Anda di halaman 1dari 12

PERSALINAN PERVAGINAM DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA

PENDAHULUAN

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan

yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi umum,

namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa faktor

peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang diinginkan

makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi

untuk peningkatan angka seksio sesarea.1

Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea

standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari

empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio

sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada

tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari

tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat

progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar

tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai

26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.1,2

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit

Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan

seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan

pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam

pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan

tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam
sekitar 50 – 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5

– 1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan

meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Dengan adanya pilihan

untuk persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesarea ini

menurunkan angka kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada tahun 1996. 2,3,4

DEFINISI

Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal

Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang dilakukan

terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada kehamilan

sebelumnya.

KRITERIA

Fetal mortalitas tidak tergantung dari cara persalinan. Sedangkan morbiditasnya

lebih rendah pada persalinan pervaginam dibandingkan pada persalinan dengan seksio

sesarea. Namun maternal mortalitas dan mobiditas meningkat pada proses persalinan

dengan seksio sesarea dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Sangat sulit untuk

memprediksikan kegagalan yang mungkin terjadi pada percobaan persalinan pada

pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.Oleh sebab itu perlu adanya seleksi

terhadap pasien yang akan dilakukan persalinan percobaan.5

Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu4,5,6:

1. Satu atau dua seksio dengan insisi transversal rendah

2. Panggul adekuat secara klinis

3. Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptura uteri


4. Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan dan

melakukan seksio sesarea segera.

5. Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio sesarea segera.

Beberapa kriteria/persyaratan lainnya antara lain :

1. Tidak ada indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea pada kehamilan saat ini

seperti letak lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa.

2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea sebelumnya

(operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).

3. Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai.

4. Tersedia darah untuk transfusi.

5. Janin presentasi verteks normal.

6. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas).

7. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea darurat.

8. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya.

KONTRAINDIKASI

Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain2,5 :

1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk

riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).

2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,

makrosomia, malpresentasi, malposisi)

3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.

4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator,

anastesia, staf atau fasilitas.


5. Kehamilan kembar.

6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

KOMPLIKASI

Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan

pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat

menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin.

Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi.

Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi

diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran

khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus

tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan (Cuningham, 2001). 7,8

          Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus,

kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi

adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang.

Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga

dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion

bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.

         Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor

risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalinan pervaginam dengan

riwayat seksio sesarea. Adapun faktor risiko itu adalah3 :

1. Jenis parut uterus

2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis.

3. Jumlah seksio sesarea sebelumnya

4. Riwayat persalinan pervaginam

5. Jarak kelahiran

6. Usia ibu

7. Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya

8. Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, terdapat beberapa faktor risiko

terjadinya rahim robek. Berdasarkan Shipp dkk 2002, usia ibu > 40 tahun lebih berisiko
3x daripada ibu dengan usia < 30 tahun. Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko

3x (Shipp dkk 2001), dan mempunyai 86% keberhasilan dengan jarak kehamilan lebih

dari 18 bulan. Demam setelah seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko 4x

(Shipp dkk 2003), jahitan 1 lapis pada rahim meningkatkan risiko hampir 4x

dibandingkan dengan 2 lapis (Bujold 2002), jumlah seksio sesarean sebelumnya >2x

meningkatkan risiko 4,5x (Caughey 1999) sedangkan induksi persalinan dengan

oksitosin meningkatkan risiko 4,6x (Zelop 1999). Jenis sayatan rahim juga sangat

mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah

1–7 %, sedangkan insisi transversal rendah 0,1-1,5%. Adanya riwayat persalinan

pervaginam sebelumnya menurunkan risiko ruptur 0,2 (Shipp 2000). Risiko terjadinya

ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila tebalnya

< 2,5 mm. Berat janin > 4000 gr mempunyai risiko 1-2x lebih besar untuk terjadi

ruptura uteri.3,6
MANAJEMEN PERSALINAN

Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu (Ash,

1993)9,10 :

1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah seksio

sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam

pasca SS serta usia ibu.

2. Faktor - faktor  yang berhubungan dengan kehamilan sekarang  : makrosomia,

usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi

janin.

3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi

dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.

4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio

sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri

suprasimpisis dan hematuria.

5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila

terjadi ancaman ruptura uteri

Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio

sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai

Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea

sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk

memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria.

Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan

apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.
Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam

dengan riwayat seksio sesaria

Skor Weistein :

Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4
Grade  A 0 6
Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade  B 0 5
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT

Interpretasi :

 Skor > 4 : keberhasilan > 58%

 Skor  > 6 : keberhasilan   > 67%

 Skor  > 8 : keberhasilan   > 78%

 Skor  > 10 : keberhasilan   > 85%

 Skor  > 12 : keberhasilan   > 88%

Skor Alamia :

No Skor Alamia Nilai


.
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2
2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks
> 4 cm 2
> 2,5  < 4 cm 1
< 2,5 cm 0
4 Station dibawah –2 1
5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1

Interpretasi :

 Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5%

 Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8%

 Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0%

Skor Flamm-Geiger :

No Kriteria Nilai
.
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan 1
persalinan
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
-  > 75% 2
-  25 – 75 % 1
-  < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1

Interpretasi :

 Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %

 Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %

 Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%

 Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%

 Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%


 Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%

 Skor 8-10  : keberhasilan VBAC 95-99%

Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan

pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :

 Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih da dilakukan

persiapan seperti persalinan biasa.

 Dilakukan pemerikssaan NST atau CST ( bila sudah inpartu ), jika

dimungkinkan malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.

 Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan

biasanya, yakni menggunakan partograf standar.

 Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera

mengakhiri persalinan itu secepatnya ( yakni dengan seksio sesarea kembali ).

 Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus

diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau ekstraksi

vakum ) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.

 Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding

uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea

terdahulu.

 Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).

 Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi ( misalnya

kala II dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea

kembali.

 Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan

mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat

1( satu ) bekas luka / irisan.


Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea.

Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi maupun induksi

pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya tidak

menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada penelitian lainnya

penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali

dibandingkan dengan lahir secara spontan. Menurut The American Academy of

Pediatics dan The American College of Obstetricians and Gynecologist (2002)

menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih

dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat. 2,3,4,6


DAFTAR PUSTAKA

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi

RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi

Fakultas Udayana Bali, 2006.

2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.

SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.

3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available at :

http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877

4. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin.

No.54, July 2004.

5. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter 14,

2nd Edition, 144-6.

6. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Kathrarine D, et al.

Perdarahan Obstetri. Obstetri Williams vol 1. Ed 21. Jakarta : EGC, 2001

7. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor with

an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine. 1996;

335: 689-95.

8. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal

response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 – 57.

9. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing

controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins,

Inc. 2001;44:561-7

10. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor

among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183:

1176-9

Anda mungkin juga menyukai