Anda di halaman 1dari 40

Referat

Gambaran Radiologis Covid-19 pada Anak

Helsy Honesty H. 1840312645

M. Hafizul Luthfi 1840312647

Eko Setiawan 1840312465


Yoseph De Nachs 1840312438

Pembimbing:

dr. Hj. Rozetti, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2020

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas kehadirat-
Nya yang telah memberikan ilmu,akal, pikiran, dan waktu sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Gambaran Radiologis Covid-19 pada Anak”
sebagai satu kegiatan ilmiah dalam pelaksanaan tahap kepaniteraan klinik
radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Rozetti, Sp.Rad selaku
pembimbing yang telah membimbing kami dalam penulisan referat ini. Referat ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan berbagi ilmu untuk dan oleh
dokter muda sebagai persiapan menjadi dokter umum di layanan primer nantinya.
Penulisan referat ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua pihak.

Padang, Mei 2020

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


ii
DAFTAR ISI
Halaman sampul........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 3
1.4 Metode Penulisan ........................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4


2.1 Definisi ......................................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 6
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 7
2.4 Anatomi Paru ................................................................................................. 8
2.5 Radioanatomi Paru ................................................................................... 12
2.6 Faktor Risiko ................................................................................................21
2.7 Patogenesis ...................................................................................................22
2.8 Gejala Klinis.................................................................................................25
2.9 Diagnosis ......................................................................................................26
2.10 Tatalaksana.................................................................................................27
2.11 Pemeriksaan Radiologis Infeksi Covid-19 Pada Anak ..............................28

BAB 3 KESIMPULAN.......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai
dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab
COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan
antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan
dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia.
Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih belum
1,2
diketahui.
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-
6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat
dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian
besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas,
3
dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak
diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus
disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan
sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public
Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan
jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran
antar negara. Sampai dengan tanggal 8 April 2020, terdapat 1.431.376 kasus dan

1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4,5
82.145 kematian di seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat
pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian sudah melampaui China.
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus COVID-19
terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30
Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat
6
mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.
Saat ini COVID-19 telah dinyatakan sebagai kasus pandemi. Sampai tanggal
19 Maret 2020 terdapat 209.839 kasus COVID-19 dengan lebih dari 170 negara
terjangkit COVID-19. Kasus kematian mencapai 8.778 dengan case fatality rate
4.18%. Kejadian COVID-19 pada anak tidak sebanyak dewasa, dan sebagian
besar anak yang terkonfirmasi COVID-19 mendapatkannya dari keluarga.
Menurut Wu, dkk (2020) kejadian COVID-19 pada anak usia 10-19 tahun
sebanyak 549/72.314 atau 1% dari seluruh kasus; sedangkan kelompok usia <10
tahun sebanyak 416/72.314 (0,9%) kasus. Sampai tanggal 21 Maret 2020, di
Indonesia, terdapat 450 kasus COVID-19; 38 diantaranya meninggal.7
Temuan klinis pada pasien pneumonia akibat coronavirus diantaranya
demam, batuk, sesak, dan keluhan sulit bernapas, onset dalam waktu 10 hari
terakhir, serta adanya riwayat perjalanan ke daerah epidemi dari penyakit
coronavirus. Dan temuan radiologis yang ditemukan menurut penelitian dari
berbagai negara menemukan gambaran kelainan paru pneumonia akibat
coronavirus sama seperti pneumonia virus, yaitu gambarann air space opacities,
opasitas fokal dan multifokal, dan gambaran ground-glass opacities (GGO).8,9
Pencitraan diagnostik sangat diperlukan untuk mendeteksi penyakit ini
sedini mungkin. Kondisi dan ketersediaan pencitraan yang baik, dikombinasikan
dengan keahlian yang terus berkembang dari ahli radiologi mengenai penyakit ini,
telah meningkatkan peran pencitraan dalam diagnosis berbagai kelainan paru
akibat pneumonia virus.

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas radioanatomi paru, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, faktor risiko dan patofisiologi, manifestasi klinis, gambaran radiologis,
dan tatalaksana dari Covid-19 pada anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang gambaran radiologis yang muncul akibat Covid-19 pada anak.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
dirujukdari berbagai literatur.

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Anak adalah seseorang berusia 0 – <18 tahun (World Health
Organization/WHO) atau seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
masih dalam kandungan (UU nomor 23 tahun 2002). 7
Beberapa istilah berikut digunakan untuk mengklasifikasikan status anak yang
dicurigai COVID-19 sesuai dengan petunjuk terbaru dari Kementrian Kesehatan
RI:7
a. Orang dalam Pemantauan (ODP)
Anak yang demam (≥38°C) ATAU riwayat demam ATAU gejala gangguan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk, tanpa gejala pneumonia.
DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN Pada 14 hari hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi salah satu
riwayat berikut:
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan
transmisi lokal
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di Indonesia

b. Pasien dalam Pengawasan (PDP)


Terdapat 3 definisi untuk PDP sebagai berikut:
1. Anak yang mengalami demam (≥38°C) atau ada riwayat demam, disertai salah
satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/pilek/nyeri tenggorokan/
pneumonia ringan hingga berat (berdasarkan gejala klinis dengan atau tanpa
pemeriksaan radiologis).DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala,
memenuhi salah satu riwayat berikut:
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan
transmisi lokal.
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di Indonesia.

4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Anak dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi atau probabel COVID-19.
3. Anak dengan gejala ISPA berat/pneumonia berat* di area transmisi lokal di
Indonesia yang membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab
lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
*) Kriteria pneumonia berat: pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas,
ditambah
setidaknya satu dari berikut ini:
• takipnea: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun,
≥40x/menit; >5 tahun, ≥30x/menit;
• distres pernapasan berat (seperti grunting(merintih),head bobbing, stridor,
retraksi);
• sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau
penurunan
kesadaran, atau kejang.

c. Kasus Probabel
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi inkonklusif
(tidak dapat disimpulkan).
d. Kasus Konfirmasi
Anak yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif.
Selain klasifikasi status anak terkait dengan riwayat berpergian atau tinggal di
negara terjangkit maupun area dengan transmisi lokal di Indonesia, anak juga
perlu diklasifikasikan statusnya dalam kaitannya dengan riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi COVID-19 atau PDP.

Definisi kontak erat adalah anak yang melakukan kontak fisis atau berada dalam
ruangan atau berkunjung dalam radius 1-meter selama minimal 15 menit dengan
PDP, kasus probabel atau kasus konfirmasi dalam 2 hari sebelum kasus (sumber
penularan) timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Anak yang termasuk kontak erat adalah:
• Anak yang tinggal serumah atau berada dalam satu ruangan (termasuk kelas,
pertemuan masal, tempat penitipan anak, dsb) dengan kasus dalam 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala
• Anak yang bepergian bersama dengan kasus (radius 1 meter) menggunakan
segala jenis alat transportasi/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala
dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

2.2 Epidemiologi
Sejak laporan pertama kasus dari Wuhan, sebuah kota di Provinsi Hubei Cina,
pada akhir 2019, lebih dari 80.000 kasus COVID-19 telah dilaporkan di Tiongkok,
dengan sebagian besar dari mereka berasal dari provinsi Hubei dan sekitarnya.
WHO-Cina memperkirakan bahwa epidemi di Cina memuncak antara akhir
Januari dan awal Februari 2020, dan jumlah kasus baru meningkat pesat pada
awal Maret.Namun, kasus telah dilaporkan di semua benua, kecuali Antartika, dan
terus meningkat di seluruh dunia.10
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus.4 Data 8 April 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 2.956 kasus dan 240 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Per 8 April 2020, terdapat 1.431.376 kasus dan 82.145 kematian di seluruh dunia.
Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus
dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan
6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu

11,3%.4,5 Pada tanggal 19 April 2020, terdapat 2.203.927 kasus terkonfirmasi


dengan 148.749 kematian di 213 negara/kawasan. Sedangkan di Indonesia
terdapat 6.575 kasus terkonfirmasi positf dengan 582 kematian yang tersebar di 34
provinsi di Indonesia.6

6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.3 Etiologi
Infeksi respirasi akibat virus diantaranya: virus influenza family
orthomyxoviridae, virus parainfluenza family paramyxoviridae, SARS-
coronavirus, MERS-coronavirus, dan 2019-nCoronavirus family corona virus.
Coronavirus merupakan virus dengan rantai tunggal RNA tanpa segmentasi.
Corona virus merupakan virus zoonotik, RNA virus, bersirkulasi di hewan, seperti
unta, kucing, dan kelelawar. Hewan dengan coronavirus dapat berkembang dan
menginfeksi manusia seperti pada kasus MERS dan SARS seperti kasus outbreak
saat ini. Coronavirus merupakan subfamily orthocoronavirinae dari family
Coronaviridae.11,12
Coronavirus memiliki struktur beramplop dan dengan partikel berbentuk
lingkaran atau elips dan kadang pleomorfik dengan diameter 50-200 mikron. S
protein yang terletak dipermukaan virus merupakan antigen utama dari virus yang
merupakan struktur utama untuk menempel pada reseptor sel. Hampir semua
coronavirus menginfeksi hewan. Pada awalnya hanya ada tiga tipe coronavirus
yang menginfeksi manusia yaitu common coronavirus 229E, OC43, dan SARS-
CoV. Kemudian ditemukan enamcoronavirus pada manusia yaitu 229E, NL63
dari genus Polygonum, OC43 dan HPU dari beta genus, Middle East Respiraory
Syndrome-Associated Coronavirus (SARS-CoV). Dan yang terakhir ditemukan
yaitu virus yang diisolasi dari traktus respirasi bawah pada pasien dengan
pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya di Wuhan dan merupakan jenis
baru dari coronavirus, yang dinamakan 2019-nCoV oleh WHO.11,12

7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.4 Anatomi Paru
2.4.1 Morfologi

Gambar 2.1. Anatomi paru-paru

a. Apex Pulmonis
Apek pulmonis merupakan bagian yang berbentuk bundar, menonjol ke
cranial, ditutupi oleh cupula pleurae yang berbatasan dengan arteria subclavia
sinistra dan arteria subclavia dextra sehingga menyebabkan terbentuknya sulcus
subclavius pada permukaan pulmo, mengarah ke lateral tepat di sebelah caudal
dari apex pulmonis.13
b. Basis Pulmonis
Basis Pulmonis atau facies diaphragmatica akan tampak jelas bergerak
mengikuti gerakan inspirasi dan ekspirasi.Terletak pada diaphragma thoracis
memisahkan pulmo sinistra daripada lobus hepatis sinistra, gaster dan lien dan
memisahkanpulmo dextra daripada lobus hepatis dextra. Pulmo dextra memiliki
bentuk yang lebih kecil dan dengan facies diaphragmatic yang lebih cekung
karena diafragma di sebelah kanan letaknya lebih tinggi. 13
c. Facies Costalis
Merupakan bagian yang berbatasan dengan costa. Memiliki permukaan yang
licin, konveks, dan mengikuti bentuk cavitas thoracis. Facies Costalis ditutupi
oleh pleura costalis. 13
8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
d. Facies Mediastinalis
Facies Mediastinalis terbagi atas pars mediastinalis dan pars vertebralis.
Pars mediastinalis ditutupi oleh pleura mediastinalis, berbatasan dengan
pericardium dan membentuk impressio cardiaca. Di sebelah dorsocranial
impressio tersebut terdapat hilus pulmonis, yaitu tempat keluar masuknya
struktur-struktur ke dan dari pulmo. Pada pulmo dextra di sebelah cranial dari
hilus pulmonis terbentuk sulcus venae azygos, di sebelah cranio-ventral hilus
pulmonis terbentuk suatu cekungan yang agak lebar, disebut sulcus venae cavae
superioris. 13
Pada pulmo sinistra di sebelah cranial hilus pulmonis terbentuk sulcus arcus
aortae yang ke arah cranial berhubungan dengan sulcus subclavius dan disebelah
ventral sulcus ini dekat pada margo anterior terdapat cekungan untuk vena
anonyma sinistra. Di sebelah dorsal hilus pulmonis dan ligamentum pulmonale
terdapat sulcus aortae thoracalis yang arahnya vertical dan disebelah caudal sulcus
ini, berdekatan dengan margo inferior terdapat cekungan untuk ujung caudal
oesophagus. 13
e. Margo Inferior
Margo inferior memisahkan facies costalis daripada facies diaphragmatica
dan berhadapan dengan sinus phrenicocostalis (sinus costodiaphragmaticus). Ke
arah medialis margo inferior menjadi tumpul dan membulat serta memisahkan
facies diaphragmatica daripada facies mediastinalis. 13
f. Margo Anterior
Margo anterior menutupi facies anterior pericardium margo anterior dari
pulmo dextra terletak hampirtegak lurus (vertikal) dan berhadapan dengan sinus
costomediastinalis, sedangkan yang sebelah kiri membentuk incisura cardiaca
sehingga pericadium letaknya merapat pada sternum. 13
g. Pulmo Sinistra
Pulmo sinistra terdiri atas lobus superior dan lobus inferior. Kedua lobus ini
dipisahkan oleh fissura obliqua (incisura interlobis) yang meluas dari facies
costalis sampai pada facies mediastinalis, baik di sebelah cranial maupun di
sebelah caudal hilus polmanis. Fissura obliqua dapat diikuti mulai dari hilus,
berjalan ke dorso-cranial, menyilang margo posterior kira-kira 5 cm dari apex
9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pulmonis, lalu berjalan ke arah caudo- ventral pada facies costalis menyilang
margo inferior, dan kembali menuju ke hilus pulmonis. Dengan demikian maka
pada lobus superior apex pulmonis, margo anterior, sebagian dari facies costalis
dan sebagian besar dari facies mediastinalis. Lobus inferior lebih besar daripada
lobus superior, dan meliputi sebagian besar dari facies costalis, hampir seluruh
facies diaphragmatica dan sebagian dari facies mediastinalis. 13
h. Pulmo Dextra
Pulmo dextra terdiri atas tiga buah lobus, yaitu lobus superior, lobus medius
dan lobus inferior, yang dibagi oleh dua buah incisurae interlobares. Lobus
superior da medius dipisahkan oleh fissura horizontalis yang terletak horizontal
dengan ujung dorsal bertemu dengan fissura oblique, ujung ventral terletak
setinggi pars cartilaginis costa IV, dan pada facies mediastinalis fissura tersebut
melampaui bagian dorsal hilus polmanis. Lobus medius adalah yang terkecil
daripada lobus lainnya, dan berada di bagian ventro caudal. Total kapasitas dan
berat pulmo dextra lebih besar daripada pulmo sinistra meskipun memiliki
morfologi yang lebih kecil. 13
i. Radix Pulmonis
Dibentuk oleh branchus, arteria pulmonalis, vena pulmonalis, arteria dan
vena bronchialis, plexus nervosus pukmonalis, pembuluh- pembuluh lymphe dan
lymphonodus bronchialis.seluruh struktur tersebut tadi dilingkari oleh reflexi
pleurae. Struktur-struktur tersebut masuk keluar melalui hilus pulmonis, yang
berada dekat pusat (pertengahan facies mediasstinalis) dan berada di sebelah
dorsal impressio cardiaca agak ke dorsal. 13
Radix pulmonis dextra terletak di sebelah dorsal vena cava superior dan
atrium dextrum, dan vena zygos melengkung di cranialisnya.Radix pulmonis
dextra terletak di sebelah ventral aorta descendens, disebelah inferior dari arcus
aorta. Sedangkan Radix pulmonis sinistra bronchus sinistra, a.pulmonalis berada
disebelah cranial, vena pulmonalis sinistra berada di sebelah caudal yang
diantaranya terdapat bronchus. 13

10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.4.2 Pembagian Segmen Paru
Pulmo sisnistra terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan
inferior, dan memiliki sembilan segmen. Sedangkan pulmo dextra terbagi menjadi
dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media dan inferior dan memiliki sepuluh
segmen. Setiap segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus Paru. 14

Gambar 2.2 Lobus dan segmentasi paru.

11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.3Segmentasi paru dengan potongan axial

Paru kiri dibagi menjadi 2 lobus, yaitu : 14


a. Lobus superior dibagi menjadi apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularisinferior.
b. Lobus inferior, dibagi menjadi superior, anterobasal, laterobasal, danposterobasal.
Paru kanan dibagi menjadi 3 lobusyaitu
a. Lobus superior, dibagi menjadi 3 segmen yaitu : apikal, posterior, daninferior.
b. Lobus medius, dibagi menjadi segmen medial dan lateral

c. Lobus inferior, dibagi menjadi menjadi superior, mediobasal, anterobasal,


laterobasal, danposterobasal.

Bronchus pada setiap sel sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama,


satu untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut disuplai oleh cabang
utama bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan supali darah sendiri. 14

2.5 Radioanatomi
2.5.1 Gambaran Foto Polos (X-Ray) Toraks
a. Radioanatomi toraks proyeksi PA/AP
- Trakea dan bronkus kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi
denganvertebra

12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus danlimfe
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus
kostofrenikus. Sinus kostofrenikus normal berbentuklancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut
sinuskardiofrenikus.
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi
kedua diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak
boleh kurang dari 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan
mendatar.

Gambar 2.4 Foto Polos Paru Normal

13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.5 Hillus paru pada foto toraks PA dan lateral

- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan
bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah
kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke
dalam (konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial
appendage).
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan
konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari
ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-
vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.

14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.6 Radioanatomi foto toraks PA

- Apeks paru terletak di atas bayangan osclavikula.


- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara
iga 2-4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior. 15

b. Radioanatomi toraks proyeksi Lateral


- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang
merupakan lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang,
lengkungan ini menjadi lengkunganaorta
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini
menempati sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah
atrium kiri terdapat ventrikel kiri yang merupakan batas belakang bawah jantung
- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di
depan kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang
belakang jantung (retrocardiac space) yang radiolusen karena adanya paru- paru
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis

15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.7 Radioanatomi foto toraks lateral
- Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu:
- Lobus superior kanan (right upper lobe/RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/RML)
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/RLL)
- Paru kiri terdiri dari 2lobus
- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) danlingula
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)

Gambar 2.8 Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral

16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.9 Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral

2.5.2. Gambaran Computed Tomography (CT) ScanToraks


Penggunaan CT scan adalah sebagai klarifikasi dari temuan abnormal pada
radiografi toraks, staging kanker paru atau esofagus, mendeteksi metastasis dari
keganasan ekstratorak, evaluasi dari nodul pulmonal soliter, curiga massa
mediastinum atau hilus, curiga tumor pleura atau empiema, menentukan sumber
hemoptisis, aspirasi dari massa mediastinum dan paru yang membutuhkan
petunjuk CT-scan, dan drainase pleura yang membutuhkan pentunjuk CT-scan.15

17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.10Anatomi normal CT-scan potongan aksial toraks.

CT berguna untuk mengevaluasi parenkim paru karena potongan tipisnya


(dengan ketebalan 1-2 mm) memberikan gambaran anatomis yang detil. Namun,
karena biaya yang diperlukan 10-20 kali lipat lebih mahal dari radiografi thoraks
PA dan lateral konvensional, CT tidak praktis digunakan untuk monitoring
penyakit sehari-hari. 15

2.5.3 Gambaran Magnetic Resonance Imaging (MRI) Toraks


Indikasi pencitraan menggunakan MRI adalah berupa evaluasi dari massa
mediastinum, suspek tumor sulcus superior, sindrom vena cava superior, staging
kanker paru ketika CT mengarah ke invasi dari jantung, aorta, dinding dada,
diafragma, diseksi aorta, dan penyakit jantung kongenital dan didapat. Pencitraan
menggunakan MRI pada toraks umumnya digunakan untuk pencitraan
kardiovaskular, tetapi ada juga indikasi untuk pencitraan mediastinum dan
parenkim paru. Pencitraan dengan MRI lebih dipilih dibanding CT karena dapat
memperoleh gambar potongan coronal dan sagital. 15

18
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.11Anatomi normal toraks pada MRI, potongan koronal.

19
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
20
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambar 2.12 Anatomi normal toraks pada MRI, potongan aksial

2.6 Faktor Risiko Infeksi Covid-19


Berdasarkan informasi yang tersedia hingga saat ini, populasi yang
berrisiko tinggi untuk penyakit parah dari COVID-19 meliputi:16
1. Neoatus, bayi, dan balita,
2. Usia 65 tahun ke atas,
3. Tinggal di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang,
4. Kondisi berisiko tinggi lainnya meliputi: penderita PPOK atau asma,
penderita penyakit jantung; individu dengan immunocompromise termasuk
individu yang sedang menjalani terapi kanker; penderita obesitas, diabetes,
hipertensi, gagal ginjal, dan penyakit hati,
5. Perokok aktif atau pasif.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


2.7 Patogenesis
Penularan COVID-19 masih belum dapat dijelaskan secara lengkap.
Investigasi epidemiologis di Wuhan pada awal wabah mengidentifikasi adanya
hubungan dengan pasar makanan laut yang menjual hewan hidup, dimana
sebagian besar pasien telah bekerja atau berkunjung dan hingga akhirnya ditutup
untuk dilakukan disinfeksi. Namun, ketika wabah semakin berkembang,
penyebaran human-to-human menjadi mekanisme utama penularan.
Penyebaran human-to-human dari Severe Acute Repiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) diperkirakan terjadi terutama melalui droplet,
menyerupai penyebaran influenza. Dengan penularan droplet, virus dilepaskan
dalam sekresi pernapasan ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau
berbicara sehingga dapat menginfeksi orang lain jika ia melakukan kontak
langsung. Infeksi juga dapat terjadi jika seseorang menyentuh permukaan yang
terinfeksi dan kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulutnya. Droplet
biasanya tidak bergerak lebih dari enam kaki (sekitar dua meter) dan tidak
bertahan lama di udara. Meskipun sebuah penelitian menyebutkan SARS-CoV-2
tetap hidup di udara setidaknya tiga jam, relevansi ini dengan epidemiologi
COVID-19 dan implikasi klinisnya tidak jelas. Mengingat ketidakpastian saat ini
mengenai mekanisme transmisi, tindakan pencegahan melalui udara
direkomendasikan dalam situasi tertentu.
SARS-CoV-2 telah terdeteksi dalam spesimen darah dan feses. Virus
hidup telah dikultur dari tinja dalam beberapa kasus, tetapi menurut laporan
WHO-China, penularan fecal-oral tampaknya tidak menjadi faktor yang
signifikan dalam penyebaran infeksi.
Durasi pelepasan virus juga bervariasi; tampaknya ada berbagai macam,
yang mungkin tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Dalam suatu
penelitian terhadap 21 pasien dengan penyakit ringan (tanpa hipoksia), 90 persen
telah mengulangi tes viral load dengan hasil negatif pada usapan nasofaring 10
hari setelah timbulnya gejala; hasil positif didapatkan lebih lama pada pasien
dengan gejala yang lebih berat.
Transmisi SARS-CoV-2 dari orang tanpa gejala (atau individu yang
masih dalam masa inkubasi) juga telah dijelaskan. Namun, sejauh mana hal ini

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


terjadi masih belum diketahui. Dalam analisis terhadap 157 kasus COVID-19
yang didapat secara lokal di Singapura, penularan selama masa inkubasi
diperkirakan mencapai 6,4 persen; dalam kasus seperti itu, eksposur terjadi satu
hingga tiga hari sebelum muncul gejala. Skrining serologis skala besar mungkin
dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang ruang lingkup infeksi
asimptomatik dan menginformasikan analisis epidemiologis. Beberapa tes
serologis untuk SARS-CoV-2 sedang dikembangkan, dan satu telah disetujui oleh
US Food and Drug Administration (FDA).
Pada individu yang terinfeksi akan terbentuk antibodi terhadap virus.
Bukti awal menunjukkan bahwa beberapa antibodi ini bersifat protektif, tetapi hal
ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Selain itu, tidak diketahui apakah semua
pasien yang terinfeksi meningkatkan respons kekebalan protektif dan berapa lama
efek perlindungan akan bertahan.16
Coronavirus adalah salah satu patogen yang terutama menargetkan sistem
pernapasan manusia. ACE2, yang ditemukan di saluran pernapasan bawah
manusia, dikenal sebagai reseptor sel untuk SARS-CoV dan mengatur penularan
lintas spesies dan human-to-human. SARS-CoV-2 dikomfirmasi menggunakan
reseptor entri seluler yang sama, dengan SARS-CoV. Vrion S-glikoprotein di
permukaan dari coronavirus dapat menempel pada reseptor ACE2 pada
permukaan sel manusia. S-glikoprotein mencakup dua subunit, S1 dan S2. S1
menentukan kisaran host-virus dan tropisme seluler dengan domain fungsi utama -
RBD, sementara S2 memediasi fusi membran sel virus oleh dua domain tandem,
Heptad Repeata 1 (HR1) dan HR2. Setelah fusi membran, RNA genom virus
dilepaskan ke dalam sitoplasma, dan RNA yang tidak dilapisi menerjemahkan dua
poliprotein, pp1a dan pp1ab, yang mengkodekan non-struktural protein, dan
bentuk replikasi-transkripsi kompleks (RTC) dalam vesikel membran ganda.
Replikasi RTC terus menerus dan mensintesis seperangkat RNA subgenomik,
yang menyandikan protein aksesori dan protein struktural.17
Mediasi retikulum endoplasma (ER) dan Golgi membentuk RNA
genomik, protein nukleokapsid, selubung glikoprotein, dan tunas partikel virus.
Akhirnya, vesikel yang mengandung virion menyatu dengan membran plasma
untuk melepaskan virus.17

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


Karena ikatan SARS-CoV-2 Spike (S) glikoprotein dan reseptor ACE2,
merupakan langkah penting untuk entri virus, afinitas pengikatan reseptor virus
masih dipelajari melalui pendekatan yang berbeda. Deteksi sistematis reseptor β-
CoV menunjukkan bahwa sel manusia mengekspresikan ACE2, tetapi bukan
human Dipeptidyl peptidase-4 (DPP4) atau Aminopeptidase N (APN), yang
meningkatkan entri SARS-CoV-2. Sementara, penelitian lain menunjukkan bahwa
S protein dan efisiensi pengikatan ACE2 adalah 10 hingga 20 kali lipat lebih
tinggi dari SARS-CoV. Untuk SARS-CoV, pembelahan trimer Protein S dipicu
oleh permukaan sel yang terkait Transmembrane Protease Serine 2 (TMPRSS2)
dan cathepsin, sedangkan molekul yang memungkinkan difasilitasi invaginasi
membran untuk endositosis SARS-CoV-2 masih belum jelas.
Siklus hidup virus dimulai ketika protein S berikatan dengan reseptor
seluler ACE2. Setelah pengikatan reseptor, perubahan konformasi protein S
memfasilitasi fusi selubung virus dengan membran sel melalui jalur endosom.
Kemudian SARS-CoV-2 melepaskan RNA ke dalam sel inang. Genom RNA
diterjemahkan ke dalam poliprotein replikase virus pp1a dan pp1ab, yang
kemudian dibelah menjadi produk kecil oleh proteinase virus. Polimerase
menghasilkan serangkaian subgenomik mRNA dengan mengentikan transkripsi
dan akhirnya diterjemahkan menjadi protein virus yang relevan. Protein virus dan
RNA genom kemudian dirakit menjadi virion di retikulum endoplasma dan badan
Golgi lalu diangkut melalui vesikel dan dilepaskan keluar sel.18

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Gambar 2.13 Siklus hidup SARS-CoV-2 dalam sel host

2.8 Gejala Klinis


Berdasarkan data epidemiologi saat ini, periode inkubasi infeksi 2019-
nCoV berkisar dari 1 hingga 14 hari. Anak-anak dapat terinfeksi tanpa
menunjukkan gejala. Gejala yang muncul pada anak-anak dapat berupa demam,
batuk kering, dan kelelahan, dan beberapa memiliki gejala saluran pernapasan atas
termasuk hidung tersumbat dan hidung berair. Beberapa pasien datang dengan
gejala gastrointestinal seperti ketidaknyamanan perut, mual, muntah, sakit perut,
dan diare. Sebagian besar anak yang terinfeksi memiliki manifestasi klinis ringan.
Sebagian besar dari mereka pulih dalam 1-2 minggu setelah penyakit. Hanya
sedikit yang berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah. Kasus-kasus
infeksi covid-19 diklasifikasikan sebagai berikut tipe klinis: 19
1. Asimptomatis: tanpa gejala dan tanda klinis, pencitraan dada normal,
sedangkan tes asam nukleat SARS-CoV-2 positif
2. Gejala Ringan: gejala infeksi saluran pernapasan atas akut, termasuk
demam, kelelahan, mialgia, batuk, sakit tenggorokan, pilek, dan bersin.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kongesti faring dan tidak ada kelainan
auskultasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


3. Gejala sedang: gejala muncul sebagai pneumonia. Sering demam dan
batuk, umumnya batuk kering diikuti batuk produktif, beberapa mungkin mengi,
pada paru-paru bisa didengar rhonki. Beberapa kasus mungkin tidak tanda dan
gejala klinis, tetapi CT dada menunjukkan lesi paru-paru, yang bersifat subklinis.
4. Gejala berat: Gejala pernapasan dini seperti demam dan batuk, bisa
disertai dengan gejala gastrointestinal seperti diare. Gejala biasanya berkembang
sekitar 1 minggu, dan terjadi dispnea, dengan sentral sianosis. Saturasi oksigen
kurang dari 92%, dengan manifestasi hipoksia lainnya.
5. Kritis: Anak-anak dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) atau gagal napas, dan mungkin juga syok,
ensefalopati, cedera miokard atau gagal jantung, disfungsi koagulasi, dan ginjal
akut cedera, termasuk disfungsi organ multipel.

2.9 Diagnosis
Infeksi Covid-19- dicurigai pada pasien yang memenuhi salah satu kriteria
dalam riwayat epidemiologis dan dua kriteria dalam manifestasi klinis.19
a. Riwayat epidemiologis
1. Anak-anak dengan riwayat perjalanan atau tinggal di kota dengan penularan
lokal dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya penyakit.
2. Anak-anak dengan riwayat kontak dengan pasien demam atau gejala
pernapasan yang memiliki riwayat kontak dengan pasien covid-19 14 hari
sebelum timbulnya penyakit.
3. Anak-anak yang terkait dengan kluster wabah atau kontak dekat dengan kasus
yang terinfeksi Covid-19.
4. Bayi baru lahir dari ibu yang dipastikan terinfeksi Covid-19.

b. Temuan dan gejala klinis infeksi Covid-19 pada anak,yaitu:


1.Demam, kelelahan, batuk kering; beberapa pasien anak mungkin mengalami
demam ringan atau tidak demam;
2.Dengan temuan melalui pencitraan dada
3.Pada fase awal penyakit, jumlah sel darah putih normal atau menurun, atau
dengan penurunan limfosit

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


4.Tidak ada patogen lain yang terdeteksi yang dapat sepenuhnya menjelaskan
manifestasi klinis.

c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
 Pada fase awal penyakit, jumlah sel darah putih dapat normal atau
menurun dengan penurunan jumlah hitung limfosit. Kadar enzim hati, enzim otot,
dan miohemoglobin meningkat pada beberapa pasien.
 Sebagian besar pasien menunjukkan peningkatan kadar protein C-reaktif
dan laju sedimentasi eritrosit, dan kadar prokalsitonin normal.
 Kasus berat menunjukkan kadar D-dimer meninggi dan jumlah limfosit
darah semakin menurun.
 Uji sam nukleat 2019-nCoV pada Sampel dari swab tenggorokan, dahak,
saluran pernapasan bagian bawah sekresi, tinja dan darah didapatkan hasil
19
positif.
2. Pemeriksaan pencitraan dada
Kasus yang dicurigai atau kasus yang dikonfirmasi harus dilakukan
pemeriksaan rontgen dada sesegera mungkin. Pemeriksaan CT scan dada
dilakukan bila diperlukan. Pada tahap awal penyakit, gambar dada menunjukkan
beberapa plak kecil dan perubahan interstitial, yang jelas di pinggiran paru-paru.
Pada kasus yang semakin memburuk ditemukan beberapa opacity ground-glass
bilateral dan / atau infiltrat. Konsolidasi paru dapat terjadi pada kasus yang parah.
Efusi pleura jarang terlihat.19

2.10 Tatalaksana
Anak-anak dengan infeksi COVID-19 asimptomatik dapat dirawat jalan
mengikuti protokol isolasi rumah selama dua minggu. Pada kasus yang bergejala
harus diawasi tanda-tanda kegawatan yang terdiri dari hipoksemia, kelelahan
pernapasan dan hiperkapnia, penurunan tingkat kesadaran, atau gangguan
hemodinamik. Perawatan suportif harus disediakan di rumah seperti antipiretik,
agen antiemetik atau agen dan obat penghilang gejala lainnya. Antibiotik atau
obat antivirus tidak dianjurkan.20

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


Anak-anak dengan tanda gejala berat, komorbiditas, dan faktor risiko atau
mereka yang menderita pneumonia berat harus dirawat secara khusus atau di
ruang Intensive Care Unit (ICU). Dukungan alat bantu pernapasan juga dapat
dipertimbangkan, termasuk suplementasi oksigen, intubasi dan ventilasi.
Surfaktan dosis tinggi, oksida nitrat, kortikosteroid, dan nebulisasi interferon-2b
harus dipertimbangkan pada anak-anak dan bayi yang kritis. 20
Anak-anak dengan pneumonia 2019-nCoV parah atau dengan penyakit
lain yang mendasarinya disarankan untuk diebrikan dengan hydroxychloroquine
(3 - 5 mg / kg / hari dua kali sehari) dikombinasi dengan oseltamivir (3 mg / kg /
dosis, dua kali sehari) selama lima hari.20

2.11 Pemeriksaan Radiologis Infeksi Covid-19 Pada Anak


Walaupun swab nasofaring diperlukan untuk diagnosis etiologis definitif,
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, terutama karena sensitivitasnya yang
rendah. Untuk alasan ini, beberapa penulis telah menyarankan penggunaan
pemeriksaan Computed Tomography (CT) dada tidak hanya untuk diagnosis
pneumonia COVID-19, tetapi juga sebagai alat skrining untuk diagnosis infeksi
COVID-19. Pemeriksaan CT dilaporkan memiliki sensitivitas diagnostik yang
lebih baik daripada swab nasofaring. Sebaliknya, disarankan pemilihan modalitas
pencitraan yang tepat, memilih pasien yang mungkin mendapat manfaat dari
informasi tambahan yang terkandung dalam pencitraan. Namun, CT-scan tidak
boleh digunakan secara rutin pada kelompok umur tertentu, seperti wanita hamil
dan anak-anak. Selain itu, COVID-19 telah menjadi pandemi global, kesulitan
logistik atau tidak tersedianya CT-scan harus dipertimbangkan. Di sisi lain, dada
tidak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup untuk mendeteksi
pneumonia COVID-19 untuk dipertimbangkan sebagai alat alternatif untuk CT
scan.
Bukti terbaru menunjukkan kegunaan USG paru dalam mendeteksi
pneumonia COVID-19. Penggunaan USG paru dalam COVID-19 telah
memberikan dasar fisik dan pola USG paru pada pasien COVID-19, menunjukkan
bahwa USG paru dapat menjadi alat yang berguna untuk mendiagnosis dan
memantau pneumonia COVID-19.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


1. CT-scan
Hingga saat ini, beberapa penelitian dan laporan kasus telah
mengeksplorasi temuan radiologis CT-scan dada COVID-19 pada anak dan
neonatus. Manifestasi CT-scan COVID-19 pada pasien anak beragam dan kurang
spesifik. Beberapa pasien anak dengan COVID-19 ringan menunjukkan temuan
normal pada CT-scan dada. Pada pasien yang menunjukkan kelainan paru-paru,
Ground Glass Opacity (GGO) terutama pada perifer dan posterior paru
merupakan hal yang paling sering diamati. Dibandingkan dengan orang dewasa,
GGO pada pasien anak dengan COVID-19 memiliki karakteristik lebih
terlokalisasi dan keterlibatan lobular yang lebih sedikit. Selain itu, manifestasi lain
seperti konsolidasi, GGO dengan konsolidasi, atau penebalan septa interlobular
juga dapat diamati pada pasien anak. Meskipun kondisi ringan lebih sering terjadi
pada anak, beberapa dari mereka dapat berubah menjadi penyakit yang lebih
berat. Pada pasien ini, GGO dapat berkembang menjadi beberapa konsolidasi.
Selain itu, perubahan interstitial paru mungkin menjadi lebih jelas daripada
sebelumnya. Dalam kasus yang sangat jarang, konsolidasi paru terjadi,
menyajikan "white lung". Dalam tahap resolusi, lesi paru-paru akan sepenuhnya
teratasi atau hanya minimal linear opacities.21
Manifestasi yang khas adalah ground-glass opacity subpleural unilateral
atau bilateral, dan konsolidasi dengan tanda halo di sekitarnya. konsolidasi dengan
halo sign terdapat hingga 50% kasus, dan dianggap sebagai tanda khas pada
pasien anak. Efusi pleura adalah tidak terlihat pada pencitraan pada anak.
Penyerapan lesi pada CT dada tertinggal dari gejala klinis dan deteksi asam
nukleat. Lesi masih bisa terlihat pada CT dada hingga setelah dua tes asam
nukleat berturut-turut negatif.22

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


Gambar 2.14 A, anak laki-laki, 3 tahun. CT dada menunjukkan konsolidasi di segmen
posterior lobus atas paru kiri yang dikelilingi tanda halo B, perempuan, 8 tahun. CT
dada menunjukkan konsolidasi dengan tanda halo di segmen basal lobus inferior paru
kanan, dan kekeruhan ground-glass di lobus inferior paru kiri. C, laki-laki, 14 tahun. CT
dada menunjukkan konsolidasi dengan tanda halo di segmen lingular paru kiri, dan
jaringan fibrosa di kedua paru-paru. D, Pasien A pada hari ke-11 masa rawatan, CT dada
menunjukkan konsolidasi di segmen posterior lobus kiri paru-paru menghilang. E, pasien
B, hari ke 4 masa rawatan, CT dada menunjukkan lesi menyusut dengan kepadatan lebih
rendah di lobus inferior kedua paru-paru. F, pasien C pada hari ke 3 masa rawatan, CT
dada menunjukkan kontraksi konsolidasi di segmen lingular paru kiri, hilangnya tanda
halo, dan jaringan parut di kedua paru-paru.22

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


2. USG
USG paru menunjukkan tanda-tanda keterlibatan paru selama infeksi
COVID-19. Secara khusus, artefak vertikal, area white lung, dan konsolidasi
subpleural dan irregularitas pleura adalah temuan utama pada pasien anak dengan
penumonia COVID-19.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa USG paru mampu mendeteksi
patologi paru pada anak dengan COVID-19 terkonfirmasi. Secara khusus, pola
USG paru terlihat pada pasien terutama artefak vertikal, irregularitas pleura,
konsolidasi subpleural, dan patchy areas of white lung. Modalitas USG paru jauh
lebih sering dapat mendeteksi pasien dewasa dengan COVID-19 dibandingkan
pasien anak dengan temuan USG dengan pola yang sama.
Temuan bahwa USG paru mampu mendeteksi pneumonia COVID-19 pada
anak memiliki implikasi klinis. Klinis pediatrik COVID-19 mengusulkan
klasifikasi keparahan, mendefinisikan anak sebagai kasus tanpa gejala, ringan,
sedang, berat atau kritis. Secara khusus, stage sedang didasarkan pada kriteria
klinis (pneumonia dengan demam dan batuk, tanpa adanya tanda-tanda
hipoksemia) dan/ atau kriteria radiologis, karena beberapa kasus mungkin tidak
memiliki tanda dan gejala klinis, tetapi CT dada menunjukkan lesi paru, yang
bersifat subklinis. Namun, sampai saat ini tidak ada bukti bahwa diagnosis dan
terapi didasarkan pada CT-scan dapat meningkatkan hasil pada infeksi COVID-19
anak. Selain itu, pemindaian CT-scan harus digunakan secara selektif pada
kelompok usia anak karena peningkatan sensitivitas mereka terhadap paparan
radiasi dan karena mungkin memerlukan sedasi. Guideline internasional
menyatakan bahwa riwayat dan pemeriksaan fisik adalah penentu utama
keparahan pneumonia dan tingkat perawatan. Yang penting, sejumlah besar kasus
pediatrik asimptomatik dan ringan dari COVID-19 tidak dianjurkan pencitraan
radiologis secara rutin. Dengan akurasi yang sudah terbukti dari USG paru dalam
mendeteksi pneumonia pediatrik dari etiologi apa pun, disarankan penggunaan
rutin USG paru di tempat tidur pada anak dengan dugaan atau konfirmasi
COVID-19. Seperti yang disarankan sebelumnya, USG paru juga akan
memungkinkan dokter anak yang sama untuk melakukan pemeriksaan fisik dan
mengumpulkan gambar paru-paru, dengan keuntungan mengurangi paparan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


petugas kesehatan lain untuk pasien yang terinfeksi. Konsensus multinasional dari
Fleischner Society menyimpulkan, dengan pengetahuan saat ini, bahwa:
1) pencitraan tidak secara rutin diindikasikan pada pasien dengan dugaan
COVID-19 dan gambaran klinis ringan kecuali terdapat risiko terhadap
perkembangan penyakit,
2) pencitraan diindikasikan pada pasien dengan COVID-19 dan
memburuknya status pernapasan, dan
3) dalam lingkungan yang terbatas sumber daya, pencitraan diindikasikan
untuk triase medis pasien yang diduga COVID-19 yang datang dengan
gambaran klinis sedang-berat.
Pedoman ini mendukung penggunaan pencitraan yang tepat dan, dalam
konteks ini, alat modalitas seperti USG paru, terutama pada anak-anak, yang
biasanya memiliki manifestasi COVID-19 yang lebih ringan.

Gambar 2.15 Temuan radiologi utama pada pasien dengan COVID-19 terkonfirmasi. (a)
toraks menunjukkan penyakit interstitial difus, dengan lobus kiri lebih dominan. (B) CT-
scan menunjukkan ground glass opacity dan konsolidasi subpleural. (c, d) USG paru
menunjukkan patchy areas of white lung (c) dan artefak vertikal yang panjang, cerah,
tebal (d).23

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


3. Rontgen thoraks
Rontgen thoraks sering merupakan modalitas pencitraan pertama dalam
evaluasi pasien anak yang mengalami demam, batuk, dan/ atau sesak napas.. Data
terbatas yang tersedia menunjukkan bahwa rontgen thoraks, setidaknya pada
orang dewasa, kurang sensitif dibandingkan CT-scan untuk mengidentifikasi
temuan radiologis yang berhubungan dengan COVID-19.
Berdasarkan data yang sangat terbatas, rontgen thoraks dapat
menunjukkan patchy opacities dengan dominasi zona paru perifer dan inferior.
Temuan tipical yang umum ditemui pada pasien anak dengan penumonia COVID-
19 adalah patchy opacities, GGO subpleural, atau konsoliasi. Rontgen thoraks
kurang sensitif dibandingkan CT-scan untuk mendeteksi kelainan parenkim paru
pada pasien anak dengan COVID-19. Menurut kriteria American College of
Radiology (ACR), pencitraan tidak diindikasikan pada anak imunokompeten
berumur ≥ 3 bulan dengan tampilan klinis yang tidak memerlukan rawat inap.
Namun, jika anak tidak memenuhi kriteria pemulangan pasien, memerlukan rawat
inap, atau diduga memiliki Hospital Acquired Pneumonia (HAP), rontgen thoraks
merupakan langkah pertama yang paling tepat dalam evaluasi pencitraan. Dengan
demikian, seperti halnya dengan infeksi virus pada paru, radiografi dada tidak
diindikasikan pada pasien anak dengan gejala ringan, tetapi harus
dipertimbangkan pada pasien anak dengan dugaan COVID-19 dengan gejala
penyakit pernapasan akut sedang hingga berat. Namun, karena sensitivitas dan
spesifisitas terbatas, rontgen thoraks dengan kesan negatif tidak mengeksklusikan
keterlibatan paru pada pasien dengan pemeriksaan laboratorium yang
terkonfirmasi COVID-19 atau yang belum terkonfirmasi.
Serial rontgen thoraks untuk menilai respons terhadap pengobatan suportif
dan/ atau perkembangan penyakit mungkin bermanfaat pada pasien COVID-19
anak dengan temuan positif pada rontgen thoraks awal dan/ atau dalam kasus
penurunan klinis.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Gambar 2.16 Wanita 16 tahun dengan tuberous sclerosis dan tes COVID-19 RT-PCR
positif yang mengalami gangguan pernapasan hipoksia akut. thoraks frontal
menunjukkan konsolidasi bilateral dominan zona paru inferior dan ground glass
opacities, yang merupakan temuan CXR khas pediatrik pneumonia COVID-19.24

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


BAB 3
KESIMPULAN

Coronavirus adalah salah satu patogen utama yang terutama menargetkan


sistem pernapasan manusia. Sebagian besar anak yang terinfeksi COVID-19 bersifat
asimptomatik dan menjadi carrier potensial penularan penyakit.
Manifestasi pneumonia CT dada dapat disebabkan oleh berbagai patogen
yang tumpang tindih. Pneumonia Covid-19 dapat terjadi bersamaan dengan
pneumonia yang disebabkan oleh jenis patogen lain, sehingga muncul manifestasi
pencitraan yang lebih banyak dan kompleks. Pemeiksan CT dada dapat
menunjukkan perubahan karakteristik berupa ground-glass opacity subpleural dan
konsolidasi dengan lingkaran halo di sekitarnya.
Dalam hal tingkat penemuan positif Covid‐ 19 dengan sampel swab faring
rendah, deteksi dini lesi oleh CT dapat digunakan untuk perawatan dini pasien
anak-anak. Namun, diagnosa Pneumonia Covid-19 oleh pencitraan CT saja tidak
cukup, terutama dalam kasus koinfeksi dengan patogen lain. Karena itu, skrining
CT dada dini dan tindak lanjut yang tepat waktu, dikombinasikan dengan
pemeriksaan patogen yang sesuai merupakan protokol klinis yang tepat pada
anak-anak.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


DAFTAR PUSTAKA

1. Bogoch, A. Watts, A. Thomas-Bachli, C. Huber, M.U.G. Kraemer, K. Khan,


Pneumonia of unknown etiology in wuhan, China: potential for international
spread via commercial air travel, J. Trav. Med. (2020),
https://doi.org/10.1093/jtm/ taaa008.
2. H. Lu, C.W. Stratton, Y.W. Tang, Outbreak of pneumonia of unknown etiology in
wuhan China: the mystery and the miracle, J. Med. Virol. 92 (4) (2020) 401–402,
https://doi.org/10.1002/jmv.25678.
3. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization;
2020.
4. Ren L-L, Wang Y-M, Wu Z-Q, Xiang Z-C, Guo L, Xu T, et al. Identification of a
novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study. Chin
Med J. 2020; published online February 11. DOI:
10.1097/CM9.0000000000000722.
5. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 March 31].
Available from: https:// infeksiemerging.kemkes.go.id/.
7. IDAI (2020). Panduan Klinis Tata Laksana COVID-19 pada Anak Edisi 2 (22
Maret 2020). Indonesia Pediatric Society. 2020.
8. Wang Z, Qiang W, Ke H. A handbook of 2019-nCoV pneumonia control and
prevention. Hubei Science and Technology Press. January 2020.
9. Ketai, L., Paul, N. S., & Wong, K. T. Radiology of severe acute respiratory
syndrome (SARS). Journal of Thoracic Imaging. 2006;21(4):276–283.
10. World Health Organization. Director-General's opening remarks at the media
briefing on COVID-19 - 24 February 2020.
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who- director-general-s-opening-remarks-
at-the-media-briefing-on-covid-19 24-february-2020.
11. Drager. Novel Coronavirus (nCoV or COVID-19) Outbreak. 2020 (diunduh 8 Mei
2020). Tersedia dari: https://www.draeger.com/en_sea/Home/ Novel-Coronavirus-
Outbreak.
12. WHO. Novel Coronavirus. [homepage on The Internet]. 2020 (diunduh 8 Mei
2020). Tersedia dari: https://www.who.int/emergencies/diseases/ novel-
coronavirus- 2019/advice-for-public.
13. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for students 2nd ed.
Philladelphia: Elsevier. 2009
14. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. edisi 23. Jakarta:
EGC. 2012
15. Chiles C, Gulla M. Radiology of chest. In: Chen MYM, Pope TL, Ott DJ. Lange
basic radiology 2nd ed. 2011. New York: McGraw Hill.
16. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia COVID-19 Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: Jakarta; 2020.
17. Guo YR, Cao QD, Hong ZS, Tan YY, Chen SD, Jin HJ, et al. The origin,
transmission and clinical therapies on coronavirus disease 2019(COVID-19)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


outbreak – an update on the status. Military Medical Research .2020; 7(11)
18. Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19 infection:
Origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses. Journal of
Advanced Research. 2020;24 :91–98
19. Shen K, Yang Y, Wang T, Zhao D, Jiang Y, Jin R. Diagnosis, treatment, and
prevention of 2019 novel coronavirus infection in children: experts’ consensus
statement. World Journal of Pediatrics. 2020. https://doi.org/10.1007/s12519-020-
00343-7.
20. Seyedi SJ, Shojaeian R, Hiradfar M, Mohammadipour A, Alamdaran SA.
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in Pediatrics and the Role of
Pediatricians: A Systematic Review. Iran J Pediatr. 2020, In Press(In
Press):e102784.
21. Duan Y, Zhu Y, Tang L, Qin J (2020) CT features of novel coronavirus
pneumonia (COVID-19) in children. European Society of Radiology.
https://doi.org/10.1007/s00330-020-06860-3
22. Xia W, Shao J, Guo Y, Peng X Li Z, Hu D.Clinical and CT features in pediatric patients
with COVID‐19. infection: Different points from adults. Pediatric Pulmonology.
2020;1–6.
23. Musolino AM, et. al. Lung Ultrasound in Children with COVID-19: Preliminary
Findings (2020). World Federation for Ultrasound in Medicine & Biology.
https://doi.org/10.1016/j.ultrasmedbio.2020.04.026
24. Foust AM, et. al. International Expert Consensus Statement on Chest Imaging in
Pediatric COVID-19 Patient Management: Imaging Findings, Imaging Study
Reporting and Imaging Study Recommendations (2020)
https://doi.org/10.1148/ryct.2020200214

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37

Anda mungkin juga menyukai