Anda di halaman 1dari 5

VBAC (Vaginal Birth After Cesarea-sectio)

VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal setelah
pernah melakukan seksio sesarea. Asumsi mengenai “Sekali saesarea, selalu sesarea” sudah tidak
lagi ada validasinya karena sudah banyaknya peneliti yang menilai kelahiran vaginal sukses
setelah operasi sesarea. Tidak menutup kemungkinan juga untuk melakukan pendekatan dengan
penjelasan secara rinci ditambah dengan keinginan ibu untuk melahirkan pervaginal.
Tingkat bukti
1. Tingkat 1a: terdapat banyak highquality yang acak dan terkontrol dengan kualitas baik
menggunakan meta-analisis dan risiko rendah.
2. Tingkat 1b: setidaknya terdapat satu highquality dengan kualitas cukup dan risiko rendah.
3. Tingkat 2a: setidaknya satu highquality, menggunakan percobaan nonrandomized dengan
risiko rendah.
4. Tingkat 2b: Setidaknya satu studi highquality dari tipe yang berbeda, seperti studi banding,
studi korelasi atau percobaan casecontrol.
5. Tingkat 3: Studi Nonanalytical, laporan kasus misalnya, serangkaian kasus.
6. Level 4: Pendapat dan keyakinan dari otoritas dihormati (pendapat ahli); pendapat
konsensus komisi ahli.
Kelas rekomendasi
1. Rekomendasi kelas A: Tingkat bukti 1a dan 1b dengan konsistensi keseluruhan yang tidak
ekstrapolasi dari, tetapi berlaku secara langsung dengan rekomendasi yang bersangkutan.
2. Rekomendasi kelas B: Tingkat bukti 2a atau ekstrapolasi dari tingkat bukti 1 jika tidak
langsung diterapkan pada situasi tertentu.
3. Kelas C rekomendasi: Tingkat bukti 2b atau ekstrapolasi dari bukti tingkat 2a jika tidak
langsung diterapkan pada situasi tertentu.
4. Kelas D rekomendasi: Tingkat bukti 4 atau ekstrapolasi dari tingkat 2b atau tingkat bukti 3
ketika ada studi klinis berkualitas baik langsung relevan tersedia .

Keberhasilan kelahiran vagina setelah operasi sesarea dinyatakan 60-85 %. Sedangkan


indikasi dilaksanakan sesarea sebelumnya itu sendiri yaitu : kebohongan janin yang abnormal,
hipertensi, kehamilan/ kondisi janin yang menyimpang. sedangkan tingkat keberhasilan VBAC
menurut faktor usia sendiri tidak menjadi faktor risiko karena data-data yang belum mencukupi
untuk validasi.
Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan VBAC, yaitu :
1. Usia dan Program KB
2. Multiparitas : ini meningkatkan suksesnya VBAC dan menurunkan risiko pecahnya rahim.
3. Diabetes : walaupun ini bukan merupakan faktor risiko pecahnya ramin, tetapi menurunkan
keberhasilan VBAC terutama pada penderita yang tidak terkontrol diet nya.
4. Ibu obesitas saat kehamilan (BMI > 40) : sama seperti diabetes.
5. Interval kehamilan : interval kehamilan < 24 bulan dari kelahiran atau operasi SC
sebelumnya akan meningkatkan risiko rupture uteri (pecahnya rahim) sehingga akan
menurunkan tingkat kesuksesan VBAC.
6. Kehamilan kembar : ini menjadi tawaran untuk dilakukannya VBAC dan sukses tetapi
dengan risiko rupture uteri dibandingkan dengan kehamilan tunggal.
7. Makrosomia janin (berat lahir > 4000gr) : ini tidak memungkinkan dilakukannya VBAC
karena ini dapat berisiko rupture uteri dua kali lipat dari biasanya.
8. Waktu kehamilan : dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu ini dapat menurunkan
risiko pecah rahim sehingga harus segera ditawarkan VBAC dengan tanpa kontraindikasi
yang lainnya pada kehamilannya.

Inform concent saat pengambilan tidakan VBAC harus meliputi :


1. Dokter spesialis kandungan harus terlibat karena memiliki pengaruh besar dalam
pengambilan keputusan tindakan dengan membangun konseling mengenai besarnya tingkat
keberhasilan dan kegagalan.
2. Informasikan pada klien mengenai penggunaan obat offlabel tertentu ataupun metode
mekanis yang diperlukan.
3. Informasikan sedikit peningkatan risiko pecahnya rahim pada kelahiran vagina/ persalinan
spontan.
4. Berikan penyuluhan mengenai risiko rupture uteri dan risiko janin
5. Dokumentasikan hasil akhir keputusan begitupun mengenai informasi SC sebelumnya
(terutama indikasi dan jenis insisi).
6. Informasikan mengenai tindakan anastesi yang digunakan begitupun dengan pengaruh
negatifnya.

Syarat sebelum dilakukannya tindakan VBAC, yaitu :


1. SC sebelumnya harus dilaksanakan di RS
2. Harus memiliki peralatan sesuai apabila dilakukan operasi SC darurat
3. Ketika VBAC gagal, harus segera dilakukan operasi SC dengan waktu hanya 20 menit
4. SOP harus tersedia untuk pengelolaan darurat
5. Pemantau CTG yang terus menerus
6. Kemajuan persalinan harus selalu dipantau secara teratur sejak mengalami kontraksi
7. Dilakukan tindakan pemeriksaan USG sebelumnya

RISIKO DAN MANFAAT


1. Risiko maternal dan manfaat
Risiko kemungkinan apabila melakukan VBAC sendiri yaitu kematian ibu, risiko
rupture uteri atau pecahnya rahim, kemungkinan dilakukan histerektomi apabila terjadi
rupture uteri yang berbahaya, risiko infeksi usus dan cedera kandung kemih. Sedangkan
manfaatnya sendiri yaitu morbiditas kurang demam, komplikasi tromboemboli rendah,
tinggal di RS lebih pendek dan pemulihan lebih cepat.
2. Risiko pediatric
Risiko kemungkinan apabila melakukan VBAC yaitu kematian perinatal (20-28 hari
awal setelah kelahiran), kematian neonatal (28 hari awal setelah persalinan), peningkatan
langsung terjadinya rupture rahim, insiden enselofatik iskemik hiposik, risiko sepsis
neonatal, risiko takipnea transien (masalah pernapasan), dan risiko hiperbillirubinemia.
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Kontraindikasi dilakukannya VBAC, yaitu:
1. Insisi melintang pada SC sebelumnya
2. Ruptur uteri sebelumnya
3. Kontraindikasi persalinan vagina sebelumnya (seperti plasenta previa)
4. Tiga atau > 3 operasi sesarea sebelumnya

Metode yang digunakan tenaga medis, yaitu:


1. Menunggu dan Menonton
NICE merekomendasikan untuk persalinan 41 + 0 minggu penuh setelah operasi SC
segera periksakan kondisi vagina untuk kemungkinan sukses dilakukan VBAC,
sedangkan ERC direncanakan 41 + 3 minggu.
2. Oksitosin
Penggunaan induksi oksitosin sendiri dapat meningkatkan tingkat risiko rupture uteri.
3. Prostaglandin E2
Ini masih menjadi perdebatan beberapa pendapat, ada yang mengakatan tidak
diperbolehkannya menggunakan prostaglandin E2 dalam persalinan dan ada pula yang
memperbolehkannya tetapi dengan diharuskan hati-hati.
4. Misoprostol
Semua peneliti menyarankan agar penggunaannya setelah operasi sesarea sebelumnya.
5. Transervikal Balon Kateter
WHO menyarankan untuk dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan agar mengurangi
kontraksi uterus sehingga menurunkan risiko rupture uteri. Tetapi untuk pasien plasenta
previa tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter.
SUMBER

Geburtshilfe Frauenheilkd. 2016. Labour and Childbirth After Previous Caesarean Section
Recommendations of the Austrian Society of Obstetrics and Gynaecology (OEGGG)
(Jurnal dari Google Classroom)
Ariffin. 2010. Vaginal Birth After Cesarean-sectio. (repository.usu.ac.id) (Diambil pada 17
Maret 2020)
Setyowati, Devi. 2014. Faktor Interval Persalinan Yang Mempengaruhi VBAC Di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. (digilib.unisayogya.ac.id) (Diambil pada 17
Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai