Anda di halaman 1dari 56

PANDUAN PELAYANAN

KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT PADA MASA
COVID-19

HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT


DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI)
2020
PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19

Penulis:
Amelia Kurniati, S.Kp., MN
Ns. Arcellia Farosyah Putri, S.Kep.,M.Sc
Ns. Eri Yanuar A.B.S,S.Kep.,Ns. M.N.Sc.(I.C)
Ns. M. Irvan Firdaus,S.Kep
Ns. Uke Pemila, M.Kep., Sp.KMB
Ns. Deny Kurniawan, S.Kep., MM

Editor:
Amelia Kurniati, S.Kp., MN

Tata letak isi:


Ns. Eri Yanuar A. B. S,S.Kep.,Ns. M.N.Sc.(I.C)

Penerbit:
Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI)

Edisi pertama: Mei 2020

Hak Penerbitan
©2020 Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI)

No. ISBN:

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


i
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
SAMBUTAN
Assalamu alaikum Wr. Wb.

Salam HIPGABI, Bersatu, Berkualitas, Sejahtera……

Puja dan puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Alloh SWT, berkat karunia dan hidayah-
Nya kita semua diberikan nikmat sehat serta umur panjang sehingga tim bisa menyelesaikan
penyusunan Buku Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat COVID-19.

Buku Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam memberikan pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat mulai dari Kegawatdaruratan Pra Hospital hinggal Pelayanan Intra Hospital khususnya
di ruang IGD pada pasien dengan COVID-19.

Buku pedoman ini merupakan hasil kerja keras dan kerja cerdas para insan HIPGABI dibawah
Koordinator Team Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 DPP HIPGABI berdasarkan SK
NOMOR : KEP.031/DPP HIPGABI/III/2020 beserta sejawat yang tergabung dalam Team Ilmiah
COVID-19 DPP HIPGABI Provinsi serta Tim Editor.

Untuk hal tersebut saya sampaikan apresiasi yang setinggi tingginya kepada Tim Gugus Tugas
Penanggulangan COVID-19 DPP HIPGABI yaitu Ns. Ahmad Furqonuddin, S.Kep, beserta Tim
Ilmiah COVID-19 DPP HIPGABI (Amelia, S.Kp.,MN; Ns. Eri Yanuar, S.Kep.,MN.Sc.(I.C); Ns.
Arcellia Farosyah Putri, S.Kep.,M.Sc; Ns. M. Irvan Firdaus,S.Kep, dan Tim Pendidikan dan
Pelatihan (DIKLAT) HIPGABI (Ns. Uke Pemila, M.Kep.,Sp.KMB; Ns. Deny Kurniawan,
S.Kep.MM) yang telah banyak menyumbangkan pikiran, gagasan serta waktunya sehingga
buku pedoman ini bisa tersusun.

Buku Pedoman ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu seiring berjalannya kegiatan
dan digunakannya Buku Pedomam ini saran dan masukan terhadap revisi edisi berikutnya
sangat kami harapkan.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


ii
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Sekali lagi kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh sejawat yang telah berkontribusi
terhadap penyusunan Buku Pedoman ini, semoga bisa menjadikan amal ibadah kita bagi
perkembangan profesi keperawatan umumnya dan pelayanan keperawatan gawat darurat
dan bencana khususnya pada wabah COVID-19 ini.

Billlahi ta’ufik walhidayah wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam HIPGABI, Bersatu, Berkualitas, Sejahtera.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.


Ketua Umum DPP HIPGABI

Ns. Welas Riyanto,S.Kep,M.Kep, Sp.Kep.MB


NIRA : 31710022807

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


iii
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ............................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iv
LATAR BELAKANG .................................................................................................................... vi
SEKILAS COVID-19..................................................................................................................... 1
TRIASE PASIEN COVID-19 ......................................................................................................... 3
A. Pedoman Umum Triase Pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) ................ 3
B. Triage: Deteksi Dini Pasien dalam Pengawasan COVID-19 ........................................... 4
C. Deteksi COVID-19 sesuai dengan manifestasi klinis COVID-19..................................... 7
D. Skor Peringatan Dini (EWS Skrining) COVID-19: Alat Skrining Multi-Parameter Untuk
Mengidentifikasi Pasien Yang Diduga Tinggi COVID-19 ........................................................ 9
PENANGANAN PASIEN COVID-19 DI INSTALASI GAWAT DARURAT ....................................... 12
A. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan ........................................................................ 12
B. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS ......................................................... 13
C. Manajemen Syok Septik ............................................................................................. 16
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN BANTUAN HIDUP JANTUNG LANJUT (BHJL) PADA PASIEN
COVID-19 ................................................................................................................................ 19
A. Prinsip Umum Resusitasi pada Pasien yang Diduga dan Dikonfirmasi COVID-19....... 19
B. Bantuan Hidup Dasar di Pre-Hospital ......................................................................... 21
C. Resusitasi di Intra Hospital ......................................................................................... 22
D. Pertimbangan Khusus untuk Ibu Hamil dan Neonatus ............................................... 24
TRANSPORTASI PASIEN COVID -19 ......................................................................................... 30
A. Prinsip Umum Transportasi Pasien COVID-19 ............................................................ 30
B. Masalah dan Solusi Transportasi untuk Pasien COVID-19 .......................................... 30
ALAT PELINDUNG DIRI ............................................................................................................ 33
A. Pendahuluan............................................................................................................... 33
B. Prinsip yang harus dipenuhi dalam pemilihan APD .................................................... 33
C. Jenis APD yang Direkomendasikan untuk Disediakan dalam Penanganan COVID-19 33
D. Cara pemakaian dan pelepasan APD .......................................................................... 37
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN COVID-19 ................................... 42
A. Pendahuluan............................................................................................................... 42
B. Pengkajian .................................................................................................................. 42
C. Diagnosis Keperawatan .............................................................................................. 43
D. Luaran Keperawatan .................................................................................................. 43
E. Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 44
PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19
iv
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 47

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


v
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
LATAR BELAKANG

Coronavirus-19 (COVID-19) telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO,2020).
Coronavirus adalah zoonosis atau virus yang ditularkan antara hewan dan manusia. Virus dan
penyakit ini diketahui berawal di kota Wuhan, Cina sejak Desember 2019. Per tanggal 21 April
2020, di Indonesia terdapat 6760 kasus terkonfrmasi, 5423 dalam perawatan, 747 pasien
sembuh dan 590 orang meningal dunia.

Presiden Republik Indonesia telah menyatakan status penyakit ini menjadi tahap Tanggap
Darurat pada tanggal 17 Maret 2020. Presiden juga telah mengeluarkan Keputusan Presiden
No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona yang diketuai oleh
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Gugus Tugas ini bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan; mempercepat penanganan COVID-
19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah; meningkatkan
antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran COVID- 19; meningkatkan sinergi pengambilan
kebijakan operasional; dan meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah,
mendeteksi, dan merespons terhadap COVID-19.

Dalam rangka penanganan cepat COVID-19 diperlukan Panduan Pelayanan Keperawatan


Gawat Darurat Pada Masa Covid 19. Pedoman ini diharapkan dapat memberikan arahan
kepada pelaksana teknis lapangan Keperawatan Gawat Darurat pada kasus COVID-19.
Pedoman ini dibuat berdasarkan pada Kemkes RI, WHO, CDC serta jurnal dan artikel terbaru
yang tim dapatkan. Pedoman ini tentu masih banyak kekurangan dan kami mengharapkan
masukan dari pembaca sekalian.

Hormat kami,

Tim Ilmiah Gugus Tugas COVID 19


Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI)

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


vi
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
SEKILAS COVID-19

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan
sampai berat. Virus Corona sudah dikenal sejak tahun 1930-an dan diketahui terdapat pada
hewan. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang
dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus
penyebab COVID-19 ini dinamakan SARS-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan
antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing
luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi
sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.

Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak
diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina
mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru
coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah
menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public
Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus
COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.

Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan
batuk/bersin (droplet) dan tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko tertular penyakit
ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien
COVID-19. Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui cuci
tangan secara teratur menggunakan sabun dan air bersih, menerapkan etika batuk dan
bersin, menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta menghindari
kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk
dan bersin. Selain itu, menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di
fasilitas kesehatan terutama unit gawat darurat.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


1
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Virus Corona sebagian besar akan menempel pada dinding saluran pernapasan sejak dari liang
hidung sampai dengan ujung terdalam saluran paru-paru (gelembung paru-paru / alveolus).
Beberapa literatur terbaru juga melaporkan adanya virus corona yang menempel di reseptor
saluran pencernaan.

Gambar 1. Struktur Sistem Pernafasan Manusia


Sumber: Basic Medical Key
(https://basicmedicalkey.com/wp-content/uploads/2016/09/B9780323088541000345_f34-01-9780323088541.jpg)

Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan seperti
demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi
terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia,
sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis
yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus
mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di
kedua paru.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


2
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
TRIASE PASIEN COVID-19

A. Pedoman Umum Triase Pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD)


• Pastikan tenaga kesehatan dan petugas di triase:
o Memahami pentingnya alat perlindungan diri serta terlatih untuk memilih dan
menggunakan serta melepaskannya dengan benar
o Terlatih mengenali gejala-gejala infeksi COVID-19 dan memberikan masker medis
kepada kasus-kasus suspek
o Memahami kasus dan dapat menetapkan keputusan di titik triase tempat
bertugas
o Segera mengisolasi kasus suspek
o Selalu membersihkan tangan setiap kali melalukan kontak dengan pasien atau
keluarga.
• Tempatkan informasi seperti poster dan brosur tentang cara melakukan pencegahan
penularan COVID-19 seperti cuci tangan dan memakai masker.
• Siapkan titik-titik cuci tangan lengkap dengan antiseptik alkohol atau sabun dan air

Gambar 2. Manajemen Layanan Fasilitas Kesehatan


(Sumber: Materi Komunikasi Risiko COVID-19 untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan WHO)

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


3
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
B. Triage: Deteksi Dini Pasien dalam Pengawasan COVID-19
Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat bahkan sampai terjadi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik. Deteksi dini manifestasi
klinis akan dapat menentukan secara tepat penerapan tatalaksana dan level penempatan
pasien sesuai kondisinya. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan kecuali ada
kekhawatiran untuk perburukan yang cepat sesuai dengan pertimbangan medis. Semua
pasien yang pulang ke rumah harus memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami
perburukan. Pertimbangkan COVID-19 sebagai etiologi ISPA berat.

Pengkajian triase primer berbeda dengan triase sekunder. Pengkajian triase primer berfokus
pada keluhan awal pasien datang ke IGD dan riwayat kontak dengan pasien COVID-19 atau
riwayat ke tempat terindikasi COVID-19. Pengkajian di triase sekunder IGD ISPA dapat
memakai list manisfestasi klinis COVID-19 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Pedoman
Rev 4.0 serta Early Warning System skrining COVID-19 untuk menetapkan tindakan yang
dilakukan (lihat Tabel 1 untuk pengkajian pada triase primer untuk COVID-19 dan Tabel 3 EWS
skrining COVID-19).

Alur Triase Pasien di IGD:


1. Siapkan triase primer (initial) di pintu masuk di IGD sebelum masuk ruang tunggu untuk
skrining awal pasien terhadap COVID-19. Bedakan antara ruang IGD ISPA dengan IGD non
ISPA. Hal ini membatasi kemungkinan penularan infeksi melalui pusat pelayanan
kesehatan
2. Kaji pasien:
a. keluhan datang ke IGD,
b. riwayat kontak dengan penderita COVID-19,
c. riwayat berpergian ke area terindikasi COVID-19.
3. Pasien dengan keluhan non ISPA dan tanpa riwayat kontak dengan penderita COVID-19
atau riwayat berpergian ke area terindikasi COVID-19 maka rujuk ke IGD non ISPA untuk
dilakukan pengkajian dan treatmen sesuai kondisi

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


4
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
4. Pasien tanpa keluhan namun memiliki riwayat kontak dengan penderita COVID-19 atau
riwayat berpergian ke area terindikasi COVID-19 maka dianjurkan ke poli ISPA untuk
skrining COVID-19
5. Pasien dengan keluhan gangguan pernapasan mengarah ke COVID-19 dan riwayat
riwayat kontak dengan penderita COVID-19 atau berpergian ke area terindikasi COVID-
19 maka diarahkan ke IGD ISPA
6. Pada IGD ISPA, dilakukan triase sekunder, kaji kondisi pasien. Gunakan list manisfestasi
klinis Kemkes Rev 4.0 atau EWS skrining COVID-19
7. Berdasarkan tingkat kondisi pasien kolaborasikan penempatan dan tindakan yang perlu
dilakukan.

Tabel 1. Pengkajian di Triage Primer


Komponen Pengkajian
Batuk/sakit tenggorokan/hidung tersumbat Ya Tidak
Sesak/peningkatan frekuensi napas/SpO2 <90% Ya Tidak
Demam Ya Tidak
Riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 Ya Tidak
Riwayat perjalanan dari negara/wilayah transmisi lokal Ya Tidak

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


5
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Gambar 2. Algoritme Triase Pada Masa COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


6
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
C. Deteksi COVID-19 sesuai dengan manifestasi klinis COVID-19.
Berikut manifestasi klinis yang dapat dijadikan dasar untuk mendeteksi pasien yang terinfeksi
COVID-19:
Tabel 2. Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19
Uncomplicated illness Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri
tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri
otot. Perlu waspada pada usia lanjut dan imunocompromised
karena gejala dan tanda tidak khas.
Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia
berat.
Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan
bernapas + napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan, ≥60x/menit;
2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit dan tidak ada
tanda pneumonia berat.
Pneumonia berat / Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam
ISPA berat pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi
napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi
oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah
setidaknya satu dari berikut ini:
• sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding
dada yang berat);
• tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea:
<2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun,
≥40x/menit;>5 tahun, ≥30x/menit.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


7
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.
Distress Syndrome Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru):
(ARDS) opasitas bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung
atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti
ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema
bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.
Kriteria ARDS pada dewasa:
• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O,
atau yang tidak diventilasi)
• ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200 mmHg dengan
PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
• ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O,
atau yang tidak diventilasi)
• Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan
ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi)
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan
Oxygenation Index menggunakan SpO2:
• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel
noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan
menggunakan full face mask
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8
atau 5 ≤ OSI <7,5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI <12,3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa
disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau
terbukti infeksi*. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan
status mental/kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen rendah,

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


8
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
urin output menurun, denyut jantung cepat, nadi lemah,
ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah,
ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium
menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat
yang tinggi, hiperbilirubinemia.
Pasien anak: Dikategorikan sepsis jika terdapat lebih dari dua
(≥2) kriteria untuk systemic inflammatory response syndrome
(SIRS), dan disertai salah satu dari: suhu tubuh abnormal atau
jumlah sel darah putih abnormal.
Syok septik Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan
kadar laktat serum> 2 mmol/L.

Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah


normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut:
perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia
(HR <90 x/menit atau >160 x/menit pada bayi dan HR
<70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu pengisian
kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi
hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam
petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia
atau hipotermia.

D. Skor Peringatan Dini (EWS Skrining) COVID-19: Alat Skrining Multi-Parameter Untuk
Mengidentifikasi Pasien Yang Diduga Tinggi COVID-19
Praktik di lapangan menunjukkan bahwa deteksi pasien yang dicurigai COVID-19 tetap
menjadi masalah. Hal ini terjadi karena kekurangan alat deteksi nukleat asam SARS-CoV-2
dan hasil negatif palsu yang disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kualitas sampel yang
diambil, jumlah virus dan tahap penyakit. Akibat kurangnya alat, maka para ahli telah

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


9
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
mengusulkan cara skrining yang akurat untuk pasien yang dicurigai COVID 19 dengan
pemeriksaan CT scan paru. Namun, skrining berdasarkan temuan CT scan paru sangat
tergantung pada pengalaman dokter dan efektivitasnya masih terbatas karena pada pasien
COVID-19 ringan sering tidak ditemukan pneumonia pada pencitraan, atau atipikal.

Dalam mengatasi hal tersebut dibuatlah skor peringatan dini (EWS COVID-19) yang mudah
didapat untuk skrining COVID-19. Penilaian dengan menggunakan EWS COVID-19
memungkinkan tenaga kesehatan untuk mendeteksi lebih cepat dan relatif akurat
mendeteksi pasien COVID-19, terutama ketika kapasitas deteksi nukleat relatif kurang.
Pemakaian EWS COVID-19 hampir sama dengan pemakaian EWS yang telah dilakukan di
pelayanan kesehatan. Early Warning Score (EWS) disini gunakan sebagai skrining apakah
pasien memiliki kemungkinan besar COVID-19.
Tabel 3. COVID-19 EARLY WARNING SCORE (COVID-19 EWS SKRINING)
Parameter Pengkajian Skor
Tanda pneumonia dengan CT Scan Paru Ya 5
Riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 Ya 5
Demam Ya 3
Usia > 44 tahun 1
Jenis Kelamin Laki-laki 1
Suhu maximal (diukur sejak onset sampai ke RS) > 37.8o C (100o F) 1
Gejala gangguan respirasi (batuk, dahak dan dispneu) > 1 gejala 1
Rasio neutrofil dan limfosit > 5,8 1
Pasien dicurigai tinggi COVID-19 > 10
Referensi: Song, C. Y., Xu, J., He, J. Q., & Lu, Y. Q. (2020). COVID-19 early warning score: a multi-parameter screening tool to
identify highly suspected patients. medRxiv.

Untuk EWS modifikasi yang digunakan dalam monitoring pasien dalam perawatan COVID-19
di ruang rawat inap dapat melihat tabel di bawah ini. EWS ini dapat digunakan sebagai dasar
bagi RS yang merawat pasien yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


10
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Tabel 4. EARLY WARNING SCORE (EWS) UNTUK PASIEN COVID-19
Parameter 3 2 1 0 1 2 3
Usia < 65 > 65
Laju Respirasi <8 9 - 11 12 – 20 21 – 24 >25
Saturasi Oksigen < 91 92 – 93 94 – 95 > 96
Oksigen Tambahan Ya Tidak
Tekanan Darah < 90 91 – 100 101 - 110 111 – 219 >220
Sistolik
Nadi < 40 41 – 50 51 – 90 91 – 110 111-130 >131
Kesadaran Alert Somnolen
Letargi
Koma
Gelisah
Suhu < 35,0 35,1 – 36,0 36,1-38,0 38,1-39,0 >39,1
Referensi: Liao, X., Wang, B., & Kang, Y. (2020). Novel coronavirus infection during the 2019–2020 epidemic: preparing
intensive care units—the experience in Sichuan Province, China. Intensive care medicine, 46(2), 357-360.
Tabel 5. RESPON EARLY WARNING SCORE (EWS) UNTUK PASIEN COVID-19
Early Warning Risk Level Frekuensi Respon Klinis Solusi
Skor Grading Kewaspadaan Monitoring
(EWS)
/ Setiap 12 jam Monitoring Rutin /
0 (atau 1 shift
sekali)
Rendah Kuning Setiap 6 jam Evaluasi oleh Perawat Pertahankan
1-4 (atau 1 shift 2 frekuensi
kali) monitoring/
Tingkatkan frekuensi
monitoring/
Beritahu dokter
Total: Medium Oranye Setiap 1 – 2 jam Perawat Pertahankan terapi/
5-6 atau memberitahukan Sesuaikan rencana
3 dalam satu dokter untuk terapi/
parameter melakukan evaluasi Konsultasi dengan
Rapid Response
Team jarak jauh
Perawat Konsultasi dengan
memberitahukan Rapid Response
dokter untuk evaluasi Team on-site
>7 Tinggi Merah Kontinyu kegawatan/
Konsultasi dengan
Rapid Response Team
jarak jauh
• Pasien yang mengalami keparahan dengan
penyakit irreversible yang sudah terminal
dan menghadapi kematian seperti trauma
>7 otak irreversibel, gagal organ multipel
Tinggi Hitam Kontinyu
irreversibel, penyakit ginjal atau paru kronis
terminal, metastase tumor, dan sebagainya
• Harus didiskusikan dengan DPJP untuk
admisi ICU
Referensi: Liao, X., Wang, B., & Kang, Y. (2020). Novel coronavirus infection during the 2019–2020 epidemic: preparing
intensive care units—the experience in Sichuan Province, China. Intensive care medicine, 46(2), 357-360.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


11
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
PENANGANAN PASIEN COVID-19 DI INSTALASI GAWAT DARURAT

A. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan


1. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat dan distress
pernapasan, hipoksemia, atau syok.
a. Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal kanul dan titrasi
untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan orang dewasa yang tidak hamil
serta SpO2 ≥ 92%-95% pada pasien hamil.
b. Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau apneu, distres
pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau kejang) harus diberikan terapi
oksigen selama resusitasi untuk mencapai target SpO2 ≥94%;
c. Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse oksimetri dan
sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan
kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.
d. Terapkan pemakaian alat pelindung diri level 3 dan kewaspadaan kontak saat
memegang alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka
sederhana, sungkup dengan kantong reservoir) untuk pasien dalam pengawasan
atau terbukti COVID-19 karena dapat menyebabkan aerosolisasi.

2. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat tanpa syok.
Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan intravena, karena
resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam kondisi
keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.

3. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada kasus sepsis


(termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan antibiotik empirik yang tepat
secepatnya dalam waktu 1 jam.
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan diagnosis klinis (pneumonia komunitas,
pneumonia nosokomial atau sepsis), epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


12
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
pengobatan. Terapi empirik harus di de-ekskalasi (diturunkan dosisnya) apabila sudah
didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.

4. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan


pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan
efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI, termasuk infeksi
oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan replikasi virus mungkin
berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan
untuk alasan lain.

5. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami perburukan
seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan suportif secepat
mungkin.

6. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan dan


penilaian prognosisnya.
Perlu menentukan terapi mana yang harus dilanjutkan dan terapi mana yang harus
dihentikan sementara. Berkomunikasi secara proaktif dengan pasien dan keluarga
dengan memberikan dukungan dan informasi prognostik.

7. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan penyesuaian dengan
fisiologi kehamilan.
Persalinan darurat dan terminasi kehamilan menjadi tantangan dan perlu kehati-
hatian serta mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia kehamilan, kondisi ibu
dan janin. Perlu dikonsultasikan ke dokter kandungan, dokter anak dan konsultan
intensive care.

B. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS


1. Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress pernapasan
mengalami kegagalan terapi oksigen standar

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


13
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Pasien dapat mengalami peningkatan kerja pernapasan atau hipoksemi walaupun
telah diberikan oksigen melalui sungkup tutup muka dengan kantong reservoir (10
sampai 15 L/menit, aliran minimal yang dibutuhkan untuk mengembangkan kantong;
FiO2 antara 0,60 dan 0,95). Gagal napas hipoksemi pada ARDS terjadi akibat
ketidaksesuaian ventilasi-perfusi atau pirau/pintasan (shunt) dan biasanya
membutuhkan ventilasi mekanik.

2. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan berpengalaman


dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi airborne.
Pasien dengan ARDS, terutama anak kecil, obesitas atau hamil, dapat mengalami
desaturasi dengan cepat selama intubasi. Pasien dilakukan pre- oksigenasi sebelum
intubasi dengan Fraksi Oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit, melalui sungkup muka
dengan kantong udara, bag-valve mask, HFNO atau NIV dan kemudian dilanjutkan
dengan intubasi. Untuk keamanan saat intubasi hentikan kompresi saat RJP dan juga
bisa digunakan headbox untuk melindungi dari kontaminasi.

Gambar 3. Headbox Intubasi


Sumber: VUMC Emergency Medicine COVID-19 Intubation/AGP Acrylic Box Frame and Technique
(https://www.youtube.com/watch?v=sxn6Uov4SDg)

3. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg prediksi berat
badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi rendah (tekanan plateau
<30 cmH2O).
Sangat direkomendasikan untuk pasien ARDS dan disarankan pada pasien gagal napas
karena sepsis yang tidak memenuhi kriteria ARDS.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


14
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
a. Perhitungkan PBW pria = 50 + 2,3 [tinggi badan (inci) -60], wanita = 45,5 + 2,3
[tinggi badan (inci)-60]
b. Pilih mode ventilasi mekanik
c. Atur ventilasi mekanik untuk mencapai tidal volume awal = 8 ml/kg PBW
d. Kurangi tidal volume awal secara bertahap 1 ml/kg dalam waktu ≤ 2 jam sampai
mencapai tidal volume = 6ml/kg PBW
e. Atur laju napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih dari 35 kali/menit)
f. Atur tidal volume dan laju napas untuk mencapai target pH dan tekanan plateau

Hipercapnia diperbolehkan jika pH 7,30-7,45. Protokol ventilasi mekanik harus


tersedia. Penggunaan sedasi yang dalam untuk mengontrol usaha napas dan
mencapai target volume tidal. Prediksi peningkatan mortalitas pada ARDS lebih akurat
menggunakan tekanan driving yang tinggi (tekanan plateau−PEEP) di bandingkan
dengan volume tidal atau tekanan plateau yang tinggi.

4. Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa hipoperfusi jaringan


Hal ini sangat direkomendasikan karena dapat mempersingkat penggunaan ventilator.

5. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan PEEP lebih
tinggi dibandingkan PEEP rendah.
Titrasi PEEP diperlukan dengan mempertimbangkan manfaat (mengurangi
atelektrauma dan meningkatkan rekrutmen alveolar) dan risiko (tekanan berlebih
pada akhir inspirasi yang menyebabkan cedera parenkim paru dan resistensi vaskuler
pulmoner yang lebih tinggi). Untuk memandu titrasi PEEP berdasarkan pada FiO2 yang
diperlukan untuk mempertahankan SpO2. Intervensi recruitment manoueuvers (RMs)
dilakukan secara berkala dengan CPAP yang tinggi [30-40 cm H2O], peningkatan PEEP
yang progresif dengan tekanan driving yang konstan, atau tekanan driving yang tinggi
dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko.

6. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2<150) tidak dianjurkan secara rutin


menggunakan obat pelumpuh otot.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


15
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
7. Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena dapat
mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan sistem closed suction
kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya hubungan ventilasi mekanik
dan pasien (misalnya, ketika pemindahan ke ventilasi mekanik yang portabel).

C. Manajemen Syok Septik


1. Kenali tanda syok septik
a. Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi
cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan
kadar laktat serum> 2 mmol/L.
b. Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) < persentil 5 atau >2 standar
deviasi (SD) di bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut:
perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau
>160 x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu
pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau purpura; peningkatan
laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.
Keterangan: Apabila tidak ada pemeriksaan laktat, gunakan MAP dan tanda klinis
gangguan perfusi untuk deteksi syok. Perawatan standar meliputi deteksi dini dan
tatalaksana dalam 1 jam; terapi antimikroba dan pemberian cairan dan vasopresor
untuk hipotensi. Penggunaan kateter vena dan arteri berdasarkan ketersediaan dan
kebutuhan pasien.

2. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik 30 ml/kg.
Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan bolus cepat 20 ml/kg
kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam 1 jam pertama.

3. Jangan gunakan kristaloid hipotonik, starch/kanji, atau gelatin untuk resusitasi.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


16
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
4. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal napas. Jika tidak
ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul tanda-tanda kelebihan cairan
(seperti distensi vena jugularis, ronki basah halus pada auskultasi paru, gambaran
edema paru pada foto toraks, atau hepatomegali pada anak-anak) maka kurangi
atau hentikan pemberian cairan.
a. Kristaloid yang diberikan berupa salin normal dan Ringer Laktat. Penentuan
kebutuhan cairan untuk bolus tambahan (250-1000 ml pada orang dewasa atau
10-20 ml/kg pada anak-anak) berdasarkan respons klinis dan target perfusi.
Target perfusi meliputi MAP >65 mmHg atau target sesuai usia pada anak-anak,
produksi urin (>0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anak-anak),
dan menghilangnya mottled skin, perbaikan waktu pengisian kembali kapiler,
pulihnya kesadaran, dan turunnya kadar laktat.
b. Pemberian resusitasi dengan starch (kanji) lebih meningkatkan risiko kematian
dan acute kidney injury (AKI) dibandingkan dengan pemberian kristaloid. Cairan
hipotonik kurang efektif dalam meningkatkan volume intravaskular dibandingkan
dengan cairan isotonik. Surviving Sepsis menyebutkan albumin dapat digunakan
untuk resusitasi ketika pasien membutuhkan kristaloid yang cukup banyak, tetapi
rekomendasi ini belum memiliki bukti yang cukup (low quality evidence).

5. Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah diberikan


resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal tekanan darah adalah
MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan dengan usia.

6. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan cermat tanda-
tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika ekstravasasi terjadi, hentikan
infus. Vasopresor juga dapat diberikan melalui jarum intraoseus.

7. Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamine) jika perfusi tetap


buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah sudah mencapai target
MAP dengan resusitasi cairan dan vasopresor.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


17
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
a. Vasopresor (yaitu norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan dopamin) paling aman
diberikan melalui kateter vena sentral tetapi dapat pula diberikan melalui vena
perifer dan jarum intraoseus. Pantau tekanan darah sesering mungkin dan titrasi
vasopressor hingga dosis minimum yang diperlukan untuk mempertahankan
perfusi dan mencegah timbulnya efek samping.
b. Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien dewasa; epinefrin atau
vasopresin dapat ditambahkan untuk mencapai target MAP. Dopamin hanya
diberikan untuk pasien bradikardia atau pasien dengan risiko rendah terjadinya
takiaritmia. Pada anak-anak dengan cold shock (lebih sering), epinefrin dianggap
sebagai lini pertama, sedangkan norepinefrin digunakan pada pasien dengan warm
shock (lebih jarang).

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


18
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN BANTUAN HIDUP JANTUNG LANJUT
(BHJL) PADA PASIEN COVID-19

A. Prinsip Umum Resusitasi pada Pasien yang Diduga dan Dikonfirmasi COVID-19
1. Mengurangi paparan tenaga kesehatan ke COVID-19
Rasional: Sangat penting untuk tenaga kesehatan melindungi diri dan kolega dari
paparan yang tidak perlu.

Strategi:
a. Sebelum memasuki lokasi, semua penyelamat harus mengenakan APD yang sesuai
(disarankan level 3) untuk menjaga dari kontak dengan partikel udara dan droplet.
b. Batasi personil di ruangan resusitasi.
c. Pertimbangkan untuk mengganti kompresi dada manual dengan perangkat CPR
mekanis untuk mengurangi jumlah penyelamat yang diperlukan untuk orang
dewasa dan remaja yang memenuhi kriteria tinggi dan berat sesuai dengan mesin
mekanis.
d. Berkomunikasi tentang status pasien COVID-19 ke tenaga kesehatan yang akan
datang sebelum kedatangan mereka di tempat kejadian atau menerima pasien
saat mentransfer ke rumah sakit rujukan.

2. Prioritaskan strategi oksigenasi dan ventilasi dengan risiko aerosolisasi yang lebih
rendah.
Rasional: Prosedur intubasi memiliki risiko aerosolisasi yang tinggi, jika pasien
diintubasi dengan endotrakeal tube yang memiliki cuff dan dihubungkan ke ventilator
dengan filter high-efficiency particulate air (HEPA) di exhalation dan juga penggunaan
in-line (closed) suction catheter akan menghasilkan sirkuit tertutup yang
menyebabkan risiko aerosolisasi yang lebih rendah daripada bentuk ventilasi tekanan
positif lainnya.

Strategi:
a. Pasang filter HEPA dengan aman (jika tersedia) ke perangkat ventilasi manual atau
mekanis di jalur exhalation sebelum memberikan napas.
PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19
19
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
b. Setelah menilai ritme dan melakukan defibrilasi aritmia ventrikel, pasien yang
mengalami henti jantung harus diintubasi dengan ET yang memiliki cuff sesegera
mungkin. Hubungkan ET ke ventilator dengan HEPA filter.
c. Minimalkan kemungkinan gagal intubasi dengan:
a. Menetapkan orang yang paling mahir dalam untuk intubasi untuk
melakukan intubasi
b. Menghentikan kompresi dada saat intubasi
c. Gunakan video laringoskopi untuk mengurangi paparan intubator pada
partikel aerosol dan hal ini harus dipertimbangkan (jika tersedia).
d. Mengggunakan headbox untuk intubasi (jika tersedia)

3. Pertimbangkan ketepatan untuk memulai dan melanjutkan resusitasi.


Rasional: Resusitasi jantung paru adalah upaya tim yang memiliki intensitas tinggi
yang mengalihkan perhatian dari pasien lain. Dalam konteks COVID-19, risiko
terhadap tim meningkat dan sumber daya dapat jauh lebih terbatas, terutama di
daerah yang mengalami beban penyakit yang tinggi. Hasil untuk henti jantung pada
COVID-19 masih belum diketahui, sementara mortalitas untuk pasien COVID-19 yang
sakit kritis adalah tinggi dan meningkat dengan bertambahnya usia dan komorbiditas,
khususnya penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, masuk akal untuk
mempertimbangkan usia, komorbiditas, dan keparahan penyakit dalam menentukan
perlunya tindakan resusitasi dan mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan
terhadap risiko untuk tenaga kesehatan dan serta sumber daya yang digunakan.

Strategi:
a. Tetapkan tujuan perawatan dengan COVID-19 pasien untuk mengantisipasi
kebutuhan potensial untuk peningkatan tingkat perawatan.
b. Institusi kesehatan harus mempunyai kebijakan untuk memandu para tenaga
kesehatan di garis depan untuk menentukan kesesuaian memulai dan mengakhiri
CPR untuk pasien dengan COVID-19, dengan mempertimbangkan faktor risiko
pasien untuk memperkirakan kemungkinan bertahan hidup. Stratifikasi dan
kebijakan risiko harus dikomunikasikan kepada pasien dalam tujuan perawatan.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


20
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
c. Tidak ada data yang cukup untuk mendukung resusitasi kardiopulmoner
ekstrakorporeal (E-CPR) untuk pasien dengan COVID-19.

B. Bantuan Hidup Dasar di Pre-Hospital


Bantuan Hidup Dasar pada henti jantung di luar rumah sakit (Out Hospital Cardiac Arrest -
OHCA) mungkin saja terjadi. Hal ini tergantung pada prevalensi lokal penyakit COVID 19 dan
juga penyebaran di komunitas, sehingga sangat masuk akal untuk mencurigai COVID-19 di
semua henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit (RS).

Dalam telekomunikasi harus konsisten dengan protokol lokal untuk melakukan skrining pada
semua panggilan dengan pertanyaan mengenai gejala COVID-19 (misalnya, demam, batuk,
sesak napas) atau infeksi COVID-19 yang diketahui pada korban atau kontak apa pun,
termasuk anggota rumah tangga mana pun. Untuk penyelamat yang awam, telekomunikasi
harus memberikan panduan tentang risiko terpapar COVID-19 untuk penyelamat dan
instruksi untuk RJP hanya kompresi. Untuk tim ambulans, telekomunikasi dari dispatcher
harus memberitahukan tim yang dikirim untuk mengenakan APD apalagi jika ada kecurigaan
untuk infeksi COVID-19. Saat transportasi, anggota keluarga dan kontak pasien lainnya yang
diduga atau dikonfirmasi COVID-19 tidak boleh ikut di dalam kendaraan transportasi.

American Heart Association (AHA) sudah membuat diagram penanganan henti jantung di luar
Rumah Sakit. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:
1. Cek respon pasien
2. Pangil bantuan dan minta segera dibawakan Automated External Defibrillation (AED).
3. Tutupi mulut anda dan hidung dengan menggunakan masker atau kain. Tutupi juga mulut
dan hidung korban dengan masker atau kain.
4. Lakukan hands-only CPR (Tekan kuat dan cepat di tengah dada - center of chest) dengan
kecepatan 100 – 120 kali per menit.
5. Jika AED sudah datang segera gunakan AED.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


21
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Gambar 4. Bantuan Hidup Dasar di Pre-Hospital
Sumber: https://cpr.heart.org/-/media/cpr-files/resources/covid-19-resources-for-cpr-
training/english/kj1424_covid19_and_cpr_public_200408_ac.pdf?la=en

Jika kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) tidak tercapai setelah upaya resusitasi yang sesuai
di lapangan, pertimbangkan untuk tidak mentransfer ke rumah sakit atau jika kemungkinan
bertahan hidup yang rendah untuk pasien, hal ini untuk mengurangi risiko paparan tambahan
ke penyedia layanan pra-rumah sakit dan di rumah sakit rujukan.

C. Resusitasi di Intra Hospital


Pedoman pelayanan gawat darurat ini digunakan untuk pasien yang dicurigai atau sudah
dikonfiirmasi positif COVID 19. Pedoman ini bersifat sementara dan tidak berlaku untuk
pasien yang diketahui sebagai pasien yang negatif COVID-19. Pasien-pasien yang negatif
COVID 19 tetap menerima bantuan hidup dasar dan lanjut sesuai standar. Namun, perlu untuk
mengurangi personel dalam ruangan untuk semua resusitasi selama pandemi untuk tujuan
social distancing.

1. Sebelum Henti Jantung


a. Tetapkan tujuan perawatan dengan semua pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi
COVID-19 pada saat masuk di rumah sakit apalagi jika terjadi perubahan signifikan
dalam status klinis seperti kebutuhan peningkatan tingkat perawatan.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


22
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
b. Monitor dan pantau secara cermat tanda dan gejala perburukan klinis untuk
meminimalkan kebutuhan untuk intubasi yang muncul yang dapat menempatkan
pasien dan tenaga kesehatan pada risiko yang lebih tinggi.
c. Jika pasien berisiko mengalami henti jantung, pertimbangkan untuk memindahkan
pasien ke ruang / unit tekanan negatif untuk meminimalkan risiko paparan ke tenaga
kesehatan selama resusitasi.

2. Saat Henti Jantung dan Resusitasi


a. Tutup pintu saat resusitasi untuk mencegah kontaminasi airborne pada ruangan yang
berdekatan
b. Pasien segera diintubasi pada saat henti jantung lalu pasang ke ventilator mekanis
dengan filter HEPA untuk mempertahankan sirkuit yang tertutup dan mengurangi
aerosolisasi.
c. Lakukan pengaturan ventilator untuk memungkinkan ventilasi yang asinkron saat
kompresi dada dengan ventilasi. Pertimbangkan hal-hal berikut:
a. Naikkan FiO2 ke 100%.
b. Ubah mode ke Pressure Control dan batasi tekanan sesuai kebutuhan untuk
menghasilkan kenaikan dada yang memadai (biasanya 6 mL/kg berat badan
ideal (IBW)).
c. Setting trigger ke 0 atau dimatikan untuk mencegah ventilator auto-triggering
dengan kompresi dada dan juga untuk mencegah hiperventilasi dan air
trapping.
d. Setting kecepatan pernapasan (RR) pada ventilator yaitu 10 kali/menit untuk
orang dewasa dan anak-anak.
e. Kaji kebutuhan untuk menyesuaikan PEEP (positive end expiration pressure)
untuk menyeimbangkan volume paru dan aliran balik vena (venous return).
f. Sesuaikan alarm ventilator.
g. Pastikan fiksasi endotrakeal tube (ET) atau trakeostomi tube (TT) dan
keamanan sirkuit ventilator untuk mencegah ekstubasi yang tidak
direncanakan.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


23
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
d. Jika kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) tercapai, atur setting ventilator sesuai
dengan kondisi klinis pasien.

Gambar 4. Bag-Valve Mask dengan HEPA filter


Sumber: COVID-19 Bag-Valve-Mask Setup (https://www.youtube.com/watch?v=c9h2I8n9Ptk)

3. Setelah Resusitasi
a. Konsultasikan dengan panitia pengendalian infeksi (PPI) setempat mengenai
transportasi pasien setelah resusitasi.

D. Pertimbangan Khusus untuk Ibu Hamil dan Neonatus


• Resusitasi neonatus: Penolong terlatih harus ada dan siap melakukan resusitasi pada
seluruh bayi baru lahir terlepas dari status COVID-19. Meskipun tidak diketahui secara
pasti apakah bayi baru lahir terinfeksi atau berpotensi menularkan ketika ibu terduga/
positif COVID-19, tenaga kesehatan harus menggunakan APD yang adekuat. Ibu
melahirkan adalah sumber aerosolisasi potensial bagi tim perawatan neonatus.
o Langkah awal: Pelayanan neonatus rutin dan langkah awal resusitasi neonatus
kemungkinan besar tidak menghasilkan aerosol; diantaranya mengeringkan bayi,
stimulasi taktil, menempatkan bayi dalam balutan plastik, penilaian laju detak
jantung, serta pemasangan oksimetri dan lead EKG.
o Suction: suction pada jalan napas setelah lahir sebaiknya tidak dilakukan secara
rutin jika cairan amnion jernih atau terkontaminasi mekonium. Suctioning
merupakan prosedur yang menghasilkan aerosol dan tidak diindikasikan untuk
persalinan normal

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


24
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
o Medikasi endotrakeal: Pemberian obat-obatan secara endotrakeal, seperti
surfaktan atau epinefrin, merupakan prosedur yang menghasilkan aerosol,
terutama bila dilakukan dengan pipa endotrakea tanpa cuff. Pemberian epinefrin
secara intravena dengan kateter vena umbilikus letak rendah (low-lying umbilical
venous catheter) merupakan rute administrasi pilihan pada resusitasi neonatus
o Inkubator tertutup: Pemindahan dan perawatan pasien dalam inkubator tertutup
(dengan pengaturan jarak yang sesuai) sebaiknya digunakan untuk pasien neonatus
yang menjalani rawat intensif jika memungkinkan, namun hal ini tidak melindungi
mereka dari aerosolisasi virus.
• Henti jantung pada ibu hamil: Prinsip henti jantung pada ibu hamil tidak berbeda
untuk perempuan terduga/ positif COVID-19.
o Perubahan fisiologis jantung paru pada saat kehamilan berpotensi meningkatkan
risiko dekompensasi akut pada pasien hamil dengan COVID-19 yang jatuh kritis.
o Persiapan untuk persalinan perimortem, setelah 4 menit resusitasi, perlu
dipertimbangkan lebih awal pada algoritma resusitasi guna memberi waktu bagi
tim obstetri dan neonatus untuk menggunakan APD, bahkan jika sirkulasi spontan
(ROSC) berhasil kembali dan persalinan perimortem tidak lagi dibutuhkan.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


25
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Algoritma BHD pada kasus henti jantung untuk pasien terduga atau terkonfirmasi
COVID-19

Gambar 5. Algoritma BHD pada kasus henti jantung untuk pasien terduga atau terkonfirmasi COVID-19
Sumber: Pedoman BHD dan BHJL pada Covid 19

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


26
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Algoritma BHJL pada kasus henti jantung untuk pasien dewasa terduga atau
terkonfirmasi COVID-19

Gambar 6. Algoritma BHJL pada kasus henti jantung untuk pasien dewasa terduga atau terkonfirmasi COVID-19
Sumber: Pedoman BHD dan BHJL pada Covid 19

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


27
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Algoritma BHD pada kasus henti jantung anak yang terduga atau terkonfirmasi COVID-19
untuk 2 penolong atau lebih

Gambar 7. Algoritma BHD pada kasus henti jantung anak yang terduga atau terkonfirmasi COVID-19 untuk 2
penolong atau lebih
Sumber: Pedoman BHD dan BHJL pada Covid 19

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


28
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Algoritma Bantuan Hidup Lanjutan (ACLS) - Henti Jantung Pada pasien ANAK Suspek atau
terkonfirmasi COVID-19

Gambar 8. Algoritma Bantuan Hidup Lanjutan (ACLS) - Henti Jantung Pada pasien ANAK Suspek atau
terkonfirmasi COVID-19
Sumber: Pedoman BHD dan BHJL pada Covid 19

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


29
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
TRANSPORTASI PASIEN COVID -19

A. Prinsip Umum Transportasi Pasien COVID-19


• Selama transportasi pasien di luar isolasi, potensi terjadinya kurangnya pengendalian
infeksi dapat terjadi.
• Pada saat yang sama, manajemen pasien COVID-19 selama transportasi sangat
penting dan sulit karena staf mengenakan alat pelindung diri (APD) yang rumit.
• Mengurangi penyebaran COVID-19 adalah prioritas dan bagian dari upaya ini dengan
melibatkan perencanaan dan melakukan transportasi pasien yang aman untuk kasus
yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19.
• Petugas kesehatan yang menangani transportasi pasien COVID-19 harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:
1. pengenalan awal pasien yang kondisinya mengalami perburukan;
2. keamanan petugas kesehatan;
3. keamanan penolong pertama;
4. rencana darurat (kontingensi) untuk kedaruratan medis selama transportasi
pasien COVID-19;
5. dekontaminasi pasca-transportasi.
• Transportasi COVID-19 membutuhkan area/zonasi yang didesign khusus, persediaan
APD yang cukup, pelatihan staf dan personel pendukung seperti petugas keamanan
dan petugas kebersihan.

B. Masalah dan Solusi Transportasi untuk Pasien COVID-19


Adapun masalah dan solusi transportasi untuk pasien COVID-19 akan dijelaskan pada
tabel dibawah ini.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


30
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Masalah dan Solusi Transportasi Pasien COVID-19
Transportasi Intra-Hospital
Transportasi dari IGD ke bangsal Transportasi untuk Pemeriksaan
Transportasi Antar RS
atau ICU, transportasi bangsal ke Radiologi
ICU
• Segera rujuk kasus yang • Minimalkan kebutuhan • Segera rujuk kasus yang memburuk
memburuk ke ICU transportasi untuk radiologi, • Alur yang kriteria yang jelas untuk rujukan
mis. menggunakan mobile misal ke pusat non-ECMO
ultrasound
Patient Safety • Untuk pasien yang memburuk, perlu dinilai pentingnya intubasi sebelum transportasi
(Kemanan Pasien) • Saat merujuk perlu didampingi oleh setidaknya seorang dokter dan seorang perawat yang mampu menangani keadaan
darurat selama transportasi
• Pemantauan parameter yang berkelanjutan (tekanan darah, denyut nadi, denyut nadi oksimetri)
• Pemantauan nilai CO2 dengan end tidal CO2 terus menerus pada pasien yang diintubasi
• Monitor transport harus dilengkapi dengan fungsi defibrilasi atau menyiapkan defibrilator terpisah.
• Semua staf transportasi harus dilengkapi masker dengan respirator N95 • Semua staf transportasi harus dilengkapi
• Semua staf transportasi harus mengenakan APD lengkap sebelum masker respirator N95 dan dilatih untuk
transportasi menggunakan PAPR (Powered Air-Purifying
• Pasien menggunakan masker bedah selama transportasi Respirator) jika tersedia
• Hindari penggunaan sirkuit pernapasan terbuka, atau oksigenasi hidung • Semua staf transportasi untuk mengenakan
aliran tinggi dan tekanan positif non-invasif selama transportasi APD dan PAPR lengkap sebelum transportasi
Keselamatan petugas • Tambahkan filter HEPA di ujung endotrakeal jika pernapasan melalui • Untuk membawa serta paket baterai
kesehatan dan staf BVM cadangan untuk PAPR
transportasi • Tambahkan filter HEPA ke cabang ekspirasi dari sirkuit pernapasan di • Tambahkan filter HEPA ke pipa endotrakeal
ventilator jika pernapasan melalui BVM
• Hindari pemutusan (disconnect) sirkuit pernapasan yang tidak perlu • Untuk menambahkan filter HEPA ke saluran
selama transportasi ekspirasi pada sirkuit pernapasan untuk
• Pemeriksaan radiologi harus dilakukan pada akhir hari jika ventilator
memungkinkan, untuk memungkinkan pembersihan terminal radiologi • Minimalkan pemutusan (disconnect) selang
endotrakeal selama transportasi

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


31
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
• Turunkan jendela ambulans jika
memungkinkan
• Gunakan rute transportasi khusus yang telah direncanakan sebelumnya untuk setiap tujuan
Keamanan Penolong
• Bekerjasama dengan tim keamanan untuk memimpin dan memastikan rute yang telah ditentukan oleh tim transportasi.
• Tim keamanan harus mengenakan masker bedah.
• Kaji kebutuhan intubasi sebelum transportasi. Intubasi paling baik dilakukan di ICU di bawah setting yang terkontrol
dengan dokter yang melakukan intubasi mengenakan APD dan menggunakan PAPR (jika tersedia)
Rencana darurat
• Persiapkan peralatan transportasi dan obat-obatan untuk mengantisipasi keadaan darurat medis, seperti henti jantung
(kontingensi) selama
mendadak atau hipotensi
transportasi
• Bangging dengan tekanan yang sesuai jika menggunakan BVM untuk mengurangi aerosolisasi saat hipoksemia makin
memburuk. BVM harus dilengkapi dengan filter HEPA
• Tim housekeeping khusus dengan APD harus melakukan pembersihan • Tim housekeeping khusus dengan APD untuk
pada rute yang dilewati dan lift setelah transportasi melakukan pembersihan pada rute khusus
• Staf harus melepas APD dengan tepat setelah transportasi dan lift setelah transportasi
• Tenaga kesehatan melepas PAPR dan APD di
tujuan setelah transportasi
• PAPR yang akan dibersihkan dan didesinfeksi
Dekontaminasi Pasca- menggunakan alkohol swab
Transportasi • Staf mengenakan APD baru saat perjalanan
pulang meskipun dengan ambulans yang
sama
• Staf melepas APD di area klinis terdekat pada
saat kedatangan.
• Pembersihan ambulans pada saat kembali ke
rumah sakit
Referensi: Liew, M. F., Siow, W. T., Yau, Y. W., & See, K. C. (2020). Safe patient transport for COVID-19. Critical Care, 24(1), 1-3.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


32
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
ALAT PELINDUNG DIRI

A. Pendahuluan
Alat pelindung diri (APD) atau Personal Protective Equipment (PPE) adalah alat yang
dirancang untuk menghalangi penetrasi zat baik berupa partikel padat, cair, atau udara
dalam rangka melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit.
APD berfungsi sebagai penghalang antara bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri) dan
kulit, mulut, hidung, atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien. Penghalang
memiliki potensi untuk memblokir penularan kontaminan berupa dari cairan darah
pasien, cairan tubuh pasien, atau sekresi pernapasan pasien. Penggunaan APD yang
efektif mencakup pemasangan, pelepasan serta pemindahan dan atau pembuangan APD
yang terkontaminasi dengan benar untuk mencegah terpaparnya pemakai dan orang lain
terhadap bahan infeksius.

B. Prinsip yang harus dipenuhi dalam pemilihan APD


Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pemilihan APD yaitu:
• Harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-
bahaya yang dihadapi (percikan, kontak langsung maupun tidak langsung).
• Berat APD hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
• Dapat dipakai secara fleksibel (reuseable maupun disposable)
• Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
• Tidak mudak rusak.
• Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.
• Pemeliharaan mudah.
• Tidak membatasi gerak.

C. Jenis APD yang Direkomendasikan untuk Disediakan dalam Penanganan COVID-19


1. Masker bedah (surgical/facemask)
Masker bedah terdiri dari 3 lapisan material dari bahan non-woven (tidak di jahit),
loose - fitting dan sekali pakai untuk menciptakan penghalang fisik antara mulut dan

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


33
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
hidung pengguna dengan kontaminan potensial di lingkungan terdekat sehingga
efektif untuk memblokir percikan (droplet) dan tetesan dalam partikel besar.
2. Masker N95
Masker N95 terbuat dari polyurethane dan polypropylene adalah alat pelindung
pernapasan yang dirancang dengan segel ketat di sekitar hidung dan mulut untuk
menyaring hampir 95 % partikel yang lebih kecil < 0,3 mikron. Masker ini dapat
menurunkan paparan terhadap kontaminasi melalui airborne.
3. Pelindung wajah (face shield)
Pelindung wajah umumnya terbuat dari plastik jernih transparan, merupakan
pelindung wajah yang menutupi wajah sampai ke dagu sebagai proteksi ganda bagi
tenaga kesehatan dari percikan infeksius pasien saat melakukan perawatan.
4. Pelindung mata (goggles)
Pelindung mata berbentuk seperti kaca mata yang terbuat dari plastik digunakan
sebagai pelindung mata yang menutup dengan erat area sekitarnya agar terhindar dari
cipratan yang dapat mengenai mukosa. Pelindung mata/goggles digunakan pada saat
tertentu seperti aktifitas dimana kemungkinan risiko terciprat /tersembur, khususnya
pada saat prosedur menghasilkan aerosol, kontak dekat berhadapan muka dengan
muka pasien COVID-19.
5. Gaun (gown)
Gaun adalah pelindung tubuh dari pajanan melalui kontak atau droplet dengan cairan
dan zat padat yang infeksius untuk melindungi lengan dan area tubuh tenaga
kesehatan selama prosedur dan kegiatan perawatan pasien.
Persyaratan gaun yang ideal antara lain menjadi barrier yang efektif (mampu
mencegah penetrasi cairan), fungsi atau mobilitas, nyaman, tidak mudah robek, pas di
badan (tidak terlalu besar atau terlalu kecil), biocompatibility (tidak toksik),
flammability (tidak mudah terbakar), odor (tidak bau), dan maintenance
(pemeliharaan). Menurut penggunaannya, gaun dibagi menjadi 2 yaitu gaun sekali
pakai (disposable) dan gaun dipakai berulang (reuseable).

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


34
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
6. Celemek (apron)
Apron merupakan pelindung tubuh untuk melapisi luar gaun yang bisa terbuat dari
plastik sekali pakai atau bahan plastik berkualitas tinggi yang dapat digunakan kembali
(reuseable) yang tahan terhadap klorin saat dilakukan desinfektan.
7. Sarung Tangan
Sarung tangan dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC), nitril,
polyurethane, merupakan pelindung tangan tenaga kesehatan dari kontak cairan
infeksius pasien selama melakukan perawatan pada pasien. Sarung tangan yang ideal
harus tahan robek, tahan bocor, biocompatibility (tidak toksik) dan pas di tangan.
Sarung tangan yang digunakan merupakan sarung tangan yang rutin digunakan dalam
perawatan, bukan sarung tangan panjang.
8. Pelindung Kepala
Penutup kepala merupakan pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari
percikan cairan infeksius pasien selama melakukan perawatan. Penutup kepala
terbuat dari bahan tahan cairan, tidak mudah robek dan ukurannya pas di kepala
tenaga kesehatan. Penutup kepala ini digunakan sekali pakai.
9. Sepatu pelindung
Sepatu pelindung dapat terbuat dari karet atau bahan tahan air atau bisa dilapisi
dengan kain tahan air, merupakan alat pelindung kaki dari percikan cairan infeksius
pasien selama melakukan perawatan. Sepatu pelindung harus menutup seluruh kaki
bahkan bisa sampai betis apabila gaun yang digunakan tidak mampu menutup sampai
ke bawah.
10. Hazmat (Coverall)
Pakaian hazmat (hazmat adalah singkatan dari hazardous materials atau bahan-bahan
berbahaya) adalah perlengkapan perlindungan pribadi yang terdiri dari bahan yang
impermeabel dan digunakan untuk proteksi melawan material berbahaya.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


35
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Gambar 9. Ilustrasi Alat Pelindung Diri Level 1 dan 2
Sumber: Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-19 di Indonesia Revisi 1

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


36
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Gambar 10. Ilustrasi Alat Pelindung Diri level 3
Sumber: Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-19 di Indonesia Revisi 1

D. Cara pemakaian dan pelepasan APD


Ada beberapa hal yang harus diingat dalam pemakaian dan pelepasan APD yaitu
1. Menggunakan baju kerja (scrub)
2. Lepaskan seluruh perhiasan atau aksesoris yang digunakan
3. Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menggunakan APD
4. Gunakan APD mulai dari ante room dan melepas APD di ante room
5. Mandi setelah selesai menggunakan APD

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


37
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Langkah Memasang APD Gaun (sumber:WHO)

Gambar 11. Langkah Memasang APD Gaun


Sumber: Steps to put personal protective equipment (PPE) including gown WHO

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


38
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Langkah Melepas APD Gaun (sumber:WHO)

Steps to take UNTUK


LANGKAH off personal protective
MELEPAS equipment (PPE)
ALAT PELINDUNG including
DIRI (APD) GAUNgown
1 Always remove
Pastikan untuk PPE APD
melepas under 3 Remove aprondengan
Lepaskan apron
membungkuk dan hindari
4 Perform hand
Lakukan Hand
Hygiene di Sarung
dibawah panduan atau supervisi
the guidance and supervision
(rekan kerja). Pastikan kontainer
leaning forward
kontaminasi ke area and hygiene
Tangan on gloved
of a trained
limbah observer
infeksius tersedia di area taking care to avoid
tangan anda. hands.
Jika apron yang anda
(colleague). Ensure that
doffing untuk membuang APD yang contaminating your
infeksius. Kontainer terpisah gunakan disposable,
hands. 5 Remove outer
Lepas sarung pair
tangan
infectious waste containers robek danWhen
gulung ke area terluar dan buang
diperlukan untuk barang yang
removing
dalam tanpadisposable of gloves and
are available in the doffing
reusable menyentuh dengan aman.
area depan apron.
apron, tear it off dispose of them
Gunakan teknik yang
area for safe disposal
at the neck and roll it safely.
ditunjukkan pada
of PPE. Separate containers langkah 17
Use the technique
should be available for down without shown in Step 17
reusable items. touching the front
area. Then untie the 6 Perform hand
Lakukan Hand
2 Perform handHygiene
Lakukan Hand
Tangan
hygiene on
di Sarung back and roll the Hygiene di Sarung
hygiene
Tangan
on gloved
1
gloved hands. apron forward. hands.

7 Remove head andkepala


Lepaskan pelindung neckdancovering
leher dantaking
hindari care to avoid
kontaminasi ke wajah
anda dengan mulai dari belakang kerudung dan gulung dari depan ke
9 Remove the
Lepaskan gaun
contaminating
belakang dan dari your
dalamface bylalustarting
keluar, from the
buang dengan bottom
aman gown by untying
dengan melepas
ikatan terlebih dahulu
of the hood in the back and rolling from back to front the knot first,
lalu menarik dari
and from inside to outside, and dispose of it safely. then pulling
belakang ke depan
lalu digulung dari
from back
dalam ke luar dan
to front
buang rolling
secara aman.
OR it from inside
to outside
and dispose
of it safely.

8 Perform handHygiene
Lakukan Hand hygiene on gloved
di Sarung hands.
Tangan 10 Perform handHygiene
Lakukan Hand hygiene on gloved
di Sarung Tanganhands.

Lepaskan pelindung mata dengan menarik tali dari


11 Remove eyebuang
belakang dan protection by pulling
atau letakkan denganthe
amanstring 13 Remove the mask
Lepaskan masker from
dari belakang
dengan melepas dari tali bawah
from behind the head and dispose of it safely. behind the head by first
ke depan, lalu tali atas ke depan
untying the bottom
(jangan menyentuh areastring
depan
above
masker),the
laluhead
buanganddengan
aman
leaving it hanging in front;
and then the top string
next from behind head
and dispose of it safely.
OR
14 Lakukan
PerformHand
hand hygiene
Hygiene on gloved
di Sarung Tanganhands.

17 Remove
Lepaskan sarung tangan dengan hati-hati dan dengan
gloves carefully with appropriate
teknik yang benar dan buang dengan aman
12 Perform handHygiene
Lakukan Hand hygiene on gloved
di Sarung Tanganhands. technique and dispose of them safely.

15 Remove rubberboot
Lepaskan sepatu boots
karetwithout touchingJika
tanpa menyentuh. them (or
sepatu
boots yang sama dipakai untuk ke area bersih maka pastikan
overshoes if yang
dekontaminasi wearing
benarshoes).
sebelum If the same boots
meninggalkan area doffing
are to be used outside of the high-risk zone, keep
them on but clean and decontaminate appropriately
before leaving the doffing area.2
16 Perform handHygiene
Lakukan Hand hygiene on gloved
di Sarung Tanganhands. 18 Perform handHygiene
Lakukan Hand hygiene.
1 While working in the patient care area, outer gloves should be changed between patients and prior to exiting (change after seeing the last patient)
2 Appropriate decontamination of boots includes stepping into a footbath with 0.5% chlorine solution (and removing dirt with toilet brush if heavily
soiled with mud and/or organic materials) and then wiping all sides with 0.5% chlorine solution. At least once a day boots should be disinfected
by soaking in a 0.5% chlorine solution for 30 min, then rinsed and dried.

All reasonable precautions have been taken by the World Health Organization to verify the information contained in this publication. However, the published
material is being distributed without warranty of any kind, either expressed or implied. The responsibility for the interpretation and use of the material lies with the
reader. In no event shall the World Health Organization be liable for damages arising from its use. WHO/HIS/SDS/2015.3
© WORLD HEALTH ORGANIZATION 2015

Gambar 12. Langkah Melepas APD Gaun


Sumber: Steps to take off personal protective equipment (PPE) including gown WHO

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


39
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Langkah Melepas APD Coverall (sumber:WHO)

Gambar 13. Langkah Memasang APD Coverall


Sumber: Steps to put personal protective equipment (PPE) including coverall WHO

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


40
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
Langkah Melepas APD Coverall (sumber:WHO)

Gambar 14. Langkah Melepas APD Coverall


Sumber: Steps to take off personal protective equipment (PPE) including coverall WHO

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


41
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN COVID-19
A. Pendahuluan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan COVID-19 pada panduan ini adalah panduan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang datang ke IGD dengan
kecurigaan atau terkonfirmasi COVID-19.

B. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian pada saat triase primer meliputi:
a) gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas, sakit
tenggorokan,
b) riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan transmisi lokal
dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala,
c) riwayat perjalanan ke wilayah terjangkit COVID-19 atau tinggal di wilayah dengan
transmisi lokal COVID-19 di Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala,
dan
d) riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau kemungkinan COVID-19 dalam 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala.
2. Lakukan pemeriksaan awal (primary survey) meliputi jalan napas, pernapasan
(meliputi irama, kedalaman, frekuensi, dan suara napas), sirkulasi, kesadaran dan
eksposure (ABCDE)
3. Lakukan pengkajian tanda-tanda vital yang meliputi:
a) tingkat kesadaran,
b) tekanan darah,
c) nadi,
d) laju pernapasan,
e) suhu, dan
f) saturasi oksigen.
4. Lakukan pemeriksaan sekunder (secondary survey) meliputi pemeriksaan fisik head to
toe dan pemeriksaan riwayat alergi makanan, obat dan sebagainya (AMPLE).
5. Lakukan pengkajian psikososial meliputi kecemasan dan distress,
6. Lakukan pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan laboratorium.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


42
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
C. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas,
proses infeksi
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler
3. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme,
kelemahan/keletihan otot pernapasan
4. Risiko Syok berhubungan dengan hipoksia, sepsis, sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS)
5. Gangguan Sirkulasi Spontan berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel
6. Hipertermia berhubungan dengan sepsis, respon penyakit
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap kematian

D. Luaran Keperawatan
Adapun luaran keperawatan yang diharapkan berdasarkan pada diagnosa keperawatan
adalah sebagai berikut:
1. Pasien menunjukkan bersihan jalan napas efektif, tidak ada sesak napas, produksi
sputum berkurang, sianosis menurun, frekwensi napas membaik, pola napas
membaik.
2. Pasien menunjukkan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus-kapiler dalam batas normal yang ditandai dengan dispnea menurun, bunyi
napas tambahan menurun, tidak ada sianosis, pola napas membaik, warna kulit
normal, nadi dalam batas normal, gelisah menurundan hasil pemeriksaan AGD
saturasi membaik atau dalam batas normal, PaCO2 membaik atau dalam batas
normal, PaO2 membaik atau dalam batas normal, pH arteri membaik atau dalam batas
normal
3. Pasien menunjukkan volume tidal meningkat, dispnea menurun, PaO2 >80 mmHg,
PaCO2 35-45 mmHg, gelisah menurun

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


43
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
4. Pasien menunjukkan luaran urine (urine output) > 0,5 cc/kgBB/jam, akral hangat,
tekanan darah sistolik > 90 mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP) > 65 mmHg, Central
Venous Presure (CVP) 2 – 12 mmHg (+3 jika terpasang ventilasi tekanan positif)
5. Pasien menunjukkan tingkat kesadaran yang meningkat, nadi 60 – 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik > 90 mmHg, elektrokardiografi (EKG) dalam batas normal.
6. Pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal.
7. Pasien menunjukkan tingkat ansietas menurun: perilaku gelisah dan tegang menurun,
verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun, dan konsentrasi membaik.

E. Intervensi Keperawatan
1. Manajemen Jalan Napas
• Monitor pola napas
• Monitor bunyi napas
• Monitor jumlah, sifat dan warna sputum
• Pertahankan kepatenan jalan napas
• Posisikan semi fowler atau fowler
• Berikan oksigen bila perlu
• Anjurkan asupan cairan adekuat
• Ajarkan teknik batuk efektif, dan etika batuk
• Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.
2. Pemantauan Respirasi
• Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya bernapas
• Monitor pola napas
• Monitor kemampuan batuk efektif
• Monitor adanya produksi sputum
• Monitor adanya sumbatan jalan napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai AGD
• Atur pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan jika perlu
PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19
44
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
• Dokumentasi hasil pemantauan
3. Terapi Oksigen
• Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodik
• Monitor efektifitas terapi oksigen
• Pertahankan kepatenan jalan napas
• Kolaborasi penentuan dosis oksigen
4. Pencegahan Syok
• Monitor tingkat kesadaran
• Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas,
tekanan darah, MAP)
• Monitor status oksigenasi (pulse oksimetri, nadi, AGD)
• Monitor status cairan (intake dan output cairan, turgor kulit)
• Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen> 94%
• Pasang IV line, jika perlu
• Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin jika perlu
• Jelaskan penyebab/ risiko syok, tanda dan gejala
• Anjurkan melapor jika menemukan/mersakan tanda dan gejala awal syok
• Anjurkan asupan cairan oral sesuai kebutuhan
• Kolaborasi pemberian cairan intravena jika perlu
• Kolaborasi pemberian transfusi jika perlu
5. Manajemen hipertermia
• Monitor suhu tubuh
• Monitor luaran urin
• Berikan cairan per oral
• Ganti linen pasien jika basah keringat berlebihan
• Anjurkan tirah baring
• Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
6. Reduksi ansietas
• Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, ketenangan, dan
kenyamanan

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


45
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
• Dengarkan keluhan pasien penuh perhatian dan mendengarkan aktif
• Diskusikan perecanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan termasuk sensasi yang mungkin dialami
• Latih teknik relaksasi non farmakologis seperti napas dalam dan imajinasi terpimpin

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


46
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
DAFTAR PUSTAKA
• CDC. 2020. Standard Operating Procedure (SOP) for Triage of Suspected COVID-19
Patients. Tersedia pada https://www.cdc.gov/coronavirus/2019- ncov/hcp/non-us-
settings/sop-triage-prevent-transmission.html [Diakses tanggal 28/04/2020]
• Edelson, D. P., Sasson, C., Chan, P. S., Atkins, D. L., Aziz, K., Becker, L. B., ... & Escobedo,
M. 2020. Interim Guidance for Basic and Advanced Life Support in Adults, Children, and
Neonates With Suspected or Confirmed COVID-19: From the Emergency Cardiovascular
Care Committee and Get With the Guidelines®-Resuscitation Adult and Pediatric Task
Forces of the American Heart Association in Collaboration with the American Academy of
Pediatrics, American Association for Respiratory Care, American College of Emergency
Physicians, The Society of Critical Care Anesthesiologists, and American Society of ....
Circulation.
• Himpunan Perawat Medikal Bedah Indonesia. 2020. Panduan Asuhan Keperawatan (PAK)
Pneumonia Covid-19 Pada Pasien Dewasa. HIPMEBI: Jakarta
• KEMENKES RI. 2020. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus
(COVID-19) Revisi ke – 4. Jakarta
• KEMENKES RI. 2020. Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-
19 di Indonesia Revisi 1.
• Liao, X., Wang, B., & Kang, Y. (2020). Novel coronavirus infection during the 2019–2020
epidemic: preparing intensive care units—the experience in Sichuan Province, China.
Intensive care medicine, 46(2), 357-360.
• Liew, M. F., Siow, W. T., Yau, Y. W., & See, K. C. (2020). Safe patient transport for COVID-
19. Critical Care, 24(1), 1-3.
• Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler
Indonesia (PERKI); Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI);
Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN); Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2020. Protokol Tata Laksana COVID-19. Jakarta.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). 2020. Pedoman BHD dan
BHJL pada Covid 19. Jakarta.
• Song, C. Y., Xu, J., He, J. Q., & Lu, Y. Q. (2020). COVID-19 early warning score: a multi-
parameter screening tool to identify highly suspected patients.
PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19
47
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
• Sutaryo. 2020. Buku Praktis Penyakit Virus Corona 19 (Covid-19). UGM Press: Yogyakarta
• World Health Organization. 2020. Rational use of personal protective equipment (PPE) for
coronavirus disease (COVID-19): interim guidance, 19 March 2020 (No. WHO/2019-
nCoV/IPC PPE_use/2020.2). World Health Organization.
• World Health Organization. 2020. Materi Komunikasi Risiko untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. World Health Organization.
• World Health Organization. 2015. Steps to put personal protective equipment (PPE)
including coverall. World Health Organization.
• World Health Organization. 2015. Steps to put personal protective equipment (PPE)
including gown. World Health Organization.
• World Health Organization. 2015. Steps to take off personal protective equipment (PPE)
including coverall. World Health Organization.
• World Health Organization. 2015. Steps to take off personal protective equipment (PPE)
including gown. World Health Organization.

PANDUAN PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA MASA COVID 19


48
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA (HIPGABI) © 2020
HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN
BENCANA INDONESIA (HIPGABI)
© 2020

www.hipgabi.org

Anda mungkin juga menyukai