Anda di halaman 1dari 112

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA ASMA

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS

Di Ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

Oleh :

LAZIO ALDINOV HERDIANSYAH

NIM 16612860

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2019

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA ASMA

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS

Di Ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada Program Studi D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh :

LAZIO ALDINOV HERDIANSYAH

NIM 16612860

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2019

ii
iii
iv
v
RINGKASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA ASMA
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS (Studi
Kasus di RSUD dr. Hardjono Ponorogo Th. 2019)

Oleh :
Lazio Aldinov Herdiansyah
NIM 16612860
Asma adalah penyakit pada saluran pernapasan yang di tandai dengan
peradangan atau peneyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit
bernapas. Mengacu pada tanda dan gejala yang muncul pada pasien asma yaitu
dispnea, kelelahan setelah aktivitas dan aktivitas sehari-harinya dalam bantuan,
sehingga salah satu masalah yang mungkin muncul pada pasien asma yaitu
intoleransi aktivitas. Tujuan dalam studi kasus ini adalah untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dewasa penderita asma dengan masalah
keperawatan intoleransi aktivitas meliputi pengkajian (analisa), membuat
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Asuhan keperawatan pada pasien dewasa penderita asma dengan masalah
keperawatan intoleransi aktivitas dilakukan di RSUD dr. Hardjono Ponorogo
selama 3 hari kegiatan pada bulan Juni 2019. Metode yang digunakan adalah
proses keperawatan.
Hasil pengkajian didapatkan bahwa klien merasa sesak dan kelelahan
setelah aktivitas seperti berjalan, nafas klien terengah-engah, dan klien harus
dibantu oleh keluarga untuk berjalan atau aktivitasnya di rumah sakit. Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu membantu pasien
dalam aktivitas sehari-hari di rumah sakit.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada Ny. W yaitu sesak dan kelelahan
setelah aktivitas berkurang atau masalah teratasi sebagian. Asuhan keperawatan
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan peran keluarga dalam upaya
peningkatan kemampuan aktivitas klien sehari-hari.
Bagi klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas diharapkan mau
menghindari faktor yang memungkinkan menyebabkan asma kambuh seperti debu
dan aktivitas berlebihan, mengurangi dan mengontrol aktivitas yang berlebihan,
melakukan aktivitas sesuai batas kemampuan dan latihan secara bertahap.

Kata Kunci : Asma, Intoleransi Aktivitas

vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA ASMA

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS DI

RUANG ASOKA RSUD dr. HARDJONO PONOROGO” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah banyak

mendapatkan bimbingan, masukan serta dorongan dari berbagai pihak, maka dari

itu penulis menyampaikan ucapan terimaksih kepada :

1. Drs. H. Sulton, M.SI selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo

yang telah memberikan ijin sehingga memperlancar dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

2. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang memberikan

kemudahan dan ijin sehingga memperlancar dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah.

3. Dr. I Made Jeren Sp.THT selaku Direktur RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

yang telah memberi izin saya untuk mendapatkan data-data yang saya

butuhkan sehingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Bieta Ruliyani, S.Kep.,Ns selaku Kepala Ruang Asoka RSUD Dr,

Hardjono Ponorogo yang telah memberi izin saya melakukan penelitian

dan mendapatkan data-data yang saya butuhkan sehingga terselesaikannya

Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
5. Rika Maya Sari, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Kaprodi D3 Keperawatan yang

telah memotivasi sehingga meningkatkan semangat dalam penyelesaian

Karya Tulis Ilmiah.

6. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing I dengan

kesabaran dan ketelitian dalam membimbing sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Laily Isro’in, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing II dengan

kesabaran dan ketelitian dalam membimbing sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Partisipan dan Keluarga yang telah bersedia mengikuti penelitian ini

sehingga Karya Tulis Ilmiah dapat di selesaikan dengan baik.

9. Perpustakaan yang telah memberikan kemudahan dalam penyediaan

buku dan jaringan internet sebagai pendukung untuk penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Ayah dan Ibu yang telah memberikan motivasi, dorongan, dan

dukungan secara moral maupun materi sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

11. Septiyana Eka Dita Putri, Ety Diah Rahmawati, Aprilia Rina

Gunawan, Tri Ayu Lestari, Devi Widia Ira, Desy Fatmawati,

Romadhon Hanafi, Dewi Nursafitri dan Umar Miftakul Mustakim

yang selalu support, motivasi dan membantu menyusun atau

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

12. Teman-teman tingkat III dan khususnya D3 Keperawatan kelas III C

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

viii
13. Kakak saya Julian Petra Hernando Ka’aro A.Md yang selalu motivasi

saya dalam penyelesain Karya Tulis Ilmiah sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas

bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Allah SWT imbalan atas budi baik serta ketulusan yang

telah mereka berikan selama ini kepada penulis. Penulis menyadari bahwa

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan

sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya mendukung demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.

Ponorogo, 02 Agustus 2019

Lazio Aldinov Herdiansyah

ix
DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Pembimbing .......................................................................... i

Halaman Pengesahan .............................................................................................. ii

Halaman Pernyataan Keaslian Penulisan ............................................................... iii

Ringkasan ............................................................................................................... iv

Kata Pengantar .........................................................................................................v

Daftar isi ............................................................................................................... viii

Dafar Tabel............................................................................................................. xi

Daftar Gambar....................................................................................................... xii

Daftar Lampiran ................................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Identifikas Masalah .....................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................5

1.4 Manfaat .......................................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................7

2.1 Konsep Asma ...............................................................................................7

2.1.1 Definisi Asma...................................................................................7

2.1.2 Klasifikasi Asma ..............................................................................8

2.1.3 Anatomi Saluran Pernapasan .........................................................11

2.1.4 Etiologi ...........................................................................................15

2.1.5 Manifestasi Klinis ..........................................................................18

2.1.6 Patofisiologi ...................................................................................24

x
2.1.7 Komplikasi .....................................................................................26

2.1.8 Penatalaksanaan .............................................................................27

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang .................................................................29

2.1.10 Pathway ..........................................................................................32

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asma ..........................................................33

2.2.1 Pengkajian ......................................................................................34

2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................42

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan .......................................................43

2.2.4 Implementasi ..................................................................................45

2.2.5 Evaluasi ..........................................................................................46

BAB 3 METODE STUDI KASUS ......................................................................47

3.1 Metode........................................................................................................47

3.2 Teknik Penulisan ........................................................................................48

3.3 Waktu dan Tempat .....................................................................................48

3.4 Alur Kerja...................................................................................................49

3.5 Etika ...........................................................................................................50

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................52

4.1 Identitas Klien ............................................................................................52

4.2 Keluhan Utama...........................................................................................53

4.3 Riwayat Penyakit Sekarang........................................................................53

4.4 Riwayat Penyakit Dahulu...........................................................................54

4.5 Riwayat Kesehatan Keluarga .....................................................................54

4.6 Riwayat Psikososial ...................................................................................54

xi
4.7 Pola Kesehatan Sehari-hari ........................................................................57

4.8 Pemeriksaan Fisik ......................................................................................58

4.9 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................53

4.10 Penatalaksanaan ..................................................................................... 64

4.11 Analisa Data ........................................................................................... 65

4.12 Daftar Diagnosa Keperawatan ................................................................ 67

4.13 Rencana Asuhan Keperawatan ............................................................... 68

4.14 Catatan Tindakan Keperawatan .............................................................. 70

4.15 Catatan Perkembangan Keperawatan ..................................................... 73

BAB 5 PEMBAHASAN .......................................................................................76

5.1 Pengkajian ..................................................................................................76

5.2 Pemeriksaan Fisik ......................................................................................80

5.3 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................81

5.4 Perencanaan................................................................................................82

5.5 Implementasi ..............................................................................................84

5.6 Evaluasi ......................................................................................................86

BAB 6 PENUTUP .................................................................................................90

6.1 Kesimpulan ................................................................................................90

6.2 Saran...........................................................................................................93

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................95

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan...............................................................43

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan ..............................................................11

Gambar 2.2 Bronkus ..............................................................................................13

Gambar 2.3 Pathway Asma ....................................................................................32

Gambar 3.1 Alur Kerja Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah .....................................49

Gambar 4.1 Genogram keluarga Ny. W.................................................................56

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian (PSP) .................................97

Lampiran 2 : Informed Consent .............................................................................98

Lampiran 3 : Jawaban Permohonan Ijin Penelitian................................................99

Lampiran 4 : Permohonan Pendampingan Implementasi ....................................100

Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian di Ruangan ......................................................101

Lampiran 6 : Permohonan Data Awal Badan Kesatuan Bangsa dan Politik .......102

Lampiran 7 : Keterangan Lolos Uji Etik ..............................................................103

Lampiran 8 : Permohonan Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.........104

Lampiran 9 : Kegiatan Bimbingan Karya Tulis Ilmiah .......................................105

xv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas

berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan

penyempitan pada saluran nafas yang mengalirkan oksigen ke paru-paru dan

rongga dada (Amanda, 2012). Serangan asma yang dialami oleh penderita dapat

disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain alergen, infeksi saluran

nafas, lingkungan kerja, stres, dan olahraga yang berlebihan (Hackley et al, 2012).

Kekambuhan asma yang disebabkan oleh alergen terjadi karena sel-sel pada

saluran pernafasan sangat sensitif terhadap zat-zat tertentu seperti bulu kucing,

debu rumah, serbuk sari, dan asap rokok. Berbeda dengan alergen, kekambuhan

yang disebabkan oleh infeksi terjadi karena adanya infeksi pada saluran

pernafasan seperti bronkitis akut (Utami, 2013).

Pada penderita asma muncul berbagai masalah seperti gangguan

intoleransi aktivitas. Sesorang dikatakan mengalami gangguan intoleransi

aktivitas apabila seorang penderita mengalami penurunan fisiologis untuk

melakukan aktivitas sampai pada tingkat yang diharapkan atau dibutuhkan

(Tamsuri Anas, 2008). Dampak yang timbul pada masalah intoleransi aktivitas

biasanya penderita sering merasa lelah meskipun berjalan hanya sedikit dan

aktivitas ringan dan nafas terengah-engah (Saputra Hendra, 2013).


2

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 235 juta

orang yang saat ini mengidap asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus

bertambah. Menurut perkiraan WHO tahun 2016, terdapat 383.000 kematian

akibat asma pada tahun 2015. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik,

maka diperkirakan terjadi peningkatan prevalensi di masa yang akan datang.

Penyakit asma merupakan penyakit lima besar penyebab kematian di dunia

yang bervariasi antara 5-30% (berkisar 17,4%). Di Indonesia prevalensi asma

belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia

menderita asma. Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in

Childhood menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat

dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003. DKI Jakarta memiliki

prevalensi asma yang lebih besar yaitu 7,5% pada tahun 2007. Penyakit asma

berasal dari keturunan sebesar 30 % dan 70 % disebabkan oleh berbagai faktor

lainnya. Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar

penyebab kesakitan dan kematian di RS dan diperkirakan 10% dari 25 juta

penduduk Indonesia menderita asma. Angka kejadian asma pada anak dan bayi

sekitar 10-85% dan lebih tinggi dibandingkan oleh orang dewasa(10-45%) pada

anak, penyakit asama dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, karena anak yang

menderita asma sering mengalami kambuh sehingga dapat menurunkan prestasi

belajar di sekolah. Prevalensi asma di perkotaan umumnya lebih tinggi

dibandingkan dengan di pedesaan, karena pola hidup di kota besar meningkatkan

risiko terjadinya asma (Qomariah dkk, 2010).

Jumlah penderita asma pada wanita lebih banyak dari pada pria, prevalensi

asma di indonesia sebesar 4,5% dan prevalensi terbesar pada jenis kelamin
3

perempuan. Jumlah orang dengan penyakit asma menurut kelompok umur paling

banyak pada umur 35-39 tahun sebesar 7.694 (KEMENKES RI, 2017).

Sedangkan ,menurut Provinsi, Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) jumlah

penyakit asma di Jawa Timur sebanyak 1.250 (KEMENKES RI, 2018). Menurut

Riskesdas tahun 2018 angka kejadian asma di Indonesia sebanyak 2,4% dan di

Jawa Timur sebanyak 2,5%. Berdasarkan data tahun 2017 penederita asma di

ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono pada bulan Januari-Desember sebanyak 27

orang, sedangkan di tahun 2018 di ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono pada bulan

Januari-Oktober 2018 sebanyak 38 orang.

Pada asma bila faktor hipersekresi lebih dominan pada keadaan ini

serangan pertama seringkali sangat ringan, hanya berupa batuk dengan dahak, bisa

dengan atau tanpa pilek (bila penyebabnya adalah alergi, sering disertai dengan

pilek) semua ini bersifat hilang timbul. Dampak dari penyakit asma ini apabila

sering terjadi dan berlangsung tanpa pengobatan akan menimbulkan tersumbatnya

salah satu bronkus, kegagalan nafas dan mengakibatkan komplikasi atau masalah

lain seperti intoleransi aktivitas (Padilla, 2012). Hal ini dikarenakan faktor

bronko-konstriksi dan edema mukosa lebih dominan maka pada keadaan ini sejak

dari serangan pertama sudah akan ada keluhan sesak. Penderita asma konsentrasi

O2 dalam darah juga mengalami penurunan, akibat dari penurunan tersebut klien

akan mengalami hipoksemia. Hipoksemia tersebut dapat menyebabkan suplai

darah dan O2 kejantung berkurang, sehinnga dapat mengakibatkan cardiac output

dan tekanan darah menurun. Akibatnya penderita asma mengalami kelemahan dan

keletihan sehingga muncul masalah intoleransi aktivitas (Nurarif & Kusuma,

2015).
4

Pasien penderita asma dengan gangguan intoleransi aktivitas tidak dapat

bebas melakukan aktivitas dan sulit melakukan kegiatan sehari-hari, sehingga

dalam melakukan aktivitasnya harus di dampingi oleh orang lain disekitar pasien

atau jika pasien di rumah sakit dibantu oleh perawat (Padilla, 2012). Maka peran

perawat dalam mengatasi pasien penderita asma dengan NIC (Nursing

Interventions Clasification) yaitu berikan O2 dengan menggunakan nassal,

posisikan pasien semi fowler, lakukan fisioterapi dada apabila penderita

mengalambi obstruksi jalan nafas karena penumpukan sekret. Sedangkan pada

masalah keperawatan intoleransi aktivitas yaitu bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan dan bantu untuk memilih

aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial,

bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari, dan tentukan jenis banyaknya dan

aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan (Nurarif & Kusuma, 2015).

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

dengan judul “Asuhan Keperawatan pada pasien Asma dengan masalah

keperawatan Intoleransi Aktivitas di ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

pada Tahun 2018.


5

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami asma

dengan masalah intoleransi aktivitas di Ruang Asoka RSUD Dr. Hardjono

Ponorogo?

1.3 Tujuan Peneitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

Asma dengan masalah intoleransi aktivitas di ruang asoka RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji masalah kesehatan pada penderita Asma.

2. Menganalisis dan mensistensis masalah keperawatan pada

penderita Asma, terutama pada masalah keperawatan Intoleransi

Aktivitas.

3. Merencanakan tindakan keperawatan pada penderita Asma,

terutama pada masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas.

4. Melakukan tindakan keperawatan pada penderita Asma, terutama

pada masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada penderita Asma, terutama

pada masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas.


6

1.4 Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil karya tulis ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien asma dengan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil karya tulis ini dapat menjadi sebagai masukan bagi

pelayan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada

pasien asma dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

2. Bagi Peniliti Selanjutnya

Hasil karya tulis ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi

peneliti selanjutnya yang akan melakukan penyusunan study khasus

tentang asuhan keperawatan pada pasien asma dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas.

3. Bagi Profesi Perawat

Hasil karya tulis ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu

dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien asma dengan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil karya tulis ini dapat digunakan oleh pasien untuk

mengetahui mengenai masalah yang dihadapinya dan menjadi motivasi

bagi pasien agar tidak stress.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma

2.1.1 Definisi Asma

Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2008, asma di

definisikan sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan

dimana berbagai sel dan elemen seluler berperan, terutama sel mast,

eosinofil, limfosit T, makrofag, dan sel ephitelial. Inflamasi kronis ini

berhubungan dengan hipperresponsivitas saluran pernafasan terhadap

berbagai stimulus, yang menyebabkan kekambuhan sesak nafas (mengi),

kesulitan bernafas, dada terasa sesak, dan batuk-batuk, yang terjadi

biasanya pada malam hari dan dini hari. Sumbatan saluran nafas ini

bersifat reversibel, baik dengan atau tanpa pengobatan (Rahajoe dkk,

2015).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang

mempunyai ciri bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran

napas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat di akibatkan

oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,

otonomik, dan psikologi (Somantri Irman, 2009). Asma merupakan

penyakit saluran napas kronik yang melibatkan banyak sel inflamasi dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan responsif jalan

napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, kesulitan

bernapas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini
8

hari. Fungsi pernapasan terganggu karena terjadinya obstruksi saluran

napas pada penderita asma (Bebasari & Azrin, 2016)

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Asma

adalah penyakit pada saluran napas yang ditandai dengan peradangan

saluran napas kronis yang dipengaruhi oleh riwayat gejala pernapasan

seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari

waktu ke waktu dan intensitas, bersama-sama dengan variabel keterbatasan

aliran udara ekspirasi (Global Initiative for Asthma, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Asma

1. Asma diklasifikasikan sebagai berikut:

1.1 Asma Alergik/Ekstrinsik

Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen

seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan,

dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan

musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya

mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan

riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan

terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk

asma ini biasanya dimuali sejak anak-anak (Somantri

Irman, 2009).

1.2 Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik

Asma nonalergik (asma intrinsik) terjadi bukan

karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa

faktor pencetus seperti infeksi saluran pernafasan bagian


9

atas, olahraga, atau kegiatan jasmani yang berat, dan

tekanan jiwa atau setress psikologis. Serangan asma terjadi

akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan pada

saraf simpatis, yaitu blokade adrenergik beta dan

hiperreaktivitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal

aktivitas adrenergik alfa diduga meningkat sehingga

mengakibatkan bronkhokonstriksi dan menimbulkan sesak

napas (Muttaqin Arif, 2012)

1.3 Asma Campuran

Asma campuran (mixed asma) merupakan bentuk

asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk

kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi.

(Somantri, 2012)

2. Asma berdasarkan tingkatan sebagai berikut :

2.1 Asma intermiten ringan.

1) Gejala ≤2 kali seminggu.

2) Eksaserbi singkat (dari beberapa jam sampai beberapa

minggu), intensitas dapat bervariasi.

3) Gejala dimalam hari ≤2 kali sebulan.

4) PEF asimtimatik dan normal diantara eksarsebi.

5) PEF dan FEV1 ≥ dan nilai yang sudah diperkirakan

variabilitas PEF <20% (Wong dkk, 2009).

2.2 Asma presisten ringan.

1) Gejala >2 kali seminggu, namun <1 kali sehari


10

2) Eksaserbi dapat mempengaruhi aktivitas.

3) Gejala dimalam hari >2 kali sebulan.

4) PEF/PEV1 ≥80% dari nilai yang sudah diperkirakan.

5) Variabilitas PEF 20% sampai 30% (Wong dkk, 2009).

2.3 Asma presisten sedang

1) Gejala setiap hari

2) Penggunaan inhalasi agonis β2 kerja singkat.

3) Eksaserbi mempengaruhi aktivitas.

4) Eksaserbi ≥2 kali seminggu.

5) Eksaserbi dapat berlangsung berhari-hari.

6) Gejala dimalam hari>1 kali seminggu.

7) PEF/PEV1 >60% sampai <80 dengan nilai yang sudah

diperkirakan.

8) Variabilitasn PEF >30% (Wong dkk, 2009).

2.4 Asma presisten berat.

1) Gejala terus menerus.

2) Eksaserbi sering.

3) Gejala lebih sering dimalam hari.

4) Aktivitas fisik terbatas.

5) Aliran ekspirasi puncak (peak ekspiratory flow, PEF)

atau volume ekspirasi kuat dalam 1 detik (FEV1) ≤60%

dari nilai yang sudah diperkirakan variabilitas PEF >30%

(Wong dkk, 2009).


11

2.1.3 Anatomi Saluran Pernafasaan

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pernafasaan


( sumber : Marni, 2014 )

Saluran pernafasaan dibagi menjadi dua, yaitu saluran

pernafasaan atas dan saluran pernafasaan bawah yaitu:

1. Saluran Pernafasaan Bagian Atas

Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari hidung, kavitas

nasalis, faring, laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring,

menghangtkan, dan melembabkan udara yang dihirup (Marni, 2014).

a. Hidung

Bagian ini terdiri atas nares anterior dan rongga hidung.

Nares anterior (saluran didalam lubang hidung) yang memuat

kelenjar subaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke

rongga hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang

mengandung pembuluh darah.udara yang masuk melalui hidung

akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di vestibulum dan akan

dihangatkan serta dilembabkan. Menurut Scanlon dan Sanders,

menyatakan bahwa kavitas nasalis terdapat pada tenggorok,

dispisahkan oleh septum nasi, yang merupakan lempeng tulang

yang terbuat dari tulang etmoidalis dan vomer. Udara yang


12

melewati kavitas nasalis dihangatkan dan dilembabkan, sehingga

udara yang dicapai paru-paru hangat dan lembab. Dalam kavitas

nasalis bagian atas terdapat reseptorolfaktorius, yang berfungsi

mendeteksi adanya uap kimia di inhalasi (Marni, 2014).

b. Faring

Merupakan pipa yang memiliki otot, mulai dasar tengkorak

sampai esophagus, terletak dibelakang hidung (nasofaring).

Faring terdiri atas nasofaring, orofaring, fan laringofaring.

Palatum molle terangkat pada saat menelan untuk menutup

nasofaring dan mencegah makanan saliva naik, bukan turun.

Nasofaring ini hanya untuk jalanya udara, faring juga berfungsi

untuk jalan udara dan makanan, tetapi tidak pada saat bersamaan.

Orofaring berada dibelakang mulut, merupakan kelanjutan rongga

mulut. Sedangkan laringofaring adalah bagian yang paling bawah

faring, bagian anterior menuju laring dan bagian posterior menuju

esofagus (Marni, 2014).

c. Laring

Saluran pernafasaan setelah faring yang terdiri atas bagian

tulang rawan, yang berfungsi untuk berbicara, sehingga sering

disebut kotak suara. Selain untuk berbicara, laring juga berfungsi

sebagai jalan udara anatara faring dan trakea (Marni, 2014).

d. Epiglotis

Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu

menutup laring ketika orang sedang makan, untuk mencegah

makanan masuk kedalam laring (Marni, 2014).


13

2. Saluran Pernafasaan Bawah

Saluran pernafasaan bawah terdiri dari trakea, tandan

bronkus, segmen bronkus dan bronkiolus, yang berfungsi

mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan (Marni, 2014).

a. Trakea

Trakea (batang tenggorok) merupakan tabung berbentuk pipa

seperti huruf C, yang dibenuk oleh tulang rawan yang terletak

mulai laring sampai ketepi bawah kartilago krikoid vetebra

torakalis V, dengan panjang kurang lebih 9cm. Trakea terususun

atas 16-20 lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakea ini

dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri epitelium bersilia yang

dapat mengeluarkan debu atau benda asing (Marni, 2014).

b. Bronkus

Gambar 2.2 Bronkus

( sumber : Marni, 2014 )

Bronkus merupakan percabangan dari trakea, dimana bagian

kanan lebih pendek dan lebar dibanding bronkus kiri. Bronkus

kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus atas, dan lobus bawah.

Sednagkan bronkhus kiri lebih panjang, memiliki dua lobus, yaitu


14

lobus atas dan lobus bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus

adalah bagian percabangan yang disebut bronkhiolus (Marni,

2014).

c. Paru-paru

Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasaan. Paru

terletak dalam rongga torak setinggi selangka sampai dengan

diagfragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh

pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan

pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernafasaan utama terdiri atas dua bagian,

yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat

organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut,

dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan

yang elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran

gasoksegen dan karbon dioksida (Alimul, 2008).

Paru manusia terbentuk sejak dalam rahim, pada saat paru

mempunyai panjang 3mm. Sedangkan alveoli mulai berkembang

setelah bayi dilahirkan, dan jumlahnya terus meningkat hingga

anak berusia delapan tahun. Ukuran alveoli bertambah besar

sesuai dengan perkembangan dinding thoraks. Paru merupakan

organ utama pada sistem pernafasaan.Paru terdiri dari beberapa

lobus yang diselaputi oleh pleura, yaitu pleura parietalis, dan

viseralis, selain itu juga paru dilindungi oleh cairan pleura yang

berisi cairan surfaktan. Pleura adalah membran serosa yang halus,


15

membentuk kantong tempat paru berada. Sebagai organ utama

pada sistem pernafasaan, paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru

kanan dan paru kiri. Bagian tengah dari organ tersebut terdapat

organ jantung berserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut,

bagian puncaknya disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang

bersifat elastis, berpori dan memliliki fungsi pertukaran gas

oksigen dan karbondioksida (Marni, 2014).

2.1.4 Etiologi

Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti,

suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah

fenomena hiperraktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat

peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Oleh

karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika

rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan

sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin

menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan

asma (Somantri Irman, 2009).

1. Alergen

Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila diisap atau

dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu

rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus),

spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut

dan sebagainya (Muttaqin, 2012). Debu rumah tangga sudah

terkenal sejak lama sebab utama timbulnya asma, terutama debu


16

karpet, jok kursi yang berbulu, tumpukan surat kabar, majalah,

buku, dan pakaian. Semakin lama umurnya dan semakin lama

tak di bersihkan, semakin berbahaya pula debunya (Danusantoso

Halim, 2012).

2. Infeksi Saluran Pernafasan

Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh

virus. Virus influenza merupakan salah satu factor pencetus

yang paling sering menimbulkan asma bronchial.

Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan

asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan

(Muttaqin, 2012).

3. Tekanan Jiwa

Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus

asma, karena kebanyakan orang byang mendapat tekanan

jiwa tetapi tidak penderita asma bronchial. Factor ini

berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang

yang agak labil kepribadianya. Hal ini lebih menonjol pada

wanita dan anak-anak (Muttaqin, 2012).

4. Olahraga/Kegiatan Jasmani yang Berat.

Sebagian penderita asma bronchial akan

mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau

aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda

adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani


17

(exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau

aktifitas yang cukup berat dan jarang serangan timbul

beberapa jam setelah olahraga (Muttaqin, 2012).

5. Obat-obatan

Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive

atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat,

beta bloker, kodein dan sebagainya (Muttaqin, 2012).

6. Polusi udara

Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu,

asap pabrik/kendarakan, asap rokok, asap yang mengandung

hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang

tajam (Muttaqin, 2012).

7. Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur

dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih

parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih

parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya

konsentrasi partikel alergenik (Liansyah , 2014)

8. Jenis Makanan

Walaupun jarang, tetapi beberapa pasien asma

mengeluh bahwa tidak tahan terhadap makanan atau

minuman tertentu, misalnya berbagai makanan lau atau

seafood, kacang-kacangan, telur, susu sapi, buah-buahan

tertentu seperti strawberry, mangga, durian dan sebagainya (


18

Danusantoso Halim, 2012). Alergi makanan seringkali tidak

terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun

penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus

bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma (Liansyah,

2014).

9. Binatang Piaraan

Binatang peliharaan yang berbulu dapat menjadi

sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah

alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian

muka dan ekskresi (Liansyah, 2014).

10. Riwayat Penyakit Keluarga

Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma

dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16

kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang

tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau

debu rumah (Liansyah , 2014)

2.1.5 Manifestasi Klinis

Gejala yang biasa terjadi berkorelasi dengan beratnya derajat

hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas yang reversible secara

spontan atau dengan terapi obat. Gejala tersebut banyak terjadi pada

pagidan malam hari. Gejalanya antara lain :

1. Adanya bising mengi (wheezing)

Wheezing adalah suara yang dapat terdengar melalui

stetoskop. Bunyi yang terdengar seperti ngik-ngik di mana


19

sering terjadi di pagi hari menjelang subuh. Hal ini akibat

adanya ketidakseimbanganhormone kortisol yang rendah saat

pagi serta factor lain yang mengikutinya (Syukur Nyoman,

2012).

2. Batuk produktif sering pada malam hari

3. Keletihan

Keletihan disebabkan oleh cardiac output dan tekanan darah

yang menurun. Hal ini disebabkan karena suplai darah dan

oksigen ke jantung berkurang akibatnya, penderita asma

mengalami penurunan aktivitas atau intoleransi aktivitas (Nuraif

& Kusuma, 2015). Intoleransi aktivitas adalah diagnosis

keperawatan klinis yang menggambarkan adanya penurunan

kapasitas fisiologis klien untuk melakukan aktivitas sampai pada

tingkat yang diharapkan atau dibutuhkan (Tamsuri, 2008).

a. Manifestasi Klinis

1) Tanda mayor

a) Perubahan respons pernapasan terhadap aktivitas :

dispnea, hiperpnea, hiperventilasi, atau hipoventilasi

b) Perubahan respons nadi terhadap aktivitas : menjadi

lemah, frekuensi menurun, frekuensi meningkat

berlebihan, gagal kembali ke keadaan sebelum aktivitas

setelah aktivitas 3 menit melakukan aktivitas, atau

terjadi perubahan irama


20

c) Perubahan respons tekanan darah terhadap aktivitas :

tidak meningkat dengan aktivitas atau sistolik

meningkat lebih dari 15 mmHg (Tamsuri, 2008).

2) Tanda minor

Tanda minor yang mungkin ditemui adalah pucat,

sianosis, kekacauan mental, kelemahan, keletihan, dan

vertigo (Tamsuri, 2008).

b. Faktor Resiko

Menurut NANDA (2015) faktor resiko intoleransi aktivitas

yaitu :

1. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas

2. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas

3. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia

4. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia

5. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas

6. Dispnea setetelah beraktivitas

7. Merasakan letih dan lemah setelah beraktivitas

c. Faktor yang berhubungan

Menurut NANDA (2015) faktor yang berhubungan

intoleransi aktivitas :

1. Tirah baring atau imobilisasi

2. Kelemahan umum

3. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

4. Imobilitas
21

5. Gaya hidup monoton

d. Penatalaksanaan

1. Edukasi

Edukasi ini ditujukan untuk peningkatan

pengetahuan klien tentang intoleransi aktivitas sehingga

secara sadar klien menghindari faktor-faktor timbulnya

masalah intoleransi aktivitas (Tamsuri, 2008).

2. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu untuk menghinadari faktor yang

menyebabkan terjadinya masalah intoleransi aktivitas.

Seperti mengidentifikasi atau memilih aktivitas yang

diperlukan atau tidak diperlukan dan mengurangi aktivitas

yang menyebabkan klien mengalami kelemahan (Nurarif

& Kusuma, 2015).

3. Terapi

Mengkolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi

Medik dalam merencakan program terapi yang tepat

(Nurarif & Kusuma, 2015).

4. Latihan Kekuatan

Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang

progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan

setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan

meningkatkan pengulangan dan berat adalah pengondisian

kekuatan. Latihan ini meningkatkan massa otot dan


22

kekuatan serta mencegah kehilangan densitas tulang dan

kandungan mineral total dalam tubuh (Tamsuri, 2008).

5. Latihan Rentang Gerak

Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan

keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif

membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan

kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif.

Sebaliknya, latihan pasif yaitu menggerakan sendi

seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya

membantu mempertahankan fleksibilitas (Tamsuri, 2008).

6. Mengatur Posisi

Mengatur posisi juga digunakan untuk

meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang

diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan

penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi

duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung

secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko

mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur

posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya

meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah

pengumpulan darah pada ekstremitas bawah (Tamsuri,

2008).
23

7. Hypoksemia dan sianosis

Hypoksemia adalah rendahnya kadar oksigen dalam

darah manusia khusunya di bagian arteri. Hypoksemia

merupakan tanda adanya masalah dalam sirkulasi atau

pernapasan yang menyebabkan sesak nafas. Sedangkan

sianosis yaitu kebiruan pada kulit dan selaput lendir,

seperti pada mulut atau bibir akibat rendahnya kadar

oksigen dalam sel darah merah (Nyoman, 2012).

8. Pursed - lips breathing

Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang

bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Saat melakukan ekspirasi inilah biasanya

penderita asma mengalami kesakitan (Nyoman, 2012).

9. Napas dengan dada yang mengalami penekanan sehingga

otot dada terlihat sangat tegang (konstriksi) (Nyoman,

2012).

10. Sesak napas

Sesak napas terjadi akibat aliran udara yang tidak

lancar pada saluran napas sempit. Sesak napas ini sering

terjadi bersamaan dengan bunyi mengi. Saat serangan

asma penderita bisa mengalamikeadaan yang cukup

menderita bahkan sampai seperti tercekik. Pada keadaan

asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa

peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,


24

tachypnea, retracsi iga, pucat), pasien susah berbicara dan

terlihat lelah (Nyoman, 2012).

2.1.6 Patofisiologi

Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap

merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan

bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat ini adalah

bronkodilator, seperti beta agonis dan golongan metil ksantin saja.

Namun, para ahli mengemukakan konsep baru yang kemudian

digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit

inflamasi pada saluran nafas, yang ditandai dengan

bronkokontriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap

rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat

penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan

aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi

hiperinflasi distal, perubahan mekanis paru-paru, dan

meningkatnya kesulitan bernafas. Selain itu juga terjadi

peningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Rahajoe dkk, 2015).

Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang

dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi

antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.

Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone

dan agar depat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut

harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu.

Akan tetapi, sekali sensitivitas telah terjadi, klien akan


25

memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil

alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi

penyakit yang jelas (Somantri Irman, 2009).

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi

episode akut asma adalah aspirin, bahawan pewarna seperti

tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom

pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa,

walaupun keadaan ini juga terlihat pada masa kanak-kanak.

Masalahnya ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial

yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal.

Baru kemudian muncul asma progresif (Somantri Irman, 2009).

Anatagonis beta adrenergik biasanya menyebabkan

obstruksi jalan nafas pada klien asma, sama halnya dengan klien

lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas dan

hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat, seperti kalium

metabisufit, kalium dan natrium sulfit dan sulfat klorida, yang

secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai

agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan

nafas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah

menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini,

seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur (Somantri

Irman, 2009).
26

2.1.7 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

a. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara didalam

rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau

tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru

yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas

(Mansjoer, 2008).

b. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”,

juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu

kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama

dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat

diseababkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah

ke udara keluar dsri paru-paru, saluran udara atau usus ke

dalam rongga dada (Mansjoer, 2008).

c. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-

paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun

bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal

(Mansjoer, 2008).

d. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan

oleh jamur dan tersifat oleh adanta gangguan pernafasan yang


27

berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai

organ lainya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis

dipakai untuk menunjukan adanya infeksi Aspergillus sp

e. Gagal napas

Gagal napas dapat terjadi apabila pertukaran oksigen

terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat

memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan

kerbondioksida dalam sel-sel tubuh (Mansjoer, 2008).

f. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana

lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru

yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Akibatnya

penderita asma merasa perlu batuk berulang dalam upaya

mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit

bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh

adanya lendir (Mansjoer, 2008).

2.1.8 Penatalaksanaan

1. Pengobatan Nonfarmakologi

a. Penyuluhan.

Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan

pengertahuan kliententang penyakit asma sehingga secara

sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan


28

obat secara benar, dan berkonsultasi kepada tim kesehatan

(Somantri, 2009).

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi faktor

pencetus serangan asma yang ada pada lingkunganya,

diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,

termasuk intake cairan yang cukup bagi klien (Somantri,

2009).

c. Fisioterapi

Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran

mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi,

dan fibrasi dada.

d. Pengobatan Farmakologi

1) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel).

Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan

sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara semprotan

pertama dan semprotan kedua adalah 10 menit (Muttaqin,

2012).

2) Metilxanitin : dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4x

sehari. Golongan metilxanitin adalah aminofilin dan

teofilin. Obat ini diberikan apabila golongan beta agonis

tidak memberikan hasil yang memuaskan (Muttaqin,

2012).
29

3) Kortikosteroid : jika agonis beta dan metilxanitin tidak

memberikan respon yang baik harus diberikan

kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis

4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka

lama mempunyai efek samping, maka klien yang

mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

4) Kromolin dan iprutrupioum bromide (atroven) : kromolin

merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-

anak. Dosis iprutrupioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4

x sehari (Muttaqin, 2012).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penderita asma adalah sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksan radiologi pada pasien asma biasanya

normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkina adanya proses patologi di paru

atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,

pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain (Muttaqin,

2012).

2. Tes Provokasi Bronkhus

Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV

sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut


30

jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermkana bila

menimbulkan diagnosis asma (Mansjoer, 2008).

3. Pemeriksaan Kulit

Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensistif yang

spesifik dalam tubuh (Muttaqin, 2012).

4. Pemeriksaan Laboratorium

a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)

Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena

terdapat hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik.

b. Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk

serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat

saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,

sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitek dari

perlekatanya. Pewarnaan gram penting untuk melihat

adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan

uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.

c. Sel Eosinofil

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus

dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik

maupun asma ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil

normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru

disertai dengan penurunan hitung jenis sel eosinofil

menunjukan pengobatan telah tepat.


31

d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit yang tinggi lebih dari

15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi, hal ini

berhubungan dengan kondisi dan penyakit tertentu seperti

infeksi, leukemia, respon alergi dan asma. SGOT dan

SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat

hipoksia dan hiperkapnea (Mansjoer, 2008). Kemudian

jumlah sel hemoglobin yang kurang mengakibatkan

penderita menagalami kelelahan, sesak napas, pucat dan

pusing. Hal ini biasanya terjadi pada gejala penderita anemia.

Hemoglobin merupakan protein utama tubuh manusia yang

berfungsi mengangkut CO2 dari jaringan perifer ke paru-paru

(Maylina, 2010).

e. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksan radiologi pada pasien asma

biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan

untuk menyingkirkan kemungkina adanya proses patologi

di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,

pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain (Muttaqin,

2012).

f. Spirometer

Alat pengembang paru pada klien untuk meningkatkan

kemampuan pernafasan maksimal (fungsi pernafasan) pada

kalien (Tamsuri Anas, 2008). Dilakukan sebelum dan sesudah

bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan

VEP/KVP >20% (Nurarif & Kusuma, 2015).


32

2.1.10 Pathway

Alergen yang Mengeluarkan


Faktor pencetus : terikat IGE pada mediator : Permibialitas Edema
permukaan sel histamine, kapiler mukosa
1. Alergern meningkat , sekresi
mast atau platelet,
2. Stress produkt
basofil bradikinin dll
3. cuaca if,
kontriks
i otot
polos
mening
kat

Spasme otot polos


sekresi kelenjar
bronkus ↑ Konsentrasi O2
Hiperkapnea gelisah→ansieta dalam darah
menurun
Penyempitan/obstruks s
i proksimal dan Hipoksemia
bronkus pada tahap Suplai O2 ke otak Koma
ekspirasi dan inspirasi ↓
Suplai darah
mucus berlebih Asidosis dan O2
Tekanan partial metabolik
,batuk, wheezing, kejantung
oksigen dialveoli ↓
sesak napas berkurang

Ketidakefektifan Suplai O2 ke Perfusi Penurunan


bersihan jalan jaringan ↓ jaringan cardiac
napas perifer output

Penyempitan
jalan nafas
33

Penurunan curah Tekanan darah


jantung menurun

Kelemahan
dan keletihan
Peningkatan kerja Hiperventilasi Kebutuhan O2 ↑
otot pernapasan
Intoleransi
Retensi O2 Asidosis
aktivitas
respiratorik

↓ nafsu Ketidakefektifan
makan Gangguan
pola nafas
pertukaran
gas
ketidaseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

Gambar 2.3
Pathway Asma
(Nurarif & Kusuma, 2015).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asma

Melakukan pengkajian riwayat kesehatan dapat secara (1) langsung,

perawat menanyakan informasi melalui wawancara langsung dengan

informan atau secara (2) tidak langsung, informan memberi informasi dengan

mengisi beberapa jenis kuisioner. Metode langsung lebih baik di bandingkan

dengan pendekatan tidak langsung atau kombinasi keduanya. Walau

demikian, dalam waktu yang terbatas, pendekatan langsung tidak selalu

praktis untuk digunakan. Apabila pendekatan langsung tidak dapat

digunakan, tinjau ulang respons tertulis dari orang tua dan ajukan pertanyaan

pada mereka jika terdapat jawaban-jawaban yang tidak biasa (Wong, 2009).
34

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan

dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan.

Sebenarnya, pengkajian adalah proses bersinambungan yang

dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya pada fase

evaluasi, pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi

keperawatan dan mengevaluasi hasil pencapaian tujuan. Semua fase

prsoes keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat

dan lengkap (Kozier, 2011).

1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang biasanya dialami oleh penderita asma

yaitu batuk, peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari

atau berbulan-bulan, wheezing, dan nyeri dada (Somantri,

2009).

2. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien

asma yaitu pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak,

biasanya pasien sudah menderita penyakit asma, dalam

keluarga ada yang menderita penyakit asma (Ghofur A, 2008).

3. Riwayat kesehatan dahulu

Terdapat data yang menyertakan adanya faktor

predisposisi penyakit ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan

penyakit saluran napas bawah (Somantri, 2009). Perawat dapat

juga menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien.


35

Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal

berikut :

a. Riwayat merokok

Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-

paru, bronkitis kronis dan asma. Semua keadaan itu sangat

jarang menimpa non perokok. Pengobatan sat ini, alergi,

dan tempat tinggal. Anamnesis harus mencangkup hal-hal

1) Usia mulainya merokok secara rutin

2) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari

3) Usia menghentikan kebiasaan merokok

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien dengan asam sering kali ditemukan

didapatkan adanya riwayat penyakit genetik atau

keturunan, tetapi pada beberapa klien lainya tidak

ditemukan adanya penyakit yang sama dengan anggota

keluarganya (Somantri, 2009).

c. Pola kesehatan sehari-hari

Gejala asma dapat membatasi manusia untuk

berperilaku hidup normal dengan asma harus megubah

gaya hidup sesuai yang tidak akan menimbulkan serangan

asma (Muttaqin, 2012).


36

d. Pola metabolik nutrisi

1) A (Antropometri)

Penurunan berat badan secara bermakna (Somantri,

2012).

2) B (Biochemical)

Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena

adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat (Muttaqin,

2012). Pemeriksaan Arteri Blood Gas PaO2, hipoksia,

paCO2, elevasi, pH alkalosis (Somantri, 2012).

3) C (Clinical)

Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah,

frekwensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi

kebutuhannya, pada klien sesak nafas, sangat potensial

terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena

dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan

yang dialami oleh klien (Muttaqin, 2012).

4) D (Diet)

Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna

makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

e. Pola eliminasi

Penderita asma dilarang menahan buang air besar

dan buang air kecil. Kebiasan ini akan menyebabkan feses

menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh,


37

menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit

pernafasan (Mumpuni & Wulandari, 2013).

f. Pola istirahat tidur

Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan

istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan

istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami

oleh klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat

mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien (Muttaqin,

2012). Biasanya pasien asma susah tidur karena sering

batuk atau terbangun akibat sesak nafas (Mumpuni &

Wulandari, 2013).

g. Pola aktivitas

Menurut Somantri 2012 pola aktivitas sebagai berikut :

1) ADL

Perlu dikaji juga tentang aktifitas keseharian klien

seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainya. Aktifitas

fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang

disebut exercise indiced asma.

2) Pemeriksaan ekstermitas (atas dan bawah)

Dikaji adanya edema ekstermitas, remor, dan

adanya tanda-tanda infeksi pada ekstermitas karena

dapat merangsang serangan asma. Pada integumen

perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,

kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,


38

mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim

dan adanya tanda urtikaria atau dermatitis.

h. Pola kognitif persepsi

Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya

pengetahuan pada klien terhadap situasi penyakit. Merasa

tidak nyaman atau takut terhadap penyakit asma yang

dialaminya (Muttaqin, 2012).

i. Pola persepsi diri - konsep diri

Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya

pengetahuan pada klien terhadap situasi penyakit

(Somantri, 2012).

j. Pola peran – hubungan

Gejala asma sangat membatasi klien untuk

menjalani kehidupanya secara normal. Klien perlu

menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran

klien, baik dilibgkungan rumah tangga, masyarakat,

ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang

terjadi setelah klien mengalami serangan asma (Muttaqin,

2012),

k. Pola seksualitas – reproduktif

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar

manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi

masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi


39

stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

(Asmadi, 2008).

l. Pola toleransi stress – koping

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor

instrik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu

dikaji penyebab terjadinya stress. Frekwensi dan pengaruh

stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan

terhadap stresor. Kecemasan dan koping yang tidak efektif

didapatkan pada klien dengan asma bronkial (Muttaqin,

2012).

m. Pola nilai - keyakinan

Kedekatan klien pada suatu yang diyakininya di

dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien.

Keyakinan klien terhadap tuhan dan mendekatkan diri

kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress

yang konstruktif (Muttaqin 2012).

n. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

Keadaan umum pada klien asma yaitu composmentis,

lemah, dan sesak nafas.

2) Pemeriksaan kepala dan muka

Inspeksi :Simetris, warna rambut hitam atau putih,

tidak ada lesi.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan


40

3) Pemeriksaan telinga

Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

4) Pemeriksaan mata

Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,

konjungtiva merah muda, sclera putih

5) Pemeriksaan hidung

Inspeksi : simetris, terdapat bulu hidung, tidak ada

lesi, tidak ada kotoran hidung

Palpasi : tidak nyeri tekan

6) Pemeriksaan mulut dan faring

Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi

disekitar mulut, biasanya ada kesulitan untuk menelan

7) Pemeriksaan leher

Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran

vena jagularis dan kelenjar tiroid

8) Pemeriksan payudara dan ketiak

Inspeksi : ketiak tumbuh bulu/rambut, tidak ada lesi,

payudara simetris, tidak ada benjolan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada payudara


41

9) Pemeriksaan thoraks

a) Pemeriksaan paru

Inspeksi : batuk produktif non produktif,

terdapat sputum yang kental dan sulit dikeluarkan,

bernafas menggunakan otot-otot tambahan, ada

sianosis (Somantri, 2009). Pernafasan cuping

hidung, penggunaan oksigen, sulit bicara karena

sesak nafas (Marelli, 2008).

Palpasi : bernafas menggunakan otot-otot

nafas tambahan (Somantri, 2008). Takikardi akan

timbul diawal serangan, kemudian diikuti dengan

sianosis sentral (Djojodibroto, 2016).

Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada

perkusi (Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012).

Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara

mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin

menonjol (Somantri, 2009).

b) Pemeriksaan jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid

calcicula sinistra

Perkusi : suara pekak

Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal,

tidak ada suara tambahan


42

10) Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi, warna kulit merata.

Auskultasi : Terdengar bising usus 12x/menit.

Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada

nyeri tekan.

Perkusi : tympani

11) Pemeriksaan integument

Inspeksi : struktur kulit halus, warna kulit sawo

matang, tidak ada benjolan

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penyebutan sekelompok

petunjuk yang didapat selama fase pengkajian. Definisi istilah

diagnosis keperawatan yang diakui oleh North American Nursing

Diagnosis Association’s (NANDA’s) saat ini adalah suatu

penilaian klien tentang respons individu, keluarga, atau komunitas

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan

potensial.

Diagnosa yang mungkin muncul adalah intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen (hipoksia) (Nurarif & Kusuma, 2015).


43

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
Tujuan & Kriteria Intervensi
No keperawatan
Hasil
Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
1. 1. Toleransi terhadap 1. Monitor
Definisi: aktivitas intake/asupan
Ketidakcukupan 2. Daya Tahan nutrisi untuk
energi psikologis 3. Energi Psikomotor mengetahui
atau fisiologis untuk Setelah dilakukan sumber energi
mempertahankan tindakan keperawatan yang adekuat
atau menyelesaikan selama 3x24 jam 2. Monitor
aktivitas kehidupan diharapkan toleransi kemampuan
sehari-hari yang aktivitas baik dengan perawatan diri
harus atau yang Indikator: secara mandiri
ingin dilakukan. 3. Berikan bantuan
1. Saturasi O2 saat sampai pasien
beraktivitas baik mampu melakukan
2. Kemudahan perawatan diri
Batasan bernapas saat mandiri
karakteristik: beraktivitas baik 4. Tentukan jenis dan
1) Dispnea setelah 3. Warna kulit baik banyaknya
beraktivitas 4. Kecepatan aktivitas yang
2) Tingkat berjalan baik dibutuhkan untuk
ketidaknyamana menjaga ketahanan
n 5. Buat batasan untuk
3) Konservasi aktivitas hiperaktif
energi klien saat
4) Kelelahan : efek mengganggu yang
yang lain dan dirinya
mengganggu 6. Bantu pasien
tingkat dalam aktivitas
kelelahan sehari-hari
5) Status 7. Mempertahan kan
pernafasan gizi yang cukup
6) Istirahat 8. Identifikasi
7) Status perawatan kemampuan
diri anggota keluarga
8) Perawatan diri : untuk terlibat
aktivitas sehari- dalam perawatan
hari (ADL) pasien
9) Respons tanda 9. Informasikan
vital abnormal faktor-faktor yang
terhadap meningkatkan
aktivitas kondisi pasien
10) Repons pada keluarga
frekuensi 10. Pilih intervensi
jantung untuk mengurangi
abnormal kelelahan baik
44

terhadap secara
aktivitas farmakologis
Faktor berhubungan: maupun non
1) Gaya hidup farmakologis
kurang gerak dengan tepat
2) Imobilitas
3) Ketidakseimban
gan antara suplai
dan kebutuhan
oksigen
4) Tirah baring

Sumber: (Herdman, T.H. 2018).


45

2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi

untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai

setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing

orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapakan.

Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan

untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

kesehatan klien (Nursalam, 2008). Intervensi pada klien asma

dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas yaitu monitor

intake atau asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang

adekuat, monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri,

erikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri

mandiri, tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan

untuk menjaga ketahanan, buat batasan untuk aktivitas hiperaktif

klien saat mengganggu yang lain dan dirinya, bantu pasien dalam

aktivitas sehari-hari, mempertahan kan gizi yang cukup,

identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam

perawatan pasien, informasikan faktor-faktor yang meningkatkan

kondisi pasien pada keluarga, pilih intervensi untuk mengurangi

kelelahan baik secara farmakologis maupun non farmakologis

dengan tepat (Bulechek, 2013).


46

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan

keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu

asuhan keperawatan didasarkan pada kriteria hasil yang telah

ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam,

2008). Kriteria hasil adalah tujuan dan sasaran yang realistik dan

dapat diukur dimana seorang klien diharapkan untuk

mencapainya. Kriteria hasil menggambarkan meteran untuk

mengukur hasil akhir asuhan keperawatan. Kriteria hasil

merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan

dan dasar untuk asuhan keperawatan (Asmadi, 2009). Kriteria

hasil yang di harapkan pada klien asma dengan masalah

intoleransi aktivitas yaitu saturasi O2 saat beraktivitas baik,

kemudahan bernapas saat aktivitas baik, warna kulit baik, dan

kecepatan berjalan baik (Bulechek, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tindakan

keperawatan adalah klien kooperatif. Kooperatif itu sendiri adalah

suatu model pengamatan atau pembelajaran dimana klien mampu

menerima penjelasan yang telah disampaikan serta mampu untuk

mengulangi kembali apa yang telah di sampaikan sehingga

tercapai hasil yang diinginkan. Tujuan penting dari pembelajaran

kooperatif adalah keterampilan kerja sama dan kolaborasi

(Depdiknas, 2009).
47

BAB 3

METODE STUDI KASUS

Pada bab ini dipaparkan secara lebih rinci dan matang tentang rancangan

penyelenggaraan asuhan keperawatan substansi pada bab ini adalah :

3.1 Metode

Metode adalah suatu atau serangkaian cara yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan. Metode yang digunakan dalam

penyusunan karya tulis ini adalah metode pemecahan masalah (problem

solving) pendekatan proses keperawatan

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup

pengkajian satu unit penelitian secara intensif. Sangat penting untuk

mengetahui variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Rancangan dari suatu studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun

tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku

sebelumnya biasanya dikaji secara rinci. Keuntungan yang paling besar dari

rancangan ini adalah pengkajian secara rinci meskipun jumlah respondennya

sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subjek secara jelas

(Arikunto,2010).

Peneliti akan melakukan asuhan keperawatan pada pasien asma

dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas di Ruang Asoka RSUD Dr.

Harjono Ponorogo.
48

3.2 Teknik Penulisan

Teknik penulisan menggambarkan gaya penyajian informasi dalam

tulisan imiah. Teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan proposal

ini adalah teknik deskriptif.

Teknik penulisan dalam studi kasus ini adalah asuhan keperawatan

pada pasien asma dengan intoleransi aktivitas di Ruang Asoka RSUD Dr.

Harjono Ponorogo, maka penyusun studi kasus harus menjabarkan tentang

konsep pasien asma dengan intoleransi aktivitas. Teknik penulisan disusun

secara naratif dan apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif

sebagai penciri dari batasan yang dibuat oleh penulis.

3.3 Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat menggambarkan masa dean lokasi pemberian

asuhan keperawatan pada pasien yang didokumentasikan dalam karya tulis

ilmiah ini.

1. Waktu penelitian

Kegiatan penelitian studi kasus ini di mulai dari pengajuan judul

pada bulan September 2018, penyusunan sampai presentasi proposal

pada bulan Oktober 2018 - Desember 2018

a. Persiapan proposal : 15 September – 05 Desember 2018

b. Pengambilan data awal : 10 November 2018

c. Ujian proposal : 11 Desember 2018

d. Penelitian : 01 – 03 Juni 2019

e. Ujian skripsi : 02 Agustus 2019


49

1. Lokasi

Studi kasus ini dilaksanakan di ruang Asoka RSUD Dr. Harjono

Ponorogo yang beralamat di jl. Ponorogo-Pacitan, Kab. Ponorogo,

Provinsi Jawa Timur.

3.4 Alur Kerja (frame work)

Kerangka kerja atau alur kerja menggambarkan tahapan-tahapan

pokok yang dilalui untuk penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini.

Kerangka kerja (frame work) dimulai dari :

Lokasi

Studi kasus ini di lakukan di Ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo

tahun 2019

Partisipan

Partisipan dalam penyusunan studi kasus ini adalah satu orang klien dewasa

yang di diagnosa asma dengan masalah keperawatanintoleransi aktivitas dan

di diagnosa asma

Metode

Wawancara, Observasi, Pemeriksaan Fisik

Pengambilan Data

Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Implementasi keperawatan, evaluasi


50

Hasil

Asuhan keperawatan pada pasien dewasa penderita asma dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas

Gambar 3.1
Alur kerja penyelesain karya tulis ilmiah

3.5 Etika

Masalah etika penelitian keperawatan meupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan berhubungan

dengan manusia, segi etika penelitian harus di perhatikan. Masalah etika yang

harus di perhatikan antara lain:

1. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

keberhasilan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah di kumpulkan dijamin kerahasiaanya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada

hasil riset. (Hidayat 2012)

2. Anonimity

Masalah etika perawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alatukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penulisan yang akan disajikan (Hidayat, 2012)


51

3. Inform consent

Inform consent merupakan bentuk pesetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Inform

consent tersebut di berikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penulisan, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien.beberapa informasi yang

harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien,

tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen

prosedur pelaksanaan, kerahasia, informasi yang mudah di hubungi, dan

lain-lain (Hidayat, 2012).


52

BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN

Gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien

asma, maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai 01 Juni

2019 s.d 03 Juni 2019 dengan data pengkajian pada tanggal 01 Juni 2019 pukul

08.00 WIB. Anamnesa di peroleh dari klien, keluarga dan file no registrasi

xxx657 sebagai berikut :

4.1 Identitas Klien

Nama/inisial : Ny. W

Umur : 31 Tahun

No.Register : xxx657

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Balong

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan terakhir : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Golongan Darah :O

Tanggal/jamMRS : 31 Mei 2019 / 10.10 WIB

Tanggal/jam Pengkajian : 01 Juni 2019 / 08.00 WIB

Dx. Medis : Asma


53

4.2 Keluhan Utama

Saat MRS : klien mengatakan sesak nafas

Saat Pengkajian : klien mengatakan sesak nafas

4.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 29 Mei 2019 klien mengatakan sesak nafas karena aktivitas

yang berlebih disertai dengan batuk berdahak. Selama 3 hari dirumah klien tidak

ada pengobatan apapun hanya dibiarkan saja. Kemudian pada tanggal 31 Mei

2019 karena sesak nafas semakin berat dan batuk tidak segera sembuh disertai

dahak yang susah keluar akhirnya klien di bawa ke IGD RSUD dr. Hardjono

Ponorogo oleh suaminya tanggal 31 Mei 2019 jam 10.10 WIB langsung ditangani

oleh dokter dan perawat IGD dan diberikan O2 nassal 3 lpm dengan TTV TD :

130/70 mmHg RR : 30x/menit Nadi : 129x/menit Suhu : 36.0ºc oleh dokter klien

di diagnosa asma. Klien terpasang infus sodium chloride 0,9% 20 tpm dan

diberikan terapi ranitidin 50 mg/IV, dexamhetasone 5 mg/IV, ceftriaxone 1

gram/IV, dan nebulizer ventolin (2.5 mg) + sodium chloride 0.9% (10 ml).

Kemudian klien di rawat di ruang asoka RSUD dr. Hardjono Ponorogo untuk

perawatan lanjut pada pukul 13.30 WIB.

Saat pengkajian pada tanggal 01 Juni 2019 pukul 08.00 WIB klien masih

mengeluh sesak nafas, batuk disertai dahak yang susah keluar, sesak dan

kelelahan setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi. Dengan TTV TD : 120/70

mmHg, RR : 24x/menit, Nadi : 110x/menit, Suhu : 35.9ºc, SpO2 : 92%, terpasang

O2 nassal 3 lpm.
54

4.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil, pasien juga sering mengeluh sesak

ketika pasien merasa kelelahan dan alergi terhadap debu, serbuk dan bulu

binatang. Pasien juga sering sekali rawat inap di RSUD dr. Hardjono Ponorogo

dengan keluhan sesak nafas.

4.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan dari anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita asma

seperti pasien, alergi terhadap debu, serbuk, bulu binatang, penyakit menurun

seperti DM, Hipertensi dan penyakit menular TBC, HIV/AIDS, Hepatitis.

4.6 Riwayat Psikososial

a. Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya

Klien berpersepsi bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah Swt dan

berharap penyakitnya bisa segera sembuh dan cepat pulang dari rumah sakit

agar dapat lebaran dirumah.

b. Persepsi dan harapan keluarga terhadap masalah klien

Keluarga klien berpersepsi bahwa penyakit klien adalah ujian dari Allah swt

dan berharap klien cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti sehari-hari, bisa

lebaran dirumah dengan keluarga.

c. Pola interaksi dan komunikasi

Klien mampu berinteraksi dengan baik pada keluarganya ataupun pada

masyarakat sekitar saat di rumah, dan juga dengan perawat klien bisa

berkomunikasi menggunakan bahasa yang dengan baik.


55

d. Pola Pertahanan

Saat penyakit asmanya kambuh, keluarga klien membawa klien ke rumah

sakit dan selalu merawat klien saat klien sakit.

e. Pola nilai dan kepercayaan

Klien beragam islam, klien selalu berdoa kepada Allah Swt agar sakitnya

segera sembuh.
56

f. Genogram

Gambar 4.1
Genogram keluarga Ny. W

Keterangan :

: laki-laki : pasien

: perempuan : satu keturunan

: laki-laki meninggal : menikah

: perempuan meninggal : tinggal serumah


57

4.7 Pola Kesehatan Sehari-hari

POLA-POLA SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

a. Nutrisi Klien makan 3x sehari porsi Klien makan 3x sehari porsi


sedang, dengan menu nasi, sedikit ±3 sendok dengan
sayur, lauk pauk, kadang menu nasi, sayur, lauk karena
makan buah. Minum air putih jika makan banyak klien
kurang lebih 8 gelas /hari. merasa mual. Minum air
putih ±250 ml sehari. Diet
TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein).

b. Eliminasi Klien BAK 5-6x/hari, Klien BAK 5-6x dalam


konsistensi cair, warna sehari. Dengan konsistensi
BAK kuning, bau khas urine. cair, warna kekuningan, bau
khas urine. Klien ke kamar
mandi di bantu oleh keluarga.

BAB Klien BAB 1x /hari, warna Klien belum BAB sejak


kuning, lunak, bau khas feses. masuk rumah sakit sampai
dilakukan pengkajian selama
2 hari. Klien ke kamar mandi
di bantu oleh keluarga.

c. Istirahat Klien tidur siang pukul 13.00- Klien tidur siang pukul 13.00-
14.00, tidur malam pukul 14.00, tidur malam mulai
21.00-05.00. tidur kurang pukul 21.00-05.00 tapi
lebih 8 jam /hari kadang klien terbangun
tengah malam karena batuk
dan sesak.

d. Personal Klien mandi 2x sehari, gosok Klien disibin dengan bantuan


Hygiene gigi saat mandi, ganti baju keluarga/perawat pagi dan
setelah mandi, keramas 2x sore, ganti baju setelah sibin,
/minggu menggosok gigi 1x sehari.

e. Aktivitas Klien beraktivitas sebagai ibu Klien hanya berbaring di bed


rumah tangga, kadang sore pasien, ketika mau ke kamar
klien ke sawah mandi klien dibantu berjalan
oleh keluarga.
58

4.8 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Lemah. GCS : Composmentis E:4 V:5 M:6

Tanda Vital

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 110x/menit

Respirasi : 24x/menit

Suhu : 35.9ºc

SpO2 : 92%

Terpasang infus sodium chloride 0,9% drip aminophylin 360 mg di tangan

kirinya 20 tpm

Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm

Posisi tidur semi fowler

2. Pemeriksaan Head To Toe

a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan,
warna rambut hitam, terdapat ketombe,
Palpasi : penyebaran merata.
tidak ada nyeri tekan.
b. Muka
Inspeksi : bentuk muka simetris kanan dan kiri, tidak
ada oedem, bekas luka, warna kulit muka
sawo matang, muka tampak pucat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
59

c. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva merah muda, seklera
putih, tidak ada penurunan penglihatan, bulu
mata merata.
d. Telinga
Inspeksi : telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada
odema, tidak ada benjolan, tidak ada
Palpasi : serumen.
tidak ada nyeri tekan.
e. Hidung
Inspeksi : fungsi penciuman baik, ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada benjolan, bagian
Palpasi : dalam hidung lembab.
tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut dan Faring
Inspeksi : bibir mulut simetris, mukosa bibir kering,
tidak ada lesi, tidak ada bau mulut, tidak
terdapat karang gigi, gigi lengkap.
g. Leher
Inspeksi : tidak terdapat luka, penyebaran warna kulit
Palpasi : merata.
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
vena jugularis, kelenjar tyroid dan limfe.

h. Payudara dan Ketiak


Tidak Terkaji
i. Thorax
Inspeksi : pergerakan dada simetris, bentuk dada normal
chest, tidak ada retraksi interkosta, tidak ada
Palpasi : lesi.
tidak ada nyeri tekan
60

j. Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal chest, simetris,
pola/irama nafas tidak teratur, respirasi
Palpasi : 24x/menit, dyspnea.
Perkusi : focal fremitus kanan dan kiri bergetar sama-
Auskultasi : sama.
suara perkusi sonor.
terdengar suara tambahan wheezing dan
ronchi.
k. Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus codis terlihat di ICS V
midclavicula sisnistra.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V
midclavicula sinistra.
Perkusi : suara perkusi jantung redup.
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak
terdapat suara tambahan.
l. Abdomen
Inspeksi : warna kulit merata, tidak ada luka bekas
operasi, bentuk datar.
Auskultasi : bising usus terdengar 10x/menit.
Perkusi : terdengar tymphani di seluruh abdomen.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
benjolan abnormal dan massa, tidak ada
pembesaran lien.
m. Integumen
Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada lesi, turgor kulit
baik CRT < 2 detik.
61

n. Ekstermitas
Inspeksi : tangan kiri terpasang infus sodium chloride
0,9% aminophylin 360 mg 20 tpm.
KO : odema : fraktur :
4 4

4 4

o. Genetalia dan sekitarnya


Tidak Terkaji
p. Status Neurologis
1).Tingkat Kesadaran : Composmetris, di buktikan dengan pasien
sadar sepenuhnya, pasien dapat menjawab
semua pertanyaan apa yang di tanyakan oleh
keluarga dan perawat
GCS: 456, di buktikan dengan apabila pasien
di panggil namanya langsung spontan melihat
kearah sumber suara, pasien berbicara dengan
lancar jelas dengan bahasa jawa kadang
bahasa Indonesia, pasien mengikuti perintah
dari perawat.
2). Uji Syaraf Cranial
a. Nervus olfaktorius : pasien memiliki penciuman yang baik
b. Nervus optikus : pasien memiliki penglihatan yang baik
c. Nervus Okulomotorius : pasien dapat menggerak kan kelopak mata ke
atas, pupil isokor
d. Nervus trachealis : pasien dapat melirik kesamping dan ke bawah
e. Nervus Trigeminus : pasien dapat membuka rahang
f. Nervus abdusen : pasien dapat melirik kekanan dan kekiri
g. Nervus Facialis : pasien dapat mengkangkat alis dengan
simetris
h. Nervus auditorius : pasien mampu mendengar suara perawat
62

dengan jelas
i. Nervus glosofaringeus : pasien dapat membedakan antara susu dan air
putih
j. Nervus vagus : pasien dapat menelan dengan baik
k. Nervus asesorius : pasien mamapu menggerakan bahu keatas
dan kebawah.
l. Nervus Hipoglasus : pasien dapat menggerakan lidah

3). Fungsi Motorik : kemampuan motorik pasien baik, di buktikan


dengan pasien tidak ada kelumpuhan pada
: pasien, apabila di beri rangsangan nyeri
pasien bisa mengetahui lokasi nyeri nya.
4). Fungsi Sensorik sentuhan pasien normal, di buktikan
dengapan pasien dapat membedakan panas
: dan dingin, tajam dan tumpul, dan getaran
yang di berikan.
63

4.9 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Tanggal : 31-05-2019 05:37:51

Nama test Flag hasil Satuan Nilai rujukan


Kimia klinik
Ureum 14.80 mg/dL 10 – 50
Creatinin L 0.46 mg/dL 0,6 – 1,3
Asam urat 4.4 mg/dL 2,6 – 6,0
SGOT 29 U/L 1 – 37
SGPT 25 U/L 1 – 40
Gamma GT 12 U/L 5 – 61
Alkali fosfatase 56 U/L 30-120
Protein total 6.9 g/dl 6,2 – 8,5
Albumin 3.9 g/dl 3,5 – 3,0
Globulin 3.0 g/dl 1,5 – 3,0
Bilirubin total 0.30 mg/dL 0,2 – 1,2
Bilirubin direk 0.17 mg/dL 0 – 0,5

Tanggal : 31-05-2019 01:32:08

Nama test Flag hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Darah lengkap :
Hemoglobin (HGB) L 10.5 g/dl 11,7 – 15,5
Eritrosit (RBC) 4.65 10^6 / µL 3,80 – 5,20
Leukosit (WBC) H 11.5 10^3/ µL 4,1 – 10, 9
Hematokrit L 34.1 % 36,0 – 56,0
Trombosit (PLT) 273 10^3/ µL 150 – 450
MCV L 73.3 Fl 80,0 – 100, 0
MCH L 22.6 Pg 28,0 – 36,0
MCHC L 30.8 g/dl 31,0 – 37,0
RDW-CV H 18.1 % 10,0 – 16,5
PDW 17.9 % 12,0 – 18,0
MPV 5.7 Fl 5,0 – 10,0
PCT 0.16 % 0,10 – 1,00
Hitung jenis (diff) :
Eosinofil 2.1 % 0,0 – 6,0
Basofil 0.5 % 0,0 – 2,0
Neutrofil 77.4 % 42,0 – 85,0
Limfosit L 10.6 % 11,0 – 49,0
Monosit H 9.4 % 0,0 – 9,0
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 108 mg/dL 30-180
64

4.10 Penatalaksaan

Tanggal : 31 Mei 2019

1. Infus sodium chloride 0,9% + drip aminophylin (360 mg)

2. Injeksi IV ranitidin (2x50 mg)

3. Injeksi IV dexamhetasone (3x5 mg)

4. Injeksi IV ceftriaxone (2x1 gram)

5. Nebulizer ventolin (2.5 mg) + sodium chloride 0.9% (10 ml)

Ponorogo, 01 Juni 2019

Mahasiswa

(Lazio Aldinov Herdiansyah)


65

4.11 Analisa Data

Nama : Ny. W Ruang : Asoka

Umur : 31 Tahun No. Reg. : 144657

Kemungkinan
Tanggal/ Masalah
No Kelompok Data
Jam Penyebab

1. 01/06/2019 Data Subjektif : Intoleransi Konsentrasi O2


08.30 WIB 1. klien mengatakan
dalam darah
sesak nafas Aktivitas
2. klien mengatakan menurun
kelelahan setelah
aktivitas berjalan ke
kamar mandi Suplai darah dan
3. klien mengatakan O2 kejantung
sesak berkurang
apabila klien berkurang
berbaring atau
istirahat di bed tidur
Penurunan cardiac
output
Data Objektif :
1. pasien tampak sesak
setelah aktivitas Ketidakseimbangan
berjalan ke kamar
mandi antara suplai dan
2. pasien tampak kebutuhan oksigen
kelelahan setelah
aktivitas ke kamar
mandi Kelemahan dan
3. nafas pasien terlihat
terengah-engah keletihan
4. pasien dibantu
keluarga/perawat saat
berjalan ke kamar Intoleransi
mandi aktivitas
5. terdapat pernafasan
cuping hidung
6. warna kulit muka
tampak pucat
7. kecepatan berjalan
pasien belum stabil
masih secara pelan
66

dan harus dibantu


8. terdapat suara
tambahan wheezing
dan ronchi
9. terpasang O2 nassal 3
lpm
10. TTV TD : 120/70
mmHg, RR :
24x/menit, Nadi :
110x/menit, Suhu :
35.9ºc, SpO2 : 92%
11. Pasien dibantu
oleh keluarga/perawat
ketika mau
BAB/BAK ke kamar
mandi
12. Pasien sering
terbangun di tengah
malam karena batuk
dan sesak
13. Pasien perlu
bantuan
keluarga/perawat
untuk sibin dang ganti
baju
14. Pasien hanya
berbaring di bed saat
perawatan di rumah
sakit
67

4.12 Daftar Diagnosa Keperawatan

Nama : Ny. W Ruang : Asoka

Umur : 31 Tahun No. Register : 144657

TGL. TGL.
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TT
MUNCUL TERATASI

1. 01/06-2019 Intoleransi aktivitas b/d

ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen


68

4.13 Rencana Asuhan Keperawatan

Nama : Ny. W Ruang : Asoka

Umur : 31 Tahun No. Reg. : 144657

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


No
keperawatan
NOC: NIC :
1. Intoleransi aktivitas 1. Toleransi terhadap 1. Monitor
aktivitas intake/asupan nutrisi
Definisi: 2. Daya Tahan untuk mengetahui
3. Energi Psikomotor sumber energi yang
Ketidakcukupan adekuat
energi psikologis Setelah dilakukan
atau fisiologis untuk tindakan keperawatan 2. Monitor
mempertahankan selama 3x24 jam kemampuan perawatan
atau menyelesaikan diharapkan toleransi diri secara mandiri
aktivitas kehidupan aktivitas baik dengan
sehari-hari yang Indikator: 3. Berikan bantuan
harus atau yang
sampai pasien mampu
ingin dilakukan. 1. Saturasi O2 saat melakukan perawatan
beraktivitas baik diri mandiri
2. Kemudahan
Batasan bernapas saat beraktivitas 4. Tentukan jenis
baik dan banyaknya aktivitas
karakteristik:
1) Dispnea 3. Warna kulit baik yang dibutuhkan untuk
setelah beraktivitas 4. Kecepatan berjalan menjaga ketahanan
2) Tingkat baik
ketidaknyamanan 5. Buat batasan
3) Konservasi untuk aktivitas hiperaktif
energi klien saat mengganggu
4) Kelelahan : yang lain dan dirinya
efek yang
mengganggu tingkat 6. Bantu pasien
kelelahan dalam aktivitas sehari-
5) Status hari
pernafasan 7. Mempertahan kan
6) Istirahat gizi yang cukup
7) Status
perawatan diri 8. Identifikasi
8) Perawatan kemampuan anggota
diri : aktivitas sehari- keluarga untuk terlibat
hari (ADL) dalam perawatan pasien
69

9) Respons 9. Informasikan
tanda vital abnormal faktor-faktor yang
terhadap aktivitas meningkatkan kondisi
10) Repons pasien pada keluarga
frekuensi jantung
abnormal terhadap 10. Pilih intervensi
aktivitas untuk mengurangi
Faktor berhubungan: kelelahan baik secara
1) Gaya hidup farmakologis maupun
kurang gerak non farmakologis dengan
2) Imobilitas tepat
3) Ketidakseim
bangan antara suplai
dan kebutuhan
oksigen
4) Tirah baring
70

4.14 Catatan Tindakan Keperawatan

Nama : Ny. W Ruang : Asoka

Umur : 31 Tahun No. Reg. : 144657

NO. TANGGAL/
TINDAKAN KEPERAWATAN TT
DX JAM

1. 01-06-2019

08.30 1. Memonitor intake/asupan nutrisi untuk


mengetahui sumber energi yang adekuat
R : klien makan 3x sehari porsi sedikit ±3
sendok dengan menu nasi, sayur, lauk.
Minum air putih ±250 ml sehari.

08.45 2. Memonitor kemampuan perawatan diri


secara mandiri
R : klien masih dibantu untuk berjalan ke
kamar mandi, sibin, berpakaian

09.30 3. Membantu klien dalam aktivitas sehari-


hari
R : klien bersedia dibantu berjalan menuju ke
kamar mandi
TTV sebelum aktivitas
TD : 120/70 mmHg, RR : 24x/menit, N :
110x/menit, S : 36.4ºC, SpO2 : 93%
TTV sesudah aktivitas
TD : 130/80 mmHg, RR : 27x/menit, N :
122x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 86%

10.15 4. Mengidentifikasi kemampuan anggota


keluarga untuk dalam keterlibatan dalam
perawatan pasien.
R : keluarga mampu membantu pasien
berjalan ke kamar mandi, sibin, dang anti
baju.

10.30 5. Menginformasikan faktor-faktor yang


meningkatkan kondisi pasien pada
keluarga
71

R : keluarga pasien mengerti dan paham yang


di sampaikan oleh perawat

02/06/2019

09.00 1. Memonitor intake/asupan nutrisi untuk


mengetahui sumber energi yang adekuat
R : klien makan 3x sehari porsi sedikit ±5
sendok dengan menu nasi, sayur, lauk. Minum
air putih ±300 ml sehari.

09.15 2. Memonitor kemampuan perawatan diri


secara mandiri
R : klien masih dibantu untuk berjalan ke
kamar mandi, sibin, berpakaian

09.45 3. Membantu klien dalam aktivitas sehari-hari


R : klien bersedia dibantu berjalan menuju ke
kamar mandi
TTV sebelum aktivitas
TD : 110/70 mmHg, RR : 22x/menit, N :
110x/menit, S : 36.2ºC, SpO2 : 95%
TTV sesudah aktivitas
TD : 120/80 mmHg, RR : 24x/menit, N :
122x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 88%

10.45 4. Mengidentifikasi kemampuan anggota


keluarga untuk dalam keterlibatan dalam
perawatan pasien.
R : keluarga mampu membantu pasien
berjalan ke kamar mandi, sibin, dang anti
baju.

11.00 5. Menginformasikan faktor-faktor yang


meningkatkan kondisi pasien pada
keluarga
R : keluarga pasien mengerti dan paham yang
di sampaikan oleh perawat

03/06/2019

08.30 1. Memonitor intake/asupan nutrisi untuk


mengetahui sumber energi yang adekuat
R : klien makan 3x sehari porsi dari rumah
sakit habis dengan menu nasi, sayur, lauk.
72

Minum air putih ±600 ml sehari.

08.45 2. Memonitor kemampuan perawatan diri


secara mandiri

R : klien mampu untuk berjalan ke kamar


mandi, sibin, berpakaian sendiri

10.30 3. Membantu klien dalam aktivitas sehari-


hari
R : klien bersedia dibantu berjalan menuju ke
kamar mandi
TTV sebelum aktivitas
TD : 110/80 mmHg, RR : 20x/menit, N :
88x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 95%
TTV sesudah aktivitas
TD : 120/80 mmHg, RR : 22x/menit, N :
92x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 86%

11.15 4. mengidentifikasi kemampuan anggota


keluarga untuk dalam keterlibatan dalam
perawatan pasien.
R : keluarga mampu membantu pasien
berjalan ke kamar mandi, sibin, dan anti
baju.

11.30 5. Menginformasikan faktor-faktor yang


meningkatkan kondisi pasien pada
keluarga

R : keluarga pasien mengerti dan paham yang


di sampaikan oleh perawat
73

4.15 Catatan Perkembangan Keperawatan

Nama : Ny. W Ruang : Asoka

Umur : 31 Tahun No. Reg. : 144657

NO. TANGGAL/
PERKEMBANGAN TT
DX JAM

1. 01/06/2019 S : klien mengatakan sesak nafas dan kelelahan


setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi
13.00
O:
1. klien tampak sesak setelah aktivitas
berjalan ke kamar mandi
2. klien tampak kelelahan setelah aktivitas
ke kamar mandi
3. nafas klien terlihat terengah-engah
setelah beraktivitas
4. klien dibantu keluarga/perawat saat
berjalan ke kamar mandi
5. terdapat pernafaan cuping hidung
6. warna kulit muka tampak pucat
7. kecepatan berjalan pasien belum stabil
masih secara pelan dan harus dibantu
8. terdapat suara tambahan wheezing dan
ronchi
9. terpasang O2 nassal 2 lpm
10. TTV
sebelum aktivitas TD : 120/70 mmHg,
RR : 24x/menit, N : 110x/menit, S :
36.4ºC, SpO2 : 93%
sesudah aktivitas TD : 130/80 mmHg,
RR : 27x/menit, N : 122x/menit, S :
36.0ºC, SpO2 : 86%
11. Pasien dibantu oleh keluarga/perawat
ketika mau BAB/BAK ke kamar mandi
12. Pasien sering terbangun di tengah malam
karena batuk dan sesak
13. Pasien perlu bantuan keluarga/perawat
untuk sibin dang ganti baju
14. Pasien hanya berbaring di bed saat
perawatan di rumah sakit

A : masalah keperawatan intoleransi aktivitas


belum teratasi
74

P : lanjutkan intervensi

02/06/2019 S : klien mengatakan sesak nafas dan lelah


setelah aktivitas berkurang
13.00
O:
1. sesak berkurang setelah aktivitas
2. klien masih tampak kelelahan setelah
aktivitas
3. nafas klien masih terlihat terengah-engah
setelah aktivitas
4. warna kulit muka masih tampak pucat
5. kecepatan berjalan pasien belum stabil
masih secara pelan dan harus dibantu
6. terdapat suara tambahan wheezing dan
ronchi
7. terpasang O2 nassal 3 lpm
8. TTV
sebelum aktivitas TD : 110/70 mmHg,
RR : 22x/menit, N : 110x/menit, S :
36.2ºC, SpO2 : 95%
sesudah aktivitas TD : 120/80 mmHg,
RR : 24x/menit, N : 122x/menit, S :
36.0ºC, SpO2 : 88%
9. Pasien dibantu oleh keluarga/perawat
ketika mau BAB/BAK ke kamar mandi
10. Pasien sering terbangun di tengah malam
karena batuk dan sesak
11. Pasien perlu bantuan keluarga/perawat
untuk sibin dang ganti baju
12. Pasien hanya berbaring di bed saat
perawatan di rumah sakit

A : masalah keperawatan intoleransi aktivitas


teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi
75

03/06/2019 S : klien mengatakan sesak dan lelah setelah


aktivitas berkurang
13.00
O:
1. sesak berkurang setelah aktivitas ke
kamar mandi
2. klien tampak lebih tenang
3. klien mampu melakukan aktivitas secara
mandiri
4. kulit muka klien sudah tidak tampak
pucat
5. klien sudah tidak menggunakan oksigen
6. masih terdengar suara tambahan
wheezing dan ronchi
7. klien mampu berjalan dengan satbil tanpa
bantuan
8. TTV
sebelum aktivitas TD : 110/80 mmHg,
RR : 20x/menit, N : 88x/menit, S :
36.0ºC, SpO2 : 95%
sesudah aktivitas TD : 120/80 mmHg,
RR : 22x/menit, N : 92x/menit, S :
36.0ºC, SpO2 : 86%

A : masalah keperawatan intoleransi aktivitas


teratasi sebagian

P : hentikan intervensi
76
76

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas kesenjangan antara tinjauan teori dengan

tinjauan kasus yang telah dilakukan di wilayah kerja RSUD dr. Hardjono

Ponorogo pada tanggal 01-03 Juni 2019. Setelah dilakukan asuhan keperawatan

pada Ny. W dengan masalah Asma selama 3 hari maka penulis dapat

menganalisis beberapa kesenjangan antara teori dan kasus yang akan dibahas

dengan sistematika lima proses kelerawatan, yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

5.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi

data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan. Sebenarnya, pengkajian

adalah proses bersinambungan yang dilakukan pada semua fase proses

keperawatan. Misalnya pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk

melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi hasil pencapaian tujuan.

Semua fase prsoes keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat

dan lengkap (Kozier, 2011).

1. Identitas Klien

Dalam pengkajian data penulis menggunakan metode wawancara dan

observasi. Pasien bernama Ny. W berusia 31 tahun berjenis kelamin perempuan,

di dalam teori dikatakan bahwa jumlah penderita asma pada wanita lebih banyak

dari pada pria, prevalensi asma di indonesia sebesar 4,5% dan prevalensi terbesar

pada jenis kelamin perempuan. Jumlah orang dengan penyakit asma menurut
77

kelompok umur paling banyak pada umur 35-39 tahun sebesar 7.694

(KEMENKES RI, 2017). Dari hasil pengkajian dan tinjaun teori terdapat

kesenjangan pada umur, di dalam tinjauan teori dikatakan bahwa asma paling

banyak terdapat pada umur sekitar 35-39 tahun tetapi dari hasil pengkajian

tersebut klien berumur 31 tahun, hal ini membuktikan ada kesenjangan antara

hasil pengkajian dan tinjauan teori. Menurut peneliti klien memiliki penyakit

asma bukan karena adanya faktor umur dan jenis kelamin, tetapi dikarenakan

klien memiliki penyakit asma sejak kecil dan kambuh ketika klien merasa

kelelahan, berkativitas berat dan alergi terhadap debu, serbuk, dan lainya.

2. Keluhan Utama

Pada saat pengkajian keluhan utama yang dirasakan oleh Ny. W yaitu

sesak nafas. Hal ini sesuai dengan teori (Somantri, 2009) bahwa keluhan utama

yang biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk, peningkatan sputum,

dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan, wheezing, dan nyeri dada.

Berdasarkan dari hasil pengkajian dan tinjauan teori tidak terdapat kesenjangan.

Menurut penyusun klien mengeluh sesak dan adanya suara tambahan wheezing

dikarenakan adanya penumpukan sputum yang susah di keluarkann di dalam

saluran nafas klien, hal ini tentunya menimbulkan ketidaknyamanan dalam

bernafas klien. Apabila terjadi hal seperti ini biasanya pihak rumah sakit atau

tenaga medis melakukan tindakan ke klien dengan cara penguapan atau yang

disebut nebulizer guna untuk membantu keluarnya sputum.


78

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada riwayat penyakit sekarang di dapatkan dari hasil pengkajian klien

mengatakan sesak nafas karena aktivitas yang berlebih disertai dengan batuk

berdahak. Kemudian karena sesak nafas semakin berat dan batuk tidak segera

sembuh disertai dahak yang susah keluar akhirnya klien di bawa ke IGD RSUD

dr. Hardjono Ponorogo oleh suaminya langsung ditangani oleh dokter dan perawat

IGD dan diberikan O2 nassal 3 lpm dengan TTV TD : 130/70 mmHg RR :

30x/menit Nadi : 129x/menit Suhu : 36.0ºc oleh dokter klien di diagnosa asma.

Pada saat pengkajian klien masih mengeluh sesak nafas, batuk disertai dahak yang

susah keluar, sesak dan kelelahan setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi. TTV

saat pengkajian yaitu TD : 120/70 mmHg RR : 22x/menit Nadi : 110x/menit Suhu

: 35.9ºc, SpO2 : 92%, terpasang O2 nassal 3 lpm. Hal ini sesuai dengan teori

(Ghofur A, 2008) bahwa pada riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada

pasien asma yaitu pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak. Berdasarkan

dari hasil tersebut antara hasil pengkajian dan tinjauan teori tidak ada kesenjangan

diantaranya yaitu dari pasien yang dikeluhkan adalah sesak nafas dan batuk

berdahak.

Menurut penyusun seharusnya klien mampu mengontrol kegiatan atau

aktivitasnya, karena apabila klien tidak dapat mengontol aktivitas hingga klien

merasa kelelahan maka akan menimbulkan asma kambuh kembali. Klien juga

harus menghindari faktor-faktor yang menyebabkan kambuh nya asma seperti

debu, serbuk, asap rokok dengan cara menggunakan masker.


79

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Di dalam pengkajian riwayat kesehatan dahulu terdapat hasil yaitu bahwa

pasien memiliki riwayat asma sejak kecil, pasien juga sering mengeluh sesak

ketika pasien merasa kelelahan dan alergi terhadap debu, serbuk dsb. Pasien juga

sering sekali rawat inap di RSUD dr. Hardjono Ponorogo dengan keluhan sesak

nafas. Hal ini sesuai dengan teori (Somantri, 2009) bahwa di dalam riwayat

penyakit dahulu terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi

penyakit ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran napas bawah.

Berdasarkan hasil pengkajian dari Ny. W dan tinjauan teori tidak terdapat

kesenjangan diantaranya yaitu seperti yang di jelaskan bahwa pasien alergi

terhadap debu, serbuk dsb.

Menurut penyusun apabila dilihat dari riwayat kesehatan dahulu

seharusnya klien lebih menjaga diri lagi dari faktor-faktor yang menimbulkan

asma kambuh sehingga klien tidak sampai harus kembali masuk ke rumah sakit

untuk dilakukan perawatan dirumah sakit.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Dari hasil pengkajian pasien mengatakan dari anggota keluarga klien tidak

ada yang menderita asma seperti pasien. Pada teori (Somantri, 2009) klien dengan

asma sering kali ditemukan didapatkan adanya riwayat penyakit genetik atau

keturunan, tetapi pada beberapa klien lainya tidak ditemukan adanya penyakit

yang sama dengan anggota keluarganya. Berdasarkan dari hasil pengkajian dan

tinjauan teori terdapat kesenjangan. Menurut penyusun bahwa pasien mempunyai


80

riwayat penyakit asma tidak di karenakan oleh faktor genetik atau keturunan tetapi

disebabkan karena alergi debu, serbuk dll dan aktivitas yang berlebih.

5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh guna

menentukan ada atau tidaknya penyakit yang di dasarkan pada hasil pemeriksaan

fisik dan laboratorium. Cara pendekatan sistematis yang dapat dilakukan oleh

seorang perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari

ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe) dan pendekatan sistem tubuh

(review of system) (Ali, 2009).

Saat pemeriksaan fisik pada Ny. W thorax paru di dapatkan sesak nafas,

batuk berdahak, pernafasan cuping hidung, suara tambahan wheezing dan ronchi.

Pernyataan tersebut sesui dengan teori (Somantri, 2009) yaitu pada pemeriksaan

fisik thorax paru inspeksi pada klien penderita asma yaitu batuk produktif,

terdapat sputum yang kental dan sulit dikeluarkan dan pernafasan cuping hidung.

Kemudian pada pemeriksaan auskultasi menurut teori, respirasi terdengar kasar

dan suara mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin menonjol. Wheezing

adalah suara yang dapat terdengar melalui stetoskop. Bunyi yang terdengar seperti

ngik-ngik di mana sering terjadi di pagi hari menjelang subuh. Hal ini akibat

adanya ketidakseimbangan hormon kortisol yang rendah saat pagi serta faktor lain

yang mengikutinya (Nyoman, 2012). Dan dari hasil pengkajian terdapat kesamaan

antara teori dan hasil pengkajian yang dialami klien.

Menurut peneliti pemeriksaan fisik pada pasien asma difokuskan pada

pengkajian thorax paru, perawat perlu mengkaji keluhan yang dirasakan oleh

klien seperti sesak nafas. Pada pemeriksaan ini perawat dapat menggunakan
81

pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk melihat

atau memeriksa ada atau tidaknya ke abnormalan pada thorax klien seperti adanya

suara tamnbahan nafas wheezing dan ronchi dalam pemeriksaan auskultasi.

5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga, dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan

aktual maupun potensial. Hasil pemeriksaan dari laboratorium sangat penting dan

membantu dalam diagnosis, memantau perjalanan penyakit serta menentukan

prognosa (Asmadi, 2008).

Pemeriksaan yang dilakukan pada Ny. W pada tanggal 31 Mei 2019

berdasarkan hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan tetapi ada sedikit

kesenjangan antara tinjauan teori dengan hasil pengkajian. Dalam tinjauan teori

hasil laboratorium hasil eosinofil tertulis rentang normal di antara 100-200/mm3

dan jumlah sel leukosit yang tinggi lebih dari 15.000/mm 3 terjadi karena adanya

infeksi, hal ini berhubungan dengan kondisi dan penyakit tertentu seperti infeksi,

leukemia, respon alergi dan asma. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan

kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea (Mansjoer, 2009). Sedangkan

hasil dari pemeriksaan laboratorium eosinofil 2.1% interprestasi normal, leukosit

(WBC) 11.5 10^3/ uL interprestasi tinggi, hemoglobin (HGB) 10.5 g/dl

interprestasi rendah, SGOT 29 U/L interprestasi normal, SGPT 25 U/L

interprestasi normal.
82

Menurut penyusun kesamaan anatara hasil pengkajian dan teori ini yaitu

dapat dilihat dari kondisi sesak nafas dan lemas pada klien yang di periksa oleh

peneliti terjadi karena hemoglobin (HGB) pada hasil pemeriksaan laboratorium

mengalami penurunan. Hemoglobin merupakan protein utama tubuh manusia

yang berfungsi mengangkut CO2 dari jaringan perifer ke paru-paru (Maylina,

2010). Apabila ini tidak segera di tangani atau pengobatan yang tepat akan

menimbulkan masalah lain seperti sesak nafas dan masalah keperawatan yang

muncul adalah intoleransi aktivitas. Disisi lain leukosit pada klien juga mengalami

peningkatan, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya infeksi lain di dalam

tubuh klien yang dapat memperberat sesak nafas dan lemas pada klien.

Peneliti juga menyimpulkan bahwa antara data dan teori terdapat

kesenjangan di karenakan acuan satuan tinjauan teori dengan hasil di rumah sakit

berbeda, kendala yang dialami penulis dalam pemeriksaan penunjang ini yaitu

tidak dapat menuliskan semua hasil pemeriksaan penunjang di karenakan rumah

sakit tidak melakukan semua pemeriksaan penunjang yang ada pada tinjauan

teori.

5.4 Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan,dan

penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisa

pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi

(Asmadi, 2008).

Setelah dilakukan pengkajian pada pasien dengan kasus asma pada Ny. W

dapat disimpulkan bahwa diagnosa atau masalah keperawatan yang muncul

adalah intoleransi aktivitas hal tersebut dapat dilihat dari ciri yang sesuai dan
83

tanda gejala yang muncul pada klien seperti sesak nafas dan kelelahan setelah

berkativitas ke kamar mandi, klien dibantu oleh keluarga dan perawat dalam

pemenuhan kebutuhan ADL. Diagnosa keperawatan ini diambil dari batasan

karakteristik yang muncul pada tanda gejala klien tersebut, dan sesuai dengan

teori (Tamsuri, 2009) bahwa tanda minor yang mungkin ditemui adalah

kelemahan dan keletihan.

Dalam masalah tersebut perencanaan tindakan keperawatan yang harus

dilakukan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada Ny. W (Bulechek,

Butcher, Dochterman and Wagner (2013) yaitu monitor kemampuan perawatan

diri secara mandiri, berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan

diri mandiri, tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk

menjaga ketahanan, buat batasan untuk aktivitas hiperaktif klien saat mengganggu

yang lain dan dirinya, bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari, identifikasi

kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien,

informasikan faktor-faktor yang meningkatkan kondisi pasien pada keluarga.

Menurut penulis pada penderita asma konsentrasi O2 dalam darah klien

mengalami penurunan, akibat dari penurunan tersebut klien akan mengalami

hipoksemia. Hipoksemia tersebut dapat menyebabkan suplai darah dan O 2

kejantung berkurang, sehinnga dapat mengakibatkan cardiac output dan tekanan

darah menurun. Akibatnya penderita asma mengalami kelemahan dan keletihan

sehingga muncul masalah intoleransi aktivitas.


84

5.5 Implementasi

Implementasi diterapkan dengan tindakan yang nyata untuk mencapai

hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah. Pada tahap

implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan yang validasi rencana

keperawatan, menuliskan atau mendokumentasikan rencana keperawatan serta

melanjutkan pengumpulan data (Mityani, 2009). Implementasi dilakuakan oleh

penulis mulai hari Sabtu tanggal 01 Juni 2019 sampai Senin 03 Juni 2019.

Implementasi yang dilakukan pada Ny. W bertujuan untuk mengatasi masalah

yang terjadi pada Ny. W yaitu intoleransi aktivitas.

Implementasi yang pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 01 Juni

2019. Penulis melakukan pengkajian pada klien, berkolaborasi dengan tim dokter

terapi injeksi IV ranitidine (1x50 mg), dexamethasone (1x5 mg), ceftriaxone (1x1

gram), memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang

adekuat, memonitor kemampuan perawatan diri secara mandiri, melakukan terapi

nebulizer, membantu klien dalam aktivitas sehari-hari, melakukan TTV sebelum

aktivitas TD : 120/70 mmHg, RR : 24x/menit, N : 110x/menit, S : 36.4ºC, SpO2 :

93%. TTV sesudah aktivitas TD : 130/80 mmHg, RR : 27x/menit, N : 122x/menit,

S : 36.0ºC, SpO2 : 86% dan menginformasikan faktor-faktor yang meningkatkan

kondisi pasien pada keluarga.

Pada tanggal 02 Juni 2019 penulis melalukan implementasi kembali

sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Implementasi yang dilakukan sama

seperti implementasi yang telah dilakukan sebelumnya. Hanya saja terdapat

perbedaan pada pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut TTV sebelum

aktivitas TD : 110/70 mmHg, RR : 22x/menit, N : 110x/menit, S : 36.2ºC, SpO2 :


85

95%. TTV sesudah aktivitas TD : 120/80 mmHg, RR : 24x/menit, N :

122x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 88%.

Pada tanggal 03 Juni 2019 penulis melakukan implementasi kembali

sesuai yang telah direncanakan dan implementasi sama seperti sebelumnya

dengan perbedaan tanda-tanda vital sebagai berikut TTV sebelum aktivitas TD :

110/80 mmHg, RR : 20x/menit, N : 88x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 95%. TTV

sesudah aktivitas TD : 120/80 mmHg, RR : 22x/menit, N : 92x/menit, S : 36.0ºC,

SpO2 : 86%. pasien juga sudah tidak merasa sesak dan kelelahan setelah aktivitas

ke kamar mandi dari sebelumnya tanpa di bantu oleh keluarga dan perawat.

Implementasi ini dilakukan dengan harapan masalah masalah intoleransi pada

pasien teratasi.

Pada studi kasus yang sudah dilakukan oleh peneliti ini sesuai dengan

teori (Nursalam, 2009) bahwa implementasi adalah pelaksanaan dari rencana

intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai

setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapakan. Oleh karena itu rencana

intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan klien. Berdasarkan fakta yang ada

implementasi yang dilakukan oleh peneliti sudah sesuai di buktikan dengan

tindakan yang diberikan sesuai keadaan pasien.

Menurut penyusun implementasi dapat berjalan sesuai dengan harapan

apabila klien mampu kooperatif dalam tindakan yang akan dilakukan oleh petugas

medis. Pada kasus ini klien mampu mengikuti atau kooperatif dalam tindakan
86

yang diberikan oleh petugas sehingga dalam pelaksaan implementasi dapat

berjalan sesuai dengan yang di harapkan.

5.6 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan

keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan

didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada

individu (Nursalam, 2009).

Pada tanggal 01 Juni 2019 pukul 13.00 WIB penulis melakukan evaluasi

dari tindakan – tindakan yang telah dilakukan kepada pasien. Penulis

mendapatkan sata subjektif dari pasien yaitu klien mengatakan sesak nafas dan

kelelahan setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi. Dengan data objektif klien

tampak sesak setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi, klien tampak kelelahan

setelah aktivitas ke kamar mandi, nafas klien terlihat terengah-engah setelah

beraktivitas, klien dibantu keluarga/perawat saat berjalan ke kamar mandi,

terdapat pernafaan cuping hidung, warna kulit muka tampak pucat, kecepatan

berjalan pasien belum stabil masih secara pelan dan harus dibantu, terdapat suara

tambahan wheezing dan ronchi, terpasang O2 nassal 2 lpm, TTV sebelum aktivitas

TD : 120/70 mmHg, RR : 24x/menit, N : 110x/menit, S : 36.4ºC, SpO2 : 93%,

sesudah aktivitas TD : 130/80 mmHg, RR : 27x/menit, N : 122x/menit, S : 36.0ºC,

SpO2 : 86%, pasien dibantu oleh keluarga/perawat ketika mau BAB/BAK ke

kamar mandi, pasien sering terbangun di tengah malam karena batuk dan sesak,

pasien perlu bantuan keluarga atau perawat untuk sibin dang ganti baju, pasien

hanya berbaring di bed saat perawatan di rumah sakit. Upaya yang harus

dilakuakan adalah melanjutkan intervensi yang telah direncanakan.


87

Kemudian penulis melakukan evaluasi selanjutnya pada tanggal 02 Juni

2019 pukul 13.00 WIB, data subjektif yang didapat dari pasien adalah klien

mengatakan sesak nafas dan lelah setelah aktivitas berkurang. Sedangkan data

objektifnya yaitu sesak berkurang setelah aktivitas, klien masih tampak kelelahan

setelah aktivitas, nafas klien masih terlihat terengah-engah setelah aktivitas, warna

kulit muka masih tampak pucat, kecepatan berjalan pasien belum stabil masih

secara pelan dan harus dibantu, terdapat suara tambahan wheezing dan ronchi,

terpasang O2 nassal 3 lpm, TTV sebelum aktivitas TD : 110/70 mmHg, RR :

22x/menit, N : 110x/menit, S : 36.2ºC, SpO2 : 95%, sesudah aktivitas TD : 120/80

mmHg, RR : 24x/menit, N : 122x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 88%, pasien dibantu

oleh keluarga/perawat ketika mau BAB/BAK ke kamar mandi, pasien sering

terbangun di tengah malam karena batuk dan sesak, pasien perlu bantuan keluarga

atau perawat untuk sibin dang ganti baju, pasien hanya berbaring di bed saat

perawatan di rumah sakit. Dapat disimpulkan bahwa masalah intoleransi aktivitas

teratasi sebagian. Kemudian upaya yang harus dilakukan adalah dengan

melanjutkan intervensi sebelumnya.

Evaluasi yang terakhir dilakukan pada 03 Juni 2019 pukul 10.00 WIB,

dengan data subjektif klien mengatakan sesak dan lelah setelah aktivitas

berkurang. Dengan data objektif, sesak berkurang setelah aktivitas ke kamar

mandi, klien tampak lebih tenang, klien mampu melakukan aktivitas secara

mandiri, kulit muka klien sudah tidak tampak pucat, klien sudah tidak

menggunakan oksigen, masih terdengar suara tambahan wheezing dan ronchi,

klien mampu berjalan dengan satbil tanpa bantuan, TTV sebelum aktivitas TD :

110/80 mmHg, RR : 20x/menit, N : 88x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 : 95%, sesudah


88

aktivitas TD : 120/80 mmHg, RR : 22x/menit, N : 92x/menit, S : 36.0ºC, SpO2 :

86%. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah masalah intoleransi aktivitas teratasi

sebagian, namun intervensi dilakukan secara mandiri.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan

yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan (Wahyuni, 2016).

Kriteria hasil pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas yaitu saturasi

O2 saat beraktivitas baik, kemudahan bernapas saat aktivitas baik, warna kulit

baik dan kecepatan berjalan baik (Bulechek, 2013).

Menurut peneliti pada kasus Ny. W didapatkan hasil pada hari pertama

sampai hari ketiga mengalami peningkatan setiap harinya. Kondisi klien sudah

mulai membaik sesak dan kelelahan yang dirasakan setelah aktivitas sudah mulai

berkurang, hal ini di karenakan klien patuh atau kooperatif dalam segala tindakan

yang dilakukan oleh petugas medis sehingga tujuan yang dicapai hampir teratasi.

Namun pasien perlu memperhatikan batasan-batasan aktivitas untuk

meningkatkan kondisi pasien. Hal ini sesuai dengan teori (Bulechek, 2013).

Apabila ditinjau dari kriteria hasil yang ada pada teori, hampir keseluruhan

kriteria hasil tercapai sesuai dengan yang ada pada teori. Hal ini dapat dilihat pada

hasil evaluasi pada klien yaitu saturasi O2 klien saat beraktivitas dari hari pertama

sampai hari terkahir dilakukan nya penelitian menunjukan presentase yang baik,

kemudahan bernapas klien saat beraktivitas pada hari terkahir menunjukan

perkembangan yang cukup baik hal ini di buktikan pada hasil evaluasi yaitu klien

merasakan sesak berkurang setelah aktivitas dan klien sudah tidak menggunakan

oksigen lagi, kemudian warna kulit klien tidak tampak pucat lagi pada hasil

evaluasi hari ketiga, dan kecepatan berjalan klien juga menunjukan perkembangan
89

yang baik di buktikan pada hasil evaluasi hari ketiga yaitu klien dapat berjalan

dengan kecepatan yang stabil tanpa dibantu oleh keluarga atau perawat.
90

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien

asma yang mengalami masalah keperawatan intoleransi aktivitas penulis

memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata tentang bagaimana

pemenuhan intoleransi aktivitas pada pasien asma. Dimana proses perawatan

intoleransi aktivitas tersebut melalui suatu proses asuhan keperawatan yang

meliputi kegiatan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan keperawatan,

implementasi, dan evaluasi.

Dari hasil pembahasan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus diperoleh suatu

kesimpulan yaitu:

1. Pengkajian pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas

ditemukan beberapa data subyektif dan data obyektif antara lain data

subyektif meliputi klien mengatakan sesak nafas dan kelelahan setelah

aktivitas berjalan ke kamar mandi. Dengan data objektif klien tampak

sesak setelah aktivitas berjalan ke kamar mandi, klien tampak kelelahan

setelah aktivitas ke kamar mandi, nafas klien terlihat terengah-engah, klien

dibantu keluarga/perawat saat berjalan ke kamar mandi, terdapat suara

tambahan wheezing dan ronchi, terpasang O2 nassal 2 lpm, TTV sebelum

aktivitas TD : 120/70 mmHg RR : 24x/menit N : 110x/menit S : 36.4ºC,

sesudah aktivitas TD : 130/80 mmHg RR : 27x/menit N : 122x/menit S :

36.0ºC, pasien dibantu oleh keluarga/perawat ketika mau BAB/BAK ke


91

kamar mandi, pasien sering terbangun di tengah malam karena batuk dan

sesak, pasien perlu bantuan keluarga/perawat untuk sibin dang ganti baju.

pasien hanya berbaring di bed saat perawatan di rumah sakit.

2. Diagnosis yang di ambil pada klien asma ini yaitu masalah keperawatan

intoleransi aktivias. Diagnosis ini di ambil karena pada penderita asma ini

konsentrasi O2 dalam darah penderita mengalami penurunan, akibat dari

penurunan tersebut klien akan mengalami hipoksemia. Hipoksemia

tersebut dapat menyebabkan suplai darah dan O2 kejantung berkurang,

sehinnga dapat mengakibatkan cardiac output dan tekanan darah

menurun. Akibatnya penderita asma mengalami kelemahan dan keletihan

sehingga muncul masalah intoleransi aktivitas. Jadi apabila pasien

penderita asma dengan gangguan intoleransi aktivitas tidak segera di

tangani klien tidak dapat bebas melakukan aktivitas dan sulit melakukan

kegiatan sehari-hari, sehingga dalam melakukan aktivitasnya tidak dapat

secara mandiri harus di dampingi oleh orang lain disekitar pasien atau jika

pasien di rumah sakit dibantu oleh perawat.

3. Intervensi keperawatan disusun sesuai dengan prioritas masalah, dalam hal

ini di fokuskan pada intoleransi aktivitas. Dalam penyusunannya tidak

semua intervensi dalam tinjauan pustaka dapat diaplikasikan, karena

menyesuaikan dengan keadaan klien, keluarga dan fasilitas kesehatan yang

tersedia. Pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga perlu dilakukan

karena klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas tidak bisa sembuh

dengan cepat apabila pasien dan keluarga tidak kooperatif dengan proses

perawatan.
92

4. Dalam implementasi tidak semua rencana tindakan dapat dilakukan sesuai

dengan teori, ada beberapa intervensi yang dikurangi ataupun ditambah.

Hal ini disesuaikan dengan sarana dan prasarana serta kondisi klien. Akan

tetapi bagaimana pun tinjauan pustaka tetaplah penting dan harus dikuasai

oleh penulis sebelum melakukan tinjauan kasus, agar asuhan keperawatan

yang diberikan mempunyai dasar ilmu sehingga tidak menyimpang terlalu

jauh.

5. Evaluasi disini adalah menilai hasil pada akhir pemberian asuhan

keperawatan yang telah dilakukan, dan membandingkan dengan kriteria

hasil mengenai perubahan nyata yang terjadi pada klien, baik melihat

perkembangan klien dan perubahan kondisi pada klien. Dimana evaluasi

hasil dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan adalah masalah

teratasi sebagian. Pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas

memerlukan waktu tidak terlalu lama untuk kesembuhannya, hanya saja

yang di perlukan pasien dan keluarga harus kooperatif dan patuh dengan

proses perawatan di rumah sakit maupun dirumah. Karena banyak pasien

yang kurang mengerti penyakit ini dan salah dalam penanganannya

terutama saat dirumah.


93

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka beberapa upaya perlu diperhatikan yaitu:

1. Klien

a. Bagi klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas diharapkan mau

menghindari faktor yang memungkinkan menyebabkan asma kambuh.

Seperti debu, asap rokok, bulu binatang, serbuk, aktivitas dan olahraga

yang berlebihan.

b. Mengurangi atau mengontrol aktivitas berlebihan yang

memungkinkan timbulnya masalah intoleransi aktivitas.

c. Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuan yang dimiliki oleh

klien.

d. Latihan aktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan klien.

2. Keluarga klien

a. Keluarga diharapkan berpartisipasi untuk mengingatkan tentang hal

yang harus dipatuhi oleh klien seperti menganjurkan klien untuk

mengurangi dan mengontrol aktivitas berlebihan.

b. Memberikan motivasi dan dukungan pada klien agar klien optimis

dalam menjalani pengobatan atau perawatan yang diberikan.

c. Keluarga membantu dalam hal aktivitas klien sehari-hari seperti

membantu berjalan ke kamar mandi.

3. Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk

mengembangkan bahan pembelajaran khususnya dalam pemberian asuhan


94

keperawatan pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas dan

diharapkan dapat menjadi bahan kajian di perpustakaan.

4. Profesi Keperawatan

a. Diharapkan menjadi fokus perawat dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi untuk diaplikasikan kepada semua tenaga

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan asma dengan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

b. Ketepatan dan kecermatan dalam memberikan setiap prosedur

perawatan menjadi kunci utama dalam mengurangi masalah klien

c. Kerjasama antar perawat dan tim kesehatan lain sangat diperlukan,

karena dengan keselarasan dan keharmonisan hubungan, kemajuan

klien dapat dicapai secara optimal.

d. Perawat membantu dalam hal aktivitas sehari-hari klien di rumah sakit

seperti membantu berjalan ke kamar mandi.

5. Peneliti Selanjutnya

Studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien asma, khususnya dengan

masalah intoleransi aktivitas dan untuk referensi studi kasus selanjutnya

terutama masalah intoleransi aktivitas.


95

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : EGC.


Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.
Baughman, D. & Hackley, J. 2000. Handbook for Brunner and Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Jakarta : EGC.
Bebasari, dkk. 2016. Korelasi Lama Senam Asma Dengan Faal Paru Pada Pasien
Asma Yang Mengikuti Senam Asma. Jurnal Kesehatan, 1 : 33.
Bulechek, D.M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Yogyakarta : Mocomedia.
Danusantoso, H. 2012. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pengendalian
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Febrina, S, dkk. 2018. Hubungan Tingkat Kontrol Dengan Arus Puncak Ekspirasi
Dada Pasien Asma. Jurnal Biomedika dan Kesehatan, 1 (2): 35-36.
Francis, C. 2008. Perawatan Respirasi. Jakarta : Erlangga..

Hackley, J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddart Terjemahan oleh Yasmin Asih. 2009. Jakarta : EGC.
Herdman, T.H. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta : EGC.

Herman, A. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha


Medica.
Hidayat, A.A. 2008. Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data. Jakarta :
Salemba Medika.
Kozier, B., Berman, A. & Shirlee J. Tanpa tahun. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep Proses dan Praktik Terjemahan oleh Eko Karyuni,
dkk. 2010. Jakarta : EGC.
Liansyah, T.M. 2014. Pendekatan Kedokteran Keluarga dan dalam
Penatalaksanaan Terkini Serangan Asma pada Anak. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 1: 34.
96

Mansjoer, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuluskeletal. Jakarta : EGC
Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan
Pernapasan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Maylina, L.A. 2010. Hubungan Antara Konsumsi Pangan Sumber Protein, Zat
Besi, Dan Vitamin C Dengan Kejadian Anemia Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal Kesehatan, 2 : 46.
Mumpuni, Y. & Wulandari, A. 2013. Cara Jitu Mengatasi Asma Pada Anak dan
Dewasa, Rapha Publishing : Yogyakarta.
Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka
cipta.
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC. Jogjakarta : Mediaction.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Paru.
Jakarta : Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Qomariah, dkk. 2010. Faktor faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Di
Indonesia. Media Libang Kesehatan, 2 : 16.
Rachmawati dkk. 2012. Aplikasi Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma. ISSN :
2302-7339, 9 : 8.
Rahajoe, N, dkk. 2015. Pedoman Nasional Asma Anak Edisi ke-2. Jakarta :
Salemba Medika.
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Tamsuri, A. 2008. Klien Gangguan Pernafasan: seri asuhan keperawatan. Jakarta
: EGC.
Utami, N.S. 2013. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan
Penerimaan Diri Individu yang Mengalami Asma. Jurnal Psikologi
Udayana, 1 : 25.
Wong, D.L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai