and 
e third trimester), 
Labetalol  ‐‐blocker  C  Yes  Yes  
neonatal bradycardia 
and hypotension (used 
near term) 
Fetal bradycardia, 
Antiarrhythmic 
Lidocaine  C  Yes  Yese  acidosis, central nervous 
(class IB) 
system toxicity. 
e Mild neonatal 
Methyldopa  Central ‐gonist  B  Yes  Yes  
hypotension. 
‐blocker (class  Bradycardia and 
Metoprolol  C  Yes  Yese 
II)  hypoglycaemia in fetus. 
Antiarrhytmic  e
Mexiletine  C  Yes  Yes   Fetal Bradycardia. 
(class IB) 
Tocolytic;s.I. application 
e  and potential synergism 
Yes
Calcium channel  with magnesium sulfate 
Nifedipine  C  Yes  (maximum 
blocker  may induce hypotension 
1.8%) 
(mother) and fetal 
hypoxia. 

Yes Coumarin‐
(maximum  embryopathy,bleeding 
Vitamin K  10%), well  (see further discussion 
Phenprocoumon  D  Yes 
antagonist  tolerated as  in section in section 5 
inactive  for use during 
metabolite  pregnancy). 
Antiarrhytmic(cl Unknown (limited 
Procainamide  C  Yes  Yes 
ass IA)  experience) 
Unknown (limited 
Propafenone  ACE inhibitor  C  Yes  Unknown 
experience) 
Antiarrhytmic  Bradycardia and 
Propranolol  C  Yes  Yese 
(classIII)  hypoglycaemia in fetus 
Thrombopenia, 
Aldostrone  e
Quinidine  C  Yes  Yes   premature birth, VII th 
antagonist 
nerve toxicity. 
Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
growth retardation, 
d Lipid‐lowering  Yes (maximum 
Ramipril   D  Yes  ossication disorders of 
drugs  1,6%) 
skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 

42
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

Bradycardia and 
Antiarrhytmic  e
Sotatol  B  Yes  Yes   hypoglycaemia in fetus 
(class III) 
(limited experience) 

Yes
(maximum 
Antiandrogenic effects, 
Aldosterone  1.2%); milk 
Spironolactone  D  Yes  oral clefts (first 
antagonist  production 
trimester). 
can be 
reduced 
Lipid‐lowering 
Statinsg  X  Yes  Unknown  Congenital anomalies. 
drugs 
Unknown (limited 
Ticlopidine  Antiplatelet  C  Unknown  Unknown 
experience) 
Renal or tubular 
dysplasia, 
oligohydramnion, 
Angiotensin II  growth retardation, 
Valsartand  receptor  D  Unkown  Unkown  ossication disorders of 
blocker  skull, lung hypoplasia, 
contractures, large joint, 
anemia, intrauterine 
fetal death. 
Calcium channel  Well tolerated (limited 
Verapamil oral  blocker (class  C  Yes  Yese  experience during 
IV)  pregnancy) 
Intravenously use is may 
be associated with a 
Calcium channel 
greater risk of 
Verapamil i.v.  blocker (class  C  Yes  Yese 
hypotension and 
IV) 
subsequent fetal 
hypoperfusion. 
Calcium channel 
No experience of use in 
Vernakalnt  blocker (class  ‐  Unkown  Unkown 
pregnancy. 
III) 
Yes (maximum  Coumarin‐embrypathy, 
10%), well  bleeding (see further 
Vitamin K 
Warfarina  D  Yes  tolerated as  discussion in section 5 
antagonist 
inactive  for use during 
metabolite  pregnancy). 

5.1. Antibiotik Profilaksis


American Heart Association tidak lagi merekomendasikan antibiotik profilaksis
untuk pencegahan endokarditis bakteri selama prosedur yang berhubungan
dengan genitourinaria, seperti persalinan pervaginam dan operasi sesar (2,20).

5.2. Antikoagulan
Beberapa kondisi membutuhkan inisiasi dan antikoagulan selama kehamilan,
seperti pada pasien dengan katup mekanis, riwayat tromboemboli vena,

Halaman | 43
OBAT-OBATAN PADA KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

trombosis vena dalam yang akut atau tromboemboli selama kehamilan,


sindrom antibodi antifosfolipid, dan atrial fibrilasi.

5.3. Rekomendasi

 Antikoagulasi direkomendasikan pada pasien dengan trombus


intrakardiak dideteksi melalui pencitraan atau dengan bukti emboli
sistemik. (Rekomendasi I-A)
 Wanita dengan HF selama kehamilan harus diterapi berdasarkan
panduan terbaru untuk pasien tidak hamil, dengan memperhatikan
kontraindikasi untuk beberapa obat-obat dalam kehamilan.
(Rekomendasi I-B)
 Terapi profilaksis antibiotik selama persalinan tidak direkomendasikan
(Rekomendasi III-C)

44
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

6. Kesimpulan
Penyakit jantung dalam kehamilan memiliki spektrum kelainan yang
berfariasi. Konsep dasar yang perlu diingat adalah sebagai berikut:

 Volume darah dan curah jantung meningkat selama kehamilan normal,


mencapai puncaknya ada akhir trimester kedua.
 Kelainan jantung yang sudah ada sebelumnya harus dievaluasi sehubungan
dengan resiko yang didapatkan selama kehamilan.
 Kontraindikasi terhadap kehamilan mencakup hipertensi pulmonal berat
atau sindrom Eisenmenger, kardiomiopati dengan gejala NYHA kelas III
atau IV, riwayat kardiomiopati peripartum, stenosis katup berat yang tidak
dikoreksi, penyakit jantung sianosis bawaan yang tidak dikoreksi, dan
sindrom Marfan dengan aorta abnormal.
 Pengetahuan terhadap obat-obatan jantung yang masuk dalam kategori
kontraindikasi selama kehamilan sangatlah penting untuk pengobatan
hipertensi dan gagal jantung selama kehamilan.
 Antikoagulasi selama kehamilan memberikan tantangan karena warfarin,
unfractionated heparin, dan LMWH memiliki efek samping terhadap
maternal dan janin.

Halaman | 45
OBAT-OBATAN PADA KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

Referensi
1. Maroo A, Raymond R. Pregnancy and Heart Disease. 2009 January.
2. Regitz‐Zagrosek  V,  Lundqvist  CB,  Borghi  C,  Cifkova  R,  Foidart  JM,  Gibbs  JSR,  et  al.  ESC 
Guidelines  on  the  management  of  cardiovascular  diseases  during  pregnancy.  European 
Heart Journal. 2011. 
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams Obstetrics. 
23rd ed. United States of America: McGraw‐Hill Companies, Inc.; 2010. 
4. Robson  S,  Dunlop  W,  Moore  M,  Hunter  S.  Combined  Doppler  and  echocadiographic.  Br  J 
Obstet Gynaecol. 1987; 94. 
5. Martin SR. Cardiac Disease in Pregnancy. In Foley MR. Obstetric Intensive Care Manual 3rd 
edition. United States: the McGraw‐ Hill Companies, Inc; 2011. p. 91‐110. 
6. Ray P, Murphy GJ, Shutt LE. Recognition and management of maternal cardiac disease in 
pregnancy. British Journal of Anaesthesia. 2004 June; 93(3). 
7. Hunt  SA,  Baker  DW,  Chin  MH,  P  M,  Cinquegrani  ,  Feldmanmd  AM,  et  al.  ACC/AHA 
Guidelines  for  the  Evaluation  and  Management  of  Chronic  Heart  Failure  in  the  Adult: 
Executive Summary. Circulation. 2001 December. 
8. Siu SC, Sermer M, Colman JM, et al. Prospective multicenter study of pregnancy outcomes 
in women with heart disease. Circulation. 2001 July; 104(5): p. 515‐521. 
9. Drenthen W, Pieper P, Roos‐Hesselink J, van Lottum W, Voors A. Outcome of pregnancy in 
women  with  congenital  heart  disease:  a  literature  review.  J Am Coll  Cardiol.  2007;  49:  p. 
2303–2311. 
10. Braunwald E. Disorder of the Cardiovascular System. In Harrison TR. Harrison's Principles of 
Internal Medicine. United States of America: McGraw‐Hill Companies, Inc.; 2005. 
11. Dob D, Yentis S. Practical management of the parturient with congenital heart disease. Int J 
Obstet Anesth. 2006; 15(137‐144). 
12. Bonica  J,  McDonald  J.  Principles  and  Practice  of  Obstetric  Analgesia  and  Anesthesia.  2nd 
ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1994. 
13. Blake  M,  Martin  A,  Manktelow  B,  Armstrong  C,  Halligan  A,  Panerai  R.  Changes  in 
baroreceptor  sensitivity  for  heart  rate  during  normotensive  pregnancy  and  the 
puerperium. Clin Sci (Lond). 2000; 98: p. 259 – 268. 
14. Foley M, Lockwood C, B Gersh VB. Maternal cardiovascular and hemodynamic adaptation 
to pregnancy. Uptodate. 2010. 
15. Labriolle  Ad,  Genee  O,  Heggs  L,  Fauchier  L.  Acute  myocardial  infarction  following  oral 
methyl‐ergometrine intake. Cardiovasc Toxicol. 2009; 9. 
16. Svanstrom  M,  Biber  B,  Hanes  M,  Johansson  G,  Naslund  U,  Balfors  E.  Signs  of  myocardial 
ischaemia  after  injection  of  oxytocin:  a  randomized  double‐blind  comparison  of  oxytocin 
and methylergometrine during Caesarean section. Br J Anaesth. 2008; 100. 
17. Kilic S, Yuksel B, Doganay M, Bardakci H, Akinsu F, Uzunlar O. The effect of levonorgestrel‐
releasing  intrauterine  device  on  menorrhagia  in  women  taking  anticoagulant  medication 
after cardiac valve replacement. Contraception. 2009; 80. 
18. Sciscione  A,  Callan  N.  Congenital  heart  disease  in  adolescents  and  adults  Pregnancy  and 
contraception. Cardiol Clin. 1993; 11. 

46
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

19. Leonard  H,  O’Sullivan  J,  Hunter  S.  Family  planning  requirements  in  the  adult  congenital 
heart disease clinic. Heart. 1996; 76. 
20. Wilson W, Taubert K, Gewitz M. Prevention of infective endocarditis: guidelines from the 
American Heart Association. Circulation. 2007 October; 15. 
21. Bickley  LS,  Szilagyi  PG.  Pocket  Guide  to  Physical  Examination  and  Histroy  Taking.  6th  ed.: 
Lippincott Williams & Wilkins; 2009. 
22. Royal  College  of  Obstetricians  and  Gynecologists.  Cardiac  Disease  and  Pregnancy.  Good 
Practice No.13. 2011 June. 
23. ACOG  Committee  Opinion.  Guidelines  for  diagnostic  imaging  during  pregnancy  Number 
299. Obstet Gynecol. 2004 September; 104: p. 647‐651. 
24. Warnes C, Williams R, Bashore T, Child J, Connolly H, Dearani J. ACC/AHA 2008 Guidelines 
for the Management of Adults with Congenital Heart Disease: Executive Summary: a report 
of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice 
Guidelines. Circulation. 2008; 118: p. 2395–2451. 
25. Bonow  R,  Carabello  B,  Chatterjee  K,  de Leon  AJ,  Faxon  D,  Freed  M.  Focused  update 
incorporated  into  the  ACC/AHA  2006  guidelines  for  the  management  of  patients  with 
valvular  heart  disease:  a  report  of  the  American  College  of  Cardiology/American  Heart 
Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation. 2008; 118: p. e523–e661. 

Halaman | 47
OBAT-OBATAN PADA KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

Lampiran
Lampiran 1. Kelas rekomendasi

Lampiran 2. Level bukti

48
Pedoman Penyakit Jantung dalam Kehamilan di Indonesia

Lampiran 3. Gradasi murmur (2 1)


Grade Description
Very faint, heard only after listener has “turned in’; may not
1
be heard in all posistions
Quiet, but heard immediately after placing sthethoscope on
2
the chest
3 Moderately loud
4 Loud, with palpable thrill
Very loud, with thrill. May be heard when stethoscope is
5
partly off the chest
Very loud, with thrill. May be heard with stethoscope
6
entirely off the chest

Halaman | 49

Anda mungkin juga menyukai