TINJAUAN PUSTAKA
Sumber:Sarwono (2015)
6) Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang
pertama kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan
Hb adalah salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil
serta dilakukan cek Gol.darah ditentukan untuk supaya kita cepat jika
penderita memerlukannya.
Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar
hemoglobin. Kadar Hb terendah terjadi sekitar pada umur kehamilan
30 minggu.Oleh karena itu pemeriksaan Hb harus dilakukan pada
kehamilan diri untuk melihat data awal, lalu diulang pada sekitar 30
minggu. Untuk saat ini anemia dalam kehamilan di Indonesia
ditetapkan dengan kadar Hb <11 g%. pada Trimester I dan III atau Hb
<10,5 g% pada Trimester II.
7) Pemeriksaan protein urine
Untuk mengetahui adanya protein dalam urine ibu hamil.
Protein urine ini untuk mendeteksi ibu hamil kearah preeklamsia.
8) Pengambilan darah untuk pemeriksaan VDRL
Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory (VDLR)
untuk mengetahui adanya treponema pallidum/penyakit menular
seksual, antara lain syphilish.
9) Pemeriksaan urine reduksi
Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan
ibu indikasi penyakit gula/DM atau riwayat penyakit gula pada
keluarga ibu dan suami.
10) Perawatan payudara
Meliputi senam payudara, perawatan payudara, pijat tekan
payudara ditunjukkan kepada ibu hamil. Manfaat perawatan payudara
adalah:
a) Menjaga kebersihan payudara, terutama puting susu
b) Mengencangkan serta memperbaiki bentuk pusing susu (pada
puting susu terbenam)
c) Merangsang kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI lancar.
d) Mempersiapkan ibu dalam laktasi
Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi dan
mulai pada kehamilan 6 bulan.
11) Senam ibu hamil
Bermanfaat membantu ibu dalam persalinan dan mempercepat
pemulihan setelah melahirkan serta mencegah sembelit.
12) Pemberian obat malaria
Pemberian obat malaria diberiakan khusus untuk pada ibu
hamil didaerah endemik malaria atau kepada ibu dengan gejala khas
malaria yaitu panas tinggi disertai menggigil.
13) Pemberian kapsul minyak beryodium
Kekurangan yodium dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
dimana tanah dan air tidak mengandung unsur yodium. Akibat
kekurangan yodium dapat mengakibatkan gondok dan kretin yang
ditandai dengan :
a) Gangguan fungsi mental
b) Gangguan fungsi pendengaran
c) Gangguan pertumbuhan
d) Gangguan kadar hormon yang rendah
14) Temu wicara
Suatu bentuk wawancara (tatap muka) untuk menolong orang
lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam
usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang
dihadapinya. (Sarwono, 2015).
5. Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Lanjut
a. Bengkak/oedema pada muka atau tangan
Sebagian ibu hamil mengalami bengkak/oedema yang normal pada
kaki, biasanya muncul pada sore hari dan hilang setelah istirahat atau
menaikan kaki lebih tinggi. Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah
serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat
dan diikuti dengan keluhan fisik lainnya. Hal ini bisa merupakan gejala
anemia, gagal jantung atau preeklamsia.
b. Nyeri abdomen yang hebat
Nyeri abdomen yang dapat mengancam jiwa adaalh nyeri yang
hebat, menetap, dan tidak hilang setelah istirahat. Hal ini dapat
disebabkan karena appendicitis, kehamilan ektopik, radang pelvic,
persalinan pre-term, gastritis, penyakit kandung empedu, iritasi uterus,
abrupsi plasenta, infeksi saluran kemih atau infeksi lain.
c. Berkurangnya gerak janin
Janin dikatakan kurang bergerak, apabila:
a) Pada saat ibu tidur, gerakan bayi akan melemah.
b) Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam 3 jam.
c) Gerakan bayi akan lebih mudah terasa bila ibu berbaring atau
beristirahat dan jika ibu makan atau minum dengan baik. Namun
pada kasus ini, meski ibu melakukan hal diatas gerakan bayi tetap
berkurang atau tidak sering.
d. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam dalam kehamilan bisa saja terjadi pada
masa awal kehamilan, ibu mungkin akan mengalami perdarahan atau
spoptting. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi, dan masih
merupakan keadaan normal. Pada waktu lain kehamilan, perdarahan kecil
mungkin tanda dari friable cervix. Perdarahan semacam ini bisa normal
atau mungkin suatu tanda adanya infeksi.
Perdarahan pada akhir kehamilan, yaitu perdarahan dengan jumlah
banyak dan sering disertai dengan arasa nyeri. Perdarahan semacam ini
bisa disebabkan oleh plasenta previa atau absurpsi plasenta.
e. Sakit kepala hebat
Sakit kepala salama kehamilan merupakan hal yang umum,
seringkali merupakan keluhan yang normal dalam kehamilan. Sakit
kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah ketika sakit
kepala hebat yang menetap dan tidak hilang bahkan setelah istirahat
cukup. Dengan sakit kepala hebat tersebut, ibu hamil bisa mengalami
penglihatan kabur atau berbayang. Sakit kepala hebat dalam kehamilan
dapat merupakan gejala preeklamsia.
f. Penglihatan kabur
Karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan ibu dapat
berubah dalam kehamilan. Perubahan yang kecil adalah normal. Masalah
penglihatan yang menunjukkan keadaan yang mengancam jiwa adalah
perubahan penglihatan mendadak, misalnya pandangnan kabur atau
berbayang/berbintik-bintik. Perubahan penglihatan ini mungkin disertai
dengan sakit kepala yang hebat. Perubahan penglihatan mendadak
merupakan suatu tanda preeklamsia.
6. Persiapan pada Persalinan
Menurut Montung (2016) persiapan pada persalinan Trimester III
yang dilakukan ibu untuk menghadapi persalinan meliputi :
a. Membuat rencana persalinan
b. Membuat rencana pengambilan keputusan
c. Mempersiapkan transportasi
d. Membuat rencana menabung
e. Mempersiapkan perlengkapan persalianan.
B. PERSALINAN
1. Definisi persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun kedalam jalan lahir, sedangkan kelahiran merupakan proses dimana
janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Adapun persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37 sampai 42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 sampai 24 jam, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun pada janin. (APN, 2015).
2. Mekanisme Pesalinan
Mekanisme persalinan Menurut Kuswanti (2017) sebagai berikut :
a. Penurunan
Pada primigravida, masuknya kepala janin pada pintu atas panggul
terjadi pada minggu terakhir. Pada multigravida, tonus otot lebih lemah
dengan demikian engagement tidak terjadi hingga persalinan benar-benar
dimulai. Pada kala I persalinan kontraksi dan retraksi menyebabkan ruang
dalam uterus menyempit, sehingga memberikan tekanan pada janin untuk
menurun. Kepala janin memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) dalam posisi
transversal.
b. Fleksi
Fleksi meningkat selama persalinan. Tekanan ke bawah akan lebih
mendesak oksiput, sehingga kepala janin lebih fleksi. Hal ini
menyebabkan diameter kepala janin menjadi presentasi yang lebih kecil
yaitu suboksiput bregmatika (9,5 cm) sehingga kepala janin lebih mudah
memasuki pelvis. Oksiput menjadi bagian terendah janin. Pada Putaran
Paksi Dalam (PTP) kepala bayi tetap transversal.
c. Putaran Paksi Dalam
Selama kontraksi bagian terendah janin terdorong ke bawah ke Dasar
pelviks. Pintu bawah panggul diameter terbesar adalah Anteroposterior
sehingga kepala menyesuaikan dengan jalan lahir. Kepala melakukan
putar paksi dalam, hal ini menyebabkan leher janin sedikit terpilih karena
kepala tidak lagi sejajar dengan bahu.
d. Ekstensi Kepala
Saat suboksiput berada di bawah simpisis, maka kepala janin
melakukan ekstensi untuk menyesuaikan dengan sumbu panggul. Ekstensi
dilakukan dengan suboksiput sebagai hipomoglion.
e. Putar Paksi Luar dan Rotasi Internal Bahu
Bahu juga mengalami rotasi yang sama dengan kepala saat melewati
Pintu bawah Panggul. Bersamaan dengan itu, kepala melakukan putar
paksi luar untuk menghilangkan torsi leher kearah punggung bayi.
f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah simfisis dan
menjadi hypomoglion untuk melahirkan bahu belakang kemudian bahu
depan menyusul seluruh badan anak lahir searah dengan jalan lahir.
3. Tahapan Persalinan
Menurut Marmi (2016) tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau
kala, yaitu :
a. Kala I ( Kala Pembukaan)
Kala 1 disebut juga dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (10 cm). pada permulaan his,
kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih
dapat berjalan-jalan.
Proses pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase,
yaitu :
1) Fase laten, dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 1-3 cm.
2) Fase aktif, dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3-4 cm
b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4-9 cm
c) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam waktu 2
jam pembukaan dari 9-10 cm (lengkap)
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini dimulai sari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Marmi,2016). Gejala
utama dari kala II adalah :
1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50
sampai 100 detik
2) Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuti keinginan
mengejan, karena tertekannya fleksus franken-hauser
4) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi kepala mebuka pintu, sub occiput bertindak sebagai
hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan
muka serta kepala seluruhnya
5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan jalan :
a) Kepala dipegang pada occiput dan dibawah dagu, ditarik cunam ke
bawah untuk melahirkan bahu belakang
b) Setelah kedua bahu lahir, ketiak untuk melahirkan sisa badan bayi
c) Bayi lahir diikuti oleh air ketuban
7) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multigravida 0,5 jam (Marmi,2016).
c. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Dimulai dari lahirnya bayi hingga pengeluaran plasenta. Setelah bayi
lahir biasanya his berhenti sebentar, dan kemudian muncul lagi yang
disebut his pelepasan uri. Lama kala III pada primigravida dan
multigravida 6-15 menit. Perdarahan kala uri sebelum dan sesudah lahirnya
plasenta tidak lebih dari 400 ml, jika lebih berarti patologis. (Marmi,2016)
d. Kala IV (Kala Pengawasan 2 Jam Post Partum)
Dimulai dari pengeluaran uri sampai 2 jam kemudian, Observasi
postpartum pada jam 1 pertama setiap 15 menit dan setiap 30 menit pada 1
jam kedua. Penentuan jam pemantauan, dulu dimulai 25 menit setelah
plasenta lahir sedangkan sekarang dimulai senyaman ibu. (Marmi,2016).
4. Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan yang
bertujuan untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dan
mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal (Prawirohardjo,
2016).
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan
bayinnya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu juga
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa
mereka. Mencatat temuan pada partograf :
a. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat mulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: “jam” pada
partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten
persalinan catat waktu terjadinya pecah ketuban.
b. Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom, lajur dan skala pada partograf adalah untuk pencatatn DJJ, air
ketuban dan penyusupan (kepala janin).
c. DJJ
Dengan menggunakan metode seperti yang di urauikan pada bagian
pemeriksaan fisik, nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada
tanda–tanda gawat janin).
d. Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali di lakukan pemeriksaan dalam, dan nilai
warna air ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang sesuai
di bawah lajur DJJ. Gunakan – gunakan lambang berikut ini :
1) U : ketuban utuh (belum pecah)
2) J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
3) M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
4) D : ketuban sudah pecah dan air ketuan bercampur darah
5) K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”)
e. Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Gunakan
lambang-lambang berikut:
1) 0 : tulang–tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat di palpasi.
2) 1 : tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
3) 2 : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih
dapat di pisahkan.
4) 3 : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih da tidak
dapat dipisahkan
f. Kemajuan persalinan.
Menurut Prawirohardjo (2016), kolom dan lajur kedua pada partograf
adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan
g. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di bagian pemeriksaan
fisik, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering di
lakukan jika ada tanda – tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif
persalinan. catat pada partograf hasil temuan dari setiap
pemeriksaan.Tanda “X” harus di tulis digaris waktu yang sesuai dengan
jalur besarnya pembukaan serviks.
h. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih
sering jika ada tanda – tanda.
i. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4 jam cm Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus di mulai di garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada
(pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus di pertimbangkan
adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll).
j. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan
tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap
kotak menyatakan satu kontraksi.
Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit
dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai.
k. Obat – obatan dan cairan yang di berikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat – obat lainnya dan cairan IV.
1) Oksitosin, jika tetesan (drip) oksitosin sudah di mulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang di berikan pervolume cairan
IV dan dalam satuan tetesan per menit.
2) Obat – obatan lain dan cairan IV, catat semua pemberian obat – obatan
tambahan dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
l. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan
kesehatan dan kenyamanan.
m. Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan
tekanan darah ibu.
1) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan.
2) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan.
3) Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering jika meningkat,
atau di anggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperature
tubuh dalam kotak yang sesuai.
4) Volume urine, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi
urine ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih).
5. Asuhan Persalinan Normal
a. Pengertian
Asuhan Persalinan adalah Asuhan yang bersih dan aman dari setiap
tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala empat
dan upaya pencegahan komplkasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir (JNPK-KR, 2015).
b. 60 Langkah APN (Asuhan Persalinan Normal) yaitu :
Asuhan Persalinan Normal (APN) terdiri dari 60 langkah, sebagai berikut :
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai
10 unit ke dalam wadah partus set.
3) Memakai celemek plastik.
4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan
sabun dan air mengalir.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan
digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi
dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan
gerakan vulva ke perineum.
8) Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap
dan selaput ketuban sudah pecah).
9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai
(pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
(pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan
ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
15) Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm,
memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu.
20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke
arah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan jari telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin).
25) Melakukan penilaian selintas:
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di
atas perut ibu.
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus.
28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan
jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
32) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya
dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di
kepala bayi.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari
vulva.
35) Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah
dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta
dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada
fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler
menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus
baik (fundus teraba keras).
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan
untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong plastik yang tersedia.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara
terbalik dan rendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 % selama
sepuluh menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir,
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering. Kemudian pakai sarung tangan untuk melakukan pemeriksaan
fisik bayi.
44) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam.
45) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes
mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha
kiri anterolateral.
46) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
47) Celupkan tangan dilarutan klorin 0,5% ,dan lepaskan secara terbalik
dan rendam, kemudian cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir, keringkan dengan handuk bersih dan pakai sarung tangan.
48) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam.
49) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
50) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
51) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
52) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas
dengan baik.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di
dekontaminasi.
54) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian
bersih dan kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk
membantu apabila ibu ingin minum.
57) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
58) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%.
59) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi partograf. (APN, 2015).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
Menurut Manuaba (2016), Faktor-faktor yang memiliki peranan penting
dalam proses persalinan, yaitu :
a. Power (faktor ibu)
Kekuatan mendorong janin keluar, his, (kontraksi uterus), kontraksi
oto-otot dinding perut, kontraksi diafragma dan ligamentum action
terutama ligamentum rotundum.
b. Passenger (faktor janin)
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran atau berat janin) dan plasenta.
c. Passage (faktor jalan lahir)
Keadaan jalan lahir yang terdiri dari bagian keras ketulang-tulang
panggul dan bagian-bagian lunak, yaitu otot-otot jaringan dan ligamen-
ligamen.
d. Psikis Ibu
Terjadi peningkatan kecemasan, dengan makin meningkatnya
kecemasan akan semakin meningkatkan intensitas nyeri
e. Penolong Persalinan
Salah satu faktor sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah
kemampuan dan keterampilan penolong persalinan (Yanti, 2015).
7. Kebutuhan Dasar Persalinan
a. Kebutuhan fisik dan psikologi
Dukungan fisik dan psikologis tidak hanya diberikan oleh bidan,
melainkan suami, keluarga, teman, maupun tenaga kesehatan yang lain.
Dukungan dapat dimulai sejak awal ibu mengalami kehamilan. Dukungan
fisik dan emosional harus sesuai dengan aspek sayang ibu yaitu:
1) Aman, sesuai evidence based dan menyumbangkan keselamatan jiwa
ibu
2) Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, serta emosional serta
merasa didukung dan didengarkan
3) Menghormati praktek budaya, keyakinan agama, ibu/keluarga
sebagai pengambil keputusan
4) Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai
teknologi canggih
5) Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat
dipahami oleh ibu.
Bidan harus mampu memberikan perasaan kehadiran meliputi:
mendengarkan dan melakukan observasi, melakukan kontak fisik,
bersikap tenang dan bisa menenangkan pasien. Hasil penelitian
(Randomized Controlled Trial) membuktikan bahwa dukungan fisik,
emosional dan psikologis selama persalinan dan kelahiran sangat efektif
dan memberikan pengaruh apabila dilakukan pendampingan terus-
menerus. Adapun pengaruhnya adalah: mengurangi kelahiran dengan
tindakan vacum, forceps, dan operasi sesar, mengurangi kejadian APGAR
score bayi kurang dari 7, memperpendek lama persalinan, dan kepuasan
ibu semakin besar dalam pengalaman persalinan.
b. Kebutuhan cairan dan nutrisi
Berdasar hasil penelitian terdahulu bahwa pemberian makanan padat
dengan pasien yang memerlukan anestesi tidak disetujui. Motilitas,
absorpsi dan sekresi asam lambung menurun. Hal ini dapat menyebabkan
makanan dapat tertinggal di lambung sehingga dapat terjadi aspirasi
pneumonia. Namun demikian, kebutuhan akan cairan masih
diperbolehkan. Selama persalinan, ibu memerlukan minum dan sangat
dianjurkan minum minuman yang manis dan berenergi.
Sebagian ibu masih berkeinginan untuk makan selama fase laten
persalinan, tetapi memasuki fase aktif, hanya ingin minum saja.
Pemberian makan dan minum selama persalinan merupakan hal yang
tepat, karena memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi
(dehidrasi dapat menghambat kontraksi/tidak teratur dan kurang efektif).
Oleh karena itu, anjurkan ibu makan dan minum selama persalinan dan
kelahiran bayi, anjurkan keluarga selalu menawarkan makanan ringan dan
sering minum pada ibu selama persalinan.
c. Kebutuhan eliminasi
Selama persalinan terjadi penekanan pada pleksus sakrum oleh bagian
terendah janin sehingga menyebabkan retensi urin maupun sering
berkemih. Retensi urin terjadi apabila:
1) Tekanan pada pleksus sakrum menyebabkan terjadinya inhibisi
impuls sehingga vesica uretra menjadi penuh tetapi tidak timbul rasa
berkemih;
2) Distensi yang menghambat saraf reseptor pada dinding vesica
uretra;
3) Tekanan oleh bagian terendah pada vesica uretra dan uretra;
4) Kurangnya privasi/postur yang kurang baik;
5) Kurangnya kesadaran untuk berkemih; dan
6) Anastesi regional, epidural, blok pudendal sehingga obat
mempengaruhi saraf vesica uretra.
Pemenuhan kebutuhan eliminai selama persalinan perlu difasilitasi
agar membantu kemajuan persalinan dan pasien merasa nyaman. Oleh
karena itu, anjurkan ibu untuk bereliminasi secara spontan minimal 2 jam
sekali selama persalinan, apabila tidak mungkin dapat dilakukan
kateterisasi.
Pengaruh kandung kemih penuh selama persalinan, sebagai berikut:
1) Menghambat penurunan bagian terendah janin, terutama bila berada
di atas spina isciadika;
2) Menurunkan efisiensi kontraksi uterus;
3) Menimbulkan nyeri yang tidak perlu;
4) Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II;
5) Memperlambat kelahiran plasenta; dan
6) Mencetuskan perdarahan pasca persalinan dengan menghambat
kontraksi uterus.
d. Posisi dan ambulasi
Persalinan merupakan peristiwa yang normal, tanpa disadari dan mau
tidak mau harus berlangsung. Selama persalinan, pemilihan posisi dapat
membantu ibu tetap tenang dan rileks. Oleh karena itu, berikan pilihan
posisi persalinan yang aman dan nyaman. Tidur terlentang tidak perlu ibu
lakukan terus menerus selama persalinan, ibu dapat berdiri dan jalan-
jalan. Memberikan suasana yang nyaman dan tidak menunjukkan ekspresi
yang terburu–buru akan memberikan kepastian pada ibu. Adapun posisi
persalinan dapat dilakukan dengan duduk/setengah duduk; merangkak;
berjongkok/berdiri; dan berbaring miring kekiri.
1) Duduk atau setengah duduk, mempermudah bidan untuk
membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati/mensupport
perineum.
2) Posisi merangkak, baik untuk persalinan dengan punggung yang
sakit, membantu bayi melakukan rotasi dan meminimalkan
peregangan pada perineum.
3) Posisi berjongkok/berdiri, membatu penurunan kepala bayi dan
memperbesar ukuran panggul yaitu menambah 28% ruang outletnya,
memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi kontribusi
pada laserasi perineum).
4) Posisi berbaring miring ke kiri, memberi rasa santai bagi ibu yang
letih, memberi oksigenasi yang baik bagi bayi dan membantu
mencegah terjadinya laserasi.
Selama persalinan tidak dianjurkan posisi litotomi, karena dapat
menyebabkan hipotensi yang berakibat ibu bisa pingsan dan hilangnya
oksigen bagi bayi, menambah rasa sakit, memperlama proses persalinan,
ibu sulit melakukan pernafasan, sulit buang air kecil, membatasi gerakan
ibu, ibu merasa tidak berdaya, proses meneran menjadi lebih sulit,
menambah kemungkinan laserasi pada perineum dan menimbulkan
kerusakan saraf pada kaki dan punggung.
e. Pengurangan rasa sakit
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi rasa sakit selama
persalinan adalah: cara pengurangan rasa sakit sebaiknya sederhana,
efektif dan biaya murah. Pendekatan pengurangan rasa sakit menurut
Varney’s Midwifery, sebagai berikut:
1) Adanya seorang yang dapat mendukung dalam persalinan;
2) Pengaturan posisi;
3) Relaksasi dan latihan pernafasan;
4) Istirahat dan privasi;
5) Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan;
6) Asuhan diri; dan
7) Sentuhan
Menurut Penny Simpkin, cara pengurangan sakit dapat dilakukan
dengan mengurangi rasa sakit langsung dari sumbernya, memberikan
rangsangan alternatif yang kuat dan mengurangi reaksi mental negatif,
emosional dan reaksi fisik. Adapun secara umum, teknik pengurangan
rasa sakit, meliputi:
1) Kehadiran pendamping yang terus-menerus, sentuhan yang nyaman
dan dorongan dari orang yang mendukung;
2) Perubahan posisi dan pergerakan;
3) Sentuhan dan masase;
4) Counterpressure (mengurangi tegangan pada ligamen sacroiliaca);
5) Pijatan ganda pada panggul;
6) Penekanan pada lutut;
7) Kompres hangat dan dingin;
8) Berendam;
9) Pengeluaran suara;
10) Visualisasi dan pemusatan perhatian; dan
11) Mendengarkan musik. (Prawirohardjo, 2016).
8. Komplikasi pada Persalinan
Menurut Kuswanti dan Melina (2017) Komplikasi persalinan sebagai
berikut :
a. Kala 1 fase aktif memanjang
Partus Lama merupakan persalinan fase laten lebih dari 8 jam,
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan
dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf. Persalinan lama
menimbulkan komplikasi dimana kondisi tulang panggul ibu yang sempit
dan menyebabkan bayinya susah keluar, partus lama bisa di sebabkan oleh
gangguan beberapa penyakit yang menyebabkan ibu kelelahan
mengeluarkan kepala bayi saat persalinan.
b. Kala II
1) Presentasi
a) Presentasi muka
Merupakan akibat kelainan sikap (habitus) berupa defleksi
kepala maksimum. Pada presentasi muka terjadi hiperektensi
maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung
janin dengan demikian maka yang merupakan presentasi (bagian
terendah) janin dan sekaligus denominator adalah mentum. Dalam
orientasinya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat
terjadi dengan mento superior. Persalinan pervaginam hanya
mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior, persalinan
kepala pervaginaan masih dapat berlangsung pervaginam melalui
gerakan fleksi kepala.
b) Presentasi dahi
Bentuk dari kelainan sikap (habitus) berupa gangguan defleksi
moderate. Presentasi yang sangat jarang. Diagnose ditegakkan bila
Virate Torch (VT) pada PAP meraba orbital ridge dan ubun-ubun
besar.
c) Presentasi rangkap
Prolapsus lengan disamping bagian terendah janin. Presentasi
rangkap tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan
biasanya desensus kepala dapat berlangsung normal.
2) Posisi
a) Posisi oksipitalis posterior
Salah satu bentuk kelainan putar paksi dalam (intenal rotatio)
pada proses persalinan. Pada 10% persalinan, kepala masuk PAP
dengan oksiput berada pada segmen posterior panggul. Sebagian
besar keadaan ini terjadi pada bentuk android. Diagnose
ditegakan melalui palpasi abdomen dimana punggung janin teraba
disatu sisi pinggang ibu dan lokasi tersebut Denyut Jantung Janin
(DJJ) terdengar paling keras.
b) Posisi Oksipital Tranversal
Pada panggul normal, posisi oksiput transversal umumnya
bersifat sementara sebelum berakhir sebagai posisi occiput
anterior atau posterior. Bila kontraksi uterus tidak kuat atau
terdapat kelainan bentuk panggul, persalinan mungkin
berlangsung dengan didahului oleh tindakan rotasi manual kepala
dan dilanjutkan dengan persalinan ekstraksi cunam dengan
occiput di anterior atau di posterium.
c. Kala III
1) Atonia Uteri
Atonia Uteri tidak adanya tegangan/kekuatan otot pada daerah
uterus/rahim, dimanaRahim tidak dapat berkontraksi dengan baik
setelah persalinan, terjadi pada sebagian besar perdarahan pasca
persalinan.
2) Retensio Plasenta
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian
besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan
kontraksi uterus.
3) Laserasi Jalan Lahir
Rupture perineum dan robekan dinding vagina Tingkat perlukaan
perineum dapat dibagi dalam:
a) Derajat I : Laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak
perlu dijahit.
b) Derajat II : Laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan
perineum (perlu dijahit).
c) Derajat III : Laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan
perineum dan sfingter ani.
d) Derajat IV : Laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan
perineum dan sfingterani yang meluas hingga kerectum rujuk
segera.
d. Kala IV
Perdarahan postpartum atau kala IV perdarahan lebi 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. termasuk perdarahan retensio plasenta
pembagian perdarahan post partum.
1) Perdarahan post partum primer yang terjadi selama 24 jam setelah bayi
lahir.
2) Perdrahan post partum sekunder yang terjadi selama 24 jam bayi lahir
biasanya hari ke 5-15 post partum.
9. IMD
Inisiasi menyusui Dini Menurut Fitriana (2018) :
a. Pengertian
Inisiasi Menyusui Dini yaitu ketika seorang ibu memberikan ASI
kepada bayinya segera setelah lahir, hal ini untuk memastikan bayi
menerima Kolostrum yang kaya akan zat kekebalan tubuh.
b. Keuntungan dari pemberian ASI yaitu:
1) Merangsang produksi air susu ibu
2) Memperkuat reflex menghisap bayi
3) Membangun bounding attachment
4) Memberikan kekebalan tubuh segera kepada bayi melalui kolostrum
5) Merangsang kontraksi uterus
6) Menurunkan resiko Bayi terkena Infeksi karena Bakteri
c. Kerugian tidak memberikan ASI :
1) Produksi ASI menjadi tersendat dan kurang lancar.
2) Ibu menjadi mudah stres pasca melahirkan.
3) Bayi rentan terkena penyakit dan Antibodi yang lemah.
4) Mengalami masalah pencernaan pada bayi.
D. NIFAS
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir setelah kira- kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia
baru pulih kembali seperti semula selama 3 bulan (Prawirohardjo, 2016).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang di mulai segera setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika pulihnya kembali alat-alat kandungan
seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6–8 minggu
(Walyani, 2017).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Walyani (2017), tujuan asuhan masa nifas dibagi menjadi 2,
yaitu:
a. Tujuan Umum
Membantu ibu dan suami selama masa transisi awal mengasuh anak.
b. Tujuan Khusus
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya.
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif.
3) Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu dan bayinya.
4) Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan
bayi sehat.
5) Memberikan pelayanan keluarga berencana.
d) Vagina
(1) Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium
merupakan suatu saluran yang luas berbanding tipis,
keadaan vagina yang lembut secara berangsur-angsur
luasnyaberkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti
ukuran seorang nulipara. Rugae timbul kembali pada
minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan jaringan
yang kecil, yang dalam proses pembentukan berubah
menjadi yang khas bagi wanita multipara (Maryunani,
2017).
3) Sistem pencernaan
Seringkali di perlukan waktu 3 sampai 4 hari sebelum faal
usus normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan. Namun asupan makanan juga mengalami penurunan
selama 1 atau 2 hari gerak tubuh berkurang dan usus
bagian bawah sering kosong jika melahirkan diberikan anema.
Rasa sakit daerah perineum sering menghalangi keringanan ke
belakang sehingga dapat menyebabkan obtipasi (Rahayu, 2017).
4) Sistem perkemihan
Distensi yang berlebihan pada kantung kemih adalah hal
yang umum terjadi karena peningkatan kapasitas kandung
kemih, pembengkakan, memar jaringan di sekitar uretra, dan
hilangnya sesuai terhadap tekanan yang meningkat uretra,
hilangnya sesuai terhadap tekanan yang meningkat.Kandung
kemih yang penuh menggeser uterus dan dapat menyebabkan
retensi urin, pengosongan kandung kemih yang adekuat
umumnya kembali dalam 5-7 hari setelah terjadi pemulihan
jaringan yang bengkak dan memar (Rahayu, 2017).
5) Sistem musculoskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama
ibu masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa
postpartum. Adaptasi ini mencakup hal yang membantu relaksasi
dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilitas sendi lengkap pada minggu ke
enam sampai minggu ke delapan postpartum. Akan tetapi,
semua sendi yang lain kembali normal sebelum hamil tetapi kaki
wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan (Rahayu,
2017).
6) Sistem endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam
postpartum. Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur
hilang (Rahayu, 2017).
7) Sistem kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan
kadar estrogen volume darah kembali kepada keadaan tidak
hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal
pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan
yang sangat besar selama masa postnatal, namun kadarnya
tetap lebih tinggi daripada normal (Rahayu, 2017).
8) Sistem hematologi
Hari pertama postpartum, konsentrasi hemoglobin dan
hematrokit berfluktuasi sedangkan seminggu setelah persalinan,
volume darah akan kembali ke tingkat sebelum hamil (Rahayu,
2017).
g. Keluarga berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan
telur (ovum) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama meneteki.
Oleh karena itu, metode amenorea laktasi dapat dipakai debelum haid
pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko
cara ini ialah 2% kehamilan.
h. Latihan/senam nifas
Ibu akan merasa lebih kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada
pungung.
6. Tanda Bahaya Masa Nifas
Menurut Yulianti (2018), tanda bahaya masa nifas terbagi sebagai
berikut:
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam/perdarahan post partum adalah kehilangan
darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah
melahirkan.
b. Infeksi masa nifas
Penyebab infeksi, bakteri endogen dan bakteri eksogen. Faktor
presdid posisi, nutrisi yang buruk, defisiensi zat besi, persalinan lama,
rupture membrane, episiotomy, sectio caesaria.
Gejala klinis endometriosis tampak pada hari ke-3 postpartum
disertai dengan suhu yang mencapai 39o C dan takikardi, sakit kepala,
kadang juga terdapat uterus yang lembek.
c. Sakit Kepala, Nyeri Epigastrik, Penglihatan Kabur
1) Jika ibu sadar periksa nadi, tekanan darah, pernafasan.
2) Jika ibu tidak bernafas periksa lakukan ventilasi dengan masker
balon, lakukan intubasi jika perlu dan jika pernafasan dangkal;
periksa dan bebaskan jalan nafas dan beri oksigen 4 – 5 liter per
menit.
3) Jika pasien tidak sadar / koma bebaskan jalan nafas, baringkan pada
sisi kiri, ukur suhu, periksa apakah ada kuku tengkuk.
d. Pembengkakan di Wajah atau Extremitas
1) Periksa adanya varices
2) Periksa kemerahan pada betis
3) Periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, kaki odema.
e. Demam, Muntah, Rasa Nyeri Waktu Berkemih
f. Payudara Yang Berubah
Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat dapat
menyebabkan payudara menjadi merah, panas, tarasa sakit, akhirnya
terjadi mastitis. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
g. Kehilangan Nafsu Makan
Sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga lemas
karena kehabisan tenaga. Hendaknya lekas berikan minuman hangat,
susu, kopi, atau teh yang bergula.
h. Rasa Sakit, Merah, Lunak, Pembengkakkan pada Kaki.
i. Merasa Sedih Atau Tidak Mampu Mengasuh S
j. endiri Bayinya Dan Diri Sendiri.
D. BAYI BARU LAHIR
1. Definisi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal (BBL) adalah bayi yang baru lahir dengan pada
usia kehamilan genap 37-41 minggu, dengan presentasi belakang kepala atau
letak sungsangyang melewati vagina tanpa memakai alat. Neonatus adalah
bayi baru lahir yang menyesuaikan diri dari kehidupan didalam uterus ke
kehidupan diluar uterus (Marie, 2016).
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran,
kehamilan cukup bulan 37-42 minggu atau 259-294 hari (Marni, 2018).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-
42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh, 2015).
2. Kunjungan Neonatus
a. Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) waktu : 6-48 jam
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi hindari memandikan bayi hingga
sedikitnya enam jam dan hanya setelah itu jika tidak terjadi masalah
medis dan jika suhunya 36,5ºc bungkus bayi dengan kain yang
kering dan hangat, kepala bayi harus tertutup.
2) Pemeriksaan fisik bayi
a) Gunakan tempat tidur yang hangat dan bersih untuk
pemeriksaan.
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan.
c) Telinga : Periksa dalam hubungan letak dengan
mata dan kepala
d) Mata : Tanda-tanda infeksi
e) Hidung dan Mulut : Bibir dan langit-langit periksa adanya
sumbing, reflex hisap dilihat pada saat
menyusui.
f) Leher : Pembengkakan, gumpalan
g) Dada : Bentuk, putting, bunyi nafas, bunyi
jantung.
h) Bahu lengan dan tangan : Gerakan normal, jumlah jari
i) Sistem syaraf : Adanya reflex moro
j) Perut : Bentuk penonjolan sekitar tali pusat
pada saat menangis, lembek (pada saat
tidak menangis).
k) Kelamin Laki-Laki : Testis berada dalam skrotum, penis
berlubang pada letak ujung, lubang
titik.
l) Kelamin Perempuan : Vagina berlubang, uretra berlubang,
labia minor dan labia mayor.
m) Tungkai dan Kaki : Gerak normal, tampak normal, jumlah
jari.
n) Punggung dan anus : Pembngkakan atau cekungan, ada anus
atau lubang.
o) Kulit : Verniks, warna, pembengkakan atau
bercak hitam, tanda-tanda lahir.
p) Konseling : Jaga kehangatan, pemberian ASI,
perawatan tali pusat, agar ibu
mengawasi tanda-tanda bahayanya.
q) Tanda-tanda bahaya yang harus di kenal oleh ibu yaitu
pemberian ASI sulit, sulit menghisap, atau lemah hisapan,
kesulitan bernafas, yaitu pernafasan cepat > 60 x/menit atau
menggunakan otot tambahan, letargi-bayi terus menerus tidur
tanpa bangun untuk makan, warna kulit abnormal-kulit biru
(sianosis) atau kuning, suhu terlalu panas (febris) atau terlalu
dingin (Hipotermi) tanda dan perilaku abnormal atau tidak
biasa, gangguan gastrointernal misalnya tidak normal selama 3
hari, muntah terus menerus, perut bengkak, tinja hijau tua dan
darah lendir, mata bengkak atau mengeluarkan cairan.
3) Lakukan perawatan tali pusat pertahankan sisa tali pusat agar
terkena udara dan dengan kain bersih secara longgar, lipatlah
popok dibawah tali pusat, jika tali pusat terkena kotoran tinja cuci
dengan sabun dengan air bersih dan keringkan dengan benar.
a) Gunakan tempat yang hangat dan bersih.
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
memberikan imunisasi Hb0
b. Kunjungan Neonatal Ke-2 (KN-2) Waktu : Hari ke-3 sampai
dengan Hari ke-7
1) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.
2) Menjaga kebersihan bayi.
3) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
icterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
4) Pemberian ASI bayi harus disusukan minimal 10-15 x/24 jam
dalam 2 minggu pasca persalinan
5) Menjaga suhu tubuh bayi.
6) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuj memberikan ASI
ekslusif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
7) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
c. Kunjungan Neonatal Ke-3 (KN-30) Waktu : Hari ke-8 sampai
dengan Hari ke-28
1) Pemeriksaan fisik.
2) Menjaga kebersihan bayi.
3) Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya bayi baru lahir.
4) Memberikan ASI bayi harus disusukan minimal 10-15 x/24 jam
dalam 2 minggu pasca persalinan.
5) Menjaga keamanan bayi.
6) Menjaga suhu tubuh bayi.
7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bagi
bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan buku KIA.
8) Memberitahu ibu tentang imunisasi Bacillus Calmette-Guerin
(BCG).
9) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan (Legawati,2018)
3) Radiasi
Panas di pancarkan dari bayi baru lahir. Panas itu keluar dari
tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antra
2 obyek yang mempunyai suhu berbeda). Contoh bayi mengalamai
kehilangan panas tubuh secara radiasi adalah bayi baru lahir di
biarkan dalam ruangan dengan air conditioner (AC). Tanpa di
berikan pemanas atau radiant warmer, bayi baru lahir di biarkan
dalam keadaan telanjang, bayi baru lahirkan di biarkan tidur dengan
ruangan yang dingin, misalnya dekat tembok.
4) Evaporasi
Panas hilang melalui penguapan tergantung kepada kecepatan
dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara mengubah
cairan menjadi uap). Evaporasi di pengaruhi oleh jumlah panas
yang di pakai, tingkat kelembapan udara, dan aliraran udara yang
melewati. Apabila bayi baru lahir di biarkan dalam suhu kamar
25ºc. Maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radisi,
dan evapoasi 200 perkilogram berat badan (per kg bb), sedangkan
yang di bentuk hanya satu persepuluhya.
e. Perubahan metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus relatif lebih luas dari tubuh orang
dewasa sehingga metabolisme bassal per kg bb akan lebih besar. Bayi
baru lahir harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tenaga di
peroleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam pertama
energi di dapatkan dari perubahan karbohidrat, pada hari kedua, energi
berasal dari pembakaran lemak. Pemenuhan kebutuhan energi bayi 60%
di dapatkan dari lemak dan 40% dari karbohidat.
Proses Pendokumentasian
Manejemen asuhan kebidanan
kebidanan
7 langkah Varney
Data
Masalah/diagnosis Subjektif
Antisipasimasalah objektif
potensial/diagnosis lain
Perencanaan Planning :
(intervensi)
a. Konsul
b. Uji diagnostik/lab
Pelaksanaan
c. Rujukan
(implementasi)
d. Pendidikan/konseling
e. Follow up
Evaluasi
Sumber : Handayani & Mulyati (2017)
3. Peran dan Fungsi Bidan
Sebagai salah satu anggota profesi tenaga kesehatan yang professional,
bidan memiliki peran, fungsi, tanggung jawab, kewajiban dan hak sebagai
anggota kesehatan. Untuk menunjang peran, fungsi dan tanggung jawab
tersebut bidan bekali dengan sejumlah kompetensi-kompetensi yang harus
dimiliki dan dikuasai oleh bidan dalam menjalankan praktik pelayanan
kebidanan. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki peran sebagai
berikut :
a. Peran Sebagai Pelaksanan
Sebagai pelaksana bidan mempunyai 3 kategori tugas yaitu mandiri,
kolaborasi dan merujuk.
1) Tugas Mandiri:
Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan yang diberikan.
a) Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita
pranikah dengan melibatkan klien.
b) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal.
c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa
persalinan normal dengan melibatkan klien/keluarga.
d) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada klien pada masa nifas
dengan melibatkan klien/keluarga.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan system
reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan
menopause.
h) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan
melibatkan keluarga.
2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama :
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai dengan fungsi kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga.
b) Membeikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama pada keadaan kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga.
d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas
dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi, serta
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama
dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi
dan yang mengalami komplikasi, serta kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
3) Tugas Ketergantungan/Merujuk :
a) Menerapkan menejemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada hamil dengan resiko tinggi dan kegawatdaruratan.
c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan
melibatkan klien dan keluarga.
d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada ibu dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan
kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan
kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan keluarga.
b. Peran Sebagai Pengelola
1) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan
kebidanan untuk individu dan keluarga. Kelompok khusus dan
masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien.
2) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan
dan program sector lain wilayah kerjanya melalui peningkatan
kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, dan tenaga kesehatan lain
yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
c. Peran Sebagai Pendidik
1) Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada individu
dan keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan
masalah kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
2) Melatih dan membimbing kader termasuk mahasiswa bidan serta
membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.
d. Peran Sebagai Peneliti
Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang
kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok.
1) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2) Menyusun rencana kerja pelatihan.
3) Melaksanakan investigasi sesuai rencana.
4) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan
(Handayani & Mulyati, 2017).
4. Pendokumentasian 7 Langkah Varney Secara Umum
Pendokumentasian 7 langkah varney terbagi atas :
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Tahap ini dibutuhkan untuk menilai klien secara keseluruhan. Pada
tahap ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh
data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai
kebutuhan, pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan khusus dan
pemeriksaan penunjang.
b. Langkah II : Interprestasi Data Dasar
Data yang telah dikumpulkan di interprestasikan sehingga dapat
merumuskan diagnose dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnose
dan masalah keduannya digunakan karena masalah tidak didefinisikan
seperti diagnose tetapi membutuhkan penanganan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnose yang sudah diindentifikasi.
Membutuhkan antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Penting
untuk melakukan asuhan yang aman.
d. Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan
segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh meliputi apa
yang sudah diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya.
f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan rencana asuhan pada langkah kelima secara efisien
dan aman. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
g. Langkah VII : Evaluasi
Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
di dalam masalah dan diagnose (Novianty, 2017).
5. Pendokumentasian SOAP Secara Umum
a. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney.
b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian yang diperoleh melalui hasil
observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik klien, pemeriksaan
laboratorium.
c. Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi.
d. Planning
Menggambarkan pendokumentasian perencanaan asuhan,
pelaksanaan asuhan dan evaluasi asuhan.