BAB I PENDAHULUAN A. Masalah Budaya Suku Jawa dan Kesehatan Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan hasil alamnya. Masyarakat yang multikultural membuat budaya di satu daerah dengan daerah lainnya memiliki keanekaragaman. Salah satunya adalah budaya minum jamu. Budaya ini berasal dari masyarakat suku jawa yang terkenal dengan obat tradisionalnya. Diracik dari hasil alam Indonesia sendiri, jamu yang semula hanya tradisi turun temurun kini menjadi tradisi yang telah menjadi kebiasaan di Indonesia. Hampir seluruh masyarakat, khususnya di Indonesia mengenal kata “jamu”. Jamu yang berasal dari bahasa Jawa merupakan obat tradisional berupa racikan akar-akaran atau tumbuhan. Jamu diartikan sebagai racikan tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan tradisional, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan tradisional, serta racikan tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Jamu pertama kali berkembang di daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa Timur. Dua daerah itu merupakan cikal bakal perkembangan obat tradisional di Indonesia. Di daerah-daerah lain di Indonesia, pengobatan menggunakan obat tradisional juga sudah banyak dimanfaatkan dengan nama atau istilah yang berbeda, namun perkembangannya sebagai industri tidak secepat dan sebaik yang ada di pulau Jawa. Secara umum, dapat dilihat bahwa minum jamu sudah menjadi budaya bagi orang Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam bagi kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari proses kelahiran, masa remaja, dewasa, bahkan sampai masa tua. Mereka minum jamu dengan maksud menjaga kesehatan, kekuatan, maupun kecantikan. Sebagai unsur budaya, dapat dikatakan bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya peradaban masyarakat Jawa. Hal ini dapat dilihat dari gambar-gambar relief di candi-candi seperti Candi Borobudur, Prambanan, serta candi Penataran berupa gambar-gambar pohon kamboja, maja, maja keling, buni, dan lain-lain. Di antara pohon itu, ada yang merupakan bahan obat, kosmetik, atau bahan jamu yang sampai sekarang masih digunakan. Mengingat keterbatasan kemampuan baca tulis masyarakat Jawa pada masa itu, kebanyakan resep jamu diturunkan kepada generasi berikutnya dengan dituangkan dalam sekar- sekar atau tembang-tembang yang dapat kita baca dalam buku “Serat Centini”. Buku yang berisi tentang resep racikan jamu pertama kali muncul pada 1831, yaitu “Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi”. Naskah aslinya masih tersimpan di Sonopoestoko Kraton Susuhunan Surakarta. Pada masa pemerintahan aku Sultan Hamengkubuwono X juga ditulis buku mengenai resep jamu, yaitu “Primbon Jampi Jawi” yang saat ini sudah ditulis dengan huruf latin. Terlepas dari rasanya yang terkadang kurang familiar di lidah, jamu sebenarnya merupakan salah satu cara pengobatan alternative yang paling digemari oleh penduduk Indonesia. Selain karena dipercaya memiliki efek samping minimal, harganya pun juga murah dan terjangkau, sehingga jamu menjadi pilihan dan merakyat di Indonesia. Namun hati-hati, kebanyakan jamu yang beredar di pasaran belum melalui tahap-tahap penelitian ilmiah. Produk jamu tradisional atau alami yang banyak dijual dan beredar di pasaran yang berbentuk pil atau bubuk, sering dituding berbahaya bagi kesehatan ginjal. Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum air (air putih lebih baik), karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu. Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis (dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. Juga pemakaian jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan senyawa metabolitnya di organ-organ, misalnya di hati, saluran pencernaan ataupun ginjal. Sementara itu, Pakar farmasi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dra Nurul Mutma’inah, Msi. Apt, menyatakan, konsumen harus waspada bila ada jamu tradisional yang sesudah diminum langsung cespleng, menyembuhkan, atau sangat manjur. Ada bahaya bagi kesehatan di balik kemanjuran sesaat itu. Lebih lanjut ia mengatakan, sebetulnya jamu tradisional jarang yang bisa menyembuhkan suatu keluhan penyakit secara cepat. Lain halnya dengan bahan kimia obat, efeknya bisa cepat muncul. “Maka perlu dicurigai jika setelah minum jamu, efeknya cepat sekali. Kita perlu curiga, di dalam jamu itu terdapat campuran bahan kimia obat,” tandasnya. Terkait dengan jamu tradisional yang ternyata mengandung bahan kimia obat, pakar farmasi itu mencontohkan jamu tradisional penambah stamina pria. Ternyata di dalamnya ditambahkan bahan kimia obat, seperti sildinafil dan padalafil. “Bahan kimia tersebut dalam pengobatan modern sebenarnya untuk mengatasi disfungsi ereksi. Kemudian jika seseorang akan memakainya, seharusnya dipastikan dulu, apakah punya riwayat tekanan darah tinggi atau memakai obat lain ataukah tidak,” jelasnya. Selain jamu tradisional penambah stamina pria, menurut Nurul Mutma’inah, yang juga perlu diwaspadai adalah jamu seperti jamu keju kemeng dan jamu pegal linu. Biasanya, jamu seperti pegal linu tersebut sering ditambahkan analgetik atau penghilang rasa sakit. Efek samping dari minum jamu tradisional yang dicampur bahan kimia obat, menurut Dekan Fakultas Farmasi UMS ini, bisa berakibat jangka pendek atau jangka panjang. Jangka pendek, biasanya muncul keluhan iritasi lambung atau lambung berasa perih, sedangkan efek jangka panjang, bisa menimbulkan gangguan ginjal dan sebagainya. Di lain pihak, Prof. Sumali juga mengatakan, “Selain khasiatnya, keamanan jamu juga perlu dibukatikan. Misalnya tidak toksik. Karena itu diperlukan uji toksiksitas, baik akut maupun kronik, ini dilakukan untuk membuktikan bahwa jamu itu benar-benar obat. Obat berbahan kimia pun juga melalui proses pengujian semacam ini. Jamu yang beredar di pasaran banyak yang belum melalui penelitian. Bahkan dapat terjadi pula adanya Perusahaan jamu nakal yang selain mencampurkan bahan-bahan alam yang berkhasiat, juga mencampurkan obat dokter seperti antalgin atau paracetamol untuk jamunya. Tentunya ini menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut, yaitu ketika jamu diproduksinya disebut-sebut “tokcer” dan sangat ampuh menyembuhkan penyakit karena di dalamnya terkandung obat. Namun tidak semua efek baik yang didapat dari jamu jenis ini. Sebagai jamu yang dicampur dengan obat, tentunya efek samping obat yang bersangkutan juga dapat timbul. Bedanya dengan meminum obat biasa, meminum jamu jenis ini dapat menimbulkan efek samping yang lebih buruk karena dosis dan campuran bahan di dalamnya belum tentu sesuai karena tidak berdasarkan penelitian. Selain itu, jamu selalu tidak pernah diindikasikan oleh resep dokter, sehingga terkadang di ragukan keamanannya. B. Banyaknya Kasus (Kualitatif dan Kuantitatif) Awal Juni 2008, Badan POM Indonesia telah melarang 54 merek jamu karena telah mencampur bahan jamu tradisonal dengan obat modern. Jamu- jamu yang seharusnya hanya berisi bahan yang berasal dari akar, daun, dan batang tanaman asli Indonesia secara rahasia dicampur dengan sibutramin, sildenafil sitrat, siproheptadin, fenilbutason, asam mefenamat, prednison, metampiron, teofilin, dan parasetamol. Jamu-jamu tersebut umumnya berasal dari pabrik di Jawa Tengah, Tangerang dan Jakarta. Sesungguhnya pelarangan ini bukan untuk pertama kali. Beberapa tahun lalu pelarangan serupa pernah terjadi, khususnya untuk jamu yang diproduksi di sekitar Cilacap. Ada bahaya tersembunyi bila jamu dicampur dengan obat modern. Jamu selama ini dicitrakan sebagai obat yang aman dan bebas efek samping sehingga penggunaannya biasanya tidak menggunakan ketepatan dosis. Karena menganggap sangat aman, banyak kejadian efek samping dan keracunan apabila jamu tersebut diminum, sebab didalamnya mengandung obat modern yang perlu ketepatan dosis. Penggunaan jamu tercampur obat modern selanjutnya dapat merusak citra jamu karena dapat menyebabkan sakit kepala, mual, nyeri perut, pendarahan lambung, gangguan ginjal nyeri dada, hingga kematian. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dari berbagai daerah sibuk merazia, menyita bahkan memusnahkan puluhan jenis jamu tradisional yang mengandung bahan kimia berbahaya kare jamu tersebut dianggap dapat menyebabkan dapak yang buruk jika dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mengandung bahan kimia, jamu-jamu tersebut sebagian besar adalah industri rumah tangga bukan dibuat pabrik. Dengan demikian pengawasan higienisnya sangat kurang, hal tersebut sangat merugikan konsumennya. Sedikitnya ada sembilan bahan kimia berbahaya yang terkandung di dalam berbagai jenis obat tersebut, seperti zat sibutramin hidroklorida yang dapat meningkatkan tekanan darah tinggi (hipertensi), denyut jantung dan sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan oleh pasien dengan penyakit arteri koroner dan gagal jantung. Selain itu juga terdapat sildenafil sitrat yang dapat memicu sakit kepala, pusing, mual, nyeri, ganguan penglihatan, hingga kematian. “Jamu Nakal” itu juga tercampur dengan siproheptadin yang dapat menyebabkan mual, muntah, mulut kering, diare, anemia, hemolitik, hingga trombositopenia. Campuran lain adalah fenilbutason yang dapat memicu mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit, perdarahan lambung, gagal ginjal, dan sebagainya. Ada pula asam mefenamat yang dapat menyebabkan mengantuk, diare, ruam kulit, anemia, kejang, asma, dan ginjal. Beberapa merek jamu juga terbukti dicampur dengan prednison yang dapat menyebabkan moon face, gangguan saluran cerna, glaucoma dan keseimbangan cairan. Juga, metampiron yang dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, syok, kematian dan sebagainya. Tetapi, hal ini hanya bersifat sementara saja, jika BPOM telah berhenti merazia maka jamu tersebut akan kembali beredar di masyarakat. Maka penting jika produsen jamu tersebut yang seharusnya ditangkap dan dihukum. Walaupun masyarakat tahu bahwa jamu-jamu tersebut dilarang namun justru jamu-jamu tersebut yang banyak dicari dan masih tetap dicari walupun dilarang dan yang lebih memprihatinkan lagi jamu-jamu tersebut masih terjual bebas di pasaran. Hal inilah yang terjadi di Palembang tepatnya ini di daerah Lebong Siareng, Simpang Lima. Kesadaran yang tinggi tentang pentingnya kesehatan namun tidak didukung dengan pengetahuan yang benar malah justru menjerumuskan pada pengertian yang salah. Bukan hanya Indonesia yang kerepotan dengan produsen jamu nakal. Malaysia juga. Penyebabnya sama: produsen jamu atau obat tradisionil Malaysia secara diam-diam mencampurkan obat kimia keras kedalam jamu yang seharusnya hanya berisi bahan-bahan obat tradisional. Kementerian Kesehatan Malaysia 21 Juni 2008 telah melarang dan memerintahkan menarik dari peredaran beberapa jamu yang ternyata mengandung sildenafil (Viagra), yang seharusnya memerlukan resep dokter dalam penggunaannya agar tidak membahayakan pemakai. Dan “Badan POM Malaysia”, Drug Control Authority (DCA), sebelumnya telah mencabut izin registrasi produk dimaksud (The New Straits Times On Line, 22 Juni 2008). Produk tersebut adalah Spring Returns, ML Viraken capsule, Epimendi Plus capsule (400mg), Tribulus Plus capsule (400mg) dan Primalex. Beberapa merek jamu tersebut diduga secara gelap beredar di Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang jamu dan obat tradisional harus lebih fokus pada perlindungan konsumen, sebab penyelesaian kasus jamu dan obat tradisional berbahaya selama ini sering terhenti di tengah jalan dan merugikan konsumen. Demikian disampaikan Sekretaris Komisi E DPRD Jawa Tengah, Thontowi Jauhari dalam pertunjukan wicara (talk show) pada program Semarang First Channel, Rabu (12/9). Menurut dia, selama ini Balai Pengawasan Obat dan Manakan (BPOM) sering menemukan jamu dan obat tradisional berbahaya di pasaran namun tidak ada langkah hukum lebih lanjut. Padahal, kata politikus PAN itu, temuan jamu dan obat tradisional berbahaya itu bukan delik aduan sehingga penyidik seharusnya bertindak dengan membawa kasus itu ke pengadilan agar dapat memberi efek jera terhadap produsen jamu yang nakal. “Banyak temuan makanan, jamu, dan obat tradisional berbahaya, namun solusinya tidak pernah tuntas, padahal masalah ini menyangkut keselamatan jiwa manusia,” katanya. Menurut dia, kalau hukum bisa ditegakkan dan penegak hukum juga tidak bisa diintervensi oleh kepentingan sesaat, maka peredaran jamu berbahaya tidak akan selalu terulang. “Sepanjang penegakan hukumnya lemah, tidak lama lagi akan ditemukan kasus sama,” kata Thontowi. Ia mengatakan, sebenarnya tidak terlalu sulit melacak produsen jamu yang nakal bila memang ada kemauan kuat untuk melenyapkan peredaran obat tradisional berbahaya ini. “Menangkap teroris yang jauh lebih sulit saja bisa, apalagi kalau cuma melacak keberadaan produsen jamu berbahaya,” katanya. Pada acara sama, Kepala Balai Besar POM Semarang, Maringan Silitonga mengemukakan, sejumlah obat kimia, silbenafil, deksa metazon, antalgin, sibuatramine (pelangsing), dan fenil butazon menjadi pilihan favorit produsen dalam meracik jamu tradisional. Bahan kimia obat (BKO) tersebut, menurut Maringan, tidak boleh dijual dan dikonsumsi secara bebas karena harus diperoleh dengan resep dokter. Pemberian BKO tersebut juga harus dengan dosis tepat, namun yang terjadi perajin jamu tradisional itu mencampurkan dengan dosis yang tidak terukur. Ia mengingatkan, BKO tersebut bisa menimbulkan gangguan serius bila dikonsumsi tanpa mengindahkan dosis dan efeknya. Ia memberi contoh, silbenafil yang oleh produsen jamu diklaim bisa meningkatkan keperkasaan pria, sangat berbahaya bila dikonsumsi orang yang memiliki penyakit jantung. Deksa metazon juga bisa menjadikan wajah seseorang yang mengonsumsi BKO ini dalam jangka panjang berubah menjadi bulat (moon face) dan lembek, sedangkan fenil butazon akan merusak ginjal, hati, lambung, dan usus. Menurut dia, dalam beberapa kasus tidak mudah melacak produsen jamu yang nakal itu karena alamatnya tidak jelas. Selama ini pihaknya menempuh dua langkah, yakni upaya preventif dan penegakan hukum. Tahap pertama, produsen yang nakal akan diberi peringatan namun kalau di kemudian hari tetap melakukan pelanggaran akan diselesaikan di pengadilan. Thontowi menambahkan, untuk menyelesaikan masalah itu setidaknya BPOM, Departemen Perdagangan, dan penegak hukum harus memiliki visi sama dengan fokus mengutamakan perlindungan konsumen.
C. Proses Terjadinya Kasus komplikasi akibat kerusakan organ hati/lever. Organ hati sebagian besar sudah tidak berfungsi normal. Jaringan hati sudah berubah sifat. Bukan lagi jaringan hati normal, melainkan menjadi jaringan ikat, disebut sirosis. Penyebab sirosis harus diketahui melalui pemeriksaan laboratorium, perlu dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA) untuk melihat jenis jaringan hati seperti apa persisnya. Dokter perlu mengambil serpihan jaringan dengan jarum khusus untuk diperiksa (biopsi hati). Sirosis merupakan kondisi terakhir kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai dari kelainan hati, bawaan lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan obat hingga keracunan bahan pharmacy online aflatoxin ( kacang-kacangan, umbi-umbian busuk ) dan alkoholik (peminum alkohol berat). Dari riwayat orang yang mengidap sirosis akan terungkap apa penyebabnya. Sebagai contohnya, peminum jamu rumahan dulu terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena bahan baku pembuat jamunya busuk. Cara simpan bahan kacang-kacangan, umbi-umbian, padi-padian yang tidak benar, akan menumbuhkan jamur khusus yang memproduksi aflatoxin. Karena itu kalau makan kacang terasa busuk, jangan teruskan menelannya. Jamu dari bahan tercemar jamur umumnya berubah rasanya. Bertahun-tahun tubuh tercemar aflatoxin akan merusak hati. Ternyata fakta membuktikan orang yang muntah darah tadi mengaku rajin minum jamu rumahan sejak mudanya. Ia cenderung memilih jamu Korea dan Cina. Sangat bisa jadi itu penyebab kenapa hatinya menjadi rusak, dan kini ia didiagnosis sirosis. Sebagian pasien lain diduga sering mengonsumsi alkohol dulunya, hingga menyebabkan ia mengalami sirosis. Dua obat yang sering dicampurkan dalam jamu nakal, yakni golongan obat encok golongan NSAID (non-steroid-anti-inflammatory drug), dan obat golongan kortikosteroid. Keduanya bikin badan jadi enteng dan hilang pegal-linunya. Dalam dunia medis, pemakaian gabungan kedua jenis obat ini tidak lazim mengingat masing-masing efek samping yang disandangnya. Obat encok golongan itu punya efek samping, terlebih bagi mereka yang sudah usia lanjut, mengganggu lambung dan saluran cerna. Kasus usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis mengonsumsi obat encok, bukan kejadian yang jarang. Demikian pula obat encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu pereda pegal-linu, mencampurkan jenis obat ini. Tidak jarang mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid. Obat jenis ini tergolong “obat dewa” karena membuat yang mengonsumsi merasa lebih segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal suprarenalis), yang dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga- waspada. Obat ini juga berkhasiat antiperadangan, umum dipakai untuk kasus alergi, pereda penyakit autoimun, dan tentu siap memikul efek sampingnya, yakni pengeroposan tulang (osteoporosis), memperburuk darah tinggi dan diabetes, selain menjadikan kulit jadi kasar berbulu. Pemakaian golongan obat jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau perlu lebih lama, tak boleh berhenti mendadak (tapering off) agar tak berefek buruk terhadap tubuh. Dalam dunia medis, pemakaian obat apa pun selalu mempertimbangkan risiko-maslahatnya. Apalagi jenis obat yang buruk efek sampingnya. D. Dampak Jamu bukanlah obat. Manfaat jamu sebatas memelihara kesehatan. Perlu uji klinis supaya jamu mendekati fungsi obat (phytopharmaca). Namun karena ada jamu dicampur obat, ia pantas dilabel “obat nakal”. Begitu pula obat palsu. Jamu nakal diproduksi industri jamu rumahan, karena berisi obat, jamu berisiko merusak kesehatan. Apalagi kalau obatnya tergolong harus dengan resep dokter. Pemakaian obat Daftar G yang salah indikasi ini, bila berlangsung lama, buruk akibatnya terhadap tubuh. Jamu pegal linu dicampur corticosteroid, misalnya. Betul bikin badan enteng, tapi buruk bahayanya. Yang kita saksikan sungguh mengerikan. Hampir tiap hari bertahun-tahun rakyat jelata di alun- alun kota minum jamu “nakal” pereda pegal linu, tanpa ada yang memberi tahu itu berbahaya. Di mata medis, bahan berkhasiat tak cukup hanya alasan bikin badan enak saja kalau tak aman dikonsumsi. Mencampur obat dalam jamu menyalahi sikap pengobatan (misused). Jamu “nakal” nyatanya bisa bebas mencampurkan obat resep dokter jenis apa saja. Pertanyaannya bagaimana obat Daftar G bisa lolos ke industri jamu rumahan, itulah problematik yang perlu dicari solusi menuntaskannya. Rantai penyuplai obat keras perlu diputus agar kesehatan rakyat tidak semakin rusak dibuatnya. Jika secar rautin mengonsumsi jamu dicampur corticosteroid tak perlu waktu lama bikin tulang keropos (osteoporosis), haid terganggu, mencetuskan darah tinggi, kencing manis memberat, sistem hormonal tubuh kacau, bisa jadi memunculkan serangan jantung juga. Serupa pula dampak buruknya dengan obat palsu. Obat palsu bisa berarti tiga. Isinya kosong, takaran obatnya dikurangi, atau memalsukan merk (me-too) belaka. Obat palsu tanpa bahan berkhasiat punya dua dosa. Ongkos berobat masyarakat terbuang sia-sia, dan penyakit gagal sembuh karena isi obatnya cuma tepung. Obat palsu hanya tepung, tidak menyembuhkan. Penyakit gagal terkendalikan karena obatnya palsu, berujung komplikasi kalau bukan kematian. Penyakit sudah berkomplikasi perlu ongkos lebih besar. Tak tercatat berapa banyak rakyat korban obat nakal. Minum jamu nakal menyimpan bahaya ekstra. Obat antidiabetes, dan antihipertensi sering dicampur dalam jamu nakal. Bahaya muncul bila waktu minum jamunya pasien minum juga obat dokter berefek sama. Efek obat jadi berlebihan. Gula darah dan tensi bisa anjlok. Selain berisiko bikin syok (irreversible shock), stroke bisa juga terjadi. Rakyat perlu tahu seringan apa pun obat warung tetap menyimpan efek samping. Terlebih obat resep dokter. Perlu tepat alamat, benar takaran, dan jangka waktu terbatas, selain butuh pengawasan dokter juga. Mengonsumsi jamu berisi obat, menyimpang dari sikap berobat yang rasional. Jamu atau herbal yang menjanjikan bisa menyembuhkan kanker, dan hasilnya nihil, hanya buang-buang waktu berobat. Kasus kanker di Indonesia sering terlambat diobati dan batal sembuh akibat stadiumnya melanjut lantaran mampir-mampir dulu di orang pintar, atau memilih terapi alternatif. Tidak semua terapi alternative keliru. Namun tidak serta-merta karena bersifat alternatif maka dianggap aman. Hanya terapi alternatif tergolong complementary alternative medicine (CAM) diterima dunia medis (WHO). BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Tranculture Kazier Barabara (1983) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ). Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari- hari, seperti tidur, makan, kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social, praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing-masing orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam subkultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Nilai-nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu. Dalam tahun-tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ialah berfokus pada studi perbandingan nilai -nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger (1991) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.) Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan-persamaan. Lininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur. Dalam tahun-tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru. Itu berfokus pada studi perbandingan nilai-nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien). B. Budaya Jawa dan Kesehatan Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan). Tradisi minum jamutradisional tidak lepas dari budaya Indonesia, terlebih lagi budaya Jawa dengan basis kraton Jogja dan Solo. Tradisi luhur dari para keluarga raja baik di kraton Jogja maupun Solo, dan kemungkinan juga di tempat lainnya, tetap menjaga Tradisi Minum Jamu, baik untuk kepentingan kecantikan, kesehatan, ataupun perawatan badan. Kita lihat saja pada even yang belum ada sebulan ini berjalan, dimana ada pernikahan agung putri Sultan Hamengkubuwono X. Sebelum tiba waktu istimewa itu sang pengantin, GKR Bendara diberikan banyak perawatan badan, kecantikan dan juga untuk kepentingan kesehatan badan beberapa waktu sebelumnya secara intensif. Selain itu, sekitar 2 atau 3 bulan juga diadakan Festival Jamu di Kraton Yogyakarta. Belum lagi di masing-masing lingkungan kita, yang memiliki taman toga, tanaman obat untuk keluarga. Semua itu merupakan segala bentuk obat-obat tradisional yang merupakan Tradisi Minum Jamu. Pengobatan menggunakan herbal di suku Jawa terkenal dengan nama jamu tradisional. Kekayaan bumi jawa dengan iklim tropis memungkinkan banyak tanaman herbal yang dapat berkembang dan tumbuh dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Jamu dapat berasal dari dedaunan, akar, bunga, asam damar, kulit kayu, akar kayu, kayu bagian dalam. Takaran dan bahan yang digunakan untuk meracik jamu sudah ada dari dahulu kala. Sehingga tidak perlu khawatir dengan takaran yang berlebihan ataupun kekurangan dalam meminum jamu. Sejak jaman dahulu kala juga, jamu tradisional sudah digunakan dan memberikan manfaat yang besar bagi orang jawa. Kecantikan dan kebugaran suku jawa menunjukkan betapa jamu tidak perlu diragukan lagi mengenai takaran dan manfaat yang dapat diperoleh. Jamu telah digunakan dari berbagai macam lapisan masyarakat baik masyarakat kalangan bawah, menengah maupun atas. Dahulu kala, jamu sering digunakan di Keraton Kesunanan dan Keraton Kesultanan. Mengingat banyaknya manfaat jamu baik bagi kesehatan maupun kecantikan, penggunaan jamu tidak hanya di kalangan tertentu tetapi juga merambah ke perkotaan yang notabene banyak produk kosmetik dan obat-obatan produksi luar negeri. Penggunaan jamu tidaklah berbeda dengan obat herbal maupun pengobatan kimia lainnya, jamu tradisional dapat digunakan sebagai obat dalam atau digunakan secara diminum maupun obat luar yaitu ditaburkan atau dioleskan ke bagian tubuh tertentu. Dengan berkembangnya jaman, jamu dapat diperoleh tidak hanya dari racikan tradisional tetapi dapat pula dalam bentuk bungkusan agar mudah dibawa kemana-mana, misalnya dalam bentuk bubuk, kampus, cairan, pil atau tablet dan salep tanpa mengurangi kandungan bahan tradisional dalam jamu tersebut. Selain itu, agar mempermudah penggunaan jamu, paket-paket bahan- bahan jamu juga dijual terpisah sehingga jika ingin meracik sendiri jamu yang diinginkan dapat diperoleh di toko-toko penjualan obat tradisional atau jamu. Akan tetapi, peracikan dan penyajian jamu dengan cara tradisional juga masih dapat ditemui di pelosok negeri di suku jawa. Beberapa perlengkapan tradisional pembuat jamu tradisional yaitu lumpang, parut, kuali juga dapat diperoleh di pasar tradisional maupun toko modern. Beberapa manfaat jamu baik untuk kesehatan maupun kecantikan sangat familiar di tanah jawa. Jenis jamu seperti galian singset, sehat lelaki, sari rapet, kuat lelaki dan jamu untuk bayi untuk kesehatan sedangkan untuk kecantikan adalah ngadi sarira. Bahan-bahan jamu tradisional umumnya adalah temu lawak, kunyit, kencur, lengkuas, secang, brotowali, jeruk nipis, ceplukan, nyamplung, kayu manis, melati, rumput alang-alang. Ngadi sarira dapat meliputi lulur, bedak dingin, kemuning dan lain-lain. C. Penyakit Akibat Budaya Budaya suku Jawa secara turun-temurun adalah mengonsumsi jamu. Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena dianggap lebih alami dan tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo mengakui memang orang yang memiliki masalah di ginjal harus lebih berhati-hati mengonsumsi jamu. Maka dari itu jika ingin minum jamu harus yang sudah benar-benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa berbahaya jika tidak disertai dengan banyak minum air. Air putih ini membantu cairan yang disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu kerja ginjal. Menurut dr Dante, minum sembarangan jamu tanpa mengetahui komposisinya bisa berbahaya. Karena materi-materi penyusunnya belum dapat diidentifikasikan secara pasti. Sehingga belum dapat dipastikan apakah material yang terkandung di dalamnya aman untuk ginjal. “Saya tidak menganjurkan pasien yang sakit untuk minum jamu,” ujar dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo. Orang dengan penyakit ginjal lanjutnya, sangat tidak disarankan minum jamu. Karena apabila telah terjadi kerusakan pada ginjal maka minum jamu akan meningkatkan risiko dan mengakibatkan pasien tidak bisa bertahan lebih lama. dr Dante juga membantah anggapan orang bahwa obat-obat medislah yang lebih berbahaya bagi ginjal. Menurutnya jika obat yang diminum sesuai aturan dan tidak dikonsumsi sembarangan maka risikonya minim. Dijelaskan, ada dua jenis sistem ekskresi (pembuangan) dalam tubuh, yaitu melalui ginjal dan sistem cerna. Jamu yang belum diuji klinis karena belum diketahui komposisinya bisa membuat kerja ginjal berat jika senyawa metabolitnya mengendap di ginjal atau saluran cerna. BAB III KASUS DAN PEMECAHAN
Kasus : Jamu “nakal” nyatanya bisa bebas mencampurkan obat resep dokter jenis apa saja. Dua obat yang sering dicampurkan dalam jamu nakal, yakni golongan obat encok golongan NSAID (non-steroid- anti-inflammatory drug), dan obat golongan kortikosteroid. Keduanya bikin badan jadi enteng dan hilang pegal-linunya. Dalam dunia medis, pemakaian gabungan kedua jenis obat ini tidak lazim mengingat masing-masing efek samping yang disandangnya. Obat encok golongan itu punya efek samping, terlebih bagi mereka yang sudah usia lanjut, mengganggu lambung dan saluran cerna. Kasus usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis mengonsumsi obat encok, bukan kejadian yang jarang. Demikian pula obat encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu pereda pegal-linu, mencampurkan jenis obat ini. Tidak jarang mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid. Obat jenis ini tergolong “obat dewa” karena membuat yang mengonsumsi merasa lebih segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal suprarenalis), yang dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga- waspada. Obat ini juga berkhasiat anti-peradangan, umum dipakai untuk kasus alergi, pereda penyakit autoimun, dan tentu siap memikul efek sampingnya, yakni pengeroposan tulang (osteoporosis), memperburuk darah tinggi dan diabetes, selain menjadikan kulit jadi kasar berbulu. Pemakaian golongan obat jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau perlu lebih lama, tak boleh berhenti mendadak (tapering off) agar tak berefek buruk terhadap tubuh. Dalam dunia medis, pemakaian obat apa pun selalu mempertimbangkan risiko maslahatnya. Apalagi jenis obat yang buruk efek sampingnya. Pemecahan : Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum air, karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu. Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis (dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. Juga pemakaian jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan senyawa metabolitnya di organ-organ, misalnya di hati, saluran pencernaan ataupun ginjal. Di samping itu, berhati-hatilah membeli produk jamu di pasaran. Jamu yang beredar di pasaran banyak yang belum melalui penelitian. Bahkan dapat terjadi pula adanya Perusahaan jamu nakal yang selain mencampurkan bahan-bahan alam yang berkhasiat, juga mencampurkan obat dokter seperti antalgin atau paracetamol untuk jamunya. Tentunya ini menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. BAB IV KESIMPULAN Jamu merupakan obat tradisional berupa racikan akar-akaran atau tumbuhan. Jamu diartikan sebagai racikan tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan tradisional, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan tradisional, serta racikan tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Jamu pertama kali berkembang di daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa Timur. Secara umum, dapat dilihat bahwa minum jamu sudah menjadi budaya bagi orang Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam bagi kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari proses kelahiran, masa remaja, dewasa, bahkan sampai masa tua. Mereka minum jamu dengan maksud menjaga kesehatan, kekuatan, maupun kecantikan. Sebagai unsur budaya, dapat dikatakan bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya peradaban masyarakat Jawa. Tetapi perlu di waspadai adanya produk jamu berbahaya di pasaran yang dicampurkan dengan golongan obat-obat tertentu yang tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya. Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak- banyak minum air, karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. SUMBER DATA
_____. “Jamu Tradisional”
http://jamutradisional.org/ diakses tanggal 9 April 2012 Handayani, Lestari. “Meracik Jamu, Perpaduan Antara Seni dan Pengetahuan” http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/sek-1.htmdiakses tanggal 28 Maret 2012 _____. “Minum Jamu bisa sebabkan kerusakan ginjal” http://www.smallcrab.com/kesehatan/735-minum-jamu-bisa-sebabkan-kerusakan-ginjaldiakses tanggal 28 Maret 2012 _____. 2010. “Muntah Darah Secara Tiba-Tiba” http://doktersehat.com/muntah-dara/diakses tanggal 28 Maret 2012 Fea, Maria. 2009. “Jamu Nakal” http://651-yessy.blogspot.com/2009/01/jamu-nakal.htmldiakses tanggal 22 April 2012 Edo, Andreas. “Transkultural dalam Keperawatan” http://10107147.blog.unikom.ac.id/transkultural-dalam.n6diakses tanggal 22 April 2012 Jouhari, Thontowi. 2007. “Kasus Jamu Berbahaya Sering Terhenti di Tengah Jalan” http://thontowijauhari.blogspot.com/2007/09/kasus-jamu-berbahaya-sering-terhenti-di.htmldiakses tanggal 22 April 2012 Kimin, Azril. “Jamu Berbahaya: Malaysia Juga Sama” http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=51diakses tanggal 22 April 2012 Kumala, Vinka. 2007. “Hati-Hati Minum Jamu” http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2007/11/hati-hati-minum-jamu/diakses tanggal 28 Maret 2012 Anak Menanga I Putu Juniartha Semara Putra