Anda di halaman 1dari 10

Makalah Keanekaragaman Masyarakat dan Kebudayaan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunitas
desa, atau kota, atau sebagai kelompok adat yang lain, bisa menampilkan corak yang khas. Corak
khas dari suatu biasa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil, berupa
suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus. Atau karena diantara pranata-
pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu
tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga disebabkan karena adanya kompleks
unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu kebudayaan dapat
dibedakan dari kebudayaan lain. Dalam makalah ini akan memebahas keanekaragaman warna
masyarakat dan kebudayaannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Seperti apakah konsep suku bangsa itu ?
2.      Bagaimana dengan konsep daerah kebudayaan ?
3.      Seperti apakah daerah-daerah kebudayaan di Amerika-Asia ?
4.      Bagaiman dengan Ras, Bahasa, dan Kebudayaan ?

C.    Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk membahas keanekaragaman warna masyarakat dan
kebudayannya, yang di dalamnya terdapat konsep suku bangsa, konsep daerah kebudayaan, dan
persoalan-persoalan lain yang berhubungan dengan keanekaragaman warna masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Suku Bangsa
1.      Suku Bangsa
Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai
komunits desa, atau kota, atau sebagai kelompok adat yang lain, bisa menampilkan corak yang
khas. Hal itu terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat yang bersangkutan. Seorang
warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari kehari di dalam lingkungan kebudayaan
biasanya tidak melihat corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat
melihat corak khasnya, terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda menyolok dengan
kebudayaan sendiri.
2.      Aneka Warna Kebudayaan Suku Bangsa
Kecuali mengenai besar kecilnya jumlah penduduk dalam kestauan masyarakat suku
bangsa, seorang sarjana antropologi tentu menghadapi suatu perbedaan asas dan kompleksitas
dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya. Dalam
hal itu, para sarjana antropologi sebaiknya membedakan kesatuan masyarkat suku-suku bangsa
di dunia berdasarkan asa kriterium mata pencarian dan sistem ekonomi kedalam enam macam:
(1) masyarakat pemburu dan peramu, (2) masyarakat peternak, (3) masyarakat peladang,(4)
masyarakat nelayan, (5) dan masyarakat perkotaan.
Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu pada akhir abad ke-
20 sudah hampir tidak ada di muka bumi. Mereka tinggal di daerah terisolasi di daerah pinggiran
atau daerah terpencil yang karena keadaan alamnya tidak suka diganggu oleh bangsa-bangsa
lain. Daerah seperti itu misalnya, daerah di pantai utara kanada yang telampau dingin atau daerah
yang tidak cocok untuk bercocok tanam seperti daerah gurun. Di daerah pantai utara kanada
tinggal suku bangsa eskimo yang memburu binatang kutub. Di daerah gurun kalihara di afrika
selatan tinggal orang bushmen, dan gurun Australia tinggala beberapa suku bangsa penduduk asli
Australia (aborigin) sebagai pemburu binatang gurun.
B.     Konsep Daerah Kebudayaan
Suatu daerah kebudayaan atau culture area merupaka suatu penggabungan atau
penggolongan (oleh ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang dalam masing-
masingkebudayaan yang beranaeka warna mempunyai beberapa unsur dari ciri mencolok serupa.
Sistem penggolongan daerah kebudayaan yang sebenarnya merupakan suatu sistem klasifikasi
yang mengklaskan beraneka warna suku bangsa yang tersebar disuatu daerah atau benua besar,
kedalam golongan berdasarkan atas beberpa persamaan unsusr dalam kebudayanya. Hal ini
untuk memudahkan gambaran menyeluruh dalam hal penelitian analisa atau penelitian
komperatif dari suku-suku bangsa di daerah atau benua yang bersangkutan.
C.    Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika-Asia
Clark Wissler mengklasifikasikan Amerika Utara kedalam sembilan daerah
kebudayaan.
a.      Daerah Kebudayaan di Amerika Utara
1.      Daerah kebudayaan eskimo
Yang meliputi susku-suku bangsa pemburu binatang laut di pantai utara dan barat laut kanada,
serta pantai-pantai yang berhadapan dengan panatai kanada seperti Greenlandyang telah
mengdaptasikan diri terhadap kehidupan di daerah sebelah utara garis pantai dan di dalam suatu
alam yang sangat dingin dan banyak es dan salju keras. Contoh suku bangsa dari daerah ini
Eskimo, Nanivakimut di Alaska, Eskimo Iglulik di pantai bagian utara dari teluk Hudson.
2.      Daerah Kebudayaan Yukon-Mackenzi
Yang meliputi suku-suku bangsa pemburu binatang hutan koniferus di Kanada Barat Laut,
seperti beruang atau binatang-binatang buruan yang lebih kecil, serta penangkapan ikan di
sungai-sungai Yukon dan Mackenzi, serta anak-anak sungai. Dibeberapa tempat ada pula suku-
suku bangsa yang musim-musim tertentu memburu binatangrusa reindeer. Salju lembut yang
banyak di daerah itu telah menyebabkan berkembangnya alat sepatu salju. Contoh suku bangsa
di daerah itu adalah Tanana di hulu sungai Yukon, Kaska di hulu sungai Mackenzie, dan
chipwayan di daerah-daerah danau kanada utara.
3.      Daerah Kebudayaan pantai barat laut
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup di desa-desa tepi pantai
barat laut Kanada, atau di tepi pantai pulau-pulau yang berhadapan dengan panatai Kanada. Suku
bangsa itu hidup dari perikanan (ikan salm) dan membru ikan paus dilaut terbuka. Ciri yang
mencolok dari kebudayaannya adalah upacara-upacara tetonisme dengan suatu seni patung kayu
yang berkembang luas, seni teun yang indah, danadat setiadat sekitar potlatch, yaitu pesta-pesta
besar dimana kelompok-kelompok kekerabatan yang berasal dari desa-desa lain saling bersaing
secara berlebihan dalam hal memamerkan kekayaan. Contoh suku bangsa dari daerah ini adalah
Tlinggit, Haida, dan Kwakikut.
b.      Daerah-daerah kebudayaan di Asia
Suatu pembagian dari benua Asia kedalam daerah-daerah kebudayaan pernah dibuat
oleh AL. Kroeber. Pembagian itu sebenarnya masih bersifat kasar dan lebih berdasrkan common
sense daipad analisa dan perbandingan dengan unsur-unsur kebudayaan secara mendalam dan
luas.
Pada hakikatnya sutu benua besar seperti Asia terlamapau besar perbedaan-
perbedaan sifat-sifatnya untuk dapat dibagi secara keseluruhan ke dlam daerah-daerah
kebudayaan. Kalau kita ambil bagian-bagian khusus dari benua itu, misalnya Asia Barat Daya,
Siberia, Asia Selatan, atau daerah lain yang mengklasifikasikan aneka warna kebudayaan dalam
bagian khusus itu kedalam daerah-daerah kebudayaan, maka bru klasifikasi seperti ada artinya.
Dalam bab ini kawasan Asia menurtu Kroeber dengan beberapa perubahan, kedalam
tujuh bagian yaitu :
1.      Daerah Kebudayaan Asia Tenggara
2.      Daerah Kebudayaan Asia Selatan
3.      Daerah Kebudayaan Asia Barat Daya
4.      Daerah Kebudayaan China
5.      Daerah Kebudayaan Stepa
6.      Daerah Kebudayaan Siberia Asia Tengah
7.      Daerah Kebudayaan Asia timur Laut
8.      Suku-suku bangsa di Indonesia
D.    Ras , Bahasa, dan Kebudayaan
Sejumlah manusia yang memiliki ciri-cir ras tertentu yang sama, belum tentu
mempunyai bahasa induk yang termasuk satu keluarga bahasa, apalagi mempunyai satu
kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan. Diantara sejumlah manusia itu, misalnya
ada beberapa orang Thai, Khmer, dan beberapa orang sunda. Ketiga golongan tersebut
mempunyai ciri-ciri ras yang sama, yang dalam Ilmu Antropologi fisik disebut ciri-ciriras Paleo-
Mongoloid.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adanya keragaman manusia di maksudkan bahwa setiap manusia

memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah mahluk individu

memiliki ciri-ciri khas sendiri. Dalam kehidupan masyarakat juga terdapat

keanekaragaman warna dan kebudayaan. Misalnya keanekaragaman

ras,bahasa,budaya,dan lain-lain. Adanya keanekaragaman budaya juga turut

dipengaruhi oleh keadaan geografi suatu lingkungan masyarakat. Dengan adanya

keadaan geografi yang berbeda juga turut mempengaruhi pola kehidupan suatu

masyarakat, sperti berburu,meramu,berladang,berternak,dll.

B.     Saran
Dengan adanya keanekaragaman warna masyarakat dan kebudayaan

hendaknya kita menyikapinya dengan bijak. Toleransi dan saling menghormati

antar sesama masyarakat harus dijunjung tinggi. Walaupun banyak perbedaan

dalam kehidupan masyarakat. Hal yang terpenting adalah menghindari sifat

etnosentrisme dan egoisme dalam kehidupan masyarakat yang multikultural demi

tercapainya kelangsungan hidup masyarakat yang damai dan aman.


Kekayaan dan Keragaman Budaya Nusantara

Indonesia merupakan negara kepulauan yang penuh dengan kekayaan


dan keragaman budaya, ras, bahasa daerah, suku bangsa, agama dan
kepercayaan, dan masih banyak lainnya. Meskipun penuh dengan
keragaman budaya dan lain sebagainya, Indonesia tetap satu sesuai
dengan semboyan Bangsa Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang
artinya 'meskipun berbeda-beda tapi tetap satu jua'.  Keragaman
budaya turut serta didukung oleh wilayah Negara Kesatuan Republik
yang terpisah wilayah-wilayahnya. Dengan kata lain tiap penduduk yang
mendiami wilayah yang berbeda tentu akan mengalami kondisi
geografis yang berbeda. Sebut saja misalnya mulai dari wilayah
pegunungan, pesisir, tepian hutan, dataran rendah, pedesaan, hingga
wilayah perkotaan.  Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat peradaban
tiap suku bangsa atau masyarakat yang berbeda. Namun sayangnya
masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia melalui globalisasi
membawa pengaruh terhadap generasi muda Indonesia saat ini yang
terlihat lebih tertarik dengan budaya-budaya asing daripada budaya asli
mereka. Seharusnya budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia
tidak diterima secara mentah-mentah oleh generasi muda kita agar tak
tejadi fenomena kecintaan budaya asing oleh generasi muda kita.
Minimal terjadi asimilasi budaya sehingga dapat menambah kekayaan
dan keragaman kebudayaan di Indonesia. Berkembangnya agama-
agama di Indonesia turut membantu perkembangan kebudayaan di
Indonesia sehingga tercipta kebudayaan-kebudayaan agama yang
berbeda. Jadi bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan
tingkat keanekaragaman yang tinggi (heteroginitas tinggi). 
Keanekaragaman yang ada bukan hanya berasal dari
keanekaragaman budaya dari suku bangsa atau kelompok masyarakat
saja, melainkan juga keanekaragaman yang berasal dari peradaban
(peradaban tradisional dan modern), serta kewilayahan. Dari poin ini
saja Indonesia begitu unggul bila dibandingkan dengan negara-negara
lainnya yang juga memiliki budaya yang beranekaragam. Indonesia
adalah potret kumpulan kebudayaan yang bervariasi dan lengkap. Dan
yang terpenting adalah masyarakat Indonesia memiliki jalinan sejarah
dan dinamika interaksi antar budaya sejak dulu, dilihat dari segi sosial
budaya.   Interaksi antar budaya ini tak hanya melalui antar suku
bangsa, melainkan juga antar peradaban yang ada di dunia. Sebagai
contoh, berlabuhnya kapal-kapal dagang Bangsa Portugis di pelabuhan
di Banten di abad pertengahan silam.  Dari sini terlihat bahwa
Indonesia mulai membuka diri pada pergaulan lingkup internasional.
Contoh lainnya yaitu hubungan antara para pedagang lokal dan para
pedagang dari Gujarat dan India di Pesisir Jawa yang menandakan
hubungan kerjasama yang sangat baik meskipun berbeda dari sisi
budaya dan bahasa. Di sis lain, Indonesia juga mampu mengembangkan
budaya asli alias budaya lokal di tengah gempuran budaya-budaya asing
yang masuk ke Indonesia. Sejarah juga membuktikan bahwa eksistensi
budaya Indonesia dapat hidup secara berdampingan dan saling
melengkapi, serta berjalan secara beriringan dengan budaya-budaya
lainnya, atau bahkan dengan peradaban lain di luar Indonesia. 
Sebagai contoh, budaya masyarakat urban mampu berjalan tanpa
bersinggungan dengan masyarakat yang hidup di pedesaan (rural). Hal
ini dapat berjalan dengan baik karena masyarakat kita masih menjunjung
tinggi semboyan Bhineka Tunggal Ika di mana kita dapat memaknainya
dengan keragaman yang tak hanya fokus pada keragaman antar
kelompok sukubangsa saja, namun juga keragaman kebudayaan.
Dengan jumlah suku bangsa kurang lebih 700 suku bangsa yang
tersebar di seluruh penjuru nusantara, dengan tipe kelompok masyarakat
yang berbeda, agama yang beraneka ragam, pakaian adat, kesenian,
rumah adat, bahasa daerah, adat istiadat, dan bahkan kuliner khas
daerah, Indonesia begitu kuat dalam menjaga keharmonisan kehidupan
di tengah-tengah heterogenitas.  Masyarakat kita adalah masyarakat
yang majemuk dengan karakteristik yang begitu unik yaitu
kegotongroyongan, tenggang rasa, teposeliro, menghormati orang yang
lebih tua, dll menjadi modal utama bagi masyarakat kita dalam rangka
menjaga keharmonisan dan kesatuan. Kita sebagai generasi muda
Bangsa Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga
serta melestarikan kebudayaan Indonesia. Hindari memandang
perbedaan sebagai suatu hal yang menjadi penghalang bagi kita untuk
bersatu, Janganlah perbedaan menjadi kelemahan dan pemicu konflik.
Inilah Cara Ulama dan Salafussoleh Menghargai Waktu

Agama Islam sangat memperhatikan urgensitas waktu. Bahkan Waktu dalam


perspektif Islam termasuk diantara perkara yang mendapat perhatian besar. Allah
Swt dalam banyak ayat seringkali bersumpah dengan menggunakan kalimat-
kalimat yang berhubungan dengan waktu.

Nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah banyak menjelaskan tentang keutamaan waktu.


Ketika menerangkan tentang nikmat-nikmat yang Allah SWT. tundukkan bagi
manusia, waktu termasuk diantara nikmat tersebut. Allah SWT berfirman:

‫ َوآَتَا ُك ْم ِم ْن ُك ِّل َما َسأ َ ْلتُ ُموهُ َوإِ ْن تَ ُع ُّدوا نِ ْع َمةَ هَّللا ِ اَل‬a.‫س َو ْالقَ َم َر دَائِبَ ْي ِن َو َس َّخ َر لَ ُك ُم اللَّ ْي َل َوالنَّهَا َر‬
َ ‫َو َس َّخ َر لَ ُك ُم ال َّش ْم‬
‫م َكفَّا ٌر‬aٌ ‫ تُحْ صُوهَا إِ َّن اإْل ِ ْن َسانَ لَظَلُو‬.
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (QS. Ibrahim/ 14: Ayat 33-34).

Allah Swt. berfirman:

ِ ‫ إِ َّن‬ ِ ‫َو ْال َعصْ ر‬


ٍ ‫اإل ْن َسانَ لَفِ ْي ُخس‬
‫ْر‬
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. (QS.Al-
Ashr/ 103: Ayat 1-2)”.

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman:

‫ار إِ َذا ت ََجلَّى‬


aِ َ‫َواللَّي ِْل إِ َذا يَ ْغ َشى ِ َوالنَّه‬
“Demi malam apabila menutupi cahaya siang, dan siang apabila terang benderang.
(QS. Al-Lail/ 21: Ayat 1-2)”.

Dan masih banyak ayat lain dalam al-Qur’an  yang menerangkan tentang
pentingnya waktu dan anjuran untuk mempergunakannya dalam rangka ketaatan
kepada Allah Swt.

Rasulullah Saw. dalam banyak hadisnya juga berbicara tentang hal tersebut. Dari
Mu’adz bin Jabal Ra., Rasulullah Saw bersabda:“Tidak akan bergeser dua telapak
kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga ia ditanya pada empat hal;
umurnyauntuk apa saja ia habiskan selama hidup di dunia; masa mudanya
bagaimana ia manfaatkan; hartanya terkait dari mana ia peroleh dan ia belanjakan;
ilmunya bagaimana ia mengamalkan.”

Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Ada dua kenikmatan yang
sering manusia tertipu dengannya (tidak memanfaatkannya); kesehatan dan waktu
luang.”

Maka, berlakulah adagium dari Imam Syafi’i yang seringkali kita dengar: “ Waktu
itu laksana pedang, apabila engkau tidak memotongnya, maka dialah yang akan
memotongmu.”

Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Robi’ah menasehati Sufyan Ats
Tsauri:“Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka
sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu,
kemudian hilanglah seluruh dirimu (baca: mati) sedangkan engkau mengetahuinya.
Oleh karena itu, beramallah!”.

Rasulullah Saw. dan para Sahabat serta Salafussoleh adalah orang-orang yang
sangat memperhatikan konsep pemanfaatan waktu. Bahkan, dalam sejarah orang-
orang muslim generasi pertama, kita mengetahui bahwa mereka sangat
memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya, sehingga mereka mampu
menghasilkan sejumlah karya dan ilmu yang bermanfaat sehingga peradaban Islam
dapat memiliki jutaan khazanah keilmuan yang mengakar sampai zaman ini.

Islam mengajarkan untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sehingga tidak ada


waktu kosong terbuang percuma kecuali dalam menghasilkan karya dan
kemanfaatan. Allah Swt. berfirman: “ Maka apabila kamu telah selesai dari satu
urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (QS. Al-
Insyirah: 7)”.

Begitu pentingnya memanfaatkan waktu, sehingga para ulama pun mendefinisikan


hakikat dari istirahat sebagai sebuah perpindahan dari satu pekerjaan kepada
pekerjaan yang lain. Sehingga tidak ada sedikitpun waktu yang akan terbuang sia-
sia.

Hasan Al-Bashri pernah berkata: “Janganlah lagi engkau katakan ‘besok’, karena
kamu tidak pernah tahu kapan kamu akan kembali kepada Rabbmu”.

Ibnul Qasim mengisahkan:“Aku  pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu


fajar.Akutanyakan dua,tiga atau empat masalah dan aku melihatnya dalam suasana
lapang. Kemudian aku mendatanginya hampir setiap waktu sahur.Terkadang
karena lelah mataku terkatup dan tertidur.Ketika Imam Malik keluar ke masjid aku
tidak mengetahuinya.Kemudian aku dibangnkan oleh pembantunya seraya
mengatakan: “Gurumu tidak tertidur sepertmu.Padahal usianya kini mencapai
empat puluh sembilan tahun. Setahuku ia nyaris tidak shalat kecuali dengan wudhu
untuk shalat isya.”

Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’menyebutkan bahwa Ar-Rabi’


bin Sulaiman berkata, “Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga:
sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat
(malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur.” Imam Adz-Dzahabi
menambahkan:“Tiga aktivitas beliau ini diniatkan untuk ibadah.”

Imam Bukhori tidur diatas tikarnya, bila terlintas di benaknya sebuah masalah,
beliau bangun dari tidurnya, mengambil korek api dan menyalakan lampu,
kemudian menulis hadis dan memberinya tanda. Ketika beliau menaruh kepalanya
untuk tidur, terlintas kembali di hatinya sebuah masalah. Sekali lagi beliau
menyalakan lampu kemudian menulis haditsnya dan memberinya tanda. Hal ini
beliau lakukan lebih dari 15-20 kali dalam satu malam. Semangat membara ini
melahirkan kitab monumentalnya “Shahih Bukhari” yang mejadi rujukan kedua
setelah Al-Qur’an, yang ditulis selama 16 tahun. Ibnu Hajar al-‘Asqalani, menulis
kitab “Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari” berjumlah 17 jilid selama 29 tahun.

Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama multidispilin ilmu.Karyanya tersebar


dalam berbagai disiplin ilmu. Yang paling fenomenal adalah Ihya ‘Ulumuddin
sebanyak 4 jilid.

Imam An-Nawawi, seorang ulama yang sangat menakjubkan. Ia wafat pada usia 45
tahun dan belum sempat berumah tangga. Tapi kitab yang ditulisnya beratus ribu
halaman. Diantara karyanya yang terkenal adalah Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab
sebanyak  22 Jilid dan Minhajuth thalibin.

Semoga kita dapat mengambil banyak pelajaran dari kesungguhan para ulama
terdahulu kita dalam memanfaatkan waktu. Wallahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai