Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “PERUBAHAN
KEBUDAYAAN” yang berdasarkan pemahaman dan data-data
yang dikumpulkan penulis dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini berisi berbagai hal tentang faktor-faktor yang
menyebabakan terjadinya perubahan pada kebudayaan baik dari
luar maupun dari dalam.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih


kepada teman – teman saya,dosen saya,serta orang disekitar
saya yang saya sayangi yang telah berkenan menyumbangkan
pemikirannya demi terwujudnya makalah ini selaku dosen kami
yang telah banyak membantu dan membimbing kami sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dan terima kasih juga kepada
pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang
telah memberikan ide serta saran yang mebangun untuk
pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi


pembaca khususnya untuk pembaca yang ingin mengetahui
proses terjadinya perubahan suatu kebudayaan. Selaku pribadi
dan sebagai mahasiswa, kami menyadari bahwa pembuatan
makalah ini tidak mudah sehingga banyak terdapat kekurangan-
kekurangan atau kesalahan baik dalam teknik penulisan dan tata
bahasa, ataupun penyajiannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk
pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas
perhatiannya.

Jakarta, Oktober 2009

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

I.2 TUJUAN MASALAH


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah disamping
mengetahui perkembangan kebudayaan serta sebab-sebab
terjadinya perubahan kebudayaan dan juga agar para pembaca
bisa sadar, cinta terhadap kebudayaannya sendiri dan
melestarikan budayanya sehingga kebudayaan ini tetap terjaga.

I.3 BATASAN MASALAH


Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi lingkup
penulisan pada aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan
suatu kebudayaan.

Disini akan di jelaskan secara mendalam mengenai proses


berkembangnya kebudayaan ataupun munculnya kebudayaan
tersebut dan faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan pada
kebudayaan tersebut.

Aneka ragam kebudayaan dan


masyarakat

A. KONSEP SUKU BANGSA

1. Suku Bangsa

Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik


berwujud sebagai komunitas desa,kota sebagai kelompok
kekerabatan,atau kelompok adat yang lain,bisa menampilkan
suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga
masyarakat bersangkutan.Seorang warga dari suatu kebudayaan
yang telah hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan
kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu.

Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena


kebudayaan itu menghasilkan suatu unsure yang kecil berupa
suatu unsure kebudayaan fisik dengan bentuk khusus,atau
karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola social
khusus,atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema
budaya khusus.Berdasarkan atas corak khususnya tadi,suatu
kebudayaan dapat di bedakan dari kebudayaan lain.

Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah


kebudayaan-kebudayaan dengan corak khas seperti itu.Istilah
etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah
“suku bangsa” dalam bahasa inggris disebut ethnic group dan
bila diterjemahkan secara harfiah “kelompok etnik”.namun disini
digunakan istilah “suku bangsa” saja karena sifat kesatuan dari
suatu suku bangsa bukan “kelompok”,melainkan “golongan”.

Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah


suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitas akan “kesatuan kebudayaan”,sedangkan kesadaran dan
identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh
kesatuan bahasa juga.Jadi “kesatuan kebudayaan” bukan suatu
hal yang ditentukan oleh orang luar misalnya oleh seorang ahli
antropologi,ahli kebudayaan atau lainnya,dengan metode-metode
analisis ilmiah,melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan
itu sendiri.

Dalam kenyataan,konsep “suku bangsa” lebih kompleks


daripada yang terurai di atas.Ini disebabkan karena dalam
kenyataan,batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri
terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau
menyempit,tergantung pada keadaan.Di dalam penggolongan
politik atau administrative di tingkat nasional tentu lebih praktis
memakai penggolongan suku bangsa secara terakhir tadi,yang
sifatnya lebih luas dan lebih kasar,tetapi dalam analisis ilmiah
secara antropologi kita sebaiknya memakai konsep suku bangsa
dalam arti sempit.Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku
bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan
etnografi.Namun karena ada suku bangsa yang besar
sekali,terdiri dari berjuta-juta penduduk(seperti suku bangsa
sunda),maka ahli antropologi yang membuat sebuah karangan
etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari
suku bangsa besar itu dalam deskripsinya.

2. Beragam Kebudayaan Suku Bangsa

Selain mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam


kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang sarjana antropologi
tentu juga menghadapi masalah perbedaan asas dan
kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok
penelitian atau pokok deskripsi etnografinya.

Dalam hal itu para sarjana antropologi membedakan kesatuan


masyarakat berdasarkan atas criteria mata pencaharian dan
system ekonomi ke dalam enam macam:

a) Masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering


societies)

b) Masyarakat peternak (pastoral societies)


c) Masyarakat peladang (societies of shifting cultivators)

d) Masyarakat nelayan (fishing communities)

e) Masyarakat perkotaan kompleks (complex urban societies)

Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan


meramu pada bagian terakhir abad ke-20 ini sudah hampir tidak
ada lagi di muka bumi.mereka kini tinggal di daerah-daerah
terisolasi di daerah-daerah terpencil.

Kebudayaan peternak yang hidup dalam pastoral societies


hingga kini masih ada di daerah-daerah padang rumput stepa
atau sabana.Kehidupan suku-suku bangsa peternak berpindah-
pindah dari suatu perkemahan ke perkemahan lain dengan
menggembala ternak mereka menurut musim-musim tertentu.

Kebudayan peladang yang hidup dalam shifting cultivators


societies terbatas pengembaraannya di daerah hutan rimba tropis
di daerah pengairan sumgai congo di afrika tengah,di asia
tenggara termasuk Indonesia dan di daerah sungai amazon di
amerika selatan.Para peladang di daerah tropis tersebut
mempergunakan teknik bercocok tanam yang sama. Di ladang
yang dibuka di tengah hutan secara demikian, mereka menanam
berbagai macam tanaman tanpa pengolahan yang intensif.
Apabila setelah dua-tiga-kali panen tanah tidak menghasilkan lagi
karena kehabisan zat-zatnya, maka ladang ditinggalkan dan
mereka membuka ladang yang baru, demikian seterusnya hingga
kira-kira 10 sampai 12 tahun berikutnya.

Kebudayaan nelayan yang hidup dalam fishing communities


ada diseluruh dunia. Secara khusus desa-desa nelayan itu
biasanya terletak di daerah muara-muara sungai atau disekitar
sebuah teluk. Suatu kebudayaan nelayan tentu mengetahui
teknologi pembuatan perahu, mengetahui cara-cara navigasi
dilaut, mempunyai organisasi social yang dapat menampung
suatu system pembagian kerja antara nelayan-pelaut, pemilik
perahu, dan tukang pembuat perahu.

Kebudayaan petani pedesaan, yang hidup dalam peasant


communities pada masa sekarang merupakan bagian terbesar
dari objek perhatian para ahli antropologi karena suatu proporsi
terbesar dari penduduk dunia masa kini memang masi
merupakan petani yang hidup dalam komunitas-komunitas desa,
yang berdasarkan pertanian, khususnya bercocok tanam
menetap secara tradisional dengan irigasi. Kebudayaan penduduk
komunitas-komunitas desa tersebut berorientasi pada
kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi biasanya berada di
kota-kota administrative. Hampir semua masyarakat pedesaan di
Indonesia dan khususnya di jawa merupakan peasant societies
yang berdasarkan bercocok tanam dengan irigasi secara
tradisional dan penduduk yang orientasi kebudayaannya
merupakan golongan pegawai di kota-kota administrative.

Kebudayaan perkotaan yang kompleks telah menjadi objek


perhatian para ahli antropologi, terutama sesudah perang dunia
dua. Pada masa itu timbul banyak Negara baru bekas jajahan,
dengan penduduk yang biasanya terdiri dari banyak suku bangsa.

B. KONSEP DAERAH KEBUDAYAAN

Suatu daerah kebudayaan (culture area) merupakan suatu


penggabungan atau penggolongan yang dilakukan ahli-ahli
antropologi dari suku-suku bangsa yang beragam
kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsure dan ciri
mencolok yang serupa. Saran-saran pertama untuk
perkembangan system culture area berasal dari seorang
pendekar ilmu antropologi di amerika, F.Boas, walaupun para
pengarang dari abad 19 tentang kebudayaan dan masyarakat
suku-suku bangsa Indian pribumi Benua Amerika telah
mempergunakan system klasifikasi culture area itu sudah lama
ada pada para pengarang etnografi di amerika serikat, tetapi
murid boas bernama Clark Wissler yang membuat konsep itu
popular dengan bukunya The American Indian (1920).
Penggolongan dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan
berdasarkan atas persamaan ciri-ciri yang mencolok. Cirri-ciri
tersebut tidak hanya berwujud unsur kebudayaan fisik, tetapi juga
unsure-unsur kebudayaan yang lebih abstrak dari system social
atau system buadaya. Dengan demikian garis-garis yang
membatasi dua culture area itu tidak pernah jelas karena pada
daerah perbatasan unsur-unsur dari kedua culture area selalu
tampak tercampur.

C. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI AMERIKA


UTARA,LATIN,AFRIKA DAN ASIA

1. Amerika Utara

Kesembilan daerah kebudayaan di amerika utara menurut


klasifikasi Clark Wissler adalah :

1) Daerah kebudayaan Eskimo, yang meliputi kebudayaan-


kebudayaan suku-suku bangsa pemburu binatang laut di
pantai utara dan barat laut kanada, serta pantai pulau-
pulau yang berhadapan dengan pantai kanada, seperti
Bafinland, Greenland, dan lain-lain yang telah
mengadaptasikan diri terhadap kehidupan di daerah suatu
sekitaran alam yang amat dingin. Contohnya Eskimo
nunivakmiut di Alaska, Eskimo Iglulik di pantai-pantai
bagian utara dari teluk Hudson, dan Eskimo Angmasalik di
pantai tenggara pulau Greenland.
2) Daerah kebudayaan Yukon-Mackenzie, yang meliputi
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa pemburu
binatang hutan koniferus di kanada barat laut. Di beberapa
tempat ada pula suku-suku bangsa yang dalam musim-
musim tertentu memburu binatang rusa reindeer. Contoh-
contoh suku bangsa dari daerah ini adalah : Tanana di hulu
sungai Yukon, Kaska di hulu sungai Mackenzie, dan
Chipwayan di daerah danau-danau di kanada utara.

3) Daerah kebudayaan pantai barat-laut, yang meliputi


kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat
rumpun yang hidup di desa-desa di tepi pantai barat laut
Kanada, atau di tepi pantai pulau-pulau yang berhadapan di
pulau Kanada. Contoh-contoh suku bangsa di daerah ini
misalnya, Tlingit, Haida, dan Kwakiutl.

4) Daerah Kebudayaan Dataran Tinggi, yang meliputi


kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat
rumpun yang hidup di seda-desa dalam rumah-rumah
setengah di bawah tanah dalam musim dingin (semi-
subterranean winter dwellings) dan rumah-rumah jerami
untuk musim panas. Contohnya suku-suku bangsa pada
daerah ini misalnya Kutenai, Klamat, dan Yurok.

5) Daerah Kebudayaan Plains, yang meliputi kebudayaan-


kebudayaan suku-suku bermasyarakat yang rumpun
sampai kira-kira akhir abad ke-19 tersebar di daerah stepa-
stepa mahaluas, yaitu di daerah praire atau plains.
Contohnya Crow, Omaha, Comanche.

6) Daerah Kebudayaan Hutan Timur, yang meliputi


kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat
rumpun yang terbesar di daerah-daerah sekitar bagian
timur-laut, dan yang hidup berdasarkan pertanian menetap
dengan jagung sebagai tanaman pokok. Contohnya
Winnebago, Huron, Iroquois.
7) Daerah Kebudayaan Dataran California (California Great
Basin), yang meliputi kebudayaan-kebudayaan suku bangsa
bermasyarakaat rumpun yang hidup dari berburu dan
mengumpulkan biji-bijian. Contoh suku bangsa dari daerah
ini adalah : Miwok, Washo, Ute.

8) Daerah Kebudayaan Baratdaya, yang meliputi kebudayaan


suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun, yang tersebar di
daerah gurun dan setengah gurun, dan yang hidup dari
pertanian intensif di lembah-lembah sungai. Suku tersebut
tinggal di desa-desa berumah persegi bertingkat-tingkat
yang terbuat dari tanah liat (pueblo) . contoh dari suku-
suku bangsa dari daerah ini adalah : Apache, Navaho, Zuni
Pueblo, Hopi Pueblo, Santa Clara Pueblo.

9) Daerah Kebudayaan Tenggara, yang meliputi kebudayaan-


kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup dari bercocok
tanam intensif dengan cangkul dan menanam jagung, lau-
labuan dan tembakau dari tanamam pokok. Contoh dari
suku bangsa dari daerah ini adalah : Cherokee, Seminole,
Choctow.

10) Daerah Kebudayaan Meksiko, yang meliputi kebudayaan-


kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rakyat pedesaan
yang berorientasi terhadap suatu peradaban kota yang
banyak terpengaruh oleh kebudayaan Spanyol dan agama
katolik. Dalam zaman sebelum orang Spanyol datang,
rakyat pedesaan berorientasi pada suatu peradaban tinggi
di kota-kota besar dengan bangunan kuil-kuil yang indah,
pusat penyembahan matahari, yang dilakukan dengan
upacara-upacara luas dengan korban manusia.
2. Amerika Latin

Benua amerika selatan dan Amerika tengah pertama-tama


dibagi ke dalam daerah-daerah kebudayaan Amerika Latin oleh
J.M Cooper. Sistem itu membedakan adanya empat tipe
kebudayaan di Amerika Latin,yaitu :

1) Circum Caribbean

2) Andean Civilization

3) Tropical Forest Cultures

4) Marginal Cultures

Suatu system pembagian daerah-daerah kebudayaan yang


lebih detail dibuat oleh G.P Murdock,yang membagi seluruh
benua ke dalam 24 culture areas. Klasifikasi itu juga
memperhitungkan perbedaan-perbedaan system kekerabatan
dan perbedaan-perbedaan linguistic dank arena rupa-rupanya
bersifat kurang praktis, jarang dipakai oleh para ahli antropologi.

Dalam buku J.H Steward dan L.C Faron berjudul Native


People of South America (1959) yang merupakan suatu ikhtisar
dari seluruh bahan yang tercantum dalam Handbook of the South
American Indian, pada dasarnya masih dipakai juga system
klasifikasi Cooper, tetapi dengan beberapa perbaikan menjadi
lima tipe,yaitu :

1) Cultures With Theocratic and Militaristic Chiefdoms

2) Andean Cultures
3) Southern Andean Cultures Tropical Forest Cultures

4) Tropical Forest cultures

5) Cultures of Nomadic Hunters and Gatheres

3. Afrika

Aneka warna kebudayaan suku-suku bangsa di afrika


(kecuali madagaskar) untuk pertama kali diklasifikasi kan ke
dalam sebelas daerah kebudayaan oleh ahli antropologi bangsa
amerika, M.J Herskovits. Dalam tahun 1995 telah terbit hasil dari
suatu pekerjaan yang sangat luas, ialah klasifikasi dari bahasa-
bahasa afrika seluruhnya,ke dalam rumpun-rumpun dan keluarga-
keluarga bahasa oleh para ahli linguistic bangsa Amerika, antara
lain J.H Greenberg.

Dalam bukunya tentang afrika,ahli antropologi G.P Murdock


telah menyusun suatu system daerah-daerah kebudayaan afrika,
dan dalam hal itu afrika di bagi ke dalam 38 culture areas.
Klasifikasi itu lebi terperinci daripada Herskovits.

Oleh karena system klasifikasi Herskovits terlampau kasar


sifatnya, sedangka klasifikasi Murdock kurang memberi gambaran
menyeluruh, maka koentjaraningrat (salah satu ahli antropologi
Indonesia) mencoba menggabungkan kedua system tersebut
sehingga menjadi suatu yang membagi Afrika dan Madagaskar ke
dalam 18 daerah kebudayaan. Berikut 18 kebudayaan di uraikan
secara singkat.

1. Daerah kebudayaan Afrika Utara. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang
sepanjang sejarah telah mengalami nasib sejarah yang
kurang lebih sama. Suku-suku bangsa itu sebagian besar
berupa rakyat pedesaan yang hidup dari bercocok tanam
menetap intensif dengan irigasi dan bajak. Kebudayaan
petani pedesaan (peasant societies) dari ras kakasoid yang
disebut berber, dan yng pada umumnya beragama islam ,
berorientasi pada terhadap suatu perdaban di kota-kota.

2. Daerah kebudayaan Hilir Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi


kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup
dalam masyarakat petani pedesaan berdasarkan pertanian
intensif di suatu daerah lembah-lembah sungai yang subur,
dengan irigasi dan bajak.

3. Daerah kebudayaan Sahara. Daerah geografi ini meliputi


kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup
menetap dalam masyarakat rumput dari bercocok tanam
menetap dan peternakan, atau yang hidup mengembara dari
peternakan saja di daerah lembah-lembah sungai yang ada
airnya, di daerah-daerah sumber air (oasis) dan di daerah-
daerah dimana air tanah belum terlampau dalam.

4. Daerah Kebudayaan Sudan Barat. Daerah kebudayaan ini


meliputi ke budayaan-kebudayaan suku-suku bangsa
Negroid yang bersifat petani pedesaan, yang hidup dari
bercocok tanam berpindah-pindah di lading tanpa irigasi dan
bajak, dengan tanaman pokok gandum Sudan. Sebagai mata
pencaharian lain mereka berternak sapi, tetapi tidak untuk
susu atau dagingnya, melainkan untuk gengsi,misalnya
unutk mas kawin.

5. Daerah Kebudyaan Sudan Timur. Daerah kebidayan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku- suku bangsa petani
pedesaan yang hidup dari bercocok tanam menetap denan
irigasi, dengan tanaman pokok gandum Sudan. Bercocok
tanam terutama merupakan pekerjaan wanita, sedangkan
peternakan juga merupakan suatu mata pencaharian hidup
yang sangat penting, adalah eksklusif pekerjaan pria.

6. Daerah Kebudayaan Hulu Tengah Nil. Daerah ini, yang oleh


Murdock disebut daerah Nile Corridor, ukan suatu daerah
kebudayaan, melainkan suatu daerah geografi yang sejak
berabad-abad lamanya menjadi semacam jalur lalu lintas
dari berbagai pengaruh kebudayaan ke pedalaman Afrika,
dan kadang-kadang juga sebaliknya. Mengenai kebudayaan-
kebudayaanya, daerah hulu tengah nil tidak seragam
sifatnya. Ada kebudayaan rakyat pedesaan dari ras negroid
yang disebut orang Nubia, yang hidup dari pertanian intensif
dengan irigasi dan baak di lembah Sungai Nil.

7. Daerah Kebudayaan Afrika Tengah. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudyaan suku-suku bangsa Negroid
yang bersifat masyarakat rumpun dan yang hidup dari
bercocok tanam berpindah-pindah di lading tanpa irigasi
maupun bajak,dan tanaman pokok mereka adalah keladi, ubi
jalar, dan pisang, gandum sudan, gandum eulisine (tanaman
asli Etiopia), jagung, dan singkong.

8. Daerah Kebudayaan Hulu Selatan Nil. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan bermasyarakat rumpun
yang berdasarkan peternakan menetap di daerah-daerah
sabana di Sudan Selatan, dengan sapi sebagai binatang
peliharaan terpenting,di sana-sini kadang-kadang ditambah
dengan pertanian sebagai mata pencarian Bantu.
Kebudayaan ini memiliki cirri-ciri ras Negroid.

9. Daerah Kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini


meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rakyat pedesaan
yang hidup dari peternakan dalam kombinasi dengan
bercocok tanam intensif dengan irigasi dan bajak di lembah-
lembah dataran tinggi di Etiopia. Kebudayaan petani
pedesaan memiliki cirri-ciri ras kaukasoid.
10. Daerah Kebudayaan Pantai Guinea. Daerah kebudayaan ini
meliputi suku-suku bangsa bermasyrakat petani pedesaan
dengan ciri-ciri ras negroid, yang hidup dari peladangan
berpindah-pindah di hutan rimba tropic, tanpa irigasi dan
bajak.

11. DaerahKebudayaan khatulistiwa. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa
bermasyarakat rumpun yang hidup dari peladangan
berpindah-pindah di hutan rimba tropic, tanpa irihasi dan
bajak. Tanaman pokoknya adalah keladi, ubi jalar, dan
pisang, walaupun mereka juga menanam gandum
Sudansebagai tanaman tambahan.

12. Daerah Kebudayaan Bantu Danau-Danau. Daerah


kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaa suku-suku
bangsa bermasyarakat petani pedesaan, yang hidup dari
pertanian intensif menetap dengan irigasi di lereng-lereng
pegunungan yang di kelilingi oleh danau-daunau
besar.Memerah dan mengolah susu dari hewan ternak
adalah salah satu pekerjaan pria.

13. Daerah Kebudayaan Bantu Timur. Daearah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa
bermasyarakat rumpun yang hidup dari pertanian intensif
menetap dengan irigasi, dengan gandum Sudan sebagai
tanaman pokok, di tambah dengan tanaman Etiopia.Mata
pencarian tambahan yang penting salah satunya juga
berternak, mengolah susu sapi menjadi mentega atau keju.

14. Daerah Kebudayaan Bantu Tengah. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang
sebagian besar bermasyarakat rumpun dan yang hidup dari
peladangan berpindah di hutan rimba atau di daerah
sabana. Tanaman pokok mereka dalah jagung, kacang-
kacangan, dan singkong, walaupun merekea menenam
gandum Sudan sebagai tanaman tambahan.

15. Daerah kebudayaan Bantu Barat Daya. Daerah kebudayaan


ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang
berdasarkan masyarakat rumpun dan yang hidup dari
peladangan berpindah, tanpa irigasi maupun bajak.
Tanaman pokok mereka adalah gandum Sudan, sedangkan
tanaman Asia Tenggara di daerah ini sudah mualai banyak.

16. Daerah Kebudayaan Bantu Tengaara. Daerah kebudayaan


ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang
di bagian utara berdasarkan masyarakat rumpun, tetapi
yang di selatan (Natal, Basutoland) berdasarkan masyarakat
petani pedesaan berorientasi pada kebudayaan kerajaan-
kerajaan peternak.

17. Daerah Kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang
hidup mengmbara dari berburu dan meramu (Bushmen),
tetapi ada pula yang hidup dari peternakan (Hottenot). Ciri-
ciri ras suku-suku bangsa di daerah kebudayaan ini sangat
berbeda dengan ras apapun di dunia ini, sehingga para ahli
antropologi fisik mengklaskan mereka sebagai suatu ras
manusia yang khusus, yaitu ras Brushmen, Yang tidak dapat
di golongkan ke dalam salah satu dari ketiga ras pokok yaitu
Kaukasoid, Mongoloid, atau Negroid.

18. Daerah Kebudayaan Madagaskar. Daerah kebudayaan ini


meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa
bermasyarakat rumpun yang di daerah pantai Timur hidup
dari perladangan berpindah tanpa irigasi dan bajak. Ciri-Ciri
fisik penduduk madagaskar pada dasarnya seperti ras
Malayan-Mongoloid (seperti penduduk Asianesia, yaitu
penduduk Kepulauan Asia seperti Indonesia).

4. Asia

Suatu pembagian dari Benua Asia ke dalam daerah-daerah


kebudayaan pernah dibuat oleh A.L Kroeber. Pembagian itu
sebenarnya masih bersifat kasar sekali dan lebih berdasarkan
common sense daripada analisa dan perbandingan unsur-unsur
kebudayaan secara mendalam dan meluas.Dalam bab ini
kawasan Asia oleh koentjaraningrat (salah satu ahli antropologi
Indonesia) di bagi menurut pembagian Kroeber dengan beberapa
perubahan, ke dalam tujuh bagian, yaitu :

1. Daerah Kebudayaan Asia Tenggara

2. Daerah Kebudayaan Asia Selatan

3. Daerah Kebudayaan Asia Baratdaya

4. Daerah Kebudayaan Cina

5. daerah Kebudayaan Steppa Asia Tengah

6. Daerah Kebudayaan Siberia

7. Daerah Kebudayaan Asia Timurlaut

D. SUB-SUB KAWASAN GEOGRAFI DI OSEANIA

Kebudayaan-kebudayaan dari penduduk kepulauan di


Lautan Teduh dalam keseluruhan belum pernah dibagi ke
dalam culture areas oleh para ahli antropologi, dan memang
lebih mudah untuk menggolong-golongkan aneka-warna
kebudayaan yang tersebar di beratus-ratus kepulauan di
kawasan itu menurut keempat sub-kawasan geografis, yaitu :
kebudayaan-kebudayaan penduduk asli Australia, kebudayaan-
kebudayaan penduduk Irian dan Melanesia, kebudayaan-
kebudayaan penduduk Mikronesia, dan kebudayaan-
kebudayaan Polinesia.

Penduduk pribumi Australia mempunyai ciri-ciri ras yang


sangat khas, yang di dalam antropologi fisik disebut kompleks
cirri Australoid. Penduduk Melanisia, termasuk Irian, juga
menunjukan ciri-ciri ras yang khas yang di dalam antropologi
fisik disebut kompleks ciri-ciri Melanesoid. Dipandang dari
sudut etnografi, kebudayaan-kebudayaan penduduk Melanesia
menunjukan beberapa ciri-ciri mencolok yang khas, misalnya
suatu system social yang berdasarkan aktivitas berkebun kecil-
kecilan dengan atau tanpa kombinasi dengan aktivitas meramu
sagu. Penduduk Mikronesia yang pada umumnya
mengucapkan bahasa-bahasa yang sekeluarga juga
menunjukan suatu pengkhususan megenai sistem mata
pencaharian dan kemasyarakatannya. Penduduk Polinesia
dipandang dari sudut ras menunjukan ciri-ciri fisik yang khas
juga, yaitu ciri-ciri Polinesian, yang oleh para antropologi fisik
sebenarnya belum banyak diteliti dan dianalisa.Dari sudut
etnografi kebudayaan-kebudayaan penduduk Polinesia
menunjukan suatu aneka warna besar dari yang sangat
sederhana hingga yang sangat kompleks, dengan sistem-
sistem social berdasarkan kerajaan-kerajaan, upacara-upacara
keagamaan yang luas, serta seni patung yang menarik.

E.SUKU-SUKU BANGSA DI INDONESIA

Seorang ahli antropologi Indonesia sudah tentu tidak dapat


mengikuti syarat-syarat konvensional yang lazim di terima oleh
dunia antropologi itu. Seorang ahli antropologi Indonesia wajib
mengenal bentuk-bentuk masyarakat dan kebudayaan di
wilayah Idonesia sendiri.Disamping mengkonsentrasikan epada
wilayah Indonesia, seorang ahli antropologi Indonesai wajib
juga mengetahui dengan cukup mendalam masyarakat dan
kebudayaan-kebudayaan di wilayaha Negara tetangga, yaitu
Malaisya, Brunei, Fillipina, Papau Niugini, dan Asia Tenggara.

Klasifikasi dari aneka warna suku bangsa di wilayah


Indonesia biasanya masih berdasarkan system lingkaran-
lingkaran hukum adat yang mula-mula disusun oleh Van
Vollenhoven, dia membagi Indonesia ke dalam 19 daerah
yaitu :

1. Aceh 10. Toraja

2. Gayo-Alas dan Batak 11. Sulawesi


Selatan

2a. Nias dan Batu 12. Ternate

3. Minangkabau 13. Ambon


Maluku

3a. Mentawai 13a.


Kepulauan Baratadaya

4. Sumatera Selatan 14. Irian

4a. Enggano 15. Timor

5. Melayu 16. Bali dan


Lombok

6. Bangka dan Biliton 17. Jawa


Tengah dan Timur

7. Kalimantan 18. Surakarta


dan Yogyakarta
8a. Sangir-Taulad 19. Jawa
Barat

9. Gorontalo

Mengenai lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih


berdasarkan peta bahasa dari J. Esser, harus di perhatikan
bahwa terutama untuk daerah-daerah seperti Kalimantan,
Sulawesi dan Indonesia Timur, bahkan untuk beberapa bagian
dari sumatera, masih banyak terdapat keragu-raguan.

F. RAS, BAHASA DAN KEBUDAYAAN

Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang


sama, belum tentu juga mempunyai bahasa induk yang
termasuk satu keluarga bahasa, apalagi mempunyai satu
kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan. Di
antara sejumlah manusia seperti itu misalnya ada beberapa
orang Thai, beberapa orang Khmer, dan beberapa orang
Sunda. Ketiga-tiga golongan tersebut mempunyai ciri-ciri ras
yang sama, yang dalam ilmu antropologi-fisik seringkali disebut
ciri-ciri ras Paleo-Mongoloid. Ada pula suatu keadaan yang
berbeda. Ada sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras yang
berbeda-beda, tetapi memperunakan beberapa bahasa induk
yang berasal dari satu keluarga bahasa,sedangkan kebudayaan
mereka memang juga berbeda-beda.

Keadaan lain lagi adalah di mana sejumlah manusia dengan


satu kebudayaan, tetapi yang berasal dari berbagai ras, justru
terdapat contohnya di Negara-negara besar zaman sekarang.
Warganegara Amerika masa kini, tetapi mereka berasal dari
berbagai macam ras, yaitu Kaukasoid, Negroid Mongoloid
Amerika dan Mongoloid.

Dalam zaman sekarang ini, di mana komunikasi antara


manusia dan mobilitas manusia di seluruh penjuru muka bumi
kita ini makin meluas, maka pembaruan antara manusia dari
aneka warna ras, aneka warna bahasa dan aneka warna
kebudayaan juga menjadi makin intensif. Pola penyebaran
aneka waran kebudayaan dapat kita analisa berdasarkan
uraian-uraian di atas.

Anda mungkin juga menyukai