TINJAUAN PUSTAKA
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina
tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan
berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah, 2010; hal. 2)
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan
baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan intrauteri kehidupan ekstrauteri.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37- 42 minggu dan berat
badannya 2500-4000 gram.
9. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
11. Kuku agak panjang dan lemas
15. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut)
sudah terbentuk dengan baik.
17. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik
19. Genitalia
a. Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada sokrotum dan penis
yang berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang , serta
adanya labia minora dan mayora
1. Tahap I :
Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran.Pada tahap ini di gunakan
system scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu
2. Tahap II :
Disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama
terhadap ada nya perubahan perilaku.
Disebut tahap periodik, pengkajian di lakukan 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan
seluruh tubuh.
(Dewi,2010; h.1- 3)
d. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal
1. Menilai bayi dengan cepat( dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,
meletakkan bayi ditempat yang memungkinkan ).
2. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kotak kulit ibu-
bayi lakukan penyuntikan oksitosin im.
3. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira- kira 3 cm dari pusat bayi, melakukan urutan
pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem 2 cm dari klem pertama (kearah
ibu).
4. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali
pusat diantara dua klem tersebut.
5. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
6. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu utuk memeluk bayinya dan memulai
pemberian ASI jika ibu menghendakinya.(sarwono,2010; h.344)
a. Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia setelah
persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah
pada bayi selama atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).
1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
f. Kehamilan post matur.
2. Faktor Bayi
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).
c. Kelainan kongenital.
a) Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,
ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)
b) Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio
plasenta)
d. Diagnosis
c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak teratur.
d. Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010; h.422)
3) Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi
bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena
suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue
primer ( drew.2009;h.9)
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber
daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin
belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu
juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan
dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)
maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35
tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas paling
aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka
kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang
rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan
faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental.
Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu
mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi
untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti
letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h.
144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala 1
selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul pada asfiksiam berat adalah
sebagai berikut:
Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
(Dewi.2010; h.102)
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus
segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas
bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi
ini segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban “Tidak”, bayi
memerlukan tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.
a. Pernafasan
b. Denyut jantung
c. Warna
Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang
akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar
untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien
berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan selanjutnya
tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda
melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini
anda akan melakukan langkah berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya adalah
menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai
dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan
tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi
berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan
segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian
APGAR 1 menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang
mengalami depresi berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan
pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian
efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila
nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau
sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan
penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan
pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut.
Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik.
Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai,
menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)
1). Pernapasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi jika perlu.
Kali adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas tersenggal, atau
mendengur.
Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan
tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.
Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas yang
mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi
jantung <60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang lebih
darurat. Awalnya, curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner, sampai
pada akhirnya tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.
3). Warna
Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer
(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang
pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah
mudah, biru atau pucat.
Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua komponen lainnya adalah
tonus dan respons terhadap rangsangan.
(David,dkk.2009; h.30-32)
a. Pemantauan Janin
Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan bayi secara
umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan
dan bayi dapat menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam
kondisi baik.
Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru
lahir adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA (SIGTUNA score), sesuai
dengan nama terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat
pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun cukup
mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2
tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score, yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi
jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi jantung satu menit).
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan pada APGAR
score dari 5 menit hingga 10 menit (Sulistyawati,2010;h.209).
Aspek Skor
pengamatan
bayi baru
lahir
0 1 2
2. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja,
dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin
(jendela atau pintu yang terbuka)
Keterangan:
b. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.
c. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan
lampu menjelang persalinan.
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga disiapkan alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
Keterangan:
a. Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya
handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.
b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk
kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar
sedikit tengadah.
5) Reservoir O2
Keterangan:
a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk BBL.
b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam
tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam keadaan steril,
disiapkan dalam kotak alat resusitasi.
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah
lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu,
sebelum persalinan akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat
diletakkan didekat perineum ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika
perlu lakukan tindakan resusitasi.
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Singkirkan kain
ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat
resusitasi, digelar menutupi tempat yang rata.
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi tabung atau
balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala, kaca mata
dan sepatu tertutup)
2. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.
3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliseril.
Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:
a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan
hangat.
2. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit
ekstensi.
2. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukan.
3. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut atau lebih
dari 3 cm dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau
tiba-tiba berhenti bernafas.
1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan
2. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau dengan
menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak tangan.
1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
2. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar bisa
memantau pernafasan bayi.
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap. Bila bayi
bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau
megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke
dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas
spontan dan teratur.
a) Pasang sungkup
Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang.
a. Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
c. Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
d. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada mengembang, lakukan
tahap berikutnya.
1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup
sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan
bernafas spontan
2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik lakukan
penilaian ualng nafas.
Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:
Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
d. Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik.
d) Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas
atau megap-megap:
a. Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan
pasca resusitasi
b. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik
kemudian lakukan penilaian ulang nafas tiap 30 detik.
e) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
intensif serta pencatatan.
2. Kejang
5. Merintih
6. Retraksi dinding dada bawah
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
5. Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian.
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/
neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut
dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.
2. Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam setelah
pemberian vit K
5. Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari
6. Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
8. Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil
1. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu
metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan,
keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang
berfokus terhadap klien.
kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku
Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan
kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.
Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan
pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan
tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga
kesehatan. Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap
langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir
dengan evaluasi. Ke-tujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka lenkap yang dapat
diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi
langkah-langkah yang lebih detail dan ini bias berubah sesuai dengan kebutuhan klien.
(Saminem, 2010; h. 39)
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.
a. Identitas
Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang tua bayi untuk
memperoleh informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi,
jenis kelamin bayi dan anak keberapa.
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah
terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam kandungan.
2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah dirasakan oleh
orang tua bayi saat hamil
4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui seberapa
sering orang tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil
5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi
6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah merokok,
mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah
terdapat penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi.
3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong kelahiran bayi
4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan
5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan
8) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk mengetahui
berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam
keadaan normal atau tidak
9) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi
10) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat atau tidak
11) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak
12) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan resusitasi atau
tidak
Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien. Nutrisi yang diberikan pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga akan
berbeda, sebab kapsitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap
jam. Perhatikan juga apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru
atau perut menjadi besar/ kembung (Prawirohardjo,2009)
b. Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Pada bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kita mengkaji pola eliminasi, sebab pada bayi BBLR
kebutuhan nutrisi yang diberikan berbeda dengan bayi yang berat badannya normal, oleh sebab
itu akan berpengaruh juga pada frekuensi BAB dan BAK nya setiap harinya.
c. Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah terpenuhi atau
tidak. Bayi yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki pola tidur yang lebih
banyak dari bayi normal, sebab nutrisi yang dikonsumsi sangat cukup dan memiliki frekuensi
yang ditetapkan setiap jam, sehingga bayi lebih sering tertidur nyenyak dengan nutrisi yang
cukup.
d. Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi. Pada bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) personal hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan
pada bayi sangat diutamakan untuk pencegahan infeksi.
C. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, meliputi
1) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan cacatan terbaru serat cacatan sebelumnya).
Pemeriksaan fisik
a) Kepala :
bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak, keadaan rambut bersih atau tidak,
adakah caput succedenum dan cephal hematome.
b) Wajah
terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau tidak dan warna kemerahan atau tidak
c) Mata
simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak mata,konjungtiva merah muda atau
pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu mata atau tidak, adakah kotoran mata atau tidak
d) Hidung
e) Mulut
bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting
f) Telinga
g) Leher
bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah bening, reflek
menelan, kepala bebas berputar
h) Dada
i) Ketiak
j) Perut
bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali pusat, kembung,adakah benjolan,
adakah pembesaran hati
k) Punggung
l) Anus
m) Genetalia
adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan orifisium uretra
n) Ekstermitas
o) Neuro
p) Eliminasi
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat dartiakn
sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
b. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya (langkah III)
Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis/ masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap- siap
mencegah diagnosis masalah potensial I menjadi kenyataan. Langkah ini penting dituntut untuk
mampu menagntisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan
terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak
terjadi. Langhkah ini bersifat antisipasi yang rasional/ logis.
Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultassi atau penanganan
segera bersama anggota tim kaesehatn lain dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan keseimangan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya
berlangsung seama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama
wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis
yang telah diidentikasi atau dantispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala
hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup
perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi,
kultural, atau psikososial.
e. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkakh VI)
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluuh dilakua denangn efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya walua bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul
tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah
tersebut benar-benar terlaksana)
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi
evaluasi pemenuhan kebutuhan akan banuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana
diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaanya. (Soepardan.2009; h.97)
a. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter
b. Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
b. Kewenangan:
1) Episiotomi
c. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI)
eksklusif
d. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
b. Kewenangan:
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi,
inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal
(0-28 hari), dan perawatan tali pusat
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal sebagaimana
tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat
kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan
di bawah supervisi dokter)
c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h) Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
melalui informasi dan edukasi
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan
bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan
yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa) yang belum ada dokter, bidan
juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah
terdapat tenaga dokter (http.www.hukum kewenangan bidan.com)
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
Tempat : BPS Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung
Nim : 2010.637
A. DATA SUBJEKTIF
Istri Suami
43
Suku : Jawa Lampung
TT 2 kali
3) Kebiasaan
4) Komplikasi
Lahir pukul :12.40 Wib dengan penilain bayi merintih,warna kulit kebiruan dan tonus otot
lemah
Penolong : Bidan
Kala II : 45 menit
Kala IV : 2 Jam
Partus lama : Ya
Gawat janin : Ya
Keadaan bayi baru lahir : Tonus otot lemah, warna kulit kebiruan,
c. Kulit
Warna :Kemerahan
Turgor : Elastis
a. Kepala
Ubun-ubun besar : Datar
c. Mata
Sklera : Putih
e. Mulut
f. Telinga
g. Dada
h. Abdomen
i. Punggung
k. Genetalia
Laki-laki
Gerakan : Aktif
3. Antopometri
b. PB : 50cm
c. LK : 35cm
d. LD : 36 cm
e. Lila : 11 cm
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi segera setelah lahir pada
By. Ny. M Dengan Asfiksia Di BPS Desi Andriani Amd.Keb. Ditemukan hasil sebagai berikut:
A.PENGKAJIAN DATA
1. Pada pengkajian dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien. Pada
studi kasus ini penulis melakukan pengkajian terhadap bayi baru lahir yaitu By.Ny.M Umur 0
Hari Dengan Asfiksia, dengan hasil sebagai berikut:
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)
maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35
tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir
Pada kasus asfiksia terhadap By. Ny.M, umur Ny.M adalah 36 tahun
c. Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan toeri dan tinjauan kasus, karena pada tinjauan teori
factor resiko terjadinya asfiksia adalah ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun, sedangkan umur Ny.M adalah 36 tahun
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu kehamilan
postmatur atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi premature atau lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu (JNPK-KR, 2008, hal: 144)
Pada hasil tinjauan kasus usia kehamilan Ny.M pada saat melahirkan adalah 37 minggu 6 hari.
c. Pembahasan
Terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana usia kehamilan ibu masih
dalam batas normal dan bukan merupakan penyebab bayi mengalami asfiksia yaitu 37 minggu 6
hari, kemungkinan asfiksia pada bayi disebabkan oleh factor factor lain.
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, sehingga dapat menyebabkan
asfiksia, yaitu Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC dan HIV (JNPK-KR, 2008, hal: 144).
Riwayat kesehatan sekarang, NY.M tidak sedang menderita penyakit menular atau penyakit
keturunan
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, karena pada tinjauan kasus Ny.M
tidak menderita infeksi yang menjadi salah satu factor pemicu terjadinya asfiksia pada bayi,
kemungkinan asfiksia yang terjadi pada bayi diakibatkan oleh ketuban bercampur mekonium dan
sedikit serta partus lama.
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan atupun jamu selama kehamilan.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny. M tidak
mengkonsumsi obat –obatan yang memicu terjadinya asfiksia.
Menurut tinjauan teori penyebab asfiksia adalah salah satunya keadaan ibu yang mengalami
preeklamsia dan eklamsia yang memicu terjadinya asfiksia.
Menurut tinjauan kasus pada Ny. M tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny.M tidak mengalami
preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabakan asfiksia.
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti
letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, hal :
144)
c. Pembahasan
Terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena menurut asuhan persalinan
normal partus lama merupakan salah satu factor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi dan pada
kasus Ny.M terjadi partus lama dimana lama persalinannya yaitu 13 jam 20 menit pada kala I
dan kala II, sehingga terjadi pengurangan pasokan oksigen kejanin. Karenanya timbulah asfiksia
saat bayi lahir.
7. Paritas
Ny.M mengatakan ini kehamilan keempat, pernah melahirkan dua kali dan pernah keguguran
satu kali.
c. Pembahasan
Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana pada tinjauan kasus jumlah
paritas ibu bukan merupakan salah satu factor penyebab bahaya kematian janin yaitu tidak lebih
dari 4, kemungkinan asfiksia yang terjadi pada janin disebabkan oleh ketuban bercampur
mekonium dan sedikit serta partus lama.
Menurut tinjauan teori faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu gangguan aliran pada tali
pusat seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat dan tekanan pada tali pusat (Manuaba, 2010, hal:
421)
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana By.Ny.M tidak mengalami
lilitan tali pusat, kemungkinan bayi asfiksia diakibatkan karena ketuban bercampur mekonium
dan sedikit serta partus lama
9. Ketuban
Menurut tinjauan teori salah satu faktor penyebab asfiksia adalah air ketuban bercampur
mekonium(warna kehijauan) (JNPK KR, 2008).
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terjadi kesenjangan karena air ketuban ibu
bercampur mekonium dan sedikit yang merupakan factor penyebab bayi mengalami asfiksia.
a) Menurut Tinjauan Teori Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut
kemudian dinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik
rumusan diagnosis maupun masalah keduanya harus ditangani. (soepardan; h. 99).
Data subjektif : informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi,
jenis kelamin bayi dan anak keberapa.
Data objektif : keadaan yang lebih pasti dilihat dari pasien yang dikaji.
Pada kasus By.Ny.M didapatkan diagnose kebidanan “Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Sesuai
Masa Kehamilan Segera Setelah Lahir Dengan Asfiksia”.
Data subjektif : bayi lahir pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40wib, usia kehamilan 37 minggu
6 hari,
Data objektif : warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan usaha bernafas megap-megap.
c) Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada tinjauan
kasus diagnose didapatkan dari data subjektif dan data objektif sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh (JNPK KR, 2008)., dimana untuk menegakkan diagnose didapatkan
berdasarkan hasil pengkajian, baik data subjektif ataupun objektif.
2. Masalah
Pada teori, terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
( Dewi.2010; h.102)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus dikatakan masalah pada bayi yaitu bayi bernafas yaitu megap-megap.
c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada kasus salah
satu masalah yang ada pada bayi adalah bernafas megap-megap, sama seperti yang ada pada
teori yang disampaikan oleh (Dewi.2010;h.102) yaitu terdapat masalah pada bayi baru lahir
dengan asfiksia adalah pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak
adekuat.
3. Kebutuhan
Menurut teori pada kasus asfiksia dilakukan tindakan resusitasi yang dimulai dengan langkah
awal resusitasi yaitu JAIKAP (JNPK-KR, 2008)
Dalam kasus asfiksia pada bayi baru lahir terhadap By.Ny.M diperlukan tindakan resusitasi yaitu
JAIKAP.
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak ditemukan kesenjangan, karena kebutuhan
yang diperlukan oleh bayi sesuai dengan teori pada yang ada pada asuhan persalinan normal,
yaitu JAIKAP.
Pada langkah ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan (Soepardan, 2009; hal. 99)
Pada By.Ny.M dengan asfiksia yang mungkin terjadi jika tidak tertangani adalah henti nafas.
c) Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak didapatkan kesenjangan, dimana pada
kasusnya Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan
paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet.
Kejadian ini disebut apnue primer ( drew.2009;h.9)
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan
sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
Pada kasus tersebut ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera berupa tindakan
resusitasi dengan alasan terdapat potensi terjadinya apnea jika asfiksia pada bayi tidak tertangani
dengan baik
c. Pembahasan
Jadi tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada kasusnya
tindakan segera berupa tindakan resusitasi dilakukan untuk mengantisipasi masalah potensial
yang mungkin terjadi pada bayi berupa henti nafas.
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis
yang telah diidentikasi atau antispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala
hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup
perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi,
kultural, atau psikososial.
1. Langkah awal resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
intensif serta pencatatan.
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/
neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut
dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan
instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera
intensif serta pencatatan.
c. Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.
Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/
neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut
dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.
c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena sesuai dengan teori
asuhan persalinan normal, rencana yang diberikan dimulai dari langkah awal resusitasi dan
asuhan pasca resusitasi.
F. Pelaksanaan
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluruh dilakukan dengan efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya walau bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul
tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah
tersebut benar-benar terlaksana).
a) Menjaga bayi tetap hangat dengan segera meletakkan bayi diatas perut ibu, lalu menyelimuti
dengan kain untuk mencegah terjadi hipotermi sampai menutupi kepala. Lalu melakukan
pemotongan tali pusat dengan klem pertama yang berjarak 3 cm dari pusat dan klem kedua
berjarak 2 cm dari klem pertama, kemudian memotong dengan gunting tali pusat dan segera
mengikat dengan benang tali pusat. lalu segera meletakkan bayi ke meja resusitasi.
b) Membaringkan bayi terlentang dengan kepala dekat dengan penolong, lalu mengganjal bahu
dengan kain yang dilipat setebal 2-3 cm, lalu memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi, agar
jalan nafas terbuka.
c) Dengan menggunakan pengisap lendir Slem seher, melakukan pengisapan lendir yang
dimulai dari bagian mulut sedalam 5 cm dan dilanjutkan dengan bagian hidung sedalam 3 cm,
lalu menghisap lendir sambil menarik slem seher kearah luar.
d) Mengeringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala lalu bagian tubuh yang lainnya dengan
sedikit tekanan, sambil melakukan rangsangan taktil dengan menggosok bagian punggung bayi
dan menyentil telapak kaki bayi.
e) Mengganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang telah disiapkan
kemudian menyelimuti bayi dengan kain tersebut dengan menutupi bagian kepala dan membuka
bagian dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat dilanjutkan. Lalu mengatur kembali posisi
bayi dengan sedikit ekstensi, agar jalan nafas bayi tetap terbuka.
f) Menilai bayi dengan melihat apakah telah bernafas normal, megap-megap atau tidak
bernafas.
g) Menilai adanya tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti warna kulit kebiruan, bayi lemah,
adanya retraksi dinding dada, nafas <40 kali permenit atau >60 kali permenit, nadi <120 kali
permenit atau >160 kali permenit, bayi kuning.
h) Melihat apakah terjadi perdarahan pada tali pusat atau tidak dan merawatan tali pusat dengan
yang baik, yaitu dengan selalu menjaga agar tali pusat tetap bersih, kering dan tidak lembab serta
tidak membubuhi apapun pada tali pusat.
i) Melakukan pencegahan hipotermi, dengan meletakkan bayi pada suhu >250C, tidak
memandikkan bayi <6-24 jam setelah lahir, memakaikan bedong dengan menutupi seluruh tubuh
bayi sampai bagian kepala
j) Menyuntikan Vit-K1 dengan dosis 1 mg, di 1/3 paha kiri bagian luar bayi secara IM, untuk
mencegah terjadinya perdarahan intrakranial.
k) Memberikan salep mata gentamycin pada kedua mata bayi, dari arah dalam keluar untuk
mencegah terjadinya infeksi pada mata bayi.
l) Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur BB, TB, LL, LK, LD dan
pemeriksaan fisik secara head to toe.
m) Melakukan pemantauan kondisi bayi setelah 2 jam pasca tindakan resusitasi, untuk melihat
apakah kondisi bayi telah membaik atau tidak.
n) Melakukan pemantauan kondisi bayi 24 jam/ 1 hari pasca tindakan resusitasi, untuk melihat
kondisi bayi dan untuk melihat kebiasaan bayi.
3. Pembahasan
Jadi terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana pada asuhan
persalinan normal dikatakan pelaksanaan resusitasi setelah JAIKAP namun pada
penatalaksanaan kasus tidak dilakukan VTP karena penatalaksanaan yang dilakukan telah
berhasil hanya dengan langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP, sehingga dilanjutkan dengan
asuhan pasca resusitasi pada bayi.
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi
evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana
diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaanya.
a. Bayi telah diselimuti dengan kain dan tali pusat telah dipotong
b. Kepala bayi telah diatur dalam posisi sedikit ekstensi dan jalan nafas telah terbuka
c. Pengisapan lendir telah dilakukan dengan slem seher dimulai dari mulut dan dilanjutkan
pada hidung.
d. Bayi telah dikeringkan dari sisa-sisa darah dan lendir serta bayi telah dirangsang taktil.
e. Kepala bayi telah diatur kembali dalam posisi sedikit ekstensi.
f. Bayi telah bernafas normal, Bayi dalam kondisi baik, warna kulit kemerahan, tonus otot
baik, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada perdarahan talipusat
TB: 50 cm
LD: 36 cm
LK: 35 cm
LL: 11 cm
Kepala berbentuk simetris, UUB datar, UUK datar, rambut terdapat sisa-sisa darah dan lendir,
tidak ada caput succedenum dan cephal hematome
Hidung bentuk simetris, terdapat lubang hidung, tidak terdapat pernafasan cuping hidung
ataupun pengeluaran.
Dada simetris, terdapat pengembangan rongga dada, bunyi jantung lup-dup dan bunyi paru-paru
normal, tidak ada mengi
Perut simetris, terdapat bising usus, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak terdapat benjolan
Terdapat fleksibilitas tulang punggung serta tidak ada tonjolan tulang punggung
Pergerakan kaki dan tangan lemah, jari-jari tangan dan kaki lengkap.
T : 36,80 C
Pada evaluasi kasus asfiksia pada By.Ny.M tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus, karena pada teori yang disampaikan oleh nurhayati langkah evaluasi dilakukan
untuk mengevaluasi keefektifan dari asuhan dan pada kasusnya evaluasi dilakukan dengan hasil
yang baik.