Anda di halaman 1dari 4

Siklus Hidup

Siklus hidup dari Toxoplasma gondii dimulai setelah oosista tertelan oleh hewan

berdarah panas atau manusia (lihat gambar 2). Parasit tersebut merupakan parasit intraseluler

pada jaringan, terutama pada otot dan epitel usus. Pada infeksi akut yang berat, parasit dapat

ditemukan dalam darah dan eksudat peritoneal. Pada kucing dan genus Felidae, siklus ini

meliputi fase enteroepitelial dan ekstraintestinal, sedangkan pada hospes lain hanya terdapat fase

ekstraintestinal (Long, 1990). Siklus di dalam kucing ini sendiri dapat berlangsung kira-kira 20 -

24 hari setelah infeksi dengan oosista, akan tetapi dapat hanya 3 sampai 5 hari apabila kucing

tersebut menelan daging misalnya daging tikus yang di dalamnya terdapat sista. Baik hospes

definitif maupun hospes perantara dapat terinfeksi dengan cara menelan oosista infektif maupun

sista yang terdapat dalam jaringan hewan penderita. Oosista tersebut di dalam usus akan pecah

dan melepaskan 8 sporozoit yang selanjutnya akan berkembang secara intraseluler di dalam usus

dan nodus limfatikus (Frenkel, 1990).

Gambar 15. Siklus Hidup


Toxoplasma gondii (sumber :
medical-
dictionary.thefreedictionary.c
om/toxoplasmosis)
Setelah menembus lamina propia usus, organisme akan menyebar dalam darah dan limfe

yang akhirnya terbentuklah takizoit yang akan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah dan limfe. Takizoit sendiri dapat menembus sel-sel yang besar di dalam tubuh dan

memperbanyak diri secara intraseluler sampai sel yang ditempati menjadi hancur. Adanya

kombinasi antara tanggap kebal berperantara sel dan humoral yang terjadi pada individu yang

imunokompeten, akan dapat menghambat replikasi, sehingga akan menyebabkan terhambatnya

perkembangan sista jaringan yang mengandung bradizoit.

Perbanyakan dari takizoit akan dapat menyebabkan luka pada jaringan yang apabila berlangsung

lama, akan menjadi parah dan menimbulkan kematian akibat imnudefisiensi. Bradizoit

sebetulnya tidak terlibat dalam proses yang dapat menimbulkan peradangan. Oleh karena itu

Bradizoit dapat bertahan dalam jaringan selama hidup hospes. Bentuk dari sista jaringan akan

lebih mudah terbentuk dalam sistem saraf pusat, otot dan organ-organ dalam. Bradizoit yang ada

di dalam sista dapat juga menjadi aktif, menyebabkan parasitemia, menimbulkan infeksi dan

pecahnya jaringan sehingga dapat menimbulkan gejala klinis. Kasus ini terutama terlihat pada

para penderita AIDS yang mengalami imunosupresif berat atau akibat pemberian glukokortikoid

dosis tinggi (Frenkel, 1990; Lappin, 1994).

Oosista yang keluar dari hospes definitif akan mengalami sporulasi di bawah kondisi

alam yang sesuai menjadi 8 sporozoit, yaitu bentuk yang infektif pada manusia dan hewan

(Frenkel, 1990). Apabila oosista yang telah bersporulasi ini mencemari makanan atau minuman

dan kemudian tertelan oleh hospes perantara, maka akan pecah di dalam usus. Sporozoit yang

dikeluarkan tersebut akan menginfeksi dan selanjutnya mengadakan multiplikasi di dalam sel

epitel usus dan limfonodus di sekitarnya, sehingga terbentuklah trofozoit. Trofozoit ini akan

menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan limfe. Selanjutnya terjadilah fase
multiplikasi secara seksual yang akan membentuk sista jaringan dengan kandungan bradizoit

yang banyak (Dubey, 1994; Neva dan Brown, 1994).

Secara seksual (gametogenesis), trofozoit akan mengadakan multiplikasi dan diferensiasi

intraseluler secara endodiogeni, sehingga masing-masing trofozoit akan menghasilkan dua

merozoit. Siklus reproduksi yang repetitif tersebut akan membentuk koloni organisme yang

berbentuk roset dengan sel mukosanya yang mengalami pembengkakan, kemudian pada

akhirnya akan pecah. Proses selanjutnya adalah pembelahan secara skizogoni yang akan

menghasilkan 5 sampai 32 merozoit yang masuk ke dalam lumen usus dan menembus sel epitel

usus di sekitarnya. Merozoit tersebut selanjutnya akan mengalami proses pembentukan gamet

atau gametogoni yang akan menghasilkan mikrogamet (gamet jantan) dan makrogamet (gamet

betina). Apabila kedua gamet tersebut bersatu, maka terjadilah zigot atau bentukan yang

dinamakan oosista. Oosista tersebut selanjutnya akan keluar bersama dengan feses yang masih

non infektif. Melalui suatu proses yang dinamakan sporulasi, oosista tersebut akan berkembang

menjadi sporoblas yang di dalamnya masing-masing mengandung sporosista. Sporosista tersebut

masing-masing akan membelah diri lagi untuk menghasilkan 4 sporozoit, sehingga di dalam 1

oosista terdapat 8 sporozoit (Desmonts, 1990).

Gametosit sendiri pembentukannya berlangsung di dalam usus halus selama 3 sampai 15

hari setelah infeksi terjadi. Periode yang dibutuhkan mulai dari masuknya oosista atau parasit ke

dalam tubuh hospes hingga terjadinya gejala klinik atau periode prepaten dari toxoplasma adalah

20-40 hari. Perkembangan selanjutnya akan berakhir di dalam usus kucing, yaitu dengan

terbentuknya oosista (Soulsby, 1982). Untuk berkembang menjadi oosista di dalam tubuh kucing

dapat memerlukan yang lebih singkat, apabila infeksi yang terjadi berupa penelanan sistozoit

atau bentuk bradizoitnya, yaitu berkisar antara 3-21 hari. Apabila kucing tersebut menelan
bentuk takizoit, maka perlu waktu 19-48 hari (Cheng, 1986). Siklus perkembangan Toxoplasma

gondii akan lebih sempurna apabila kucing memakan jaringan atau daging dari hospes perantara

yang mengandung sista jika dibanding menelan oosista dari tanah. Dengan demikian, maka

jumlah oosista yang dikeluarkan bersama kotoran kucing akan lebih banyak setelah menelan

sista jaringan apabila dibanding dengan menelan oosista yang bersporulasi (Dubey, 1994).

Anda mungkin juga menyukai