Anda di halaman 1dari 11

A.

Rangkuman Materi Kuliah Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Sedangkan Ilmu merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-
pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu,
diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan
itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman.
Kegiatan sejarah perencanaan kota berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam
sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik dan pada saat itu tipe
perencanaan induk (master planning) banyak dipakai. Tipe perencanaan ini berasal dari
bidang arsitektur; jadi memang lebih bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat
kehidupan mulai lebih kompleks, kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-
aspek lain, dan hal ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh).
Pada tahap awal kemunculan perencanaan kota, urgensi dari perencanaan ini adalah
menciptakan suatu keteraturan bangunan secara fisik tanpa kompleksitas yang tinggi
karena jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan kompleksitas masalah yang tidak
terlalu tinggi. Pada akhir tahap awal ini, bangunan fisik kota yang teratur merupakan
simbol bagi kekuatan pemerintahan yang sedang berlangsung. Persaingan antar kota
kerajaan untuk membuktikan simbol tersebut menjadi urgensi perencanaan kota pada
tahap ke dua. Pembangunan kota lebih diarahkan pada pembangunan fisik kota yang
mendukung kegiatan perang seperti konstruksi dinding pertahanan kota dan jalan dengan
pola radial-concentric.
Beberapa konsep dan design utopis kota masa depan menunjukkan bahwa suatu kota di
masa depan dimungkinkan untuk berada pada suatu bangunan saja, dimana penduduknya

1
bisa bertahan hidup di dalam bangunan tersebut mulai dari lahir sampai meninggal. Ketika
rancangan ini mulai diterapkan di banyak kota yang berkepadatan tinggi maka masalah
perencanaan kota dapat terselesaikan. Hal ini berarti disiplin ilmu arsitektur mulai meng-
conquer ilmu perencanaan kota.
Ketika muncul masalah maka planning bereaksi dengan memberikan usulan rencana
pembangunan baik secara fisik. Hal ini berarti bahwa ketika tidak ada masalah maka tidak
dibutuhkan perencanaan. Dalam perkembangannya, perencanaan kota mulai berkembang
tidak hanya terbatas pada domain perencanaan fisik, tetapi meliputi perencanaan secara
fisik, sosial, dan ekonomi yang lebih dikenal dengan konsep comprehensive planning.
Pada perkembangan lebih lanjut, masalah yang pada awalnya dapat diselesaikan melalui
perencanaan, mampu diselesaikan oleh kemajuan teknologi. Hal ini berarti bahwa
perencanaan tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ilmu
perencanaan akan tetap ada selama ada masalah perkotaan dan kecenderungan arah
gerak perencanaan kota mulai berpindah dari perencanaan secara fisik ke perencanaan
non-fisik.
Paradigma perencanaan dapat diibaratkan sebagai trend perencanaan yang dianut atau
dikembangkan pada suatu jaman/masa, dimana paradigma tersebut merupakan hal yang
paling mendasar dalam memandang sebuah perencanaan. Perkembangan paradigma
perencanaan dari masa ke masa merupakan suatu wujud gambaran keberadaan dan pola
pikir serta situasi saat itu. Paradigma ini biasanya berkembang dari nilai-nilai dominan
yang ada dan berlaku pada suatu masa. Jadi dengan mengetahui paradigma yang berlaku
pada suatu masa berarti kita juga sudah mampu mempersepsikan kira-kira bagaimana
pola kehidupan pada masa paradigma tersebut berlaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa
perencanaan bukanlah suatu hal yang stagnan akan tetapi perencanaan itu akan terus
berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan pemikiran manusia.
Merunut pada perjalanan dan perkembangan perencanaan dari dahulu sampai sekarang
telah terjadi berbagai perubahan-perubahan maupun pergeseran dalam berbagai aspek
dan salah satunya adalah pergeseran dari satu paradigma ke paradigma lain. Pergeseran
ini merupakan suatu kewajaran mengingat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Adapun jenis-jenis paradigma perencanaan yang terbentuk dan berkembang diantaranya
yaitu :

2
1. Theosentris. Theosentris adalah suatu paham yang melahirkan suatu
pemerintahan teokrasi, yang menggabungkan antara dogma-dogma agama dan
kekuasaan dimana masyarakat diatur dan diperintah oleh raja-raja melalui suatu
sistem yang bersifat militer, yang didampingi oleh ahli agama atau pendeta. Pada
paradigma perencanaan ini, fungsi perencanaan harus menunjang kekuatan
monarki, serta memberikan tekanan pada kepentingan penguasa, birokrat, militer
dan penguasa keagamaan. Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah Kota Jogja
secara kosmologi, dan Hasta kosala-kosali secara mitologi.
2. Positivism. Perencanaan jenis ini hanya percaya pada perihal yang nyata, tidak
khayal, menolak metafisika dan teologi. Perencanaan harus bermanfaat dan
diarahkan pada pencapaian kemajuan, pasti, jelas dan tepat, serta menuju kearah
penataan dan penertiban. Pembangunan dan kemajuan ditandai oleh dominasi
kerja ilmu pengetahuan modern atau ilmu-ilmu positif. Fungsi perencanaan ini
adalah memastikan bahwa perencanaan memiliki kapasitas rekayasa sosial,
memiliki citra pasti, memiliki cetak biru (blueprint) dari suatu badan perencanaan,
program-program pasti dilaksanakan di lapangan tanpa perubahan, bersifat lebih
kearah pekerjaan keteknikan (engineering), penerapan standard-standard teknis,
pendekatan master plan, dan land use. Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah
landuse planning sebagai bentuk orientasi spasial dan RUTRK-RTRTK sebagai
bentuk standard planning.
3. Utopianism. Utopianism adalah suatu paham yang bertujuan mengembangkan
nilai-nilai esensial kemanusiaan dan lingkungan yang telah terabaikan oleh sistem
industri dan birokrasi, untuk dibawa ke suatu masa depan yang ideal (lingkungan
sosial dan fisik). Fungsi perencanaan jenis ini adalah untuk mempertahankan atau
mengembalikan kesinambungan searah dan lembaga-lembaga kota yang telah
dihancurkan untuk kepentingan ekonomi profit, dikaitkan kembali dengan nilai-nilai
lingkungan perdesaan (udara bersih, open spaces, pohon-pohon). Contoh hasil
perencanaan jenis ini adalah perencanaan kota baru, garden city, dll sebagai
bentuk idealisme serta utopianisme.
4. Rasionalism. Rasionalisme adalah sumber pengetahuan yang dapat dipercaya
adalah akal (rasio) dan pengalaman (empiris) berfungsi meneguhkan
pengetahuan yang diperoleh oleh akal. Fungsi planning disini merupakan suatu

3
aktivitas publik, masyarakat memutuskan dan mengontrol pembangunannya
sendiri dengan cara rasional. Esensi planning dalam paradigma ini adalah
rasionalitas atau penerapan akal sehat, mengarah pada cara kerja ilmiah, memiliki
citra pasti dan menyeluruh, program-program disusun untuk dievaluasi dan
memberikan peluang bagi adanya tindakan pemecahan masalah (problem
solving). Contoh hasil paradigma perencanaan jenis ini adalah Repelita atau
Repelitada, Pembagain wilayah, dan SWP. Jenis perencanaan ini menganut
paham-paham seperti rasional komprehensif, incrementalism, dan strategic
planning.
5. Pragmatisme. Dalam perencanaan jenis ini, perubahan bukan dituntun oleh
pikiran-pikiran yang datang dari luar, melainkan oleh pengalaman empiris
langsung dimana kebenaran adalah sesuatu yang membuktikan dirinya benar
melalui pengalaman praktis dan muara akhir dari pragmatisme adalah manfaat.
Sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kehidupan praktis, tidak memiliki kekuatan
kebenaran. Paradigma ini muncul karena adanya kejenuhan - kejenuhan terhadap
teori planning yang telah mapan dan sering disebut sebagai pendekatan anti teori
atau anti planning. Fungsi paradigma perencanaan jenis ini menekankan pada
incrementalism yang didasarkan pada market decision-making, pembangunan
diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar tanpa intervensi jauh dari
pemerintah, dan yang penting adalah melakukan aksi atau kegiatan nyata (getting
things done). Contoh perencanaan ini adalah Kawasan Bisnis (swasta) dan
Housing Estate.
6. Fenomenologi. Paradigma perencanaan ini memberi perhatian pada perihal yang
nampak, terlihat pada dirinya sendiri. Pengamatan pada yang nampak bertujuan
me-nemukan “hakekat” dengan menghubungkan kesadaran subyek dengan obyek
dan menolak bentuk-bentuk konformitas. Realitas itu relatif, hanya dapat dipahami
melalui agregat individu. Fungsi perencanaan ini adalah ketidak percayaan pada
planning yang bersifat menyeluruh dan berlaku umum (menolak "comprehensive
planning" dan "positive planning") dan Planning harus berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat dan diarahkan pada tindakan nyata, bukan sebagai alat
penguasa dan pemilik modal. Dalam paradigma ini planning harus responsif dan
mendukung terbentuknya konsensus-konsensus baru atas dasar pluralisme.

4
Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah advocacy dan empowerment sebagai
bentuk pemihakan dan equity planning.
kronologi munculnya masing-masing dari 4 (empat) paradigm/ model utama Perencanaan.
sebagai sebuah lintasan sejarah :
1. Authoritarian Planning
Suatu perencanaan yg tunduk pada sebuah otoritas dimana sebelum Revolusi
Industri menganut model Authoritarian Planning. Pemegang ororitas pada wkt itu
adalah raja dan para autokratik adapun contoh negara yang menggunakan
Authoritarian Planning Pada masa sekarang, seperti Singapura dan HongKong,
perencanaan pembangunan mereka menggunakan model Authoritarin Planning
2. Romantic Planning
perencanaan yg lahir dari gerakan pembaharuan pada akhir abad XIX di Eropa yg
mendptkan kekuatan dari reaksi sosial terhdp Revolusi Industri.dengan kata lain
perencanaan yg berusaha melepaskan dari dari persoalan pertumbuhan
penduduk, Urban Sprawl dan industrialisasi.

3. Technocratic Planning
Suatu perencanaan yang lahir dari gerakan sosial yg muncul pada abad XX yg
mengusulkan penggantian otoritas para politikus dan aristokrat dengan otoritas
pada ilmuan dan teknokrat, terutama kepada mrk yg memiliki keahlian teknik yang
dapat berkoordinasi dengan persoalan ekonomi.
4. Pragmatic Planning
Paradigma Pragmatic Planning yang dianggap sebagai paradigma yg lebih tepat
untuk memenuhi anjuran metode perencanaan yg lebih demokratis Paradigma
Pragmatic, yg kemunculannya didukung oleh Teori Kebenaran, lebih memberi
preferensi pada kepraktisan ketimbang pada wacana teoretis, sebagaimana pada
Technocratic Planning.
Proses berfilsafat melalui empat tahap
1. Logis, yaitu berpikir dengan menggunakan logika melalui tahap pemahaman,
tahap keputusan dan tahap argumentasi
2. Sistematis, yaitu berpikir melalui jalur sistemik sehingga diperoleh adanya saling
runtut (koheren) antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya.

5
3. Radikal, yaitu berpikir sampai kepada akar permasalahannya.
4. Universal, yaitu berpikir secara umum bukan secara khusus.
Pentingnya belajar filsafat :
1. Untuk mengettahui sejak kapan munculnya ilmu pengetahuan
2. Agar mampu berpikir secara sistematis dan kritis untuk memperoleh kebenaran
Penyebab lahirnya filsafat
1. pertentangan antara mitos dengan logos, yaitu suatu keyakinan lama yang
berkembang secara pesat tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2. Rasa ingin tahu, yaitu dikarenakan mitos bersifat dongeng sehingga memicu
orang-orang untuk berpikir secara rasional/logis
3. Rasa kagum, yaitu akibat kekaguman masyarakat terhadap fenomena dunia dan
lingkungannya.
4. Perkembangan kesusastraan
Karakteristik filsafat
1. Skeptis, yaitu keraguan terhadap suatu kebenaran sebelum memperoleh argumen
yang kuat terhadap kebenaran tersebut, yang dikelompokkan menjadi 3 (gradasi,
degradasi, sophisme).
2. Komunalisme, yaitu tidak memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan
3. Disinteredness, yaitu kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi oleh adanya
kepentingan tertentu.
4. Universalisme, yaitu bersifat umum, yang berarti hak seluruh umat manusia
secara global.
Kegunaan filsafat bagi manusia
1. Mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap suatu wujud
(ontologi) sekaligus memberikan konsep kebenaran terhadap wujud tersebut.
2. Mampu memberikan kepuasan dikarenakan mampu menggambarkan persoalan
kehidupan yang sedang atau akan dihadapi sesuai dengan pemahamannya.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk merubah dunia.
Problematika filsafat
1. Ontologi, yaitu mengkaji hakikat segala sesuatu berdasarkan kualitas maupun
kuantitasnya.
2. Epistemologi, yaitu hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.

6
7
B. Tugas Persoalan Perencanaan Wilayah dan Kota

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau yang dikelilingi
oleh lautan. Dengan adanya wilayah yang begitu luas pastinya menjadikan wilayah
Indonesia memiliki banyak kota yang tersebar di masing-masing pulau, namun tata kota di
Indonesia masih harus mendapatkan penanganan yang serius tentang daerah atau
kawasan kumuh di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar dan
kota besar lainnya.
Masalah tersebut dampak dari perbuatan manusia sendiri yang bertindak tanpa
perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Selain itu berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan
tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam
melaksanakan perencanaan pembangunan. Jika dari manusianya sendiri saja kurang
kesadaran akan pentingnya perencanaa tata ruang kota.
Daerah kumuh atau slum oleh Suparlan diistilahkan dengan “kampung jembel” atau slum.
Mencakup berbagai perumahan buruh dan juga dipakai untuk memperinci suatu
lingkungan tertentu. Istilah slum yang diubah menjadi petak-petak kamar, dan juga dari
sebuah kotak dari kardus yang dipakai sebagai tempat berteduh manusia di Lima, Peru.
Karena luasnya ruang lingkup istilah tersebut, maka sering sebutan itu dipakai untuk
perbedaan semu antara kampung jembel yang satu dengan yang lainnya, yang dihuni oleh
pemilik sendiri atau yang disewakan baik bangunan yang sah maupun yang gelap. Istilah
itu mencakup pondok atau gubuk reyok, bentuk-bentuk perwujudan yang sejenis (1995:63-
64).
Gambaran tersebut adalah contoh kasus di luar negeri, khusus di kota Makassar, tipe-tipe
daerah kumuh adalah di daerah pemukiman yang tanahnya dibeli dari pemilik sah pada
bekas rawa-rawa, sawah, kebun dan di daerah pantai, terdapat pula daerah kumuh yang
terbentuk di atas tanah yang kepemilikannya tidak sah (dihuni secara liar) serta di atas
parit sepanjang jalan Andi Pangerang Pettarani dalam bentuk rumah rumah tinggal yang
sekaligus sebagai tempat berjualan. Daerah kumuh di sekitar pasar tradisional (di sekitar
pasar Pannampu, pasar Terong, pasar Daya), dan disekitar wilayah pekuburan
(Baroanging, Panaikang) serta di sekitar kampus IAIN Alauddin (daerah lorong-lorong
Manuruki).

8
Kehidupan di daerah kumuh, dewasa ini sebagian telah diberdayakan, kecuali yang di huni
secara liar dan yang berada di atas parit sepanjang jalan Pettarani sehingga tidak selalu
menandakan kemerosotan, mungkin saja merupakan tahap pertama dari peralihan
kemiskinan, menuju harapan yang lebih. Contoh pemberdayaan yang dilakukan adalah
dipekerjakannya para perempuan di sektor kebersihan lingkungan (penyapu jalan dan
pembersih saluran air) dan adanya rumah singgah yang menangani anak-anak miskin di
daerah kumuh.
Wajah Fisik dan Keadaan Daerah Kumuh di Kota Makassar
Wajah fisik dan keadaan daerah kumuh ditandai oleh munculnya daerah dengan gubuk-
gubuk di atas tanah-tanah kosong, tanpa fasilitas pokok yang mempermudah kehidupan
seperti penerangan listrik, air ledeng, sanitasi, dan jalan-jalan yang wajar. Daerah kumuh
tersebut merupakan kombinasi antara kediaman dan tempat mencari nafkah (Suparlan,
1995:92) khusus di kota Makassar, daerah kumuh seperti di atas ada di tepi kota dan ada
di tengah kota dan ada bukan kelompok pemukiman tetapi rumah warung dipakai sebagai
tempat berdagang.
Ketidakadilan Di Kota Makassar
Daerah kumuh merupakan gambaran kemiskinan di daerah perkotaan, dimana merupakan
suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat. Daerah kumuh di kota Makassar dihuni oleh
masyarakat miskin, oleh Suparlan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang
rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri
dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin (Suparlan, 1975:27).
Kemiskinan mereka tidak memberi kemungkinan untuk membeli perumahan yang di
bangun oleh pemerintah, karena harga tidak terjangkau. Mmereka menjadi daerah
penghuni rumah kumuh yang di kenal di Indonesia dengan istilah “gubuk derita”, di
Perancis dengan istilah Bidonville, di Brasil dengan istilah Favella, di Venesuela dengan
istilah Barrio, di Argentina dengan istilah villa de miseria (Yunus Hadi Sabari, 2000:161),
kemiskinan penghuni daerah kumuh ditandai dengan beberapa ciri:
• Kekurangan nilai gizi makanan jauh di bawah normal/bukan kurang makan.
• Hidup yang morat-marit.

9
• Kondisi kesehatan yang menyedihkan.
• Pakaian selalu kumal tak teratur.
• Tempat tinggal yang jauh dari memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan (sempit,
pengap, kotor).
• Keadaan anak-anak yang tak terurus/dibiarkan bergelendangan memenuhi kebutuhan
masing-masing.
• Tidak mampu mendapatkan pendidikan formal/non formal (ketiadaan biaya dan lemah
kecerdasan). (Sumardi Mulyanto, dan Hans-Dieter Evers, 1982:81), keadaan seperti ini
dijumpai antara lain di Capoa, Pannampu dan pemukiman kumuh lainnya. Anak-
anaknya rata-rata putus sekolah.
Keadilan dan ketidakadilan di daerah kumuh di perkotaan, dalam kamus bahasa Indonesia
disebut bahwa “keadilan berarti sifat, perbuatan, perlakuan yang adil, keadaan yang adil
bagi kehidupan di masyarakat” (Poewadarminta, 1989:17). Keadilan berhubungan dengan
perlakuan terhadap masyarakat yang sesuai dengan azasi manusia. Tetapi kenyataan
yang terjadi di daerha kumuh perkotaan adalah ketidakadilan. Hal ini terlihat pada kondisi
rumah, lingkungan pemukiman yang sangat minim fasilitas: tanpa saluran pembuangan air
kotor, jalan-jalan sempit, anak putus sekolah, pengangguran. Tidak tersedia tempat
bermain bagi anak-anak. Sementara dalam dasar negara Republik Indonesia, sangat jelas
menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh penghidupan yang layak
dan mendapatkan pendidikan.
Menyangkut mengenai perumahan dalam Undang-Undang Pokok Perumahan No. 1
Tahun 1964, yang diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 di dalamnya
menyebutkan antara lain: “Tiap warga negara berhak memeroleh dan menikmati
perumahan yang layak yang sesuai dengan norma-norma sosial teknik, keamanan,
kesehatan dan kesusilaan.” (Panudju Bambang, 1999:148). Sementara yang disaksikan
perumahan di daerah kumuh tidak layak dari segi teknik, kesehatan, keamanan,
kesusilaan. (kasus Capoa, lorong-lorong jalan Barukang, kampung Lette,
Borongjambu/pembuangan sampah).
Kondisi daerah kumuh perkotaan termasuk Makassar tidak sesuai dengan ciri-ciri hakiki
pemukiman manusia yakni: “rumah memberikan keamanan, rumah memberikan
ketenangan hidup, rumah memberikan kemesraan dan kehangatan hidup, rumah
memberikan kebebasan.” (Budihardjo, 1998:140-141).

10
Pola Pengembangan Kota Makassar
Pola perkembangan kota berkembang karena keadaan topografi tertentu, dan
perkembangan sosial ekonomi tertentu. Ada beberapa pola perkembangan kota sebagai
berikut: (1) pola penyebar, (2) pola sejajar (linear pattera), (3) pola merupakan (Jayadinata
Johara, 1999:179). Berdasarkan macam-macam pola perkembangan kota tersebut,
Makassar mempunyai pola perkembangan sebagai berikut: pola menyebar yang ditandai
oleh:
1. Penataan keseimbangan yang serasi dengan kota-kota yang ada disekitarnya dalam
satu kesatuan ekonomi sehingga dapat mendukung penyebaran kegiatan ekonomi
dalam dimensi ruang nasional atau sebagai pusat pengembangan nasional.
2. Untuk meningkatkan kesejahteraan, diupayakan memenuhi kebutuhan dasar perkotaan
masyarakat.
3. Penataan secara intensif pada kawasan-kawasan yang cepat berkembang sehingga
dapat dengan baik melayani pertumbuhan ekonomi dan pelayanan masyarakat dan
wilayah sekitarnya.
4. Untuk menghindari tekanan lingkungan di kawasan cepat berkembang diperlukan
pembangunan wilayah yang sesuai konsep pengembangan MAMMINASATA
(MINASAMAUPATA) yang berperan sebagai kota penyangga agar arus migrasi dari
kawasan sekitarnya tidak langsung ke kota utama.
5. Mengarahkan pengembangan kawasan prioritas sesuai potensi dari perkembangan
yang di capai serta prospek pengembangan yang pengamanannya di masa yang akan
dating, maka di kota Makassar di tetapkan lima kawasan prioritas yaitu kawasan
prioritas Wajo, kawasan prioritas Panakkukang, kawasan prioritas Ujung Pandang,
kawasan prioritas Tamalate, kawasan prioritas Biring Kanaya (Pemerintah Propinsi
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan, 1997:20).

11

Anda mungkin juga menyukai