OLEH :
1. I MADE SEDANA YOGA P07120217006
2. PUTU MAYA OKTAVIANTI P07120217007
3. NI PUTU OLLWAN ANTARI P07120217008
4. . NI WAYAN ARI RAHAYUNI P07120217010
5. KADEK INDAH DWIJAYANTI P07120217011
6. PUTU AYU SUADNYANI P07120217012
3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan
suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8oC dan terjadi disaat suhu tubuh
naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong
L, 2008).
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil,
2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi
yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada
anak. Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang
berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu
38°C bahkan kurang, sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi,
serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat
infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto et al, 2009).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009) :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 18 bulan
c. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang
makin sering berulang
d. Lamanya demam.
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI,
2009)
a. Adanya gangguan perkembangan neurologis
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga
d. Lamanya demam
4. Pathway
5.
Infeksi Bakteri, virus Rangsangan mekanik dan
dan parasit biokimia, gangguan
keseimbangan cairan dan
elektrolit
Reaksi inflamasi
Perubahan
konsentrasi ion di Kelainan neurologis
Monosit, makrofag dan sel
ruang ekstrasesluler perinatal/prenatal
kupper untuk melawan
mikroorganisme dan
jaringan yang terinflamasi
Ketidakseimbangan Perubahan difusi Na+
potensial membram ATP dan K+
Pengeluaran pirogen ASE
endogen
Pelepasan muatan listrik
Perubahan beda potensial
semakin meluas ke seluruh sel
membran sel neuron
Pirogen mengalir ke otak maupun membrane sel
dan hipotalamus sekiatranya dengan bantuan
menginstruksikan untuk neurotransmiter Kejang
meningkatkan suhu tubuh
Peningkatan suhu Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)
tubuh
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan Saat Terjadi Kejang Demam
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
2) Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
3) Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
4) Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
5) Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat.
6) Setelah kejang berakhir, anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-
muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.
9. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara
lain:
a. Kejang Demam Berulang
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu:
1) Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
2) Riwayat kejang demam dalam keluarga
3) Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
4) Riwayat demam yang sering
5) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
b. Kerusakan Neuron Otak
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur,
serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas
merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
c. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
d. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor
risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari,
yaitu:
1) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
2) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
3) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
e. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai
serta wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang
mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan
bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Survey Primer
1) A : Airway (jalan nafas) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh.
Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan, sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada
anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak
tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa
detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan
anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah
gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau
berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.
Diagnosa:
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd spasme jalan nafas
- Risiko aspirasi bd penurunan reflek menelan
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler
2) B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama
misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Diagnosa:
- Gangguan pertukaran gas
- Gangguan ventilasi spontan
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia
3) C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
4) D : (Disability) Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan
atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa
bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
5) E : (Exposure) Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks,
apakah ada cedera tambahan akibat kejang, dan periksa suhu tubuh pasien
untuk mengetahui suhu tubuh yang mana kejang mungkin disebabkan atau
didahului oleh terjadinya demam.
Diagnosa:
- Risiko ketidakefektifan termoregulasi
Tindakan:
- Temukan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraktur akibat
kejang yang dialami
- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan
termoregulasi.
b. Survey sekunder
1) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit:
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
4) Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekuensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
5) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu
napas
c) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada
post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan
reflex muntah dan/ atau batuk, gangguan menelan, disfagia, kerusakan
mobilitas fisik, peningkatan residu lambung, trauma/ pembedahan leher,
mulut dan/atau wajah, ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan.
b. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (mis. Infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma, aktivitas
berlebihan, penggunaan incubator.
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan keabnormalan masa
protombin, penurunan kinerja ventrikel kiri, aterosklerosis aorta, disesksi
arteri, tumor otak, koagulopati, embolisme, cedera kepala, hipertensi,
neoplasma otak, infark miokard akut, penyalahgunaan zat, efek samping
tindakan.
3. INTERVENSI
□ Kerusakan mobilitas □ Gelisah menurun (5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
fisik. detik.
□ Frekuensi napas membaik (5)
□ Peningkatan residu Lakukan hiperoksigenasi sebelum
□ Terpasang trakeostomi
atau endotracheal tube.
Pencegahan Aspirasi
□ Trauma/pembedahan Observasi
farmakologis.
Monitor bunyi napas, terutama setelah
□ Ketidakmatangan makan/minum.
□ Stroke. Terapeutik
Posisikan semi Fowler (30 - 45 derajat) 30
□ Cedera medula
menit sebelum memberi asupan oral.
spinalis. Pertahankan posisi semi Fowler (30 - 45
derajat) pada pasien tidak sadar
□ Guillain barre
syndrome. Pertahankan kepatenan jalan napas (mis.
teknik head tilt chin lift, jaw thrust, in line)
□ Penyakit Parkinson.
Pertahankan pengembangan balon
□ Keracunan obat dan
endotracheal tube (ETT).
alcohol.
Lakukan penghisapan jalan napas, jika
□ Pembesaran uterus. produksi sekret meningkat
Hipertiroid
Stroke
Dehidrasi
Trauma
Prameturitas
3. Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan
Tidak Efektif selama ….x……. maka Perfusi Serebral Intrakranial
Definisi: Meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
Berisiko mengalami Tingkat kesadaran meningkat (5) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
penurunan sirkulasi daerah Kognitif meningkat (5) (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
otak. Sakit kepala menurun (5) serebral)
Faktor Risiko Gelisah menurun (5) Monitor tanda /gejala peningkatan TIK
Keabnormalan masa Kecemasan menurun (5) (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
prothrombin dan/atau Agitasi menurun (5) nadi melebar, bradikardi, pola nafas
masa tromboplastin Demam menurun (5) ireguler, kesadaran menurun)
parsial Tekanan arteri rata-rata membaik (5) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
Penurunan kinerja Tekanan intra kranial membaik (5) Monitor CVP (Central Venous Pressure),
ventrikel kiri jika perlu
Tekanan darah sistolik membaik (5)
Aterosklerosis aorta Monitor PAWP, jika perlu
Tekanan darah diastolit membaik (5)
Diseksi arteri Monitor PAP , jika perlu
Reflex saraf membaik (5)
Fibrilasi atrium Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
Tumor otak tersedia
Stenosis karotis Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
Miksoma atrium Monitor gelombang ICP
Aneurisma serebri Monitor setatus pernapasan
Koagulopati Monitor intake dan ouput cairan
(mis.anemia sel sabit) Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Dilatasi kardiomiopati Warna, konsistensi)
Koagulasi intravaskuler Terapeutik
diseminata Minimalkan stimulus dengan menyediakan
Embolisme lingkungan yang tenang
Cedera kepala Berikan posisi semi Fowler
Hiperkolesteronemia Hindari maneuver valsava
Hipertensi Cegah terjadinya kejang
Endocarditis infektif Hindari penggunaan PEEP
Katup prostetik Hindari pemberian cairan IV hipotonik
mekanis Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Stenosis mitral Pertahankan suhu tubuh normal
Neoplasma otak Kolaborasi
Infark miokard akut Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
Sindrom sick sinus konvulsan, jika perlu
bypass)
Kondisi Klinis Pemantauan Tekanan Intrakranial
Terkait: Observasi
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Disesuaikan dengan intervensi
5. EVALUASI KEPERAWATAN
1) Evaluasi Formatif
2) Evaluasi Sumatif
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, George, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta
: EGC.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,
Yogyakarta : Graha Ilmu
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Kota
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Kota
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Kota
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama Mahasiswa :
NIM :
Identitas Pasien
Nama : an.R
Umur :3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Tanggal MRS : 6/8/2020
Alasan Masuk : kejang
Diagnosa Medis : kejang demam
Initial survey:
A (alertness) : -
V (verbal) :
P (pain) :-
U (unserpons) :-
Warna triase : P1 P2 P3 P4 P5
SURVEY PRIMER DAN RESUSITASI
B. BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : takipnea
Frekwensi Pernafasan : 35 x/mnt
Retraksi Otot bantu nafas : tidak ada
Kelainan dinding thoraks : tidak ada
Bunyi nafas : vesikuler
Hembusan nafas : teraba
2. Diagnosa Keperawatan :-
3. Intervensi / Implementasi :-
4. Evaluasi :
C. CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : apatis
Perdarahan (internal/eksternal) : tidak ada
Kapilari Refill : <2 detik
Tekanan darah :-
Nadi radial/carotis :120 x/mnt
Akral perifer : hangat
2. Diagnosa Keperawatan :-
3. Intervensi / Implementasi
4. Evaluasi
D. DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis:
GCS : E3V4M5 : 12
Reflex fisiologis : ++
Reflex patologis : ++
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
2. Diagnosa Keperawatan :-
3. Intervensi / Implementasi :-
4. Evaluasi :-
PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER
(Dibuat bila pasien lebih dari 2 jam diobservasi di IGD)
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD
Pasien mengalami demam terjadi sejak kurang lebih 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam muncul tiba-tiba dan dirasakan terus menerus
tetapi tidak terlalu tinggi. Tetapi pasien tetap membawa anaknya berobat ke
klinik dan diberi obat penurun panas namun tidak ada perbaikan.
Pasien juga batuk sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS
bersamaan dengan demam. Batuknya tidak berdahak. batuknya jarang dan
tidak menentu. Tidak ada pilek, sakit telinga maupun cairan yang keluar dari
telinga. Buang air besar dan air kecil tidak ada keluhan.
b. RKS
Px datang ke UGD ditemani orang tuanya dengan keadaan kejang,
suhu tubuh 390C, dengan kedua tangan mengepal dan kedua tungkai bawah
bergetar seperti orang menggigil, mata tida mendelit ke atas, pasien seperti
menyeringai, tidak keluar busa dari mulut dan lidah tidak tergigit. Dan ini
merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien
1 tahun setengah.
c. RKK
Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada umur 1
tahun setengah dan pernah sakit campak waktu umur 1 tahun.
2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA
-
3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
a. Kepala
Kulit kepala : normocephale
Mata : konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, pupil
isokor simetris, reflek cahaya +/+ , edema palpebral -/-
Telinga : normotia, liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
secret -/-
Hidung : lapang, secret -/-, deviasi septum (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Mulut dan gigi : mukosa kering, sianosis (-)
Wajah : simetris
b. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
c. Dada/ thoraks
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : vocal fremitus kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung
Inspeksi : bunyi jantung I, II normal, murmur (-), gallop (-)
Palpasi : ictus cordis teraba
d. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali
cepat, limpa dan hepar tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)Inspeksi
e. Perineum dan rektum : tidak dikaji
f. Genitalia :-
g. Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat, sianosis
tidak ada, capillary refill < 2 detikInspeksi
h. Neurologis
Fungsi sensorik : +/+
Fungsi motorik : +/+
4. HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium 6 Agustus 2020
Jenis Pemeriksaan Hasil
Leukosit 5.1
HB 9.5
Hematokrit 28.5
Trombosit 234
DO :
Kesadara
n anak menurun
Tanda
Vital : Suhu :
390C, RR :
35x/mnt, N:
120x/mnt
Anak
mengalami
kejang, bibir
menyeringai,
tangan dan
tungkai tampak
tegang dan anak
seperti menggigil
DS : Kejang Hipertermi
Ibu
mengatakan anak
Kurang dari 15 menit/lebih
mengalami
demam sejak satu Metabolism meningkat
hari yang lalu
terlu tinggi Suhu tubuh meningkat
namun tidak
kunjung sembuh Hipertermi
DO :
Anak
tampak
menggigil
Suhu
tubuh anak
meningkat
Tanda
Vital : S : 390C,
RR : 35x/mnt, N :
120x/mnt
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko aspirasi dengan factor risiko penurunan reflex muntah dan/atau
batuk
b. Hipertermi b/d peningkatan laju metabolism ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal yaitu 380C , takipnea, kulit teraba hangat
4. INTERVENSI
Edukasi
Ajarkan teknik batuk
efektif
Pencegahan Aspirasi
Observasi
Monitor tingkat kesadaran,
batuk, muntah dan
kemampuan menelan.
Pertahankan kepatenan
jalan napas (mis. teknik
head tilt chin lift, jaw
thrust, in line)
Edukasi
Anjurkan makan secara
perlahan.
5. Implementasi
O:
- RR: 35x/menit
- N : 120x/menit
- Suhu : 39oC
- Anak kejang dan tidak
sadarkan diri
1,2 06 Agustus 2020 - Melakukan penanganan S : -
kejang dengan memberikan O :
diazepam per rectal - Obat masuk per rectal
(stesolid) 5,4 mg - Pasien kooperatif
1 06 Agustus 2020 - Memonitor kejang, dan S : -
tingkat kesadaran pasien O:
- Kejang pasien tampak
berhenti
- Pasien tidak sadar
- Mempertahankan kepatenan
jalan nafas pasien dengan S : -
memberikan pasien posisi O:
tidur dengan kepala - Jalan nafas pasien paten
hiperesktensi miring, - RR : 30x/mnt
pakaian dilonggarkan. - Pasien tampak lebih tenang
1 06 Agustus 2020 S : Ibu pasien mengatakan pasien nampak lebih nyaman, tidak
kejang, tidak sesak dan kesulitan bernafas
O : - pasien nampak tenang, tidak kejang, tidak kesulitan bernafas
- Kesadaran komposmenstis
Suhu : 370C
Nadi : 100x/menit
RR : 28x/menit
A:
- Risiko Aspirasi
P : Pertahankan kondisi pasien
2 06 Agustus 2020 S: Ibu pasien mengatakan pasien nampak lebih nyaman, suhu
tubuh berangsur normal
O : - pasien nampak tenang, suhu tubuh berangsur normal, pasien
tampak nyaman
Suhu : 370C
Nadi : 100x/menit
RR : 28x/menit
A:
- Ketidakefektifan termoregulasi
P : Pertahankan kondisi pasien, lanjutkan iterfensi