Anda di halaman 1dari 47

PEDOMAN ETIS DAN PASTORAL

RUMAH SAKIT UMUM ST. ELISABETH


PURWOKERTO
PENDAHULUAN

Gereja Katolik bertugas ikut melaksanakan karya


penyelamatan Kristus sendiri. Dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, Rumah Sakit Katolik
melaksanakan salah satu bentuk karya penyelamatan itu
kepada orang yang sakit. Sesuai dengan panggilan dan
perutusannya Gereja Katolik, melalui Rumah Sakit
Katolik,melibatkan diri di dalamnya dengan identitasnya
yang khas. Yaitu dengan berpegangan iman Katolik
sesuai dengan ajaran Kristus. Rumah Sakit Katolik harus
berpegangan ajaran Gereja mengenai nilai-nilai religius
dan etis. Dari Rumah Sakit Katolik harus dapat
diharapkan sumbangan berupa kesaksian pengembangan
nilai-nilai itu. Sebab di bidang pelayanan kesehatan
tersangkutlah pribadi manusia dengan martabatnya yang
luhur.

Perkembangan ilmu dan teknologi di bidang medis


demikian pesat, sehingga kesadaran etis masyarakat sulit
memadainya. Dalam situasi demikianlah dibutuhkan
pedoman sebagai pegangan bagi tenaga medis dan
paramedis di Rumah Sakit Katolik. Maka Konferensi
Waligereja Indonesia dalam sidang tahunannya 1987
mengeluarkan “ Pedoman Etis dan Pastoral untuk Rumah
Sakit Katolik.” Semoga pedoman ini dapat dipakai
sebagai pegangan para tenaga karya kesehatan di Rumah
Sakit Katolik yang luhur dan penuh tanggung jawab.

Konferensi Waligereja Indonesia


DAFTAR ISI

PEDOMAN ETIS DAN PASTORAL RUMAH SAKIT UMUM ST.


ELISABETH PURWOKERTO..................................................................1

PENGANTAR....................................................................................2

BAB I : Tanggung Jawab Umum Rumah Sakit Umum St. Elisabeth


Purwokerto
BAB II : Tanggung Jawab Umum Rumah Sakit Umum St. Elisabeth
Purwokerto terhadap masyarakat.....................................................
BAB III : Kerjasama Rumah Rumah Sakit Umum St. Elisabeth
Purwokerto Dengan Upaya Kesehatan Lainnya................................

BAB IV : Tanggung Jawab Terhadap Pasien dan Hak Pasien............

BAB V : Tindakan Medik dan Pembedahan.....................................

BAB VI : Tindakan-tindakan lain.......................................................

Bab VII : Tanggung Jawab dan Peran Personil..................................

Bab VIII : Pendampingan Pasien Dalam Pelayanan Pastoral.............

BAB IX : Pelayanan Keagamaan dalam Pelayanan Pastoral.............

Spiritualitas Pelayanan Pastoral Rumah Sakit Umum St.


Elisabeth Purwokerto........................................................................

1.Kristus Teladan Sempurna Bagi Para Pelaksana Karya


Kesehatan..........................................................................................
2.Semangat St. Dominikus

3. Semangat St. Elizabeth Hungaria Pelindung Rumah Sakit Umum


St. Elisabeth Purwokerto...................................................................

4.Peranan Gereja Dalam Bidang Karya Kesehatan...............................


5.Panggilan Khas..................................................................................

6. Kesehatan, Penyakit dan Pelayanan Orang Sakit.............................

7. Aspek pastoral Karya Kesehatan......................................................

8. Prioritas Karya Kesehatan Katolik....................................................

9. Peranan Rumah Sakit.......................................................................

10. Jaringan Karya Kesehatan Katolik..................................................

11. Hubungan Dengan Pemerintah dan Karya Kesehatan Lainnya......

PENUTUP....................................................................................
PEDOMAN ETIS DAN PASTORAL RUMAH SAKIT UMUM
ST. ELISABETH PURWOKERTO

PENGANTAR

Yesus Kristus mewartakan Kabar Gembira tentang


Kerajaan Allah yang membawa damai sejahtera sejati. Ia
menyatakan cinta kasih-Nya terhadap manusia,
berkeliling untuk berbuat baik dan khususnya
menyembuhkan orang sakit. Ia memperhatikan manusia
secara utuh.

Sabda dan teladan Yesus Kristus, Penyelamat umat


manusia menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi
Gereja yang diutus untuk melanjutkan karya-Nya.

Pembebasan dan penyembuhan menjadi tanda kedatangan


Kerajaan Allah di dunia yang menghadirkan keselamatan
(Mt 11: 4-5). Pembebasan dan penyembuhan sedemikian
tak terbatas pada segi kejasmanian, melainkan
menyangkut manusia seutuhnya. Karya Rumah Sakit
Katolik, yang merupakan salah satu ungkapan dan sarana
Gereja bagi sesama yang menderita, memberikan
kesaksian bagi pembebasan dan penyembuhan itu.

Karena itulah, selain memperhatikan mutu pelayanan


profesional, Rumah Sakit Katolik perlu mewujudkan
secara nyata keyakinan dasar yang menyangkut makna
hidup manusia yang mendalam :

 Makna Kristiani martabat manusia yang


diciptakan Allah menurut citra-Nya serta
dipanggil untuk hidup dalam Kristus. Manusia,
dengan jiwa-raga, hati dan budi nurani, pikiran
dan kehendak dalam keseluruhan dan
keutuhannya menjadi titik pusat perhatian.

 Makna Kristiani peristiwa sakit, yang secara


manusiawi dirasakan sebagai gangguan yang
harus diatasi dalam arti yang lebih dalam, yakni
sebagai perwujudan mengikuti Kristus dalam
penderitaan menuju kebangkitan. Peristiwa sakit
menjadi ibarat manusia yang memerlukan
penebusan.

 Makna Kristiani penyembuhan, sebagai tanda


kedatangan Kerajaan Allah dan harapan akan
pemenuhan pembebasan tuntas pada akhir zaman.

Kesaksian, pengalaman cinta kasih dan pelayanan umat


Katolik lewat Rumah Sakit Katolik, tidak terbatas untuk
kalangan tersendiri, melainkan terbuka bagi masyarakat
luas. Dengan komitmen sosial ini, Gereja berpartisipasi
secara aktif dalam membangun masyarakat Pancasila
dalam bidang kesehatan. Peran Gereja tidak bersifat
netral, melainkan mempunyai dimensi religius dan etis
yang bersumber pada inspirasi Kristiani sendiri.
Dimensi religius-etis dalam penyelenggaran dan
pengelolaan Rumah Sakit Katolik, mengandung arti
adanya tanggung jawab Gereja mengenai arah, sarana
serta cara untuk mencapai tujuan pelayanan. Perhatian
perlu diberikan agar semua upaya itu benar-benar
memperhatikan martabat pribadi manusia seperti yang
dikehendaki Sang Pencipta. Dengan demikian partisipasi
Gereja Katolik dalam pembangunan di bidang kesehatan,
merupakan keterlibatan dengan pesan serta kesaksian
mengenai nilai-nilai religius dan etis yang terkandung
dalam ajaran Yesus Kristus dan Pancasila.

Pedoman ini merupakan ungkapan konkret, tanggung


jawab khusus serta keprihatinan para Waligereja
Indonesia tentang dimensi religius dan etis dari pelayanan
Rumah Sakit Katolik, yang merupakan karya Gereja serta
membawa nama Gereja.

Dalam masyarakat majemuk yang sedang menjalani


proses modernisasi dengan mentalitas pragmatis, serta
ditandai kemajuan pesat teknologi dan ilmu kedokteran,
diperlukan orientasi religius dan etis yang cukup jelas
mencerminan identitas Rumah Sakit Katolik. Karya ini
menampilkan wajah dan kesaksian Gereja ditengah
masyarakat, dan justru itulah dapat diharapkan pengertian
dari pihak masyarakat, jika Rumah Sakit Katolik
membina cita rasa Gereja, juga dalam dimensi religius-
etis.

Dalam tahun 1978, MAWI telah menyampaikan


dokumen “ Pesan MAWI kepada Karya Kesehatan
Katolik”. Pedoman ini, dengan aspek dan tujuan terbatas,
perlu dipelajari bersama “ Pesan MAWI” tersebut, serta
dokumen lain yang berkaitan dengan karya kesehatan.
Gereja berpandangan bahwa kesehatan dimaksud bagi
tiap insan, dan karena itu pelayanan kesehatan perlu
dihadirkan ditengah masyarakat luas. Dengan pedoman
ini, Gereja ingin menyatakan bahwa pelayanan Rumah
Sakit tetap dihargai dan didukung serta diperlukan bagi
rujukan pelayanan kesehatan primer.

Selain menjadi pegangan dalam menangani kasus moral


yang timbul, pedoman ini diharapkan menjadi landasan
yang bermanfaat dalam upaya menciptakan suasana yang
mendukung dimensi religius dan tanggungjawab etis,
membentuk hati nurani, menghormati martabat manusia,
mengembangkan solidaritas bagi yang menderita serta
menjalankan proses pengambilan keputusan yang
mengindahkan segi-segi etis dan pastoral.
BAB I : TANGGUNG JAWAB UMUM RUMAH SAKIT
UMUM ST. ELISABETH PURWOKERTO.

1. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


bertanggung jawab untuk :

a. Mengusahakan agar motivasi Kristiani, yakni cinta


kasih dan semangat pengorbanan berdasarkan Injil,
menjiwai pelayanan yang diselenggarakan.

b. Menentukan garis kebijaksanaan sesuai dengan ajaran


Gereja Katolik.

c. Mengembangkan peran serta dalam pembangunan


nasional di bidang kesehatan.

d. Memperhatikan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia


yang berlaku bagi semua Rumah Sakit.

e. Mengembangkan dan meningkatkan pelayanan


dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan
teknologi serta menyelaraskan dengan kondisi dan
perkembangan masyarakat setempat.

f. Memenuhi ketentuan-ketentuan yang diperlukan bagi


penyelanggaran upaya pelayanan Rumah Sakit yang
pantas, baik dari segi profesional maupun dari segi
hubungan antar manusia.

Identitas Katolik bagi Rumah Sakit Umum St. Eisabeth


Purwokerto mengandalkan bahwa etos dan etika seperti
diwartakan Gereja Katolik diperhatikan dan diterapkan.

2. Rumah Sakit Umum St. Eisabeth Purwokerto dalam


mengembangkan pelayanan bersikap hati-hati terhadap
metode upaya kesehatan baru selama belum teruji,
baik yang menyangkut cara maupun alat perangkat
medik.

3. Pelayanan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth


Purwokerto senantiasa mengupayakan peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan
pemulihan.

4. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


menyelenggarakan pendidikan dan latihan, yang
merupakan tuntutan untuk bekerja dalam pelayanan
nyata. Pendidikan dan latihan harus mencakup
pemahaman dan penghayatan sikap etis, sehingga
menghasilkan perilaku yang tepat dan dedikasi.
5. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto
mengupayakan penelitian dan pengembangan dalam
bidang yang berkaitan dengan penyelenggaraan Rumah
Sakit sesuai dengan tingkat kemampuan Rumah Sakit.

6. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


mengusahakan agar dalam upaya berswadaya tidak
bersifat komersial.

BAB II : TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT UMUM ST.


ELISABETH PURWOKERTO TERHADAP
MASYARAKAT.

7. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto menjalin


kerja sama yang baik dengan Pemerintah, masyarakat,
kelompk profesi kesehatan serta lembaga ilmiah
kesehatan dalam upaya pengembangannya.

8. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto menyertai


masyarakat dalam menanggulangi bencana, wabah dan
kecelakaan gawat darurat.

9. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto berusaha


menjagkau masyarakat yang kurang mampu.
10. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto
berupaya menumbuhkan kepercayaan masyarakat
dengan memberikan pelayanan yang dapat
diandalkan.

BAB III : KERJASAMA DENGAN UPAYA KESEHATAN


LAINNYA.

11. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


bekerjasama dengan jaringan karya kesehatan
lainnya, lembaga-lembaga pendidikan serta
organisasi medis-paramedis lainnya yang relevan
untuk meningkatkan pelayanan, pendidikan dan
penelitian.

12. Jika terdapat keterbatasan fasilitas atau tenaga ahli,


demi kepentingan pasien, Rumah Sakit Umum St.
Elisabeth Purwokerto merujuk pasien pada Rumah
Sakit lainnya yang lebih lengkap dengan
sepengetahuan dan persetujuan pasien atau keluarga.
(didampingi dan dipantau pihak RS dengan
ambulance RS )
BAB IV : KERJASAMA DENGAN UPAYA KESEHATAN
LAINNYA

13. Pelayanan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth


Purwokerto merupakan pengamalan cinta kasih
Kristiani yang melayani pasien dengan cermat dan
penuh pengabdian, dengan tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan
kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosial.

14. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


menghormati kebebasan hati nurani, serta menghormati
hak dan kewajiban setiap orang untuk melindungi
martabat pribadi maupun keutuhan dan fungsi tubuhnya.

15. Sikap positif yang menghargai hidup harus


dikembangkan dan tercermin dalam kebijakan dan
pelaksanaan pelayanan. Sikap demikian mencakup
upaya untuk melindungi dan melestarikan kehidupan
serta nilai-nilai manusiawi, bertolak dari hak atas
kehidupan. Hak ini meliputi hak untuk mendapatkan
pemeliharaan kesehatan sebagai perwujudan keadilan
sosial.
16. Semua pasien, entah berapa besar cacd mental atau
fisiknya, berhak untuk diperlakukan dengan hormat
sesuai dengan martabat manusia.

17. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


memungut balas jasa dalam batas kewajaran dengan
memperhatikan segi keadilan sosial, kemempuan orang
serta kemampuan untuk meneruskan pelayanan medis
yang dapat diandalkan.

18. Pasien berhak mengetahui perkiraan jumlah biaya yang


harus dikeluarkan untuk perawatan, pengobatan atau
pembedahan. Apabila pasien tidak dapat menanggung
biaya, padahal perawatan itu mutlak perlu untuk
kelangsungan hidup pasien, Rumah Sakit Umum St.
Elisabeth Purwokerto mengusahakan agar kesulitan itu
dapat diatasi sejauh mungkin.

19. Kesejahteraan pasien terkait erat hubungan keluarga.


Sejauh mungkin, tanpa menganggu pasien lain,
kebutuhan pasien akan kehadiran keluarga, terutama
bagi otang tua dan anak-anaknya dihormati.

20. Rahasia jabatan dipegang secara seksama, bukan hanya


rahasia yang menyangkut informasi yang tercatat dalam
catatan medik, tetapi juga hal-hal konfidensial yang
diketahui dalam menjalankan profesi. Catatan medik
pasien harus disimpan baik, sehingga tidak dibaca oleh
orang yang tidak berhak mengetahui.

21. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan penjelasan


mengenai keadaan penyakitnya. Pimpinan Rumah Sakit
Umum St. Elisabeth Purwokerto wajib mengusahakan
agar pasien menerima informasi tersebut melalui dokter,
perawat atau orang lain yang dapat menjalankan tugas
itu dengan baik dan penuh tanggung jawab.

BAB V : TINDAKAN MEDIK DAN PEMBEDAHAN

22. Tak seorangpun boleh mengambil bagian atau


diharuskan mengambil bagian dalam tindakan medik
atau pembedahan yang menurut keyakinannya
bertentangan dengan moral.

23. Pelaksanaan pembedahan dan tindakan medik yang


mengandung resiko besar terhadap kehidupan
membutuhkan persetujuan dari pasien atau walinya.

24. Setiap tindakan, lebih-lebih yang dapat menimbulkan


kerugian besar bagi pasien hanya dapat dibenarkan
secara etis, jika melalui penilaian yang seksama,
memberikan manfaat yang seimbang.

25. Bila ada keraguan mengenai moralitas suatu tindakan


atau keraguan mengenai keabsahan etis atau medis,
harus diadakan konsultasi profesional yang memadai.
Konsultasi juga bisa dibutuhkan bagi semua tindakan
yang membawa akibat serius. Pimpinan Rumah Sakit
Umum St. Elisabeth Purwokerto bertanggung jawab
atas ketentuan ini.

26. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto


menghormat dan melindungi hidup manusia dengan
martabatnya sebagai pribadi.

27. Dengan sengaja mengakhiri hidup pasien, meskipun


diminta pasien sendiri atau keluarganya, ataupun
berlandaskan kasihan (eutanasia aktif) bertentangan
dengan etika kedokteran dan ajaran moral Katolik.

28. Kelalaian untuk memberikan upaya proporsional, untuk


menyelamatkan kehidupan seseorang adalah sama
dengan sengaja mengakhiri hidup. Namun tidak ada
kewajiban untuk menggunakan upaya yang tidak
proposional.
29. Dapat dibenarkan memberikan obat penenang pada
orang sakratul maut atau memberikan analgetika
sewajarnya untuk meringankan rasa sakit, meskipun
diduga hal itu dapat mengurangi kesadaran atau bahkan
mungkin memperpendek hidup pasien sebagai akibat
sampingan.

30. Kehidupan harus dijaga dengan penuh perhatian sudah


sejak saat pembuahan. Segala tindakan yang secara
sengaja dan langsung mengakhiri kehidupan, termasuk
juga pengguguran bertentangan dengan moral Katolik.
Sikap hormat terhadap hidup perlu disampaikan dengan
konsisten, dalam konsultasi dengan orang yang ingin
pengguguran.

31. Dalam menggunakan metode teknologi mutakhir


tentang reproduksi manusia, martabat serta kehidupan
setiap manusia harus dihormati mulai dari saat
pembuahan. Manusia baru hanya boleh diadakan dalam
kesatuan perkawinan dan dalam suasana cinta kasih
ayah ibunya.

32. Tindakan dengan maksud menyembuhkan kondisi


patologis seorang ibu yang sedang mengandung,
meskipun secara tidak langsung dapat menyebabkan
berakhirnya kehamilan, diperbolehkan, asal keadaan
patologis tersebut serius dan tindakan pengobatan tidak
dapat ditunda sampai saat kelahiran tanpa
membahayakan kehidupan ibu dan jalan lain tidak ada.

33. Sectio Caesaria diperbolehkan bila janin sudah dalam


keadaan viabilis dan menurut pertimbangan bermanfaat
baik bagi ibu maupun anak. Operasi tersebut tetap
diperbolehkan meskipun ada bahaya bagi kehidupan si
bayi, apabila tindakan tersebut mutlak dibutuhkan untuk
menyelamatkan hidup ibu.

34. Pada kehamilan di luar rahim yang membahayakan


kehidupan ibu dan viabilitas janin tak dapat diharapkan,
tindakan operasi dapat dibenarkan, meskipun secara
tidak langsung berakibat berakhirnya kehamilan.

35. Di Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Purwokerto tidak


dilaksanakan sterilisasi sebagai sarana yang semata-
mata untuk mencegah kehamilan.

BAB VI : TINDAKAN-TINDAKAN LAIN

36. Dalam penelitian biomedik, pasien harus diperlakukan


sebagai pribadi manusia dan tidak melulu sebagai obyak
penelitian. Penelitian biomedik harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dengan disertai
tindakan pengamanan yang wajar.

37. Pencangkokan organ dari donor yang masih hidup,


secara moral dapat diijinkan jika ada persetujuan
bebas dari donor, manfaat yang diharapkan bagi
penerima seimbang dengan kerugian yang diakibatkan
pada pendonor, dan lagi dengan kepastian moril
bahwa pengambilan organ semacam itu tidak
merampas hidup donor sendiri maupun keutuhan
fungsi tubuhnya.

38. Pemeriksaan post-mortem hanya boleh dilakukan bila


ada kepastian moril bahwa seseorang elah meninggal.
Organ-organ vital, yaitu organ tubuh yang menopang
kehiupan, tidak boleh diambil sebelum orang tersebut
mmeninggal. Perlu ada persetujuan sebelumnya dari
donor yang bersangkutan atau wali/keluarganya.
Penentuan saat kematian tersebut harus dilakukan
sesuai dengan kriteria ilmiah yang umum diterima dan
dapat dipertanggung jawabkan. Sesuai dengan praktek
medis dewasa ini, untuk mencegah konflik
kepentingan, team dokter yang melakukan
pencangkokan harus berbeda dengan team dokter
yang menentukan saat kematian dari pasien yang akan
menjadi donor.

39. Dalam Rumah Sakit Umum St. Elisabeth pasien berhak


mengetahui identitas dokter yang melakukan
pembedahan bagi dirinya.

40. Tindakan medik yang berlebihan, baik berupa diagnosis


maupun terapi tidak dibenarkan. Suatu tindakan medik
itu berlebihan jika tidak ada alasan setimpal yang dapat
membenarkannya dari segi kepentingan penderita,
apalagi jika hal tersebut merupakan tindakan kontra
indikasi dengan pertimbangan medis yang sehat.

41. Dalam hal tindakan yang menyangkut pengendalian


perilaku atau perubahan kepribadian seseorang (misal :
psikofarmaka psikoterapi) perlu diperhatikan bahwa :

a. Tak satupun bentuk pengobatan boleh dijalankan jika


tindakan tersebut secara tetap membatasi atau
menghancurkan kebebasan dan kepribadian manusia.

b. Jika tujuan terapeutik, maka manfaat yang diperoleh


pasien harus setimpal dengan kerugian yang pasti
atau mungkin dialami pasien. Persetujuan dari pasien
atau keluarganya (dalam hal pasien tak mungkin
mengambil keputusan) diperlukan.

c. Perlu juga dipertimbangkan dengan seksama, akibat


jangka panjang bagi pasien, dibandingkan dengan
manfaat peringanan sementara terhadap pasien.

d. Rahasia yang menyangkut psikoterapi harus disimpan


secara seksama.

e. Tindakan pengendalian perilaku untuk memperbaiki


keampuan pasien (misal : ingatan, intelegensi,
kemampuan seksual) dapat dibenarkan jika ada
persetujuan bebas dari pasien, jika tidak ada cara lain
untuk mencapai tujuan tersebut, dan jika tindakan itu
mengarah pada integritas pribadi manusia.

42. Para tenaga kesehatan yang langsung terlibat dalam soal


pengaturan kelahiran yang dihadapi oleh suami-istri,
wajib membantu mereka agar dapat mengambil
keputusan yang tepat dengan tetap menghormati norma-
norma agama mereka.

BAB VII : TANGGUNG JAWAB DAN PERAN


PERSONIL
43. Pimoinan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth bertanggung
jawab agar seluruh personil Rumah Sakit memahami,
mengembangkan dan mewujudkan citra Rumah Sakit
Katolik yang bermutu dan manusiawi. Nilai-nilai yang
diperjuangkan Rumah Sakit Katolik pada hakekatnya
adalah nilai kemanusiaan yang beradab sebagai
dirumuskan dalam Pancasila.

44. Pimpinan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth bertanggung


jawab agar upaya pelayanan Rumah Sakit memenuhi
standar yang memadai, mengikuti perkembangan dan
teknologi kesehatan serta mengelola Rumah Sakit
sedemikian hingga dapat memberikan pelayanan optimal
pada masyarakat.

45. Dalam pengelolaan dan pengalokasian dana, pimpinan


Rumah Sakit perlu menentukan prioritas secara seksama
dan tepat dengan memperhatikan perrtimbangan jangka
panjang dan kebutuhan yang dirasakan sebagian besar
masyarakat.

46. Pimpinan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth


bertanggung jawab agar terjadi perpaduan yang serasi
antara unit-unit dalam Rumah Sakit. Setiap unit dalam
Rumah Sakit mempunyai peran penting dan
pembagian unit terjadi demi pembagian fungsi.
Semuanya diarahkan untuk mencapai misi Rumah
Sakit Katolik.

47. Pimpinan Rumah Sakit Umum St. Elisabeth bertanggung


jawab untuk menciptakan suasana kerja yang penuh
semangat, persaudaraan diantara seluruh personil,
menghormati hak dan memperlakukan karyawan dengan
adil dan bijaksana, memperhatikan kesejahteraan
karyawan, sehingga mereka dapat membaktikan diri
secara penuh bagi pelayanan kesehatan serta mendorong
partisipasi semua pihak untuk peningkatan pelayanan.

48. Para dokter harus memberikan pelayanan medik optimal


kepada semua pasien; mendasarkan pertimbangan dan
tindakannya secara legalitas dengan memperhatikan nilai-
nilai manusiawi dan tuntutan etika medis; memberikan
pelayanan yang pantas, penuh perhatian dan tepat pada
waktunya; berupaya agar mendapat kepercayaan pasien
dan masyarakat; berperilaku yang baik, di dalam maupun
di luar rumah sakit, sehingga tidak merugikan nama baik
Rumah Sakit yang bersangkutan dan kepercayaan pasien.

49. Para dokter dan juga petugas lain, dalam menghadapi


masalah yang mengandung dilema moral, perlu
menentukan sikap berdasarkan hati nurani yang terbina.
Keyakinan pribadi pasien perlu dihormati, tetapi ini tidak
dapat merupakan alasan untuk mengalihkan tanggung
jawab etis tindakan tertentu, dari pihak dokter pada pihak
pasien. Setiap orang tetap bertanggung jawab sendiri atas
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan.

50. Perawat bertanggung jawab menjalankan tugasnya


sesuai dengan etika profesi, merawat setiap pasien
tanpa membeda-bedakan, sesuai dengan martabatnya
sebagai pribadi. Perawat bekerjasama dengan dokter
dan menjalankan hubungan yang baik dengan unit lain
dalam meningkatkan kesehatan pasien, meringankan
penderitaan dan mencegah penyakit.

Dalam menjalankan profesinya, perawat mendampingi


pasien, memberi nasehat dan petunjuk kepada pasien
dan keluarganya tenang cara-cara menjaga kesehatan;
memahami kesulitan dan penderitaan pasien, sehingga
tercipta suasana yang memungkinkan pasien
menghayati makna hidup, juga dalam penderitaan.

51. Tenaga paramedik lain, tenaga non medik dan


karyawan lain berperan serta dalam tanggung jawab
atas kelancaran tugas pelayanan Rumah Sakit. Mereka
perlu bekerjasama sehingga Rumah Sakit Katolik
dapat memberikan pelayanan yang efektif, efisien dan
manusiawi. Sebagai anggota keluarga besar Rumah
Sakit, mereka patut mendapat penghargaan dan
memperoleh balas jasa yang layak.

BAB VIII : PENDAMPINGAN PASIEN DALAM


PELAYANAN PASTORAL

52. Kemajuan manajemen, ilmu dan teknologi


kedokteran, betapa pun manfaatnya dapat disertai
kekaburan nilai-nilai manusiawi. Pendampingan
pasien sebagai bagian pelayanan pastoral, merupakan
bagian hakiki Rumah Sakit Katolik berdasarkan ciri
khas dan inspirasi Kristiani yang menjiwainya.

Meskipun tidak dengan sendirinya membawa kesembuhan,


sentuhan manusiawi dapat membuka jalan bagi hidup yang
lebih berarti. Perhatian pada pribadi pasien secara utuh,
kehadiran dan pendampingan yang memberikan dukungan,
besar artinya dalam membantu kesembuhan.

Melalui pendampingan yang profesional dan manusiawi,


penderita dapat menggali dan menemukan kembali makna
hidup yang mendalam. Ia dapat makin terbuka dan mampu
memberikan tanggapan yang tepat dalam relasinya dengan
Pencipta. Juga pada saat penderitaan harapan dan makna
hidup tak menjadi padam. Sedang dalam rawatan terminal,
penderita didampingi untuk menempuh jalan kembali kepada
Pencipta dan Bapa dengan penuh kepercayaan.

53. Pendampingan pasien diarahkan agar penderita secara


aktif dapat mengembangkan sikap yang tepat terhadap
diri dan penderitaannya. Kunjungan pribadi,
kesempatan berkomunikasi dan berdialog, konsultasi
dengan tenaga ahli, pelbagai perhatian terhadap
masalah yang dihadapi penderita dan keluarganya
akan banyak mengurangi beban penderitaan. Juga
pelbagai kegiatan yang bersifat mengisi waktu
senggang dapat dikembangkan. Dengan
pendampingan sedemikian, penderita tidak hanya
diperlakukan sebagai kasus medik belaka, tetapi
sebagai subyek yang memantapkan kembali makna
hidupnya. Pengalaman sakit menghadapkan penderita
pada keterbatasan manusia, yang memungkinkan
manusia lebih menyadari makna hidup yang
sebenarnya.

54. Pendampingan yang akan meninggal dunia berarti


bantuan bagi seseorang yang menjalani tahap
peralihan dari hidup ini kepada hidup kekal. Setiap
orang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menyiapkan saat kematian sesuai dengan imannya.
Hendaknya diusahakan agar saat menjelang kematian,
penderita jangan ditinggal sendirian. Dalam
perjalanan kembali menghadap Tuhan, asal dan tujuan
hidupnya, diusahakan agar penderita didampingi oleh
keluarga, dokter, perawat serta petugas agama yang
dikehendaki pasien.

Kontak dengan keluarga setelah kematian seorang penderita,


hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan situasi.
Kelancaran pelaksanaan hal yang perlu diselesaikan dibicarakan.
Penataan ruang jenazah seyogyanya mencerminkan harapan
Kristiani dan suasana yang khidmat.

55. Karena menjadi bagian hakiki pendampingan pasien


merupakan tanggung jawab bersama. Semua orang
yang berhubungan dengan pasien, sesuai dengan
kedudukan dan peran masing-masing perlu
mengembangkan sikap yang tepat dalam mennghargai
nilai-nilai manusiawi dalam pribadi pasien. Sikap
demikian pada dasarnya merupakan pengalaman cinta
kasih dalam karya profesi masing-masing dan
seyogyanya menjiwai segala kegiatan dan mampu
mengembangkan suasana kerja yang sesuai dengan
Citra Rumah Sakit Katolik. Perlu dikembangkan
spiritualitas karya yang menjiwai pelayanan profesi.
Pembinaan sikap manusiawi dan Kristiani dalam
bentuk sikap yang menghargai pribadi manusia
sebagai subyek, sikap yang peka dan tanggap
terhadap situasi penderita perlu dijadikan program
yang penting.

56. Agar tanggung jawab bersama dilaksanakan sebaik-


baiknya oleh semua pihak, perlu dibentuk team
pelayanan pastoral yang bertugas :

 Membangkitkan dan memantapkan kesadaran,


motivasi dan tanggung jawab semua pihak untuk
melaksanakan peran masing-masing dalam pelayanan
pendampingan.

 Mengorganisasikan usaha pelayanan, agar terarah,


terpadu bermutu dan cukup merata.

 Mengembangkan lebih lanjut bentuk dan metode


pelayanan.
 Menyelenggarakan kaderisasi dan penyegaran
personil, agar lebih mampu dan sanggup
melaksanakan pelayanan pastoral.

 Menyelenggarakan evaluasi tentang kegiatan


pelayanan yang dijalankan.

Dalam team seyogyanya terdapat tenaga pastoral


purnawaktu.

BAB IX : PELAYANAN KEAGAMAAN DALAM


PELAYANAN PASTORAL

57. Rumah Sakit Umum St. Elisabeth dengan ciri khasnya


mempunyai panggilan khusus untuk mendampingi
penderita dan karyawan Katolik mengungkapkan
dimensi religius hidupnya.

Program pembinaan yang nyata perlu dikembangkan, agar


iman selalu merupakan hal yang relevan dan menjiwai
kehidupan profesi para petugas. Pendampingan keagamaan
dan pebinaan spiritualitas karya dilaksanakan dalam pelbagai
pelayanan, baik sakramental maupun non sakramental.

58. Perayaan tahun liturgi, yang secara bertahap


menyatakan misteri sejarah keselamatan, hendaknya
diselenggarakan sedemikian di ligkungan Rumah
Sakit Umum St. Elisabeth, sehingga baik petugas
maupun penderita dapat mengalami sapaan Tuhan
yang memperkaya hidup rohani mereka.

59. Orang dewasa dalam bahaya maut dapat dibaptis, jika


mempunyai sekedar pengetahuan tentang kebenaran
iman yang pokok dengan suatu cara menyatakan
kemauannya untuk dibaptis dan berjanji akan hidup
sesuai perintah agama Katolik. Bayi dan kanak-kanak
dalam bahaya maut, dengan persetujuan orang tua
hendaknya segera dibaptis tanpa menunda-nunda.
Setiap orang dapat membaptis dalam keadaan darurat,
asalkan ia mau melaksanakan apa yang dilaksanakan
Gereja. Pembaptisan hendaknya dilaporkan oleh
pembaptis, kepada pastor paroki tempat Rumah Sakit
berada. Dalam keadaan normal orang dibaptis di
gereja atau tempat ibadat.

60. Dalam bahaya maut Sakramen Penguatan dapat


diberikan kepada yang belum menerimanya, oleh
setiap imam, tanpa persiapan lazim, dan juga sebelum
usia yang dapat menggunakan akal budi.

61. Disamping merayakan Ekaristi bersama umat pada


umumnya, hendaknya diselenggarakan perayaan
Ekaristi bagi karyawan maupun orang sakit, dengan
liturgi yang disesuaikan, sejauh dimungkinkan
kalender liturgi.

Jika pendrita tak dapat ikut merayakan Ekaristi, maka


hendaknya ia diberi kesempatan menerima Komuni diluar
Misa, pada waktu yang tepat. Penderita diberi kesempatan
untuk mempersiapkan diri dan hendaknya diciptakan suasana
yang khidmat dan tenang.

62. Penderita Katolik yang berada dalam bahaya maut


karena apapun hendaknya diperkuat dengan Komuni
Suci sebagai bekal. Meskipun pada hari yang sama
sudah menyambut Komuni, sangat dianjurkan untuk
menyambut lagi saat berada dalam bahaya maut.
Anak Katolik dalam bahaya maut boleh menerima
Komuni, jika dapat membedakan Tubuh Kristus
dengan makanan biasa, serta menyambut dengan
hormat.

63. Sakramen Tobat mempunyai makna besar bagi orang


sakit, maka hendaknya kesempatan untuk
menerimanya diadakan dan diberitahukan kepada
penderita. Juga kesempatan perlu diberikan jika
penderita ingin mengungkapkan diri dalam
percakapan yang lebih tenang dengan Bapa
Pengakuan.

64. Penerimaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit ialah


orang Katolik yang sakit berat, baik karena usia lanjut
maupun karena penyakit. Orang yang diketahui umum
berada dalam dosa berat, dan tidak menunjukkan
tanda pertobatan tidak boleh diberikan sakramen ini.
Orang lanjut usia yang sudah sangat surut
kekuatannya diperbolehkan menerimanya, meskipun
tidak menderita penyakit khusus. Sakramen juga
diberikan kepada penderita yang menjalani operasi
yang berbahaya.

Sakramen dapat diulangi pemberiannya bila orang sakit


setelah membaik, mendapatkan krisis baru. Orang yang tak
sadar juga diberikan Sakramen ini, jika dapat diperkirakan ia
akan memintanya seandainya sadar.

65. Dalam pelayanan pastoral, Rumah Sakit Umum St.


Elisabeth mengembangkan kerja sama yang erat
dengan paroki, pastor yang ditugaskan, serta tenaga
pastoral lain.
Spiritualitas Pelayanan Pastoral Rumah Sakit Umum St.
Elisabeth Purwokerto

I. KRISTUS TELADAN SEMPURNA BAGI PARA


PELAKSANA KARYA KESEHATAN

1. Kristus sendiri merupakan teladdan sempurna bagi


tiap tenaga pelaksana karya kesehatan. Ia selalu
prihatin terhadap nasib orang yang menderita. Ia
menyembuhkan orang yang memerlukan
penyembuhan(Mat 15:30). Pekerjaan menolong orang
yang menderita, dipandang Yesus sebagai bagian
hakiki dari karya penyelamatan. Pekerjaan demikian
dipandang sebagai karya yang penting dan mendesak,
hingga bila perlu, Ia tak segan-segan
mengesampingkan larangan bekerja pada hari
Sabat(Luk 6:9).

2. Meskipun hari sudah senja, Ia tidak sampai hati


menolak kedatangan orang-orang yang menderita
pelbagai penyakit(Luk 4:40). Tidak hanya di sinagoga
Yesus mengajar dan menyembuhkan orang banyak, Ia
tidak segan-segan berkunjung ke rumah penduduk.
Yesus pergi ke rumah Simon, mengunjungi ibu
mertua Simon yang sakit payah(Luk 4:38). Ia
mendatangi rumah Kepala Laskar Romawi, hendak
meyembuhkan hamba-Nya yang sakit(Luk 7:6). Ia
juga bersedia datang ke rumah, pada saat putri
tunggal Yairus, Kepala sinagoga itu hampir mati(Luk
8:42). Yesus bergaul dan berdialog dengan rakyat
jelata. Ia memandang penting untuk hadir di tengah-
tengah rakyat. Yesus berkeliling dari satu tempat ke
tempat lain. Ia berkeberatan pada waktu orang banyak
hendak menahan Dia disatu tempat saja(Luk 4:42).

3. Dalam menjalankan karya-Nya, Yesus tidak bekerja


sendirian. Yesus memanggil 12 orang murid menjadi
kelompok pembantu-Nya. Ia memberikan delegasi
wewenang-Nya pada mereka untuk mengusir roh
jahat, untuk menyembuhkan segala macam peyakit
dan idapan(Mat 10:1-4).

Pada kesempatan lain, Ia menunjuk 72 orang murid,


yang diutus-Nya berdua-dua pergi mendahului Dia
kesegala kota dan dusun yang hendak dikunjungi-
Nya(Luk 10:1). Ia menumbuhkan kepercayaan dan
keyakinan diri pada mereka. Pada perjamuan terakhir,
Yesus menanyakan pengalaman para rasul :”Ketika
Aku mengutus kamu, dengan tiada membawa pudi-
pundi, bekal dan kasut, adakah kamu berkekurangan
apa-apa”(Luk 22:35). Dari pengalamannya, para rasul
menjawab :”Suatupun tidak”(Luk 22:36).

4. Meskipun, Yesus tidak memandang penyembuhan


penyakit sebagai tujuan akhir atau tujuan satu-
satunya. Ketika Yohanes mengirim utusan untuk
bertanya tentang Dia, Yesus memberikan gambaran
karya-Nya yang lengkap :”Pergilah dan katakanlah
kepada Yohanes, apa yang kamu dengar dan kamu
lihat. Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan,
orang kusta menjadi tahir, orang mati dibangkitkan
dan kepada orang miskin diberikan kbar baik”(Mat
11:4-5).

5. Bagi Yesus, sakit bukan hanya meliputi buta, bisu tuli


atau lumpuh. Sakit juga meliputi ketakutan,
meterialisme dan tekanan batin. Juga purba sangka
dan semua ketidak beresan rohani, yang tidak
memungkinkan manusia meikmati kepenuhan dan
kebahagiaan hidup(Mat 23:1-36). Yesus tahu, bahwa
setiap orang yang sehat badan dan pikirannya, dapat
juga tertimpa kemerosotan moral atau perdarahan
mmental.
Yesus menjadi manusia, supaya dalam keadaan sebagai
manusia, dapat menyatakan cinta dan belaskasih Allah Bapa
kita. Kalau Allah Bapa sendiri mengutus Putera-Nya menjadi
manusia, demikian pula panggilan kita sebagai muridmurid
Yesus. Kita dituntut untuk mendekati saudara-saudara kita
yang menderita, guna bersama-sama bisa menanggulangi
penderitaan yang ada. Identifikasi Yesus dengan rang yang
paling menderita dan memerlukan bantuan sangat jelas :”Apa
saja yang tidak kamu lakukan bagi slah seorang saudara-Ku
yang paling hina, tidak pula kamu lakukan itu bagi diri-
Ku”(Mat 25:45).

II. SEMANGAT SANTO DOMINIKUS

III. SEMANGAT ST. ELIZABETH HUNGARIA PELINDUNG RUMAH


SAKIT UMUM ST. ELISABETH PURWOKERTO

IV. PERANAN GEREJA DALAM BIDANG KARYA KESEHATAN

1. Gereja senantiasa brusaha untuk memperkembangkan


manusia seutuhnya. Tekad Gereja ini bertumpu pada
amanat Kristus sendiri:”Aku harus emberitakan Injil
Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus”(Luk 4:43).
Dari pernyataan inilah Yesus menjalankan tugas-Nya :
menyampaikan kabar gembira kepada kaum miskin,
memberitakan pembebasan bagi orang yang tertawan
dan penglihatan bagi orang buta, menyelamatkan orang
yang tertindas, dan memaklumkan bahwa tahun sukacita
Tuhan telah tiba(Luk 4:18-19).

2. Jelaslah motivasi karya kesehatan katolik bukanlah


mencari keuntungan material. Bahkan bukan hanya
pertimbangan peri kemanusiaan, melainkan melanjutkan
karya penyelamatan Kristus sendiri. Keprihatinan Gereja
dalam bidang kesehatan diwujudkan dalam karya yang
tekun, penuh cinta kasih dan tanggung jawab untuk
memperbaiki kesehatan dan mutu kehidupan bagi orang
sebanyak mungkin.

3. Gereja perlu hadir secara aktif dalam karya kesehatan.


Kehadiran ini dimaksudkan untuk memberi kesaksian,
bahwa penyembuhan terakhir dan abadi justru harus
dimulai dalam penyembuhan sekarang. Kesaksian
demikian harus mudah dapat dikenal oleh mereka yang
akan menerima pesan penyembuhan abadi.

V. PANGGILAN KHAS

1. Semua petugas karya kesehatan katolik, seperti juga


semua warga gereja, terpanggil menjadi garam dunia.
Kristus sendiri memperingatkan, bahwa garam baru ada
artinya dan gunanya selama rasanya tetap asin(Mat 5:13).

Untuk menjadi garam yang berguna bagi masyarakat,


semua petugas karya kesehatan harus setia pada cita-cita
dan ajaran Kristus sendiri. Peranan garam dunia pulalah
yang diharapkan Gereja untuk diambil oleh setiap Petugas
kesehatan Katolik, yang bekerja di Unit kesehatan lain.

2. Tenaga profesional kesehatan memang patut mengejar


keahlian dan kemahiran sesuai dengan perkembangan
dan kemajuan. Namun itu saja belum cukup bagi petugas
karya kesehatan katolik. Mereka secara khusus terpanggil
untuk melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Seperti
Kristus sendiri, mereka sepantasnya menjadi lebih peka
terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat, teristimewa
terhadap warga masyarakat yang paling menderita dan
kurang beruntung nasibnya.

3. Kami mengajak semua pimpinan yayasan dan kongregasi


yang bergerak dalam karya kesehatan, supaya
merenungkan kembali prinsip-prinsip yang mendasari
kegiatan mereka selama ini. Suda tiba waktunya kita
memandang arah jauh ke depan, mengembangkan cara-
cara supaya pengabdian kita lebih berdaya guna dan lebih
bermakna bagi kebutuhan rakyat banyak.

Patut diperhatikan dalam hal ini, dasar injili peranan


Gereja dalam bidang kesehatan, dan menyesuaikan pola
kegiatannya dengan seluruh pola dassar kerasulan Gereja.

VI. KESEHATAN, PENYAKIT DAN PELAYANAN ORANG SAKIT

1. Manusia sehat yang ideal ialah manusia yang sehat, baik


badan, jiwa maupun hidup sosialnya, itu berarti manusia
yang dapat sepenuhnya mengatur dan menggunakan
segala daya dan tenaga, guna mencapai tujuan hidup
yang ditentukan baginya oleh Pencipta.

Penyakit merupakan gangguan kesehatan, hingga


manusia kurang dapat menggunakan daya dan tenaga
badan maupun jiwanya. Entah siapa atau apa yang
menyebabkan, orang yang menderita penyakit itu
sendirilah yang pertama-tama harus menghadapinya. Ia
sendirilah yang harus menentukan sikap dan
perbuatannya terhadap penyakit itu.

Sakit merupakan gejala yang begitu umum dan biasa, dan


secara praktis sukar dipiisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari.

2. Penyakit menimbulkan tugas baru dalam hubungan


dengan tujuan hidup manusia. Mengingat arti kesehatan,
maka pertama-tama penyakit harus dipandang sebagai
gangguan, hambatan, kekacauan yang mesti diberantas.
Dalam pada itu penderita sendiri sebagai manusia yang
harus menyempurnakan hidupnya, harus bisa memberi
arti positif terhadap keadaan sakitnya.

3. Melayani orang sakit berarti membantu pasien supaya


menghilangkan atau mengatasi penyakitnya. Tujuan
penyembuhan ialah supaya manusia mendapat kembali
kepenuhan kebebasan yang diperlukan guna mencapai
tujuan hidupnya. Karena itulah penyembuhan orang sakit
tidak boleh dilakukan dengan cara yang bertentangan
dengan moral.

4. Yang diperlukan seorang penderita bukan hanya supaya


penyakitnya itu hilang. Baginya penting juga, bagaimana
cara ia memberi arti positif terhadap keadaan sakitnya,
bagaimana ia dapat semakin dekat dengan Tuhan dan
dengan sesama. Pasien harus ditolong supaya mau
mencari penyembuhan, tetapi ia juga harus dibantu
supaya dapat menerima dengan pasrah, kalau
penyakitnya memang tidak dapat disembuhkan. Kalau ia
sembuh, penyembuhan harus diterima sebagai pratanda
dan harapan akan pembebasan serta penyelamatan yang
sempurna. Sebaliknya jika ia tidak dapat disembuhkan, ia
harus ingat teladan Kristus, yang sengaja memilih jalan
derita dan maut, guna melahirkan kebangkitan dan
kemuliaan demi keselamatan semua orang.

VII. ASPEK PASTORAL KARYA KESEHATAN

1. Aspek pastoral merupakan hal penting yang patut


mendapat perhatian dalam karya kesehatan kita. Jika
pimpinan unit, para dokter, perawat dan seluruh petugas,
benar-benar mengamalkan cinta kasih Kristen, maka
penderita akan betah dan merasa dihargai. Kehadiran dan
penyertaan kita di samping penderita besar artinya dalam
membantu penyembuhan dan pembebasan. Keadaan
demikian merupakan dasar pokok pelayanan pastoral
yang meliputi seluruh pribadi pasien. Sentuhan
kemanusiaan yang hangat membuka jalan bagi kehidupan
roh, meskipun mungkin tidak dengan sendirinya
membawa kesembuhan yang pasti penderitaan penyakit
terbagi dan dipikul bersama.

2. Begitu banyak orang menderita karena alasan yang salah.


Kesepian, kebingungan dan kecemasan merupakan luka-
luka yang sering melekat pada keadaan kita sebagai
manusia. Bimbingan yang baik dapat menanggulangi
masalah ini secara kreatif. Sebab itu perlu sekali
menempatkan petugas penasehat dan pembimbing
semacam itu pada unit kesehatan kita.

3. Sakit selalu membuka kesempatan baik bagi mereka yang


percaya. Keadaan demikian sering lebik memudahkan
untuk menemukan Yesus sebagai penyembuh dan
pembebas. Pemulihan kesehatan merupakan kesempatan
baik untuk membantu penderita menemukan dirinya
dalam keheningan, dan di dalam lubuk sanubarinya. Ia
akan menyadari bahwa doa bukanlah sesuatu hiasan
belaka. Ia akan menginsyafi bahwa doa benar-benar
merupakan nafas eksistensi manusia yang lengkap, dan
merupakan suatu terapi tersendiri.

Hendaknya kepada si sakit diingatkan akan faedah sakramen


orang sakit sebagai bantuan dari Gereja kepada orang-orang
yang dalam keadaan sakit atau menghadapi ajalnya.

4. Warga masyarakat dapat bersama-sama menjadi suatu


kesatuan pelayanan yang bermakna bagi saudara-saudara
kita yang menderita. Bersama-sama kita dapat
memberikan pelayanan, keprihatinan serta dukungan
yang membesarkan hati. Di dalam setiap jaringan
kegiatan, di lingkungan, rumah sakit, desa atau paroki,
para warga lingkungan sebagai kesatuan pelayanan bisa
memberikan sumbangsih yang besar artinya bagi
pelayanan orang sakit, orang lanjut usia, orang cacat, dan
sebagainya.

5. Kita perlu terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, dan


rela menyelidiki kemungkinan baru melalui dialog yang
hidup. Dengan demikian pelayanan kita akan melengkapi
proses penyembuhan diri.

VIII. PRIORITAS KARYA KESEHATAN KATOLIK

1. Keterbelakangan timbul jika kebutuhan-kebutuhan


primer, seperti perumahan yang memadai, sandang dan
pangan, lingkungan hidup yang sehat, tak tersedia bagi
masyarakat. Keterbelakangan juga terjadi karena
penyakit, laju pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat,
lapangan kerja yang tidak tersedia, sikap masa bodoh dan
sebagainya. Hal sedemikian menimbulkan cara hidup
dibawah kelayakan. Keterbelakangan diatas, massih
meluas didapati. Semuanya ini merupakan tantangan dan
sekaligus juga tanggung jawab bagi semua orang Kristen
untuk mengubahnya, guna mewujudka rencana Allah bagi
perkembangan manusia seutuhnya.

2. Gereja senantiasa merasa senasib dengan seluruh umat


manusia. Kegembiraan dan pengharapan, kedukaan dan
kecemasan umat manusia dewasa ini, lebih-lebih yang
miskin dan menderita, merupakan pula kegembiraan dan
pengharapan, kedukaan dan kecemasan murid-murid
Kristus. Maka kita tidak boleh berkebal rasa terhadap
setiap aspek kehidupan manusia. Selain itu pewartaan
Injil tidak akan lengkap jika tidak diperhatikan pengaruh
timbal balik yang terus menerus antara Injil dan
kehidupan konkrit manusia, baik pribadi maupun sosial.

3. Patutlah kita mengakui bahwa dibidang karya kesehatan


gerejani masih terdapat banyak kepincangan :

 Pelayanan rumah sakit menyerap lebih dari 50%


anggaran dan jumlah tenaga kesehatan. Tetapi
sebagian terbesar rakyat di pedesaan dan
golongan penduduk berkekurangan di kota-kota
masih belum dapat menjangkau pelayanan yang
disediakan.

 Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun,


Pemerintah menekankan perlunya perluasan
jangkauan pelayanan kesehatan. Melalui
puskesmas-puskesmas diberikan pelayanan
kesehatan menyeluruh.

Banyak karya kesehatan katolik masih bertitik


berat pada pelayanan pengobatan. Perhatian
lebih besar perlu diberikan untuk
mengembangkan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.

 Belum banyak perhatian diberikan untuk


mengikut-sertakan daya yang ada dalam
masyarakat sendiri. Unit kesehatan yang telah
menjalankan karya sosio-medis membuktikan
bahwa ada kemampuan besar dari masyarakat.
Juga dari golongan masyarakat yang paling
sederhana, dapat diharapkan keterlibatan yang
besar manfaatnya. Dana dan daya karya
kesehatan katolik sangat terbatas. Hal ini
menimbulkan tantangan untuk menentukan
prioritas setepat mungkin.

Pemeliharaan Kesehatan Primer.

4. Sasaran karya kita perlu diarahkan pada pemeliharaan


kesehatan bagi rakyat banyak di pedesaan dan daerah
berkekurangan di kota-kota. Program pelayanan
kesehatan yang menyeluruh harus memungkinkan tiap
warga masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang
layak, di dalam situasi tertentu dan dalam batas sumber-
sumber yang ada. Hal ini berarti perlu dikembangkan
sistem pelayanan dengan mana kebutuhan-kebutuhan
kesehatan primer dapat dicukupi dan dijangkau oleh
masyarakat. Pelayanan kesehatan primer, meliputi
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan ibu dan anak,
perbaikan sanitasi lingkungan, perbaikan gizi, pemberian
kekebalan, pelayanan kesehatan sekolah, pengobatan
sederhana dan lain-lain. Pelayanan sedemikian sudah
memberikan pengaruh besar dalam peningkatan
kesehatan masyarakat. Selain itu biaya yang diperlukan
jauh lebih rendah dari pelayanan rumah sakit.

5. Falsafah dasar pemeliharaan kesehatan primer ialah


memenuhi kebutuhan-kebutuhan kesehatan semua
lapisan masyarakat, teristimewa mereka yang hingga kini
tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan. Usaha ini
memang belum jauh berkembang, hal ini disebabkan
terutama karena motivasi dasarnya belum difahami
dengan baik. Terlampau sering kita masih suka
melekatkan diri pada tradisi yang ditentukan oleh
prestise.

Beberapa segi perlu mendapat perhatian dalam


pengembangan pelayanan kesehatan primer :
 Unit-unit kesehatan yang besar, hendaknya diatur
untuk menunjang kebutuhan unit yang lebihh
sederhana.

 Pelayanan kesehatan primer perlu dikaitkan


dengan kegiatan pembangunan masyarakat.

 Penduduk setempat perlu dilibatkan secara aktif,


baik dalam tahap perumusan rencana maupun
dalam tahap pelaksanaan.

 Sumber daya dan dana yang tersedia di dalam


masyarakat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

 Tenaga untuk pelaksana pemeliharaan primer


perlu dipersiapkan baik.

Selain segi tehnis-medis, pemeliharaan kesehatan


primer memerlukan pendekatan dalam bidang sosio-
ekonomi-kultural. Karena itu perlu ada pengertian,
dukungan dan kerja sama sepenuhnya dari pihak
masyarakat, kalangan profesional dan pemerintah.

Dana Sehat : swasembada pemeliharaan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai