Anda di halaman 1dari 44

PENGEMBANGAN MODUL BELAJAR DAN

PEMBELAJARAN MATERI MODEL


PEMBELAJARAN UNTUK MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
Indah Lestari
06101181621060
Program Studi Pendidikan Kimia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
Universitas Sriwijaya

DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

DAFTAR TABEL...................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

I. PENDAHULUAN................................................................................................3

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 5

1.3 Rumusan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7

2.1 Pembelajaran Abad 21 7

2.3 Pengembangan Modul 9

2.4 Teknik Penyusunan Modul 9

2.5 Karakteristik Perancangan Modul 12

2.6 Model Pembelajaran 15

2.7 Unsur-Unsur dalam Model Pembelajaran 16

2.8 Model-model Pembelajaran Abad 21 16

ii
Universitas Sriwijaya

2.9 Penelitian Pengembangan 18

2.9.1 Model Pengembangan Rowntree 19

2.9.2 Model Pengembangan Tessmer 19

2.10 Pemilihan Model Pengembangan 22

1V. METODE PENELITIAN................................................................................24

3.1 Jenis Penelitian24

3.2 Subjek Penelitian 24

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.4 Prosedur Penelitian 24

3.5 Teknik Pengumpulan Data 29

3.5.1 Wawancara 29

3.5.2 Walkthrough 29

3.5.3 Angket 29

3.5.4 Tes 30

3.6 Teknik Analisa Data 31

3.6.1 Analisis Data validasi 31

3.6.2 Analisis Data Penilaian Siswa 32

3.6.3 Analisis Data Tes 33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

iii
Universitas Sriwijaya

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Interpretasi Cohen Kappa.........................................................................30

Tabel 2 Kategori Penilaian pada Skala Guttman...................................................30

Tabel 3 Kriteria Skor pada Skala Guttman ...........................................................31

Tabel 4 Kriteria Skor Gain.....................................................................................31

iv
Universitas Sriwijaya

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Desain Model Pengembangan Rowntree......................................19

Gambar 2 Alur Desain Evaluasi Formatif..............................................................20

Gambar 3 Alur Desain Penelitian Model Pengembangan Rowntree.....................27

v
Universitas Sriwijaya

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran merupakan suatu proses kompleks yang menyatukan
komponen-komponen dengan karakteristik berbeda, saling terkait dan
mempengaruhi untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai
(Mulyasa, 2013: 69). Komponen-komponen yang dimaksud mencakup siswa,
guru, materi, metode, media, dan sumber belajar (Sukirman dan Jumhana, 2008:
10). Guru adalah salah satu komponen yang berperan penting dalam merancang
komponen-kompoenen lainnya menjadi sebuah perangkat pembelajaran yang utuh
serta mewujudkan proses pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013. Sesuai
dengan Permendiknas Nomor 56 Tahun 2013 tentang standar proses yang
mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran, menegaskan bahwa pendidik
pada satuan pendidikan harus mampu mengembangkan perencanaan
pembelajaran.
Seorang guru memerlukan keterampilan khusus agar dapat melaksanakan
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Maka daripada itu mahasiswa
FKIP sebagai calon guru diharuskan untuk ikut serta mengambil Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam merancang komponen pembelajaran sehingga mampu
mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini sesuai
dengan tujuan dari Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia yaitu
memberikan wawasan pengetahuan dan keterampilan untuk merancang persiapan
pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah (SMA/ MA)
(Wahyu, 2011). Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen pasal 20 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan guru maka berkewajiban merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi

1
Universitas Sriwijaya

hasil pembelajaran. Hal serupa dikemukakan oleh Marsh (1996: 10) menyatakan
bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik
membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan
pembelajaran, dan mengevaluasi.
Salah satu perangkat pembelajaran yang mampu menyokong mahasiswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu bahan ajar. Bahan ajar merupakan
seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis
dan menarik dalam rangka mencapai kompetensi dan sub kompetensi dengan
segala kompleksitasnya (Widodo dan Jasmadi, 2008: 40). Tujuan penyusunan
bahan ajar, yakni: (1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan
kurukulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah; (2)
membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar, dan (3) memudahkan
guru dalam melaksanakan pembelajaran (Depdiknas, 2008: 10).
Bahan ajar yang digunakan oleh Mahasiswa FKIP Program Studi Kimia
Universitas Sriwijaya pada Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran ialah buku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen pengampuh pada mata
kuliah yang bersangkutan menyatakan bahwa bahan ajar terkait mata kuliah
belajar dan pembelajaran memiliki cakupan materi yang luas, sehingga bahan ajar
cetak yang digunakan khususnya pada materi model pembelajaran masih
diperlukan penyesuaian dengan silabus maupun RPS dikarenakan materi ini
belum dilengkapi dengan contoh implementasi sintaks model pembelajaran pada
materi kimia serta evaluasi belum menunjukan keterampilan psikomotor.
Berdasarkan hasil penyebaran angket menunjukan bahwa 100% dari 39
mahasiswa FKIP pendidikan kimia angkatan 2017 yang mengikuti Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran, selain ingin memperoleh wawasan pengetahuan
mahasiswa juga ingin memperoleh wawasan keterampilan sehingga terampil
dalam merencanakan maupun mengimplementasikan sintaks model pembelajaran
pada pembelajaran kimia. Keterampilan seorang guru dalam menetapkan dan
mengimplementasi model pembelajaran yang tepat sangat menentukan keefektifan
guru dalam menggiring siswa mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

2
Universitas Sriwijaya

ialah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam


mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Menurut Trianto
(2010: 51) model pembelajaran sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran
dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.
Setiap mata pelajaran harus diorganisasikan dengan model pembelajaran yang
tepat untuk mencapai kondisi belajar yang ideal (Danial, 2010). Untuk mencapai
siswa yang aktif dan kreatif , guru harus menciptakan suasana kelas menjadi aktif,
dengan penggunaan model pembelajaran yang mendukung terhadap materi yang
dikaji, sesuai dengan tujuan pembelajaran (Martini, 2018). Hal yang serupa
diperkuat oleh pendapat Sukirman dan Jumhana (2008: 33) menyatakan bahwa
hakikat perencanaan pembelajaran adalah upaya untuk merancang dan
mengembangkan setiap komponen pembelajaran sehingga menjadi satu kesatuan
yang utuh, terkait dan saing menentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil analisis karakteristik mahasiswa FKIP program studi pendidikan
kimia angkatan 2017 yang mengikuti Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
menunjukan kemampuannya sebagai peserta didik yang mandiri serta berpikir
kritis terhadap materi yang diberikan oleh dosen maupun materi yang diperoleh
sendiri melalui berbagai sumber. Selama proses pembelajaran berlangsung
mahasiswa juga bersikap kolaboratif sehingga pembelajaran berlangsung
interaktif. Karakteristik tersebut telah mencakup sebagian dari karakteristik abad
21. Maka berdasarkan analisis tersebut, peneliti ingin memunculkan karakteristik
abad 21 pada mahasiswa melalui pembelajaran menggunakan bahan ajar akan
dikembangkan oleh peneliti.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan maupun identifikasi masalah di atas
maka peneliti ingin mengembangkan modul belajar dan pembelajaran yang
mengkhususkan pada materi model pembelajaran. Materi model pembelajaran
yang dikembangkan ini berorientasi pada impelementasi sintaks model
pembelajaran pada pembelajaran kimia sehingga mahasiswa FKIP Program Studi
Kimia Universitas Sriwijaya dapat meningkatkan keterampilan dalam
merancangan persiapan pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas. Dengan
adanya modul ini diharapkan mampu memunculkan keterampilan abad 21 pada

3
Universitas Sriwijaya

mahasiswa sebagai calon guru, yaitu kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah, kolaborasi dan kepemimpinan, kemampuan beradaptasi, serta kreatif.
Berdasarkan penelitian relevan yang dilakukan oleh Parmin (2012) yang
berjudul “Pengembangan Modul Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar IPA
Berbasis Hasil Penelitian Pembelajaran” hasil uji kevalidan menunjukan bahwa
modul dikatakan layak digunakan dalam pembelajaran. Ahli materi memberikan
penilaian sangat baik karena modul tidak hanya mengkaji teori-teori pembelajaran
melainkan juga mengulas kebutuhan guru di sekolah sehingga dalam modul
diikutsertakan dengan rincian tahapan pembelajaran secara lengkap dan diberi
ilustrasi melalui contoh-contoh nyata di sekolah. Penggunaan modul yang telah
dikembangkan ini berdampak nyata pada kegiatan mengajar oleh dosen, dalam
pengelolaan kelas menjadi lebih mudah karena bahan diskusi yang disajikan
menjadikan mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Modul ini juga telah
dinilai efektif dengan rerata nilai sebesar 74 yang berarti mampu meningkatkan
nilai mahasiswa jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan
modul.
Hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh Putri (2017) yang berjudul
“Pengembangan Modul Berbasis Pendekatan Kontekstual Untuk Pembelajaran
Menulis Teks Anekdot” menghasilkan modul yang valid, praktis, dan efektif yang
diperoleh melalui tahapan model pengembangan 4-D. Nilai validitas modul
sebesar 86,46% dengan kategori sangat valid. Nilai praktikalitas sebesar 87,72%
oleh penilaian guru menunjukan kategori yang sangat praktis, penilaian dari siswa
sebesar 94,27% menunjukan kategori sangat praktis, dan penilaian dari aktivitas
siswa sebesar 89,69% menunjukan kategori sangat praktis. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Alias dkk (2014) mengungkapkan
bahwa adanya perbedaan nilai yang signifikan antara sebelum dan sesudah
menggunakan modul yang mengindikasi bahwa pencapaian skor siswa meningkat
setelah menggunakan modul dalam kegiatan belajar.

4
Universitas Sriwijaya

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti mengajukan penelitian


pengembangan yang berjudul “Pengembangan Modul Belajar dan
Pembelajaran Materi Model pembelajaran Untuk Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya”.

1.2 Batasan Masalah


Penelitian pengembangan pada modul belajar dan pembelajaran ini
dibatasi pada materi model-model pembelajaran abad 21.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menghasilkan modul belajar dan pembelajaran materi model
pembelajaran untuk mahasiswa program studi pendidikan kimia yang valid?
2. Bagaimana menghasilkan modul belajar dan pembelajaran materi model
pembelajaran untuk mahasiswa program studi pendidikan kimia yang praktis?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini:
1. Menghasilkan modul belajar dan pembelajaran materi model pembelajaran
untuk mahasiswa program studi pendidikan kimia yang valid.
2. Menghasilkan modul belajar dan pembelajaran materi model pembelajaran
untuk mahasiswa program studi pendidikan kimia yang praktis.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi mahasiswa, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mengkonstruksi sintaks model pembelajaran abad 21.
2. Bagi dosen, dapat digunakan sebagai bahan ajar alternatif pada proses belajar
mengajar di dalam kelas.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk mengembangkan produk
yang lebih baik.

5
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Abad 21


Kehidupan di abad 21 merupakan sebuah urgensi yang menuntut berbagai
keterampilan yang harus dikuasai oleh seseorang sehingga mampu bertahan dan
sukses di abad 21. Dalam bidang pendidikan saat ini telah diterapkannya
kurikulum 2013 yang berorientasi pada pengembangan keterampilan abad 21
yang dikonstruksi melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa atau
pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Wagner (2008) mengatakan bahwa siswa memerlukan tujuh kemampuan
bertahan hidup untuk siap menghadapi kehidupan, dunia kerja, dan
kewarganegaraan di abad 21 sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir kritis dan
pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3) ketangkasan dan
kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan berjiwa kewirausahaan, (5) mampu
berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, (6) mampu mengakses
dan menganalisis informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi.
Todd (2010) menyatakan bahwa pembelajaran abad 21 difokuskan pada
pentingnya melibatkan siswa dalam pembelajaran yang bersifat kontekstual untuk
mencari (to inquire), mempertanyakan (question), menemukan (discover),
membangun pengetahuan dan pemahaman yang mendalam (build deep knowledge
and understanding), serta menjadi individu yang kreatif dan inovatif.
Tujuan utama dari pembelajaran abad 21 adalah membangun kemampuan
belajar individu dan mendukung perkembangan siswa menjadi pembelajar
sepanjang hayat, aktif, dan pembelajar mandiri. Menjadi pembelajar sepanjang
hayat relevan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan
empat pilar pendidikan. Empat pilar pendidikan mencakup learning to know,
learning to do, learning to be dan learning to live together (Delors, 1996). Bolstad
(2011) berpendapat bahwa sekolah yang berorientasi masa depan harus
memperluas kapasitas intelektual siswa dan memperkuat kemauan dan
kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hidup. Menjadi pembelajar

7
Universitas Sriwijaya

sepanjang hayat memiliki keterbukaan dan komitmen untuk belajar seumur


hidup. Berdasarkan pengertian pembelajaran di atas, maka keterampilan abad 21
berperan penting dalam melaksanakan pembelajaran abad 21. Menjadi pembelajar
aktif, siswa dituntut untuk mengonstruksi pengetahuan dan keterampilan dengan
cara melibatkannya ke dalam permasalahan di dunia nyata (belajar kontekstual).
Selama proses kegiatannya, siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan
berpikir kritis dan pemecahan masalah. Hal tersebut serupa dengan penjelasan
mengenai framework pembelajaran abad 21 menurut (BSNP, 2010) adalah
sebagai berikut: (a) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah; (b)
kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama; (c) kemampuan mencipta dan
membaharui; (d) literasi teknologi informasi dan komunikasi; (e) kemampuan
belajar kontekstual, dan (f) kemampuan informasi dan literasi media. Menjadi
pembelajar yang mandiri dicapai dengan menguasai keterampilan pengaturan diri
sebagi bentuk peningkatan kualitas pribadi siswa. Siswa yang mandiri
bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri dan bersedia meningkatkan
kemampuan sepanjang kariernya.
Berdasarkan uraian di atas, terkait mempersiapkan siswa dalam
menghadapi tantangan kehidupan di abad 21, maka guru berperan penting untuk
membuat siswa mampu menguasai keterampilan abad 21 melalui proses
pembelajaran di sekolah. Secara khusus, Menurut Gagne dan Briggs dalam
Parwati, dkk. (2018: 108) pembelajaran adalah suatu sistem yang dirancang dan
disusun berisi serangkaian peristiwa untuk dapat mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sistem yang dimaksud ialah
sekumpulan komponen yang saling mempengaruhi yaitu tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai, guru dan peserta didik, materi yang akan dipelajari,
pendekatan, strategi, model, metode mengajar, media dan sumber belajar, serta
sarana dan prasarana yang akan digunakan (Halimah, 2017: 33). Maka dalam hal
ini, peneliti ingin mengembangkan bahan ajar berupa modul materi model-model
pembelajaran abad 21 untuk mahasiswa FKIP Kimia Universitas Sriwijaya agar
mampu memahami model-model pembelajaran abad 21 serta membantu

8
Universitas Sriwijaya

mahasiswa untuk menerapkan sintaks model-model pembelajaran abad 21 dalam


pembelajaran kimia di sekolah.
2.3 Pengembangan Modul
Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang dikemas secara utuh
dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar
yang spesifik (Daryanto, 2013: 9). Modul merupakan pengemasan materi ajar
yang lengkap untuk satu satuan kompetensi mata pelajaran atau satu paket bahan
ajar (Akbar, 2013: 33). Modul dikemas secara utuh agar peserta didik dapat
belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Depdiknas, 2008: 13).
Hal ini dibuktikan oleh dalam penelitian yang dilakukan Astuti (2019) bahwa
pembelajaran menggunakan modul memudahkan mahasiswa memahami konsep
karena mahasiswa dapat belajar secara mandiri dan mendorong untuk
mengkonstruksi pengetahuan. Materi pelajaran dikemas sedemikian rupa sehingga
melalui modul peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan
kecepatannya masing-masing, tanpa terikat oleh waktu, tempat, dan hal-hal lain di
luar dirinya sendiri (Prastowo, 2017: 221). Menurut Prastowo (2017: 221)
setidaknya modul berisi tentang: tujuan yang harus dicapai, petunjuk penggunaan,
materi, rangkuman materi, tugas dan latihan, sumber bacaan, evaluasi, kriteria
keberhasilan, kunci jawaban.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian di atas maka dapat dilihat unsur-
unsur sebuah modul yaitu:
a. modul adalah bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis,
b. modul merupakan satu paket bahan ajar yang berdiri sendiri,
c. modul memudahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran secara
mandiri.

2.4 Teknik Penyusunan Modul


Teknik penyusunan modul meliputi beberapa tahapan, yaitu mengetahui
karakteristik pebelajar, mengidentifikasi tujuan pembelajaran, mengidentifikasi isi
bahan ajar, menyajikan materi pelajaran dalam struktur dan urutan yang sistematis

9
Universitas Sriwijaya

serta melakukan penulisan modul secara terstruktur.


Berikut ini merupakan uraian dari setiap tahapan yang ada:
1. Karakteristik Pebelajar (Pengguna Modul)
Karakteristik pebelajar yang akan mempelajari modul dapat dilihat
berdasarkan empat karakteristik, yaitu:
a. Demografik, meliputi banyak peserta didik serta dilakuakn identifikasi
terlebih dahulu dalam beberapa aspek yaitu rentang usia, status perkawinan,
status pekerjaan, jenis pekerjaan, dan tempat tinggal.
b. Motivasi, diketahui melalui alasan peserta didik mengikuti pembelajaran,
kaitan materi isi pelajaran dengan pekerjaan mereka, serta harapan mereka
setelah mengikuti pembelajaran.
c. Faktor yang terkait dengan kegiatan belajar, meliputi kecerdasan dan
kemampuan belajar serta pengalaman belajar mandiri.
d. Latar belakang terkait isi pelajaran, meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang telah dikuasai terkait isi pelajaran.
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran meliputi tiga ranah, yaitu:
a. Pengetahuan, terkait aspek kognitif yang ingin dicapai setelah mempelajari
materi yang dipelajari.
b. Keterampilan, terkait aspek psikomotorik yang ingin dicapai setelah
mempelajari materi pelajaran.
c. Sikap, terkait aspek afektif yang ingin dicapai setelah mempelajari materi
pelajaran.
3. Identifikasi Bahan Ajar
Idenfikasi bahan ajar dapat diidentifikasi baik berdasarkan pendekatan
yang berorientasi pada subyek pengajaran maupun pendekatan yang berorientasi
pada peserta didik. Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada subyek
pengajaran, isi bahan ajar dapat diidentifikasi melalui cara-cara berikut.
a. Mempelajari silabus yang relevan dengan pembelajaran yang akan
dikembangkan.
b. Me-review materi terkait topik yang dikembangkan.

10
Universitas Sriwijaya

c. Mendiskusikan dengan pakar terkait subjek materi yang akan dikembangkan.


d. Menganalisis topik serupa yang sudah dikembangkan pihak lain.
e. Mempelajari buku teks terkait materi yang akan dikembangkan.
f. Mengidentifikasi dan menganalisis konsep materi yang akan dituangkan ke
dalam modul.
Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada peserta didik, isi bahan
ajar dapat diidentifikasi melalui cara-cara berikut.
a. Menganalisis tujuan pembelajaran.
b. Mengidentifikasi kebutuhan peserta didik terkait materi ajar yang perlu
dikembangkan.
c. Mengidentifikasi kebutuhan peserta didik terkait pengetahuan dan
keterampilan yang ingin dipelajari melalui modul.
d. Memikirkan kegiatan belajar yang mampu menggiring peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran.
4. Struktur Materi Pelajaran
Berikut ini merupakan beberapa model pengurutan isi bahan ajar yang
dapat digunakan saat menyusun modul:
a. Urutan Berdasarkan Topik
b. Urutan Kronologis
c. Urutan Tempat
d. Lingkaran Sepusat
e. Urutan Sebab-Akibat
f. Struktur Logis
g. Urutan Berpusat pada Masalah
h. Urutan Spiral
5. Struktur Penulisan Modul
Struktur penulisan modul dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:
a. Bagian Pembuka
1) Judul
2) Daftar isi
3) Peta kedudukan modul

11
Universitas Sriwijaya

4) Glosarium
b. Bagian Inti
1) Pendahuluan
a) Standar kompetensi
b) Deskripsi
c) Waktu
d) Prasyarat
e) Petunjuk penggunaan modul
2) Kegiatan belajar 1
a) Indikator pembelajaran
b) Uraian materi
c) Rangkuman
d) Tugas
e) Evaluasi
3) Kegiatan belajar 2
a) Indikator pembelajaran
b) Uraian materi
c) Rangkuman
d) Tugas
e) Evaluasi
c. Bagian Penutup
1) Kunci Jawaban
2) Daftar Pustaka

2.5 Karaksteristik Perancangan Modul


Menurut penelitian pengembangan modul yang dilakukan oleh Agustina
(2019) modul dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa apabila dari aspek media
modul memiliki kemenarikan dan kemudahan dalam memahami materi sehingga
dapat mendorong mahasiswa untuk lebih termotivasi dalam belajar, serta dari
aspek desain pembelajaran apabila modul memiliki kesesuaian pendekatan dalam
pembelajaran, efektif dan efisien dalam pencapaian kompetensi, sesuai

12
Universitas Sriwijaya

karakteristik sasaran, serta soal altihan dan soal evaluasi sesuai RPS. Sementara
menurut penelitian Anggoro (2015) peserta didik lebih mudah memahami isi
materi apabila modul dilengkapi dengan gambar, serta dicantumkannya contoh
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Astuti (2019) dalam hasil penelitian pengembangan modulnya
menyatakan bahwa modul dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan
pengetahuan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang bersifat kontestual.
Menurut Daryanto (2013: 9) modul dapat meningkatkan motivasi belajar apabila
memenuhi karakteristik yang diperlukan modul.
1. Self Instruction, melalui karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar
secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi
karakter self instruction, maka modul harus:
a. Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan
pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
b. Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
kecil/spesifik, sehingga memudahkan untuk dipelajari secara tuntas.
c. Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan
materi pembelajaran.
d. Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan peserta didik.
e. Aspek isi/materi bersifat kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait
dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta
didik.
f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif
g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran
h. Terdapat instrumen penilaianl yang memungkinkan peserta didik
melakukan penilaian mandiri (self assesment).
i. Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi.
j. Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung
materi pembelajaran yang dimaksud.

13
Universitas Sriwijaya

2. Self Contained, modul dikatakan memenuhi kriteria ini jika seluruh materi
pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari
pemenuhan kriteria ini adalah memberikan kesempatan peserta didik
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar
dikemas dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau
pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar maka harus
dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar
kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik.
3. Stand alone, modul tidak tergantung pada bahan ajar lain, atau tidak harus
digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Jika peserta didik masih
menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang
digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang
berdiri sendiri.
4. Adaptive, modul memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).
5. User friendly, setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan
pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan.
Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan
istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly.

2.6 Model Pembelajaran


Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atas suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
desain perencanaan mengajar secara tatap muka di dalam kelas yang digunakan
untuk menentukan material/ perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-
buku, media (film), tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum
(Ngalimun, 2012: 27). Hal serupa dinyatakan oleh Joyce dan Bruce (2009: 30)
bahwa model pembelajaran digunakan untuk merancang sekolah, kurikulum, unit,

14
Universitas Sriwijaya

materi pelajaran, materi perancangan instruksional, termasuk program-program


multimedia.
Model pembelajaran adalah desain pembelajaran yang juga digunakan
untuk membangun dan menstimulasi peserta didik melalui belajar dengan cara
berinteraksi dengan komponen-komponennya (Joyce dan Weil, 2016: 6). Model
pembelajaran dirancang untuk membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran, memotivasi para siswa, mendesain dan menyampaikan pelajaran
yang baik, serta melaksanakan pelatihan yang efektif (Joyce dan Weil, 2016: 7).
Sesuai dengan tujuan model pembelajaran, untuk menggiring siswa mencapai
tujuan pembelajaran maka guru sebagai perancang harus dapat mempertimbangan
materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan
belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia (Ngalimun, 2017: 40). Hal serupa
dinyatakan juga oleh Arends dalam (Trianto, 2010: 52) bahwa model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan bagi
guru, model pembelajaran berperan sebagai pedoman bagi guru untuk dapat
melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang baik (Trianto, 2010: 52).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan model
pembelajaran adalah suatu perencanaan pembelajaran yang didesain dengan
urutan prosedur yang sistematik, dijadikan pedoman guru di dalam kelas untuk
melaksanakan pembelajaran yang baik sehingga dapat menggiring siswa
mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Ismail (2003: 4) terdapat empat ciri-ciri model pembelajaran
yang membedakannya dengan strategi dan metode pembelajaran, yaitu: (1)
Rasioanal teoritik yang logis disusun oleh perancangnya, (2) Tujuan pembelajaran
yang akan dicapai, (3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model
tersebut dapat dilaksnakan secara berhasil, (4) Lingkungan belajar yang
diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

15
Universitas Sriwijaya

2.7 Unsur-Unsur dalam Model Pembelajaran


Joyce dan Weil (2015) menjelaskan model pembelajaran berdasarkan atas
komponen-komponen yang membentuknya, yaitu: (1) Tujuan dan asumsi, (2)
Sintaks, (3) Sistem sosial, (4) Prinsip-prinsip reaksi, (5) Sistem pendukung.
Kelima unsur tersebut dijelaskan seperti berikut.
1. Tujuan dan Asumsi
Tujuan adalah maksud digunakannya model daalam pembelajaran.
Sedangkan asumsi adalah landasan berpikir yang dianggap benar.
2. Sintaks
Langkah-langkah dari model pembelajaran yang menunjukan uraian kegiatan-
kegiatan (tindakan) siswa yang dibimbing oleh guru.
3. Sistem Sosial
Situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam suatu model
pembelajaran yang menggambarkan hubungan antara guru dan siswa, antara
siswa dan siswa, antara kelompok siswa dan kelompok siswa lainnya.
4. Prinsip-Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi menunjukan pola kegiatan yang menggambarkan cara guru
dalam memperlakukan atau memberi respon pada siswa atau mahasiswanya.
5. Sistem Pendukung
Sistem pendukung menunjukan keharusan guru dalam mengimplementasi
model pembelajaran dengan mempertimbangkan segala sarana, alat dan
bahan yang diperlukan agar model pembelajaran terlaksana secara efektif dan
efisien.

8 Model-model Pembelajaran Abad 21


1. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri atas empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
heterogen (kemampuan, gender, karakter). Sintaks model pembelajaran
kooperatif memiliki lima fase yaitu: (1) Menyampaikan tujuan dan

16
Universitas Sriwijaya

mempersiapkan siswa, (2) Menyajikan informasi, (3) Menggorganisir siswa


ke dalam tim-tim, (4) Membantu kelompok bekerja dan belajar, (5)
Mengevaluasi, (6) Memberikan penghargaan.
2. Model Problem Based Learning (PBL)
Model PBL adalah pembelajaran yang melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah
otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir
tingkat tinggi.. Masalah kontekstual ialah yang mengaitkan dengan konteks
riil sehingga siswa memperoleh pembelajaran bermakna. Sintaks model
pembelajaran problem based learning (PBL) memiliki enam fase yaitu: (1)
Orientasi siswa pada masalah, (2) Mengorganisasi siswa, (3) Membimbing
penyelidikan individual / kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
3. Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
membantu siswa mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual untuk
memunculkan masalah dan memecahkan masalah secara mandiri melalui
serangkaian kegiatan mencari informasi, memiliki rasa ingin tahu,
menanyakan pertanyaan, menyelidiki dan mengetahui keterampilan yang
akan membantunya memecahkan masalah. Sintaks model pembelajaran
inkuiri memiliki enam fase yaitu: (1) Merumuskan masalah, (2) Merumuskan
hipotesis, (3) Mengumpulkan data, (4) Menguji hipotesis, (5) Merumuskan
kesimpulan.
4. Model Pembelajaran Discovery
Model pembelajaran discovery learning adalah pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam kegiatan menemukan dan memecahkan masalah
sehingga siswa memperoleh penguasaan pengetahuuan secara mandiri.
Sintaks model pembelajaran discovery memiliki enam fase yaitu: (1)
Stimulasi, (2) Identifikasi masalah, (3) Pengumpulan data, (4) Pengolahan
data, (5) Pembuktian, (6) Generalisasi.

17
Universitas Sriwijaya

5. Model Pembelajaran Berbasis Proyek


Model pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang
melibatkan kerja proyek dimana siswa bekerja mandiri dalam suatu kegiatan
kompleks untuk menghasilkan sebuah produk nyata sebagai upaya
menyelesaikan masalah di kehidupan nyata. Guru menyajikan pertanyaan
atau permasalahan yang menuntun siswa untuk merancang, memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan melakukan kegiatan investigasi sehingga
terciptanya sebuah produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Sintaks model
pembelajaran berbasis proyek memiliki enam fase yaitu: (1) Identifikasi
masalah, (2) Mendesain pelaksanaan proyek, (3) Menyusun jadwal kegiatan
penelitian, (4) Memonitor jalannya proyek, (5) menilai hasil proyek, (6)
Mengevaluasi.

2.9 Penelitian Pengembangan


Menurut National Science Board dalam dalam Saputra (2017)

Penelitian merupakan studi sistematis terhadap pengetahuan ilmiah yang


lengkap atau pemahaman tentang objek yang diteliti. Sementara
pengembangan didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan
dan pemahaman, diarahkan pada produksi bahan yang bermanfaat,
perangkat, dan sistem atau metode, termasuk desain, pengembangan dan
peningkatan prioritas serta proses baru untuk memenuhi persyaratan
tertentu.
Menurut Sugiyono dalam Saputra (2017), metode penelitian dan
pengembangan (R&D) merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan dari produk tersebut.
Menurut Borg dan Gall dalam Sugiyono (2012: 4), penelitian dan pengembangan
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau
memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Menurut Sukmadinata (2012: 164), penelitian dan pengembangan adalah suatu
proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan suatu produk baru atau menyampaikan suatu produk yang telah
ada, serta yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Seals & Richey dalam
Azizah (2014) mengatakan bahwa penelitian pengembangan merupakan suatu

18
Universitas Sriwijaya

pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi


program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas,
kepraktisan, dan efektivitas. Efektif adalah ukuran terhadap keunggulan produk
dalam mencapai tujuan/kompetensi pembelajaran sesuai dengan kriteris/indikator
atau standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh sekolah,
lembaga, atau pemerintah.
Berdasarkan uraian definisi di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
Penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang terdiri atas langkah-
langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan suatu
produk baru sehingga dapat memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan
efektivitas.

2.9.1 Model Pengembangan Rowntree


Menurut Rowntree terdapat tiga tahapan besar dalam model
pengembangan yang berorientasi pada produk pembelajaran yaitu: (1)
Perencanan, (2) Pengembangan, (3) penilaian atau evaluasi.

Tahap Tahap Tahap Evaluasi:


Perencanaan: Pengembangan:
1. Melaksanakan
1. Analisis 1. Pengembanga uji coba
Sta
Kebutuhan n topic prototype produk
2. Rumusan 2. Penyusunan 2. Perbaikan
tujuan draft berdasarkan
pembelajara 3. Produksi masukan yang
n Prototype diperoleh

Gambar 1 Alur Desain Model Pengembangan Rowntree


(Prawiradilaga, 2009)

1. Perencanaan
Pada tahap ini perancang mengidentifikasi kebutuhan peserta didik dan
guru/dosen untuk mengetahui dan mengidentifikasi perkiraan kebutuhan dan

19
Universitas Sriwijaya

perkembangan serta merumuskan tujuan umum dan khusus dari


pembelajaran.
2. Pengembangan
Pada tahap ini perancang menyusun draft produk/ stroryboard, memproduksi
produk, melakukan proses penginputan materi, dan finishing produk.
3. Evaluasi
Evaluasi pada model pengebangan ini ialah evaluasi sumatif. Evaluasi
sumatif dilakukan untuk mengetahui keefektifan modul (hasil dari
pengembangan modul). Evaluasi ini dilakukan tanpa revisi, maka sebaiknya
sebelum melakukan evaluasi sumatif, terlebih dahulu dilakukan evaluasi
formatif karena dilakukan revisi pada setiap tahapan evaluasinya.
2.9.2 Model Pengembangan Tessmer
Menurut Tessmer (1998: 137) penelitian pengembangan difokuskan pada
dua tahap yaitu tahap preliminary dan tahap formative evaluation yang meliputi
self evaluation, prototyping (expert review, one to one evaluation, dan small
group evaluation), serta field test evaluation. Berikut ini merupakan alur desain
evaluasi formatif yang ditunjukan ada gambar di bawah ini.

Preliminary Expert
Review

revisi revisi
Self revisi Small Group Field Test
Evaluation

One To One

Gambar 2 Alur Desain Model Pengembangan Tessmer


(Tessmer, 1998)

Selanjutnya untuk memahi tiap langkah pada alur desain di atas, maka
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Preliminary
Tahap ini adalah tahap penentuan tempat dan subjek penelitian.
2. Tahap Formative Evaluation
1) Self Evaluation

20
Universitas Sriwijaya

Ada proses dalam self evaluation, yakni analisis dan desain.


a) Analisis
Dilakukan analisis terhadap perangkat atau bahan yang akan
dikembangkan.
b) Desain
Dilakukan pendesainan perangkat yang akan dikembangkan,
meliputi pendesainan kisi-kisi, tujuan, dan metode yang akan
dikembangkan. Kemudian dilakukan validasi self evaluation dengan
dosen pembimbing dan teman sejawat. Hasil pendesainan tersebut
disebut sebagai prototipe pertama.
2) Prototyping
Hasil pendesainan pada prototipe pertama diberikan pada pakar (expert
review) dan siswa (one to one) secara pararel. Dari hasil keduanya
dijadikan bahan revisi dan hasil revisi pada prototipe pertama dinamakan
prototipe kedua.
a) Expert Review
Uji validitas dilakukan oleh pakar (expert) untuk mencermati produk
yang telah didesain sehingga dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan dari rancangan produk yang dibuat. Proses validasi ini
dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi kevalidan suatu produk.
Informasi yang ditelusuri lebih dalam oleh expert review adalah
informasi terkait materi, desain pembelajaran, implementasi dan
kualitas teknis (Tessmer, 1993). Tessmer (1994) mengelompokkan
beberapa ahli yang dapat dipilih sebagai expert reviewer yaitu:
subject matter, teaching/training expert, subject sophisticates,
production expert, dan ahli lainnya.
b) One To One
Wager (1981) menunjukan bahwa menggunakan dua atau tiga orang
siswa untuk melakukan evaluasi satu-satu dapat menghasilkan
informasi atau masukan untuk revisi yang cukup memadai bagi versi
draft kasar media pembelajaran yang sedang dikembangkan.

21
Universitas Sriwijaya

c) Small Group Evaluation


Small group evaluation adalah evaluasi yang dilakukan terhadap
sekelompok siswa untuk mengevaluasi lebih lanjut hasil revisi one
to one evaluation. Dalam evaluasi kelompok kecil, guru atau
instruktur akan memberikan pembelajaran sebagaimana mestinya
dalam kondisi yang sebenarnya. Hal ini dilakukan agar siswa dapat
secara seksama mengevaluasi modul sesuai dengan indikator yang
ada pada lembar angket kepraktisan.
d) Field Test
Uji lapangan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu media
pembelajaran yag sudah selesai dikembangkan tapi masih
membutuhkan untuk direvisi akhir. Uji lapangan dapat dikatakan
sebagai uji yang sebenarnya (nyata).

2.10 Pemilihan Model Pengembangan


Penelitian ini mengembangkan modul belajar dan pembelajaran materi
model pembelajaran untuk mahasiswa program studi pendidikan kimia yang valid,
praktis dan efisien. Peneliti menggunakan model pengembangan berorientasi
produk (bahan ajar). Menurut Prawiradilaga (2007: 45) model Rowntree
merupakan model pengembangan yang berorientasi pada produk pembelajaran.
Seluruh kegiatan desain pengembangan produk pada model Rowntree terurai
secara jelas. Dalam model pengembangan Rowntree terdapat tiga tahapan besar
yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pengembangan, (3) Evaluasi. Pada tahap evaluasi
peneliti menggunakan evaluasi formatif milik tessmer yang terdiri atas tahap self
evaluation, expert review, one-to-one evaluation (evaluasi satu-satu), small group
evaluation (evaluasi kelompok kecil), dan filed test (evaluasi lapangan). Peneliti
memilih evaluasi formatif dikarenakan sepanjang tahapan evaluasinya dilakukan
revisi sehingga memungkinkan terciptanya modul atau prototipe yang praktis dan
efektif. Sementara peneliti tidak menggunakan evaluasi sumatif karena sepanjang
tahapannya tidak dilakukan revisi (prototipe dipastikan telah melalui evaluasi
formative sebelumnya). Namun pada pelaksanaan evaluasi formatif, peneliti

22
Universitas Sriwijaya

hanya akan melaksanakannya sampai pada tahap small group evaluation


( evaluasi kelompok kecil) dikarenakan materi model-model pembelajaran pada
mata kuliah belajar dan pembelajaran telah melalui waktu lampau, situasi ini
membuat peneliti melangsungkan penelitian pengembangan hanya sampai pada
uji kepraktisan atau sampai pada tahap small group evaluation. .

23
III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang
bertujuan untuk menghasilkan modul belajar dan pembelajaran materi model
pembelajaran yang valid dan praktis.

9 Subjek Penelitian
Subjek penelitian pengembangan ini adalah mahasiwa program studi
pendidikan kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya
tahun ajaran 2019-2020 semester 4 yang mengikuti mata kuliah belajar dan
pembelajaran.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2019-2020 di
lingkungan FKIP Universitas Sriwijaya.

3.4 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian yang digunakan ialah prosedur penelitian
pengembangan model Rowntree. Menurut Prawiradilaga (2007) prosedur ini
terdiri atas tiga tahap yaitu (1) Perencanan, (2) Pengembangan, (3) evaluasi.
Evaluasi yang digunakan ialah evaluasi formatif yang dikembangkan oleh
Tessmer yang terdiri atas tahap self evaluation, expert review & one-to-one
evaluation (evaluasi satu-satu), small group evaluation (evaluasi kelompok kecil),
dan filed test (evaluasi lapangan). Namun pada penelitian pengembangan ini,
peneliti melaksanakan evaluasi ini hanya sampai pada small group evaluation
(evaluasi satu-satu). Prosedur penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan dan
mengetahui karakteristik peserta didik. Langkah-langkah analisis pada tahap
perencanaan sebagai berikut:

24
Universitas Sriwijaya

a. Analisis Kebutuhan
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis kurikulum dan analisis materi
model pembelajaran. Analisis kurikulum dilakukan untuk melihat potensi
kompetensi yang dapat dimuat dalam pengembangan modul. Peneliti
menganalisis materi yang diajarkan oleh guru/dosen kepada peserta didik
melalui wawancara dengan guru/dosen dan angket yang disebarkan
kepada peserta didik, materi yang diajarkan disesuaikan dengan analisis
Standar kompetensi/ Kompetensi Dasar. Peneliti juga melakukan
penyebaran angket pra pebelitian untuk menganalisis kebutuhan bahan
ajar dan karakteristik mahasiswa. Berdasarkan hasil analisis ini maka
peneliti dapat mengkaji permasalahan serta dapat memuat kriteria materi
model pembelajaran yang memenuhi kebutuhan.
b. Perumusan Tujuan Pembelajaran
Peneliti merumuskan tujuan pembelajaran dan indikator yang akan
dicapai dalam modul yang akan dikembangkan.
2. Pengembangan
Pada tahap ini peneliti melakukan pengembangan materi, penyusunan draft,
serta memproduksi prototipe I.
3. Evaluasi
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan modul yang dikembangkan. Evaluasi yang digunakan ialah
evaluasi formatif yang dikembangkan oleh Tessmer. Pada tahap eveluasi ini
terdiri atas:
a. Self Evaluation
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan sendiri terhadap prototipe
I. Pengecekan juga dapat dilakukan oleh dosen pembimbing dan teman
sejawat.
b. Expert Review
Setelah prototipe I melalui tahap self evaluation, maka selanjutnya
dilakukan uji validitas oleh 3 orang pakar (expert), yaitu ahli desain, ahli
materi dan ahli pedagogik. Validator melakukan pengecekan, menelaah

25
Universitas Sriwijaya

dan mengkaji prototipe I. Kemudian validator memberikan penilaian dan


komentar pada lembar validasi yang telah disediakan. Berdasarkan
penilaian dan komentar tersebut, peneliti melakukan perbaikan (revisi)
terhadap prototipe I sampai dihasilkannya modul yang valid.
c. One to One
Pada tahap ini dilakukan uji coba prototipe I terhadap tiga orang
mahasiswa program studi pendidikan kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sriwijaya semester genap tahun ajaran 2019/2020
yang sedang mengambil mata kuliah belajar dan pembelajaran. Ketiga
orang tersebut hendaklah memiliki tingkat kemampuan yang berbeda
(Tessmer, 1998). Mahasiswa dibimbing oleh peneliti untuk melakukan
pembelajaran. Setelah itu, mahasiswa diminta untuk mengisi angket dan
memberikan komentar dan saran sebagai perbaikan dari prototipe I.
d. Small Group
Hasil revisi dari uji coba pada tahap expert review dan one to one,
diujicobakan pada small group yang terdiri atas sembilan orang
mahasiswa program studi pendidikan kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sriwijaya semester genap tahun ajaran 2019/2020
yang sedang mengambil mata kuliah belajar dan pembelajaran. Pada
small group evaluation ini pembelajaran dilakukan dalam satu kelas yang
sama dengan kondisi pembelajaran yang sebenarnya agar siswa dapat
mengevaluasi modul secara seksama sesuai dengan indikator penilaian
yang terdapat pada lembar angket yang telah disediakan oleh peneliti.
Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa memberikan komentar
dan saran terkait modul sesuai dengan indikator penilaian yang ada pada
lembar angket kepraktisan.

26
Universitas Sriwijaya

Berikut ini merupakah alur desain penelitian model pengembangan


Rowntree.
Perumusan Tujuan
Pembelajaran
Pengembangan Materi TAHAP Merumuskan tujuan pembelajaran
PERENCANAAN berdasarkan silabus mata kuliah
Penyusunan jabaran materi
Garis Besar isi modul belajar dan pembelajaran

TAHAP
PENGEMBANGAN
Penyusunan Draft
Pembuatan flowchart dan Analisis Kebutuhan
storyboard Produksi Prototipe Analisis kebutuhan peserta didik
Analisis kurikulum
Analisis materi
Prototipe I
Analisis karakteristik peserta didik

TAHAP
EVALUASI FORMATIF

Self Evaluation

Expert Review One-to-One

Uji Validitas Uji Praktikalitas

Tidak Valid Praktis Tidak

Prototipe II
Revisi Revisi
Small Group

Tidak Praktis Uji Praktikalitas

Praktis
Revisi

Prototipe III
KAAkan dilakukan oleh
penelitian berikutnya
Field Test Efektif

Modul Valid, Praktis, dan Efektif

Gambar 3 Alur penelitian model pengembangan Rowntree modifikasi


Tessmer
(dalam Prawiradilaga, 2007)

27
Universitas Sriwijaya

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Wawancara
Arikunto (2015: 44) mengatakan bahwa wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang berfungsi untuk mendapatkan jawaban dari responden
dengan cara tanya jawab sepihak. Wawancara digunakan untuk melakukan studi
pendahuluan guna menemukan permasalahan yang harus diteliti dan mengetahui
informasi dari responden lebih mendalam (Sugiyono, 2012: 317). Peneliti
melakukan wawancara terhadap dosen pengampu mata kuliah belajar dan
pembelajaran untuk mengetahui masalah yang ada di lapangan terkait
ketersediaan bahan ajar serta karakteristik peserta didik dalam proses
pembelajaran.
3.5.2 Walkthrough
Walkthrough dilakukan pada tahap evaluasi expert review dan one to one
untuk memperoleh data kualitatitif berupa saran atau komentar. Walkthrough
mengevaluasi prototipe dalam menunjang kebutuhan mahasiswa dalam kegiatan
pembelajaran. Pada tahap evaluasi expert review, teknik ini dilakukan dengan
memberikan prototipe I kepada validator untuk memberikan komentar dan saran
terhadap aspek materi (content), pedagogik, dan desain. Validator dapat
memberikan penilaian kuantitatif (instrumen berupa angket dengan skala
penilaian guttman) apabila peneliti telah melakukan revisi berdasarkan komentar
dan saran yang diberikan oleh validator. Pada tahap evaluasi one to one, teknik
walkthrough dilakukan dengan memberikan prototipe I kepada mahasiswa untuk
memberikan komentar dan saran terhadap kepraktisan dalam penggunaan modul.
3.5.3 Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk mengetahui
pendapat responden terhadap kepraktisan penggunaan modul. Angket digunakan
pada tahap pra penelitian, evaluasi expert review, one to one dan small group.

28
Universitas Sriwijaya

1. Angket Pra Penelitian


Angket pra penelitian ini berupa angket analisis kebutuhan yang diberikan
kepada mahasiswa FKIP Kimia UNSRI. Angket ini diberikan pada tahap
perencanaan.
2. Angket Kevalidan
Angket kevalidan ini berupa angket lembar validasi yang berisi indikator
penilaian validator terhadap validasi materi , validasi desain, dan validasi
pedagogik. Angket lembar validasi digunakan untuk mengetahui layak atau
tidaknya modul yang dikembangkan dengan cara melihat data kuantitatif yang
diperoleh dari hasil angket lembar validasi.
3. Angket Kepraktisan
Angket kepraktisan ini berupa angket dengan skala penilaian Guttman. Angket
ini diberikan pada tahap one to one dan small group yang bertujuan untuk
mengetahui data kuantitatif dari kepraktisan dalam penggunaan modul yang
dikembangkan oleh peneliti.

3.6 Teknik Analisa Data Analisis Data validasi


Prototipe I divalidasi oleh 2 ahli materi, 2 ahli desain dan 2 ahli pedagogik
menggunakan rumus Cohen’s kappa. Lembar validasi diberikan kepada validator
dalam bentuk skala guttman. Skala guttman berbentuk daftar checklist dengan dua
pilihan jawaban tegas berupa “ya” bernilai 1 dan “tidak” bernilai 0. Di bawah ini
merupakan rumus Cohen’s kappa:
ρo – ρe
K=
1 - ρe
Keterangan:
K = Momen kappa yang menunjukan validitas produk
ρo = Proporsi yang terealisasi
ρe = Proporsi yang tidak terealisasi
(Cohen, 1960)

29
Universitas Sriwijaya

Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh, maka peneliti


mengklasifikasikan tingkat kevalidan modul berdasarkan interpretasi Cohen kappa
oleh Landis dan Koch (1977) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Interpretasi Cohen Kappa


No Nilai K Kekuatan Kesepakatan
1 <0 Tidak layak
2 0-0.20 Rendah
3 0.21-0.40 Kurang dari sedang
4 0.41-0.60 Sedang
5 0.61-0.81 Layak
6 0.81-1.0 Sangat layak
(Landis dan Koch, 1977)

3.7.2 Analisis Data Penilaian Siswa


Analisa data penilaian siswa terhadap modul belajar dan pembelajaran
pada pokok bahasan model-model pembelajaran abad 21 dilakukan pada tahap
evaluasi one to one dan small group. Analisa ini dilakukan untuk mengukur
realibilitas kepraktisan dari penggunaan modul belajar dan pembeajaran pada
pokok bahasan model-model pembelajaran abad 21. Skala penilaian yang
digunakan ialah likert. Menurut Sugiyono (2014) ‘Skala Guttman adalah skala
yang digunakan untuk mendapatkan jawaban tegas dari responden berupa “ya-
tidak”. Skala pengukuran ini dapat menghasilkan pertanyaan dalam bentuk pilihan
ganda maupun check list, dengan jawaban yang dibuat skor satu (ya) dan skor nol
(tidak).
Tabel 2 Kategori Penilaian Pada Skala Guttman
No Skor Keterangan
1 1 Ya
2 0 Tidak
(Sugiyono, 2014)

Untuk menganalisis data kuantitatif dilakukan dengan menghitung


persentase jawaban dengan rumus yang diadaptasi dari Irsalina dan Dwiningsih
sebagai berikut (Irsalina dan Dwiningsih, 2018):

Jumlah skor tiap pernyatan


Kepraktisan (%) = x 100%
Jumlah Responden

30
Universitas Sriwijaya

Tabel 3 Kriteria Skor Pada Skor Guttman


No Kategori jawaban Skor (%)
1 Sangat praktis 81-100
2 Praktis 61-80
3 Cukup praktis 41-60
4 Kurang praktis 21-40
5 Tidak praktis 0-20
(Irsalina dan Dwiningsih, 2018)

31
Universitas Sriwijaya

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N., Adesti, A. (2019). Pengembangan modul mata kuliah strategi


belajar dan pembelajarn pada FKIP Universitas Sriwijaya. Jurnal Ilmiah
Indonesia. 4(9): 83-93.

Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosda Karya.

Alias, N., dkk. (2014). Effectiveness of the biology PtechLS module in A


Felda Science Centre. Malasyian Online Journal of Educational
Technology. 2(4).

Anggoro, B. S. (2015). Pengembangan modul matematika dengan strategi


problem solving untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa. Jurnal Pendidikan Matematika. 6(2): 122-129.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2015). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Azizah, S. (2014). Pengembangan teknik penilaian categorizing grid untuk


melatih kecakapan menganalisis pada mata kuliah vocabulary I. Jurnal
OKARA. 2(9): 168-190.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2010). Paradigma pendidikan abad- XXI.


Jakarta: BSNP.

Bolstad, R. (2011). Taking a ‘future focus’ in education – What does it mean?


NZCER paper.Wellington: New Zealand Council for Educational
Reasearch.

Cohen, J. (1960). A coefficient of agreement for nominal scales. Journal of


Educational and Psychological Measurement. 20(1): 37-46.

Danial, M. (2010). Pengaruh strategi pembelajaran pbl dan gi terhadap


metakognisi dan penguasaan konsep kimia dasar mahasiswa jurusan
biologi FMIPA UNM. Disertasi. Malang: FMIPA Universitas Negeri
Malang.

Daryanto. (2013). Menyusun modul bahan ajar untuk persiapan guru dalam
mengajar. Yogyakarta: Gava Media.

32
Universitas Sriwijaya

Delors, J., dkk. (1996). Learning: The treasure within: Report to UNESCO of
the international commission on education for the twenty-first century.
Paris: UNESCO.

Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan bahan ajar. Jakarta: Depdiknas.

Hake, R.R. (1998). Interactive-Engagement versus traditional methods: A Six-


Thousand-Student survey of mechanics test data for introductory physics
courses. American Journal of Physics. 66(1): 64-74.

Halimah, L. (2017). Keterampilan mengajar sebagai inspirasi untuk menjadi


guru yang excellent di abad 21. Bandung: PT Refika Aditama.

Ismail. (2003). Pembelajaran berbasis masalah. Bandung: Alfabeta.

Irsalina, A. & Dwiningsih, K. (2018). Analisis kepraktisan pengembangan


Lembar Kegiatan Peserta didik (LKPD) berorientasi blended
learning pada materi asam basa. Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia.
3(3): 171-182.

Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. (2015). Models of teaching: Model-model


pembelajaran edisi kesembilan. Diterjemahkan oleh R. K. Pancasari.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. (2009). Models of Teaching: Model-model


pembelajaran edisi kedelapan. Diterjemahkan oleh R. K. Pancasari
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Landis, J.R. & Koch, G.G. (1977). Measurement of Observer Agreement for
Categorical Data. Biometrics. 33(1): 159-174.

Marsh, C. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney: Addison Wesley


Longman Australia Pry Limited.

Martini, E. (2018). Membangunkan karakter generasi muda melalui model


pembelajaran berbasis kecakapan abad 21. Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan. 3(2): 21-21.

Mulyasa. (2013). Menjadi guru profesional menciptakan pembelajaran kreatif


dan menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ngalimun. (2012). Strategi dan model pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja


Pressindo.

Parmin., & Peniati, E. (2012). Pengembangan modul mata kuliah strategi


mengajar ipa berbasis hasil penelitian pembelajaran. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia. 1(1): 8-15.

33
Parwati, N.N., Suryawan, P.P. & Apsari, R.A. (2018). Belajar dan
pembelajaran. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Prastowo, A. (2017). Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


tematik terpadu implementasi kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta:
Kencana.

Prawiradilaga, D. S., dkk. (2007). Prinsip desain pembelajaran. Jakarta:


Prenadamedia.

Putri, H. (2017). Pengembangan modul berbasis pendekatan kontekstual untuk


pembelajaran menulis teks anekdot. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra. 17(2): 241-252.

Saleha., Sunarno, W. & Suparmi. (2014). Pengembangan perangkat


pembelajaran IPA terpadu tema es loli rasa durian kelas VII di SMP
Negeri Wonogiri. Jurnal Inkuiri. 3(1): 28-36.

Saputra, H. J. & Faizah, N. I. (2017). Pengembangan bahan ajar untuk


menumbuhkan nilai karakter peduli lingkungan pada siswa kelas IV
Sekolah Dasar. Jurnal Profesi Pendidikan Dasar. 4(1): 62-74.

Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2013). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sukirman, D. & Jumhana, N. (2008). Perencanaan pembelajaran. Bandung:


UPI Press.

Tessmer, M. (1993). Planning and conducting formative evaluations: Improving


the quality of education and training. London: Kogan Page.

Tessmer, M. (1994). Formative evaluation alternatives. Journal of Perfomance


Improvement Quarterly. 7(1): 3-18.

Tessmer, M. (1998). Planning and conducting formative evaluations.


Philadelphia: Kogan Page.

Trianto. (2010). Model pembelajaran terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Todd, R.J. (2010). Curiculum integration. Australia: Acer Press.

Wahyu, W. (2011). Silabus mata kuliah belajar dan pembelajaran kimia.


Bandung: FMIPA UPI.

34
Wager. (1981). Handbook of procedures for the design of instruction. New
Jersey: Englewood Cliffs.

Wagner, T. (2008). The global achievement gap: Why even our best scholls
don’t teach the new survival skills our children need and what we can do
about it. New York: Basic Books.

Widodo, C. & Jasmadi. (2008). Buku panduan menyusun bahan ajar. Jakarta:
Elex Media Komputindo.

35
Lampiran 2. Usulan Judul Skripsi

36
Lampiran 3. Fotocopy KPM

37
Lampiran 4.

38
Lampiran 5. Fotocopy Penunjukan Pembimbing Skripsi

39
40

Anda mungkin juga menyukai