Anda di halaman 1dari 26

ADAT ISTIADAT MASYARAKAT MELAYU

Makalah Kelompok
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Pendidikan Tamadun dan Tunjuk Ajar Melayu Semester 2 (Kls. Rabu 10.00 ) Program
Studi Akuntansi FE UMRAH TANJUNGPINANG-KEPULAUAN RIAU

Disusun oleh kelompok 2

1. Rismawati/ NIM : 180462201007


2. Siti Nurhaliza / NIM : 180462201058
3. Nanda Ulana Simanjuntak / NIM : 180462201060

Dosen Pengajar/Pembimbing

Drs.H.MUHAMMAD IDRIS DM,MM,Msi.

UNIVERSITAS MASRITIM RAJA ALI HAJI

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

TANJUNGPINANG-KEPULAUAN RIAU

TA 2018-2019

Page 1
KATA PEGANTAR

‫ﺍلر ِح ْي ِـم‬
َّ ‫ﺍلر ْح ٰم َـن‬
َّ ‫ﺍﷲ‬ِ ‫بِس ِـم‬
ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫ْح ْم ُد للَّه الَّذ ْي أَْن َع َمنَا بن ْع َمة اْ ِإل يْ َم ان َواْ ِإل ْس الَِم َوه َي أ ْعظَ ُم الن‬
ُ‫ اَ ْش َه ُد أَ ْن آلإِلٰـه إِالَّ اهللُ َو ْح َده‬،‫ِّع ِم‬ َ ‫اَل‬
َّ ‫ َواَ ْش َه ُد أ‬.‫لح ِّق لِيُظْ ِه َرهُ َعلى ال دِّيْ ِن ُكلِّ ِه َولَ ْو َك ِر َه ال ُْم ْش ِر ُك ْو َن‬
‫َن‬ ِ
َ ْ‫ك لَ هُ أ َْر َس َل َر ُس ْولَهُ َوديْ ِن ا‬ َ ْ‫الَ َش ِري‬
َ
‫ص ِّل َو َس لِّ ْم َعلَى َس يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬ ِ
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ث َر ْح َم ةً لل َْع الَ ِم ْي َن‬
ُ ‫ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ اَل َْم ْبعُ ْو‬
.‫ أ ََّم َاب ْع ُد‬.‫َج َم ِع ْي َن‬ ِ
ْ ‫َص َحابِه أ‬ ْ ‫َوأ‬
Segala puji dan syukur, Al-Hamdu Lillah kami persembahkan kehadirat Allah SWT
pengatur alam semeta yang karena Rahmat, Rahimnya, Taufiq, hidayahnya, Nikmat,
KaruniaNya, sehingga dapat menyelesaikan dan menyusun Makalah Adat Istiadat
Masyarakat Melayu yang sangat sederhana ini untuk menambah dan membantu
kelengkapan bahan bacaan mahasiswa dan masyarakat yang ingin mempelajari tentang
kebudayaan melayu.
Penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang bejudul Adat
Istiaaadat Masyarakat Melayu ini disajikan dengan segala kekurangan, kelemahan dan
kehilafan, untuk itu diharapkan kepada para penbaca untuk meberikan masukan, tanggapan
keritikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan makalah yang sangat sederhana ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.H.Muhammad Idris DM, MM,
Msi. Selaku Dosen Matakuliah Tamadun dan Tunjuk Ajar Melayu dan seluruh pihak yang
telah membantu penyusun dalam penyusunan Makalah Adat Istiadat Masyarakat Melayu
ini, mudah-mudahan ada manfatnya bagi seluruh pembaca, mohon maaf atas segala
kekurangan dan kehilafan, karena kebenaran mutlak hanya datangnya dari Allah SWT, dan
manusia senantiasa mengami kehilafan dan kesalahan.
Semoga Allah SWT memberkati usaha ini serta bermanfaat bagi mahasiswa khususmnya
dan masyarakat pembaca pada umumnya.
Amin Yaa Rabbal ‘Alamin
Tanjungpinang, Rajab 1439 H.
Februari, 2019 M

Penyusun,

Page 2
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................................3
B. ALASAN PENULISAN MAKALAH...................................................................................3
C. PENGERTIAN JUDUL.........................................................................................................3
D. PERMASALAHAN..............................................................................................................4
a. Pembeberan Masalah.........................................................................................................4
b. Pembatasan Masalah..........................................................................................................4
c. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
E. JAWABAN MASALAH.......................................................................................................5
F. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN MAKALAH...................................................5
BAB II...............................................................................................................................................6
ADAT ISTIADAT MASYARAKAT MELAYU..............................................................................6
A. NILAI-NILAI ADAT ISTIADAT MASYARAKAT MELAYU..........................................6
B. ADAB DALAM PERGAULAN MASYARAKAT MELAYU.............................................7
C. KONSEP MELAYU MENURUT SEJARAH.......................................................................9
D. AGAMA MASYARAKAT MELAYU...............................................................................12
1) Kepercayaan Masyarakat Melayu....................................................................................12
2) Keagamaan Masyarakat Melayu......................................................................................13
E. SISTEM KEAKRABAN MASYARAKAT MELAYU.......................................................14
F. DAN LAIN-LAIN YANG ADA HUBUNGANNYA.........................................................19
a. Mata Pencaharian Orang Melayu.....................................................................................19
b. Potensi Budaya, Bahasa, dan Tradisi...............................................................................20
c. Nilai-Nilai Luhur Budaya Melayu...................................................................................20
BAB III...........................................................................................................................................24
PENUTUP.......................................................................................................................................24
A. KESIMPULAN...................................................................................................................24
B. SARAN...............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................25

Page 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adatyang lazim dilakukan disuatu
daerah. Sedangkan adat istiadat adalah pranata kelakuan yang dilakukan secara turun
temurun dan bersifat mengikat masyarakatnya. Pada masyarakat melayu aturan-
aturan tentang segi kehidupan tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat
yang disebut hukum adat.

Di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang
memang tidak bisa diubah lagi karena ketentuan agama, adat yang diadatkan adalah
adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku
selama tidak diubah oleh penguasa, dan yang terakhir adat yang teradat adalah
konsuensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentukan sikap
yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentukan sikap dan tindakan dalam
menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Adat di daerah melayu sendiri telah ada dan berkembang sejak lama hingga kini.
Masyarakat melayu sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang bersumberkan dari
ajaran agama islam.

B. ALASAN PENULISAN MAKALAH


Alasan penulisan makalah ini adalah untuk menggali lebih dalam
pengetahuan tentang adat istiadat masyarakat melayu, serta untuk memenuhi tugas
dari matakuliah Tamadun dan Tunjuk Ajar Melayu. Selain itu, alasan penulisan
makalah ini karena adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan di suatu daerah.

C. PENGERTIAN JUDUL
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adatyang lazim dilakukan disuatu
daerah. Menurut Jalaluddin Tunsam (seseorang yang berkebangsaan Arab yang
tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660), "Adat" berasal dari bahasa Arab
‫عادات‬, bentuk jamak dari ‫ادَة‬D‫( ع‬adah), yang berarti "cara", "kebiasaan". Di Indonesia,
kata "adat" baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya kata ini hanya
dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan
agama Islam pada sekitar abad 16-an. Kata ini antara lain dapat dibaca pada Undang-
undang Negeri Melayu.

Page 4
D. PERMASALAHAN

a. Pembeberan Masalah
Banyak orang keliru mengartikan adat, terutama generasi muda. Adat
diartikan sama dengan kebiasaan lama dan kuno. Kalau mendengar kata adat,
maka yang terbayang dalam khayalan adalah orang tua berpakaian daerah,
upacara perkawinan, atau upacara-upacara lainnya. Tegasnya, apa yang
berbentuk tradisional dianggap adat.
Pengertian adat di sini sangat terbatas, karena hanya berupa aturan-
aturan tentang beberapa segi kehidupan. Hal ini berbeda dengan pendapat
Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan, “De adat overheerste tot voor kort alle
terrein van het leven juist wat de plichtenleer idealiter beoogt te doen” (Prins,
1954). Pendapat Prins ini lebih mendekati pengertian yang sebenarnya,
karena ia mengatakan bahwa adat meliputi semua segi kehidupan dan hanya
untuk jangka waktu yang singkat. 

b. Pembatasan Masalah
Batasan masalah pada makalah ini adalah:
1. Batasan materi
a) Nilai-nilai adat istiadat masyarakat melayu
b) Adab dalam pergaulan masyarakat melayu
c) Konsep melayu menurut sejarah
d) Agama orang melayu
e) System kekerabatan masyarakat melayu
f) Dan lain-lain yang ada hubungannya
2. Batasan Wilayah
Pada penulisan makalah ini wilayah yang dipilih adalah Wilayah Provinsi
Kepulauan Riau, dengan alasan:
 Nilai-nilai adat istiadat masyarakat melayu di Kepulauan Riau
masih terlihat atau masih dilakukan.
 Sejarah Kepulauan Riau sangat erat kaitannya dengan sejarah
Kerajaan Melayu.

c. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat melayu?
2. Bagaimana adab dalam pergaulan masyarakat melayu?
3. Bagaimana konsep melayu menurut sejarah?
4. Apa agama orang melayu?

Page 5
5. Bagaimana sistem kekerabatan masyarakat melayu?
6. Jelaskan hal lain yang ada hubungannya dengan masyarakat
melayu?

E. JAWABAN MASALAH
Dengan memperkenalkan dan mempraktekkan adat istiadat kepada generasi
muda dapat mengurangi ketidaktahuan tentang adat istiadat melayu kepada generasi
muda sekarang. Dengan begitu adat istiadat melayu dapat di lestarikan dan
dipraktekkan dalam keseharian dari generasi ke generasi selanjutnya.

F. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN MAKALAH


Tujuan penulisan makalah :
a. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat melayu.
b. Untuk memgetahui adab dalam pergaulan sehari-hari dimasyarakat melayu
c. Untuk mengetahui konsep melayu menurut sejarah.
d. Untuk mengetahui agama masyarakat melayu.
e. Untuk mengetahui sistem kekerabatan orang melayu.

Kegunaan penulisan makalah :

1) Agar mahasiswa mengetahui adat istiadat masyarakat melayu serta


mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari guna untuk melestarikan
adat istiadat tersebut sehingga generasi muda dapat mengetahui adat istiadat
tersebut.
2) Supaya mahasiswa tidak lupa dengan nilai-nilai adat istiadat masyarakat
melayu.

Page 6
BAB II

ADAT ISTIADAT MASYARAKAT MELAYU

A. NILAI-NILAI ADAT ISTIADAT MASYARAKAT MELAYU


Orang Melayu mengakui identitas kepribadiannya yang utama adalah adat-
istiadat melayu, bahasa melayu, dan agama Islam. Dari tiga ciri utama kepribadian
orang Melayu tersebut, yang menjadi pondasi pokok adalah agama Islam, karena
agama Islam menjadi sumber adat-istiadat Melayu. Oleh karena itu, adat-istiadat
Melayu bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah.
Dalam bahasa Melayu berbagai ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun,
syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang
melayu. Dalam makalah ini, penyusun akan mengemukakan beberapa hal pokok
yang berkaitan dengan adat istiadat melayu Riau. Adat istiadat masyarakat melayu
diajarkan untuk taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, taat kepada orang tua, taat
kepada pemimpin, ikhlas dan rela berkorban, memiliki rasa tanggungjawab, bertanam
budi dan membalas budi, mensyukuri nikmat Allah dan hidup sederhana.
Di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu :
a. Adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena
ketentuan agama Prinsip tersebut tersimpul dalam adat bersandikan
syarak.Apabila ketentuan-ketentuan adat bertentangan dengan hukum syarak
maka ketentuan adat itu tidak boleh dipakai lagi.,
b. Adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun
waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa Adat ini
dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman atau dalam situasi
mendesak, yang biasa disebut dengan “Peraturan Pelaksanaan”.
c. Adat yang teradat adalah konsuensus bersama yang dirasakan baik, sebagai
pedoman dalam menentukan sikap yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam
menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dimana adat ini dapat berubah-ubah
sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang, yang biasa disebut dengan
“Tradisi”.
Adat istiadat yang dimaksud dengan “adat sebenar adat” adalah prinsip adat
Melayu yang tidak dapat diubah-ubah. Prinsip tersebut tersimpul dalam “adat
bersendikan syarak”. Ketentuan-ketentuan adat yang bertentangan dengan hukum
syarak tidak boleh dipakai lagi dan hukum syaraklah yang dominan.
Dalam berbagai ungkapan adat istiadat antara lain disebutkan :

Page 7
Adat berwaris kepada Nabi
Adat berkhalifah kepada Adam
Adat berinduk ke ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam sunah
Adat dikungkung kitabullah

Itulah adat yang tahan banding


Itulah adat yang tahan asak

Adat terconteng di lawang


Adat tak lekang oleh panas
Adat tak lapuk oleh hujan
Adat dianjak layu diumbut mati
Adat ditanam tumbuh dikubur hidup

Kalau tinggi dipanjatnya


Bila rendah dijalarnya

Kalau kendur berdenting-denting


Kalau tegang berjela-jela
Itulah adat sebenar adat

B. ADAB DALAM PERGAULAN MASYARAKAT MELAYU


Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang
Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama
warga negara. Bahasam, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya yang
hidup dalam masyarakat melayu menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua
warga negara Indonesia. Dalam masyarakat melayu di Riau, sikap dan tingkah-laku
yang baik telah diajarkan sejak dari buaian hingga dewasa. Sikap itu diajarkan secara
lisan dan dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji, pujangga besar Riau
telah banyak meninggalkan ajaran-ajaran seperti Gurindam Dua Belas, Samaratul
Muhimmah, dan manuskrip-manuskrip lainnya.
Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat menyangkut beberapa hal,
yaitu tingkah-laku, tutur-bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi
orang tua/orang sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar, dan sebagainya.
Tingkah-laku yang terpuji adalah yang bersifat sederhana. Sebagaimana penggalan
dalam kitab Adat Raja-raja Melayu:

Page 8
“ Syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang Melayu itu
dan dibilang orang yang majelis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu
kelakuan melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni daripada segala
kelakuan dan perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan
perjalanannya, sekalian itu tiada dengan berlebih-lebihan dan dengan kekurangan,
melainkan sekaliannya itu diadakan dengan keadaan yang sederhana jua adanya.
Maka orang itulah yang dibilang anak yang majelis. Tambahan pula dengan adab
pandai ia menyimpan dirinya. Maka tambah-tambahlah landib atau sindib adanya,
seperti kata hukuman, “Hendaklah kamu hukumkan kerongkongan kamu tatkala
dalam majelis makan, dan hukumkan matamu tatkala melihat perempuan, dan
tegahkan lidahmu dan pada banyak perkataan yang siasia dan tulikan telingamu dan
pada perkataan-perkataan yang keji-keji”. Maka apabila sampailah seseorang
kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majelis namanya (Sujiman, 1983).”
Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang melayu sehingga
terkadang karena “salah bawa” menjadi sangat berlebihan. Kesederhanaan ini
membawa sifat ramah dan toleransi yang tinggi dalam pergaulan. Kesederhanaan ini
digambarkan pula dalam pepatah “Mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah,
“Ibarat padi, kian berisi kian runduk”
Gotong royong dan se-iya sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan
ungkapan yang menjadi falsafah hidup orang melayu bertahan sampai sekarang,
seperti misalnya :
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Ke bukit sama mendaki
Ke lurah sama menurun
Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah
Hidup jelang-menjelang
Sakit jenguk-menjenguk
Lapang sama berlegar
Sempit sama berhimpit
Kuat lidi karena diikat
Kuat hati karena mufakat
Karena masalah gotong royong dan berkerukunan bersama merupakan
masalah penting dalam pergaulan orang melayu. Ungkapan-ungkapan itu antara lain
tercermin dalam.

Page 9
a. Tutur Kata
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasihat, karena kata sangat
berpengaruh bagi keselarasan pergaulan, “Bahasa menunjukkan bangsa”.
Pengertian “bangsa” yang dimaksud di sini adalah “orang baik-baik” atau orang
berderajat yang juga disebut “orang berbangsa”. Orang baik-baik tentu
mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan suaranya akan menimbulkan
simpati orang. Orang yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak senonoh, dia
tentu orang yang “tidak berbangsa” atau derajatnya rendah.
b. Sopan santun dalam berpakaian
Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah cakap” juga tercermin
bahwa salah kain juga merupakan aib. Dalam masyarakat Melayu, kesempurnaan
berpakaian menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya budaya seseorang. Orang
Melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan adanya berbagai
jenis pakaian, baik pakaian pria maupun wanita. Demikian pula perhiasan sebagai
pelengkap berpakaian. Melayu mengenal penutup kepala bagi lakilaki yang
disebut “tengkolok” atau “tanjak” dengan 42 jenis ikatan.
Kerajaan Siak Sri Indrapura telah menetapkan cara berpakaian bagi para
pejabat yang bekerja di balai (kantor) dan cara berpakaian rakyat yang datang ke
balai dalam Babul Qawa‘id. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam pergaulan orang Melayu di Riau, kesopanan berpakaian tidak boleh
diabaikan.
c. Adab dalam pergaulan
Kerangka acuan adab dan sopan-santun dalam pergaulan adalah norma Islam
yang sudah melembaga menjadi adat. Di dalamnya terdapat berbagai pantangan,
larangan, dan hal-hal yang dianggap “sumbang”. Pelanggaran dalam hal ini
menimbulkan aib besar dan si pelanggar dianggap tidak beradab.
Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata, sumbang sikap,
dan sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak baik”. Karakter anggota
masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini. Dengan demikian tercipta pola sikap
dalam pergaulan, seperti sikap terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap
penguasa atau pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yang lebih muda,
antara pria dan wanita, bertamu ke rumah orang, dalam upacara, dan sebagainya.

C. KONSEP MELAYU MENURUT SEJARAH


Istilah Melayu berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti
negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Gangga.
Pendapat ini bisa dihubungkan dengan cerita rakyat Melayu yang paling luas dikenal,
yaitu cerita Si Kelambai atau Sang Kelambai. Kemudian kata melayu atau melayur

Page
10
dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di samping kata malay yang
berarti hujan. Ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu pada awalnya
terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam Sejarah Melayu, Bukit Siguntang
Mahameru.
Selanjumya dalam bahasa Jawa, kata melayu berarti lari atau berjalan cepat.
Lalu, dikenal pula ada sungai Melayu, di antaranya dekat Johor dan Bangkahulu.
Semua istilah dan perkataan itu dapat dirangkumkan sehingga melayu dapat diartikan
sebagai suatu negeri yang mula-mula didiami, dan dilalui oleh sungai, yang diberi
pula nama sungai Melayu.
Istilah melayu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan Cina
yang menyebutkan dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa Mo-
lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa barang hasil bumi untuk
dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, kata melayu menjadi nama sebuah
kerajaan. Namun demikian, kerajaan Melayu sudah ada sejak satu milenium pertama
sebelum Masehi yang dibuktikan gerabah keramik di Barus di tengah Pulau
Sumatera.
Bangsa Melayu sendiri dapat dibedakan atas beberapa kategori atau
ketentuan. Pertama, Melayu Tua (proto Melayu) dengan Melayu Muda (deutro
Melayu). Disebut Melayu tua karena inilah gelombang perantau Melayu pertama
yang datang ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu Tua ini diperkirakan datang
oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 SM. Adapun yang
tergolong ke dalam keturunan Melayu Tua itu antara lain orang Talang Mamak,
orang Sakai, dan Suku Laut.
a. Melayu Tua (Proto Melayu)
Disebut melayu tua (proto melayu) karena inilah gelombang perantau melayu
pertama yang datang ke kepulauan melayu. Leluhur mlelayu tua ini diperkirakan
oleh para ahli arkeologi dan sejarah tiba sekitar 3000-2500 sebelum masehi.
Adapun yang tergolong kedalam keturunan melayu tua (proto melayu) itu
antara lain orang talang mamak, orang sakai, dan suku laut. Keturunan melayu
tua ini terkenal amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang adat
dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih, Batin dan Datuk Kayu, amat
besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan. Sementara itu
alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh
faktor alam, sehingga mereka mampu menghasilkan makanan dengan cara
bertani.
Perkampungan puak melayu tua pada masa dulu jauh terpencil dari
perkampungan melayu muda. Ini mungkin berlaku karena mereka ingin menjaga
kelestarian adadt dan resam (tradisi) mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka

Page
11
amat ketinggalan dalam bidang pendidikan sehingga kemajuan kehidupan mereka
amat lambat sekali.
b. Puak Melayu Muda
Puak melayu muda yang disebut juga Deutro Melayu gelombang kedua.
Kedatangan nenek moyang mereka tiba antara 300-250 tahun sebelum masehi,
mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan
daerah aliran sungai-sungai yang besar yang menjadi lalu lintas perdagangan,
karena itu mereka bersifat lebih terbuka dari melayu tua. Sistem sosial dan sistem
nilainya punya potensi menghadapi perubahan ruang dan waktu, serta selera
zaman.
Pada masanya, baik melayu tua maupun melayu muda sama-sama memegang
kepercayaan nek moyang yang disebut animisme (semua bena yang mempunyai
roh) dan dinamisme (roh-roh nenek moyang), kepercayaan ini kemudian semakin
kental oleh ajaran hindu dan buddha sebab antar kedua kepercayaan ini hampir
tidak ada bedanya. Setelah kehadiran agama islam terutama di daerah pesisir
pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau, ternyata puak melayu
muda lebih suka memeluk agama baru yang rasional itu. Kedatangan agama
islam itu telah membangkitkan semangat bermasyarakat yang lebih kuat dan
kokoh, sehingga berdirilah beberapa kerajaan melayu dengan dasar islam.
Ada 6 macam puak melayu yang ada di Riau
a. Puak melayu Riau – Lingga, mendiami bekas kerajaan Riau – Lingga, yaitu
sebagian besar daerah Kepulauan Riau yang sekarang terdiri dari kebupaten
Kepulauan Riau, Karimun dan Natuna.
b. Puak melayu Siak, mendiami bekas kerajaan Siak yang sebagian besar
merupakan daerah aliran sungai Siak.
c. Puak melayu Kampar, mendiami daerah aliran batang kampar.
d. Puak melayu Indragiri, mendiami daerah Indragiri yakni aliran sungai
Indragiri.
e. Puak melayu Rantau Kuantan, mendiami daerah aliran batang Kuantan yang
telah masuk ke kabupaten Kuantan Singingi.
f. Puak melayu Petalangan, mendiami daerah belantara yang dilalui beberapa
cabang sungai di daerah pangkalan kuras.
Kehadiran agama Islam ke dalam kehidupan puak Melayu muda, tidak: hanya
sebatas menapis adat dan tradisinya, tetapi juga berakibat terhadap bahasa yang
mereka pakai. Sebab tentulab suatu hal yang ganjil, jika suatu masyarakat memeluk
agama Islam, sedangkan bahasa yang menjadi pendukung potensi budayanya tidak
Islami. Karena itu bahasa dan budaya Melayu muda juga mendapat sentuhan dan

Page
12
pengaruh Islam, sehingga hasilnya budaya Melayu menjadi satu di antara lima
budaya Islam di dunia ini.
Pada penggal kedua, pengertian orang Melayu juga dapat dipakai terhadap
pihak yang telah nikah-kawin dengan puak Melayu tua maupun Melayu muda.
Dengan nikah-kawin tentulah pelaku dan keturunannya akan mempunyai tingkahlaku
sesuai dengan sistem nilai yang dianut puak Melayu. Dalam hal ini dapat ditemukan
bagaimana orang Bugis telah nikah-kawin dengan puak Melayu Riau-Lingga.
Keturunan mereka telah mendapat kedudukan dengan jabatan Yang Dipertuan Muda
dengan gelar Raja, di bawah keturunan Melayu yang menjabat Yang Dipertuan Besar
dengan gelar Sultan. Keadaan yang sama juga berlaku terhadap keturunan Arab yang
telah nikah-kawin dengan puak Melayu keturunan Siak, sehingga mendapat
kedudukan sebagai sultan dalam kerajaan itu. Dari 12 orang raja atau sultan kerajaan
Siak, 6 orang yang terakhir adalah keturunan Arab.
Perantau Banjar (Kalimantan) di Inderagiri, juga telah diterima dengan baik
oleh kerajaan itu. Akibatnya keturunan mereka juga menjadi bagian masyarakat dan
kerajaan. Keturunan Banjar telah diangkat menjadi mufti kerajaan. Seorang di antara
mufti kerajaan Inderagiri yang terkenal ialah Tuan Guru Abdurrahman Siddik bin
Muhammad Apip, yang telah menjadii mufti dari tahun 1907-1939. Tuan Guru ini
meninggal 10 Maret 1939, lalu dimakamkan di Parit Hidayat dekat kota kecil Sapat,
Kuala Inderagiri.

D. AGAMA MASYARAKAT MELAYU


Pada masyarakat melayu, mereka membedakan antara agama dan
kepercayaan. Menurut masyarakat melayu, Agama yang dianggap oleh mereka
adalah agama-agama besar yang diakui oleh pemerintah. Seperti Islam, Kristen,
Khatolik, Hindu dan Budha. Sementara keyakinan-keyakinan seperti penyembahan
pada ‘dewa-dewa’ dan kepercayaan akan kekuatan yang memiliki makhluk halus
(jin, hantu, jembalang, dan lainnya) hanya dianggap sebagai suatu kepercayaan saja.

1) Kepercayaan Masyarakat Melayu


Dinamisme, berasal dari bahasa yunani, dymanis : artinya kekuasaan,
kekuatan, khasiat. Dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang
dianggap memiliki unsur kekuatan magis. Diantara unsur kepercayaan
dinamisme yang melekat dalam struktur budaya melayu pada periode ini
adalah kepercayaan akan kekuatan benda-benda yang mengandung kesaktian,
dinamakan fetisy.
Animisme, berasal dari bahasa yunani yaitu, anima berartinya nyawa.
Animisme adalah kepercayaan terhadap suatu benda yang dianggap memiliki

Page
13
nyawa dan menjadi tempat pelindung. Diantara unsur animisme pada periode
ini dalam masyarakat melayu adalah totem.

2) Keagamaan Masyarakat Melayu


Masuknya sistem kepercayaan hindu dan budha mengganti
kepercayaan dinamisme dan animisme pada masyarakat melayu. Kepercayaan
hindu menawarkan sistem dewa-dewa dan kasta dengan penjagaan kualitas
budaya ada pada penguasaan dan tokoh agama. Kemudian berkembang pula
agama Islam di nusantara menggantikan kepercayaan dan agama yang dianut
oleh masyarakat melayu.
a. Agama Hindu
Pengaruh agama Hindu tersebar sejak abad ke 6 lagi yang dibawa oleh
pedagang India. Penyebaran agama ini berkembang pesat ketika
kedatangan golongan Brahmana dan penerimaan agama ini oleh golongan
pemerintah.
Sebagai contoh, terdapat dua buah kerajaan Hindu di tanah Melayu
yaitu kerajaan Langkasuka dan kerajaan Kedah Tua. Disamping itu
terdapatnya penyembahan Dewa Siwa dan vishnu, yang dapat dilihat
daripada pembinaan Candi Bukit Batu Pahat dan Candi Bukit Pendiat di
lembah Bujang, kedah.
b. Agama Buddha
Agama Budha pula turut tersebar dikalangan masyarakat melayu dan
ia mempunyai pertalian dengan agama Hindu. Ini disebabkan agama ini
mengalami pengakomodiran dengan unsur-unsur agama Hindu. Ajaran
agama budha ini mudah diterima karena anggapan mereka bahwa
pengasas agama budha merupakan penjelmaan kembali salah satu dari
pada Dewa Hindu.
c. Agama Islam
Islam datang ke nusantara ketika pengaruh Hindu dan Budha masih
kuat. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan islam
masuk ke indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai
hal tersebut. Setidaknya adanya tiga teori yang mencoba menjelaskan
tentang proses masuknya islam ke indonesia yaitu, teori Gujarat, dan
teori Persia. teori Mekkah.
 Teori Gujarat
Teori gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke
indonesia dari Gujarat pada abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di

Page
14
India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Menurut
Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang
Gujarat yang telah memeluk islam dan berdagang ke dunia timur,
termasuk indonesia.
 Teori Persia
Teori persia mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke
indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran).
Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan
asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih
menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi
yang berkembang antara masyarakat Persi dan indonesia. Tradisi
tersebut antara lain : tradisi merayakan 10 muharam atau Asyuro
sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu
Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di
pariaman di Sumatra Barat. Istilah “tabut” (keranda ) diambil dari
bahasa Arab yang di translasi melalui bahasa Persi.
 Teori Mekkah
Teori adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa
Islam baru sampai dinusantara pada abad ke-13 dan dibawa oleh
orang Gujarat. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari cina yang
menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah
perkampungan muslim di pantai barat Sumatra. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Haji Karim Amrullah atau
Hamka, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat
orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam
Negeri (PTIN) di Yogyakarta.

E. SISTEM KEAKRABAN MASYARAKAT MELAYU


1. Nilai Keterbukaan
Budaya melayu yang sering disebut sebagai budaya “bahari” adalah
kebudayaan yang terbuka. Dengan keterbukaan itulah masyarakat menjadi
masyarakat yang majemuk dengan kebudayaan majemuk. Orang bijak
mengatakan, bahwa kemelayuan itu terbentuk dari keberagaman keturunan
yang sampai oleh kesamaan nilai, yakni : agama, adat, dan budaya serta
bahasa. Perwujudan inilah yang dikenal sebagai “budaya pelangi” atau
“budaya taman bunga” yang indah gemerlap dengan beragam warna, dan
harum semerbak dengan beragam aroma.

Page
15
Keterbukaan budaya Melayu selalu dikawal dengan asas kearifan
semua pihak. Asas merupakan maklumat yang ditaati. Demikian pula dengan
asas “mengambil hak awak berunding sesama awak; mengambil hak orang
berunding dengan orang”, mewujudkan rasa kearifan untuk saling menjaga
hak masing-masing.

Terhadap masyarakat tempatan, adat mengingatkan untuk menjaga


pelihara diri dan kampung halamannya secara seksama, agar dapat
menunjukkan kepada pihak lain tentang hak dan tanggungjawabnya.
Ungkapan adat mengatakan “rumah dijaga dengan amanah, kampung dijaga
dengan marwah, dusun dijaga dengan marwah, dusun dijaga dengan kaidah,
negeri dijaga dengan petuah”. Petuah ini dianggap penting agar orang tidak
berbuat semena-mena dan tidak menganggap kawasan itu sebagai kawasan
“tidak bertuan”. Ungkapan adat mengatakan: “bila halaman tidak berpagar,
bila rumah tidak berdinding, angina lalu tempias lalu, aib terdedah malu
tersimbah”.

2. Nilai Keislaman
Budaya Melayu adalah budaya yang menyatu dengan ajaran agama
islam. Nilai keislaman menjadi acuan dasar budaya Melayu. Karenanya,
budaya melayu tidak dapat dipisahkan dari islam, sebagaimana tercermin dari
ungkapan adat: “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah”,
“syarak mengata adat memakai”, “syah kata syarak, benar kata adat”, “bila
bertikai adat dengan dengan syarak, tegakkan syarak”, dan sebagainya.
Namun demikian, tidaklah bermakna bahwa budaya Melayu menolak
masyarakat yang tidak satu akidah, bahkan sebaliknya menganjurkan untuk
hidup saling hormat menghormati, saling harga menghargai, saling
bertenggang rasa, tolong menolong dan seterusnya.
3. Nilai “Senenek dan Semoyang”
Nilai ini mengajarkan orang untuk merasa seasal dan seketurunan,
yakni sama-sama anak cucu Adam. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil,
menyadarkan orang akan kesamaan nenek moyangnya yakni berasal dari
Rumpun Melayu yang satu (baik Proto Melayu maupun Deutro Melayu).
Ungkapan pantun adat mengatakan
“Ketuku batang ketakal,
Kedua batang keladi mayang,
Sesuku kita seasal,
Senenek kita semoyang”
Selanjutnya dijelaskan

Page
16
“Tanda merasa senenek semoyang,
Duduk bersama berkasih sayang,
Tegak beramai tenggang menenggang.”
4. Nilai “Seanak Sekemanakan”
Nilai ini mengajarkan orang untuk merasa bertanggung jawab
terhadap setiap anggota masyarakat tanpa memandang asal suku, keturunan
dan sebagainya. Asas “seanak sekemenakan” menganjurkan orang untuk
peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakatnya, agar saling
nasehat menasehati, tegur menegur untuk kebaikan dan kebajikan bersama.

Di dalam ungkapan adat dikatakan:

“Adat seanak kemenakan,

Yang anak sama dipinak,

Yang kemenakan sama dibela,

Yang jauh diperdekat,

Menyalah diberi ingat,

Yang terlanjur sama ditegur,

Yang bengkok sama diluruskan”.

5. Nilai “Seaib dan Semalu”


Nilai saling memelihara hubungan antar individu maupun antar
kelompok masyarakat. Nilai ini mengajarkan dan menyadarkan orang agar
hidup saling menjaga pelihara hubungan baik,
Ungkapan adat mengatakan
“Tanda hidup seaib semalu,
yang buruk sama dibuang,
yang keruh sama dijernihkan,
yang kusut sama diselesaikan;
salah besar diperkecil, salah kecil dihabisi”.
6. Nilai “Senasib Sepenanggungan”
Nilai menumbuhkan rasa tanggungjawab sosial untuk saling tolong
menolong, bantu membantu, ingat mengingat dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sisi lain, nilai ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan
menjauhkan perilaku yang hanya mementingkan diri sendiri, kelompok atau
golongan.

Page
17
Ungkapan adat mengatakan:

“Tanda senasib sepenanggungan,

bila ke laut sama basah,

bila kedarat sama berkering,

bila berezki sama berbagi,

bila malang sama berhutang”.

7. Nilai “Seinduk dan Sebahasa, Senenek dan Semamak

Nilai ini mengajarkan agar setiap orang saling menghormati para


pemimpin, tokoh dan tetua-tetua dari setiap kelompk masyarakat.
Kebersamaan pandangan ini dapat mewujudkan kebersamaan dalam
menyelesaikan permasalahan dapat melakukan musyawarah mencari mufakat,
dan dapat menghilangkan rasa kesukaan yang sempit.

Ungkapan adat mengatakan :

“Tanda seinduk dan sebahasa,

menyinggah tidak mencerca,

bercakap tidak menista”.

8. Nilai “Seadat Sepusaka, Sepucuk Setali Darah”


Nilai ini mengajarkan untuk saling mengkaji asas-asas nilai adat dan
budaya yang memiliki kesamaan, kemudian menjadikannya sebagai simpai
pengikat, dijadikan benang penghubung, dijadikan acuan bersama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ungkapan adat menyatakan :

“Walaupun lain padang lain belalang,


lain lubuk lain ikannya,
namun yang belalang tetaplah belalang,
yang ikan tetaplah ikan,
dalam berbeda banyak samanya.”

9. Nilai “Sesampan dan Sehaluan”

Page
18
Nilai ini menyadarkan orang tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara, agar mereka turut menyelamatkan, memelihara, bangsa dan
negaranya, kemudian menyatukan visi dan misinya dalam pembangunan hari
depannya. Budaya Melayu selalu mengibaratkan kerajaan, negara bagaikan
sebuah sampan, perahu atau bahtera yang besar yang didalamnya hidup
rakyat dengan nahkoda sebagai pemimpinnya.

Untuk adat mengatakan :

“Adat sesampan satu haluan,

adat berlayar satu kemudi,

adat memerintah satu titah,

adat memimpin satu petuah”.

10. Nilai “Mendapat Sama Berbeda, Hilang Sama Merugi”


Nilai ini mengajarkan orang agar menjungjung tinggi keadilan dan
kebersamaan dalam berusaha, atau dalam memanfaatkan SDA dan
sebagainya. Pemanfaatan sumber daya alam, kebijakan ekonomi dan
sebagainya, hendaklah mengacu kepada asas keadialan dan pemerataan, serta
memberi manfaat yang sebenarnya bagi seluruh rakyatnya.

Ungkapan adat mengatakan :

“Makan jangan menghabiskan, minum jangan mengeringkan”.

11. Nilai “Menegakkan Marwah dalam Musyawarah, Menegakkan Daulat dalam


Mufakat”
Nilai ini mengajarkan orang agar mengutamakan musyawarah dan
mufakat, baik merancang sesuatu maupun menyelesaikan permasalahan yang
timbul. Nilai ini mengingatkan pila bahwa marwah dan tuah, harkat dan
martabat, daulat dan harga diri akan terpencar di dalam mewujudkan
musyawarah dan mufakat.
Ungkapan adat mengatakan:
“Di dalam musyawarah banyak faedah, di dalam mufakat banyak manfaat”.

12. Nilai “Bercakap Bersetinah, Berunding Bersitabik”


Nilai ini mengajarkan orang untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
kesantunan, berperilaku sopan, tertib dan berbudi pekerti mulia. Nilai ini juga
mengajarkan agar memelihara lidah, menjaga tingkah laku, menjauhkan sifat

Page
19
kasar langgar, memantangkan mencaci orang, berlagak kuasa dan sombong
merendahkan orang lain, mau menang sendiri, besar kepala, sombing dan
angkuh dan sebagainya.
Ungkapan adat mengatakan:
“Tanda orang terpandang:
bercakap tidak menyilang,
berbicara tidak mencerca,
berbuat tidak menjual”.

F. DAN LAIN-LAIN YANG ADA HUBUNGANNYA

a. Mata Pencaharian Orang Melayu


Mata pencarian masyarakat orang melayu beraneka ragam, mulai dari usaha
yang bergantung kepada alam sampai pada usaha yang mengandalkan jasa.
Secara geografis, mata pencaharian tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua
kelompok, yaitu, masyarakat yang hidup di daerah daratan yang berhutan lebat,
bersungai sungai dan berawa rawa dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir
yang berlaut luas. Maka usaha tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua
daerah tersebut.
Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya
adalah dengan cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan
alam.akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi
menggantungkan kehidupannya hanya pada pemberian alam saja. Perkembangan
ini lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja secara alamiah.

Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat melayu.


Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari situlah
kehidupan berpijak atau bertumpu ( hamidy, 1999 : 212). Adapun tapak delapan
tersebut adalah :

a) Berkebun , seperti membuat kebun getah dan kebun kelapa.


b) Beladang, yakni menanam padi, jagung dan sayur-sayuran.
c) Beniro, yaitu mengambil air enau lalu menjadikannya manisan atau gula
enau.
d) Beternak, seperti memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.
e) Bertukang, membuat rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya
f) Berniaga atau menjadi saudagar.
g) Nelayan, yaitu mengambil hasil laut atau di sungai.
h) Mendulang ( mengambil emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil
hutan berupa rotan, damar jelutung, dan lain lain sebagainya.

Page
20
b. Potensi Budaya, Bahasa, dan Tradisi
Kota Tanjungpinang memiliki potensi budaya, bahasa dan tradisi yang sangat
luar biasa. Di kota Tanjungpinang berkembang kesenian seperti Tari Zapin,
Makyong, Joget Dangkong, Bangsawan, dan kesenian tari kreasi lainnya.
Dari Pulau Penyengat telah melahirkan banyak karya sastra yang dipelopori
oleh Raja Ali Haji, Karya-karya Raja Ali Haji antara lain adalah: Gurindam 12
(1847), Bustan Al Katibin (1857), Mukaddima Fi Intizam (1857), Thamarat al-
Muhadimah (1857), Kitab Pengetahuan Bahasa (1859), Silsilah Melayu Bugis
(1865), Tuhfat Al Nafis (1865), Syair Suluh Pegawai (1866), Syair Siti Syianah
(1866), Syair Gemala Mestika Alam, Syair Abdul Muluk, serta karya lainnya
dapat dianggap sebagai karya besar yang dihasilkan melalui goresan seorang
pujangga yang bernama Raja Ali Haji.
Dalam hal even-even pariwisata, Kota Tanjungpinang juga tidak pernah sepi
dari kegiatan seni dan hiburan serta olahraga. Kegiatan Tanjungpinang Dragon
Boat Race merupakan kegiatan rutinitas tahunan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang yang sejak tahun 2001. Demikian juga halnya
dengan kegiatan budaya lainnya sepert Festival Tari Zapin, Gawal Seni , Festival
Sungai Carang, Festival Pulau Penyengat dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan
oleh masyarakat.

c. Nilai-Nilai Luhur Budaya Melayu


 “Sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang pada Yang Satu”: Yakni
sifat yang menyadari dirinya sebagai manusia (makhluk) yang diciptakan
oleh Allah, dan menyadari dirinya sebagai hamba Allah. Kesadaran ini
mendorongnya untuk bertaqwa kepada Allah, mematuhi semua perintah
Allah, menjauhi semua laranganNya, dan berusaha untuk menjadikan
dirinya sebagai hamba Allah yang saleh agar mendapatkan kesejahteraan
di dunia dan sejahtera pula di akhirat.
 “Sifat tahu membalas budi”: Yakni sifat tahu membalas jasa ibu dan
bapa, tahu membalas budi guru, dan tahu membalas segala kebaikan
orang.
 “Sifat hidup bertenggangan, mati berpegangan”: yakni sifat yang selalu
mengutamakan dan menjunjungtinggi rasa persebatian (tenggangrasa,
kesetiakawanan sosial, persatuan dan kesatuan) antar sesama makhluk
Allah, dan mempunyai bekal sebagai pegangan dan sandaran yakni
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah serta amalan yang bermanfaat
untuk menghadapi kematian (alam akhirat).
 “Sifat tahu ‘kan bodoh diri”: Yakni sifat menyadari segala kekurangan
dan kelemhan diri sendiri, mengetahui cacat dan cela diri sendiri. Orang

Page
21
tua-tua Melayu mengatakan: “seburuk-buruk Melayu, ialah Melayu yang
bebal bercampur dungu”
 “Sifat tahu diri”: Yakni sifat yang menyadari sepenuhnya hakikat hidup
dan kehidupan di dunia, dan menyadari pula akan adanya kehidupan di
akhirat, tahu siapa dirinya, tahu darimana asalnya, tahu untuk apa hidup
didunia dan kemana akhir hidupnya.
 “Sifat hidup memegang amanah”: Yakni sifat setia memegang amanah,
kokoh menyunjung sumpah, teguh memegang janji, tekun menjalankan
tugas kewajiban, patuh menjalankan hukum dan undang, taat menjalankan
agama dan sebagainya.
 “Sifat benang orang”: Yakni sifat jujur dan lurus, atau dikatakan
“berkata lurus bercakap benar”, sesuai kulit dengan isinya, sesuai cakap
dengan perbuatannya, sesuai janji dengan buktinya, sesuai akad dengan
buatnya, sesuai sumpah dengan karenahnya, dan seterusnya.
 “Sifat tahan menentang matahari”: Yakni sifat berani dan pantang
menyerah, tabah menghadapi musibah, mandiri dalam hidup dan
berusaha, tidak gentar menghadapi cabaran, tangguh menghadapi musuh,
tahan menghadapi cobaan, berani menghadapi mati dan rela berkorban
untuk membela kepentingan agama, masyarakat, bangsa dan negaranya,
serta bertanggungjawab atas perbuatannya dan sebagainya.
 “Sifat tahu menyimak pandai menyimpai”: Yakni sifat yang penuh
kearifan, bijaksana, tanggap dan cekatan dalam menilai sesuatu dan
memutuskan sesuatu.
 “Sifat menang dalam kalah”: Yakni sifat piawai dalam bersiasat, mahir
dalam menyusun strategi, sabar dan teliti dalam mencari peluang, unggul
dalam berunding, berhemat cermat dalam mengambil keputusan, teliti
dalam mengambil kebijakan, berdada lapang dan berpandangan luas
dalam menyelesaikan masalah, dan memandang sesuatu dengan hati
nurani yang jernih, dan sebagainya.
 “Sifat tahan berkering mau berbasah”: Yakni sifat tabah menanggung
derita sengsara, sabar menghadapi cabaran dan cobaan hidup, gigih dan
tahan dalam kemandirian, giat dan tekun dalam bekerja keras, teguh
dalam menjalankan hak dan kewajibannya, serta kokoh dalam upaya
mencapai cita-citanya.
 “Sifat tahu unjuk dengan beri, tahu hidup bertenggangan”: Yakni sifat
pemurah, dermawan, setia membela dan membantu orang, tidak serakah
dan tamak, tidak mementingkan diri sendiri, penuh tenggangrasa dan
kesetia kawanan, ikhlas tolong menolong, rela berkorban, dan kokoh

Page
22
dalam memelihara persebastian (persatuan dan kesatuan) dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan sebagainya.
 “Sifat timbang dengan sukat”: Yakni sifat adil dan benar, adil dalam
setiap keputusan, benar dalam setiap kebijakan.
 “Sifat tahu ‘kan malu”: Yakni sifat yang tahu menjaga aib dan malu,
tahu mengawal tuah dan marwah, tahu memelihara nama baik diri dan
keluarga, dan berpantang memberi malu orang serta pantang pula
dipermalukan.
 “Sifat berpada-pada”: Yakni sifat yang tidak suka kepada perbuatan
ataupun tindakan yang terlalu berlebih-lebihan, tidak kemaruk kepada
harta, tidak serakah kepada pangkat dan kedudukan, tidak iri dan dengki
kepada kelebihan dan kekayaan orang lain, tidak mabuk dunia dan lupa
diri, tidak menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan, dan
sebagainya.
 “Sifat ingat dengan minat”: Yakni sifat ingat kepada diri, ingat hidup
akan mati, ingat segala tugas dan tanggung-jawabnya, ingat kepada beban
yang dipikulnya, dan menaruh minat dan kepedulian yang sebesar-
besarnya terhadap masyarakat dan lingkungannya, serta meminati dan
mencermati berbagai perubahan, pergeseran nilai dan perkembangan yang
terjadi di dalam masyarakat, bangsa dan negaranya.
 “Sifat hemat dan cermat”: yakni sifat berhemat cermat, arif dalam
berhitung cermat dalam berkira.
 “Sifat tahu harta berpunya, tahu pinjam memulangkan”: Yakni sifat
yang menghormati, menghargai, dan memelihara hak-hak orang lain, dan
bertanggung jawab atas hak orang lain yang dipakainya atau dipinjamnya
atau dipercayakan kepadanya
 “Sifat tahu hidup meninggalkan, tahu mati mewariskan”: Yakni sifat
yang menyadarkan orang untuk berkarya, berbuat kebajikan, berbuat budi
dan jasa selama hidupnya, serta mewariskan nilai-nilai luhur agama dan
budaya, mewariskan karya dan jasa, mewariskan nama baik, mewariskan
keteladanan dan perilaku terpuji dan sebagainya, yang member faedah dan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
 “Sifat lasak mengekas, tekun mengais”: Yakni sifat lasak dalam
berusaha, tekun dalam bekerja keras, cerkas dalam mencari peluang
hidup, bersemangat dalam berkarya, aktif dan rajin menciptakan peluang
kerja untuk memenuhi semua keperluan hidup diri, keluarga, masyarakat
dan bangsanya.

Page
23
 “Sifat menggulut air setimba”: Yakni sifat menghargai dan
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, disiplin, pantang berlengah-
lengah dan pantang bermalas-malas atau membuang-buang masa.
 “Sifat merendah menjunjung tuah”: Yakni sifat rendag hati (bukan
rendah diri), tidak sombong dan tidak angkuh, tidak membesar-besarkan
diri sendiri, tidak merendahkan orang lain, tidak membangga-banggakan
keturunan, tidak menyombongkan pangkat dan harta, tidak melebih-
lebihkan ilmu sendiri, tidak “besar kepala dan besar bual” dan
sebagainya.
 “Sifat lapang terbuka tangan”: Yakni sifat pemaaf dan pemurah.
 “Sifat berbaik sangka”: Yakni sifat yang selalu bersangka baik kepada
semua orang, dan berpantang bersangka buruk.
 “Sifat Yang Pucuk”: Yakni sifat kepemimpinan sejati yang semestinya
dimiiki oleh setiap orang yang dijadikan pemimpin atau dituakan oleh
masyarakatnya, atau yang dikemukakan oleh kaum dan bangsanya.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah adat istiadat yang ada pada
masyarakat melayu heendaknya kita generasi muda dapat melestarikan dan
mempraktekknya dalam kehidupan sehari-sehari sebagai orang melayu. Besar atau
kecilnya nya rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya itulah yang nantinya
mencerminkan bahwa sejauh mana seseorang mengenali budayanya sendiri. Jika

Page
24
semakin kecil rasa kecintaannya maka jelaslah seseorang tersebut belum terlalu dekat
dengan budaya sukunya sendiri, begitu juga sebaliknya.
Mengenali adat istiadat sendiri khususnya melayu merupakan sebuah
keharusan baginya yang mengaku melayu. Sedikit banyaknya pengetahuan kita
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat orang melayu
menjadikan kita secara tidak langsung mempelajari budaya itu sendiri. Seperti yang
dikatakan para pakar bahwa seseorang yang mengaku melayu jikalau ia berbahasa
melayu, beradat-istiadat Melayu dan beragama Islam. Maka dari itu, ketiga hal inilah
menjadi patokan ataupun barometer sejauh mana kita sudah menjadi bagian dari
budaya itu sendiri khususnya budaya melayu.

B. SARAN
Kenali dan lestarikan budaya maupun adat istiadat melayu. Sehingga, pada
generasi selanjutnya dapat mengetahui dan mempraktekkan adat istiadat tersebut
dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang melayu dan agar adat istiadat tidak hilang
dalam kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, A. (2015). SEJARAH MELAYU. Jakarta: KPG.

Effendy, T. (2005). Tegak Menjaga Tuah, Duduk Memelihara Marwah. Yogyakarta: Balai Kajian dan
Pengembangan Budaya Melayu.

Effendy, T. (2006). Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: AdiCIta.

Hashim. (2001). Merekonstruksi Tamadun Melayu Islam: Ke Arah Pembinaan Sebuah Tamadun
Dunia Alaf Ketiga. Malaysia: Akademi Pengajian Melayu.

Page
25
Idris, M. (2016). Konsep Rencana Buku Ajar Tamadun dan Tunjuk Ajar Melayu. Tanjungpinang:
UMRAH PRESS.

Kadir, M. D. (1985). Upacara Tradisional / Daur Hidup Daerah Riau. Pekanbaru: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Setyadiharja, R., & Nugraha, Y. S. (2016). TOPONIMI Asal-Usul Nama Daerah Kota Tanjung Pinang.
Tanjung Pinang: Badan Perpustakaan, Arsip, dan Museum.

Page
26

Anda mungkin juga menyukai